Anda di halaman 1dari 6

Pembahasan

Menurut Soekarto (1985), pengujian organoleptik mempunyai macam-macam


cara. Cara pengujian itu dapat digolongkan dalam beberapa kelompok. Cara pengujian
yang paling popular adalah kelompok pengujian pembedaan (difference test) dan
kelompok pengujian pemilihan (preference test). Di samping kedua kelompok pengujian
itu, dikenal juga pengujian skalar dan pengujian deskripsi. Jika pengujian pertama
banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses, dan penilaian hasil akhir, maka dua
kelompok pengujian terakhir ini banyak digunakan dalam pengawasan mutu (quality
control).

Penilaian terhadap mutu suatu produk pangan meliputi berbagai sifat sensoris
yang kompleks. Ada kalanya mutu produk pangan didasarkan pada intensitas sifat
sensoris spesifiknya. Jadi pada dasarnya mutu suatu produk pangan merupakan
kumpulan (composite) respon semua sifat sensoris yang spesifik yang dapat berupa bau,
rasa, cita rasa (flavour), warna dan sebagainya.

Dalam kelompok pengujian intensitas sensoris dikenal tipe uji ranking, uji
skoring, dan uji deskriptif. Uji skoring dapat digunakan untuk penilaian sifat sensoris
yang spesifik seperti tekstur pulen pada nasi, warna merah tomat, bau langu pada hasil
olahan kedelai atau sifat sensoris umum seperti sifat hedonik atau sifat-sifat sensoris
kolektif pada pengawasan mutu produk pangan. Uji skor juga disebut pemberian skor
atau skoring. Pemberian skor adalah memberikan angka nilai atau menetapkan nilai
mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik.
Tingkat skala mutu ini dapat dinyatakan dalam ungkapan-ungkapan skala mutu yang
sudah menjadi baku (Darmudiansyah, 2011).

Uji peringkat disebut juga uji perjenjangan atau ranking test. Dalam uji ini panelis
diminta membuat urutan contoh uji sesuai perbedaan tingkat mutu sensoriknya. Dalam
urutan jenjang atau peringkat, interval antar jenjang ke atas atau ke bawah tidak harus
sama. Misalnya jenjang peringkat 1 dan 2 tidak harus sama dengan jenjang peringkat 2
dan 3. Uji peringkat jauh berbeda dengan uji skor. Dalam uji peringkat, komoditi
diurutkan atau diberi nomor urut. Urutan pertama atau kesatu selalu menyatakan yang
paling tinggi, makin besar nomor peringkat menunjukkan ururtan makin ke bawah atau
peringkat makin rendah (Sarastani 2012).

Pada praktikum ke-10 mengenai Uji Skalar tanggal 18 April 2019, panelis diminta
untuk melakukan uji skor dan uji peringkat. Uji skor dilakukan dengan cara memberikan
penilaian berupa skor pada ketiga sampel buah pisang yang disajikan dengan
menggunakan skala numerik. Uji peringkat dilakukan dengan cara mengurutkan tingkat
kerenyahan dan rasa dari kelima sampel biscuit yang disajikan dari yang tertinggi
sampai terendah.

Uji Skor
Seperti halnya pada skala mutu, pemberian skor juga dapat dikaitkan dengan skala
hedonik. Banyaknya skala hedonik tergantung dari tingkat perbedaan yang ada
dan juga tingkat kelas yang dikehendaki. Dalam pemberian skor, besarnya skor
tergantung pada kepraktisan dan kemudahan pengolahan dan interpretasi data.
Banyaknya skala hedonik biasanya dibuat dalam jumlah tidak terlalu besar,
demikian juga skor biasanya antara 1-10. Untuk skor hedonik biasanya dipilih
jumlah ganjil. Pemberian skor kadang-kadang menggunakan nilai positif dan
negatif. Nilai positif dapat diberikan untuk skala di atas titik balik atau titik netral,
nilai negatif untuk di bawah netral. Hal ini menghasilkan skor yang disebut skor
simetrik (Darmudiansyah 2011).
Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar
tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk
menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan, dan
warna. Selain itu, digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dengan
obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi alat) (Kartika dkk 1988).
Pada uji skor tingkat kemanisan buah pisang, panelis diminta untuk mencicipi
ketiga contoh uji buah pisang. Selanjutnya panelis diminta untuk memberikan
penilaian berupa skor terhadap ketiga contoh uji buah pisang tersebut dengan cara
memberi tanda checklist () pada kriteria penilaian dalam form uji. Adapun skala
kriteria yang diberikan, yaitu sangat manis [7], manis [6], agak manis [5], biasa [4],
agak kurang manis [3], kurang manis [2], dan tidak manis [1].
Dari hasil perhitungan tabel anova uji skor tingkat kemanisan buah pisang,
diperoleh analisis sidik ragam dengan jumlah data ketiga jenis sampel buah pisang
untuk mengetahui nyata atau tidaknya perbedaan antar sampel. Dari hasil
perhitungan, didapat besarnya jumlah respon panelis terhadap tingkat kemanisan
buah pisang, yaitu: sebesar 205 dengan faktor koreksi (FK) 824.02, jumlah kuadrat
total 244.98, jumlah kuadrat sampel 165.45, jumlah kuadrat panelis 34, dan jumlah
kuadrat galat 45.22.
Hasil penilaian 17 panelis berdasarkan Tabel Sidik Ragam Uji Skor Tingkat
Kemanisan Buah Pisang, dapat dilihat bahwa Fhitung sampel memiliki nilai 3.659.
Jika dibandingkan dengan Ftabel, nilai Fhitung lebih kecil daripada Ftabel 1%, yaitu 5.39
dan lebih besar daripada Ftabel 5%, yaitu 3.32 sehingga Fhitung sampel diberi tanda
sebanyak dua bintang (**). Dari hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa pada uji
skor dengan parameter tingkat kemanisan dikatakan memiliki tingkat kemanisan
yang berbeda sangat nyata dari ketiga jenis sampel buah pisang di tingkat 5%.
Untuk mengetahui tingkat kemanisan mana yang sama atau lebih dari yang lain,
diperlukan analisis lebih lanjut dengan uji Duncan karena Fhitung sampel mendapat
tanda sebanyak dua bintang (**).
Pada analisis uji Duncan setelah melalui tahap perhitungan, diperoleh nilai
Standard Error (SE) yaitu 1.6309. Setelah diperoleh nilai Standard Error (SE),
dilakukan pengurutan terhadap rata-rata respon sampel dari yang terbesar sampai
terkecil. Diperoleh urutan rata-ratanya, yaitu Pisang Lampung berkode 569 sebesar
5.64, Pisang Sereh berkode 612 sebesar 5.04, dan Pisang Ambon berkode 818
sebesar 3.75. Kemudian diambil nilai range dari Tabel Harga Nisbah F Duncan
Tingkat 5% (menggunakan db galat) yang akan digunakan untuk mencari nilai LSR.
Nilai LSR yang diperoleh yaitu 4.664 pada range 2.86 dan 4.91 pada range 3.01.
Nilai LSR digunakan untuk membandingkan dengan selisih rataan dua sampel. Pada
selisih rataan antara sampel Pisang Ambon berkode 818 dengan Pisang Sereh
berkode 612 diperoleh sebesar 2.1765, dimana nilai tersebut lebih besar daripada
nilai LSR= 1.6309 sehingga sampel Pisang Ambon memiliki perbedaan tingkat
kemanisan dengan Pisang Sereh. Pada selisih rataan antara sampel Pisang Lampung
dengan Pisang Ambon diperoleh sebesar 2.2353, dimana nilai tersebut lebih besar
daripada nilai LSR= 1.6309 sehingga Pisang Lampung memiliki perbedaan tingkat
kemanisan dengan Pisang Ambon. Pada selisih rataan antara sampel Pisang
Lampung dengan Pisang Sereh diperoleh sebesar 4.4118, dimana nilai tersebut lebih
besar daripada nilai LSR= 1.6309 sehingga Pisang Lampung memiliki perbedaan
tingkat kemanisan dengan Pisang Sereh.

Uji Peringkat
Uji peringkat disebut juga uji perjenjangan atau ranking test. Dalam uji ini panelis
diminta membuat urutan contoh uji sesuai perbedaan tingkat mutu sensoriknya.
Dalam urutan jenjang atau peringkat, interval antar jenjang ke atas atau ke bawah
tidak harus sama. Misalnya jenjang peringkat 1 dan 2 tidak harus sama dengan
jenjang peringkat 2 dan 3. Uji peringkat jauh berbeda dengan uji skor. Dalam uji
peringkat, komoditi diurutkan atau diberi nomor urut. Urutan pertama atau kesatu
selalu menyatakan yang paling tinggi, makin besar nomor peringkat menunjukkan
ururtan makin ke bawah atau peringkat makin rendah (Sarastani 2012).
Pada uji peringkat, panelis diminta untuk mencicipi rasa dan kerenyahan kelima
contoh uji biscuit yang disajikan. Selanjutnya panelis diminta untuk memgurutkan
kelima contoh uji tersebut dari yang paling tertinggi sampai terendah mutu rasa dan
kerenyahannya dengan cara menulis angka 1-5.

Uji Peringkat Kerenyahan Biscuit


Pada praktikum ini, dilakukan uji peringkat kerenyahan biscuit. Panelis
disediakan lima contoh uji dengan kode 762, 902, 846, 457, dan 195. Panelis
diminta untuk mencicipi kerenyahan kelima contoh uji yang tersaji, kemudian
diberi penilaian dengan mengurutkan contoh uji yang paling renyah sampai
tidak renyah dengan menulis angka 1-5.
Hasil pengujian pada tabel 3, penilaian kerenyahan untuk contoh uji
biscuit 762 (Regal) diperoleh jumlah penilaian -4.98 dengan rata-rata
penilaian -0.41, contoh uji 902 (Monde) diperoleh jumlah penilaian 2.98
dengan rata-rata penilaian 0.17, contoh uji 846 (Khong Guan) diperoleh jumlah
penilaian -0.66 dengan rata-rata penilaian 0.03, contoh uji 457 (Roma)
diperoleh jumlah penilaian -3.8 dengan rata-rata penilaian 0.02, dan contoh uji
195 (Roma) diperoleh jumlah penilaian 6.46 dengan rata-rata penilaian 0.43.
Jumlah skor atau rata-rata skor yang diperoleh dapat dibuat urutan kerenyahan
terbaik ke kerenyahan terburuk sementara dari kelima buah contoh uji, yaitu
biscuit Nissin, Monde, Khong Guan, Roma, dan Regal. Biscuit dengan
kerenyahan terbaik diperoleh pada biscuit Nissin dan biscuit dengan
kerenyahan terburuk diperoleh pada biscuit Regal. Langkah selanjutnya data
tersebut diolah dalam analisis sidik ragam.
Dari analisis sidik ragam pada tabel 6 diperoleh Fhitung sampel 0.144. Jika
dibandingkan dengan Ftabel, nilai Fhitung lebih kecil daripada Ftabel 1%, yaitu 3.83 ,
dan Fhitung 5%, yaitu 2.61. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelima sampel biscuit
dikatakan memiliki tingkat kerenyahan yang tidak berbeda atau memiliki
persamaan.

Uji Peringkat Rasa Biscuit

Pada praktikum ini, dilakukan uji peringkat rasa biscuit. Panelis


disediakan 5 contoh uji dengan kode 762, 902, 846, 457, dan 195. Panelis
diminta untuk mencicipi rasa kelima contoh uji yang tersaji, kemudian diberi
penilaian dengan mengurutkan contoh uji yang paling enak sampai tidak enak
dengan menulis angka 1-5.

Hasil pengujian pada tabel 2, penilaian rasa untuk contoh uji biscuit 762
(Regal) diperoleh jumlah penilaian -2.32 dengan rata-rata penilaian 0.15,
contoh uji 846 (Monde) diperoleh jumlah penilaian 2.82 dengan rata-rata
penilaian 0.188, contoh uji 846 (Khong Guan) diperoleh jumlah penilaian 2.32
dengan rata-rata penilaian 0.15, contoh uji 457 (Roma) diperoleh jumlah
penilaian -4.8 dengan rata-rata penilaian 0.32 , dan contoh uji 195 (Nissin)
diperoleh jumlah penilaian 1.98 dengan rata-rata penilaian 0.13. Jumlah skor
atau rata-rata skor yang diperoleh dapat dibuat urutan rasa terbaik ke rasa
terburuk sementara dari kelima buah contoh uji, yaitu biscuit Monde, Khong
Guan, Nissin, Regal, dan Roma. Biscuit dengan rasa terbaik diperoleh pada
biscuit Monde sedangkan biscuit dengan rasa terburuk diperoleh pada biscuit
Nissin. Langkah selanjutnya data tersebut diolah dalam analisis sidik ragam.

Dari analisis sidik ragam pada tabel 5 diperoleh Fhitung sampel 0.068. Jika
dibandingkan dengan Ftabel, nilai Fhitung lebih kecil daripada Ftabel 1%, yaitu 3,83 ,
tetapi lebih besar dibandingkan Fhitung 5%, yaitu 2.61. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kelima sampel biscuit dikatakan memiliki tingkat kerenyahan yang
tidak berbeda atau memiliki persamaan.

Anda mungkin juga menyukai