O, Sanjaya !
Leluhur dari kebudayaan tanah!
O, Purnawarman!
Leluhur dari kebudayaan air!
Kedua wangsamu telah mampu
mempersekutukan budaya tanah dan air!
Orang-Orang Miskin
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
19 Agustus 1977
ITB Bandung
KECOA PEMBANGUNAN
Kecoa Pembangunan….
Salah dagang banyak hutang…….
Tata bukunya di tulis di awan…
Tata ekonominya ilmu bintang..
kecoa…kecoa…ke…co…a…..
Dilindungi kekuasaan…
Merampok negeri ini….
Kecoa…kecoa…ke…co…a…
Ngakunya konglomerat
Nyatanya macan kandang….
Ngakunya bisa dagang,
Nyatanya banyak hutang
Kecoa…kecoa…ke..co…a…
Paspornya empat,
Kata buku dua versi…
Katanya pemerataan,
Nyatanya monopoli
kecoa…kecoa…ke…co..a…
O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan
Maskumambang
Cucu-cucuku
zaman macam apa,
peradaban macam apa
yang akan kami wariskan kepada kalian.
Cucu-cucuku
negara terlanda gelombang zaman edan
cita-cita kebajikan terhempas batu
lesu dipangku batu
tetapi aku keras bertahan
mendekap akal sehat dan suara jiwa
biarpun tercampak diselokan zaman
o comberan peradaban,
o martabat bangsa yang kini compang-camping
negara gaduh, bangsa rapuh
Kekuasaan kekerasan meraja lela
Pasar dibakar, kampung dibakar,
gubuk-gubuk gelandangan dibongkar
tanpa ada gantinya
semua atas nama tahayul pembangunan.
Rendra
( pejambon - jakarta, 27 april 1978 )