Anda di halaman 1dari 8

NARASI “EKSPEDISI CINCIN API : TSUNAMI PADANG”

HIDUP DI NEGERI GEMPA


1” - 5”
Kota Padang, ibu kota Sumatera Barat terletak di tepian Samudera Hindia.
Saat ini dihuni 830.000 jiwa lebih, membujur di bibir pantai, tumbuh dan
berkembang dengan pesat di balik jajaran Bukit Barisan yang mengular sepanjang
pulau Sumatera.
Kota ini mulai berkembang sejak kedatangan Belanda di pertengahan
abad ke-17. Dibukanya pelabuhan dagang Belanda di pinggir sungai Batang Aro
Mwaro menjadi tonggak sejarah berdirinya kota Padang sampai hari ini. Sisa-sisa
kejayaannya masih terlihat. Rumah rumah tua dengan arsitektur bergaya Eropa
masih utuh di beberapa sudut kota. Demikian pula pelabuhan, masih hiruk pikuk
oleh kapal-kapal nelayan maupun kapal pembawa muatan dari berbagai wilayah di
Indonesia. Daratan luas yang sebelumnya berupa rawa-rawa ini berubah menjadi
kota besar yang padat penduduk.
Masyarakat Minang sebelumnya menempati wilayah kaki gunung ditepi
Sungai Batang Aro Mwaro namun ramainya perdagangan Belanda memicu
penduduk ikut menempati wilayah pesisir pantai barat.lepas dari masa penjajahan
arah pembangunan Kota Padang masih saja di wilayah barat yang berhadapan
langsung dengan Samudera Hindia.
6” - 10”
Demikian pula penduduknya, 60% warga memilih tinggal di pusat kota di
sepanjang pesisir barat. Kondisi ini bukan tanpa resiko. Wilayah Padang
sebagai bagian dari pulau Sumatera yang terletak di zona subduksi rawan
diguncang gempa yang berpotensi tsunami. Zona subduksi merupakan daerah
pertemuan lempeng benua Eurasia dan lempeng Samudera Indo-Australia. Zona ini
senantiasa bergerak antara 5-6 cm per tahun. Menurut peneliti gempa BPPT Dr.
Widjo Kongko mengatakan bahwa “kajian terakhir dari kolega-kolega baik yang di
Indonesia maupun dari Singapura, dari kajian-kajian tentang koral (studi koral),
maupun hasil rekaman dari GPS menunjukkan bahwa di daerah Siberut ada deposit
energi yang cukup besar yang belum rilis atau belum lepas. Hal ini memberikan
satu pemahaman kepada kita bahwa kita harus waspada dengan kemungkinan itu
dan dalam waktu yang mungkin tidak terlalu lama, kita mengkhawatirkan terjadi
pelepasan energi.
Ancaman gempa bukan saja bersumber dari zona subduksi di laut, tetapi
ancaman lain juga datang dari patahan besar Sumatera yang terangkai dari Teluk
Semangka di Lampung hingga provinsi Aceh yang bisa mengguncang sewaktu-
waktu. Setidaknya ada 3 patahan aktif yang melalui tanah Minang, yakni patahan
Suliti, patahan Sumani, dan patahan Sianok.
Gempa 2010 menjadi salah satu bukti gempa yang bersumber dari sesar
darat. DR. Danny Hilaman Natawidjaja “yang mulai dari Danau Dibawah sampai
ke Danau Singkarak, itu namanya segmen Sumani. Kemudian yang selatannya
Danau Dibawah sampai ke Muara Aman merupakan Segmen Suliki. Suliki yang
posisinya berada di sebelah selatan danau Dibawah, kemudian antara Danau
Dibawah dengan Danau Singkarak merupakan segmen Sumani. Yang berada di
utara Danau Singkarak adalah segmen Sianok.
Lalu sejauh mana kesiapan masyarakat Tanah Minang menghadapi
bahaya potensi gempa dan seperti apa potensi ancaman tsunami yang terjadi di
wilayah ini? Benarkah sebagian wilayah Padang akan tenggelam apabila gempa
kembali mengguncang negeri ini? Ikuti penelusuran Tim Ekspedisi Cincin Api
menguak kegempaan tanah Minang dan kesiapan warganya.
--------------------------------------------------------------------------------
11” - 15”
Kepulauan Mentawai menyimpan energi besar hasil tumbukan lempeng
samudera dan lempeng benua yang siap dilepaskan. Jika energi ini dilepaskan
sekaligus akan menimbukan gempa berkekuatan maksimal 8,8 SR. Gempa ini
berpotensi menimbulkan tsunami. Lempeng benua akan dilentingkan oleh
lempeng samudera yang memberikan daya dorong terhadap lempeng benua,
akibatnya sejumlah wilayah di kota Padang terutama di pesisir pantai akan
mengalami penurunan permukaan tanah hingga 1,5 m, sedangkan pulau-pulau
di bagian barat akan mengalami pengangkatan permukaan tanah.
Hal ini diungkapkan oleh ahli gempa Dr Widjo kongko dari Balai
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). “Jadi proses penurunan dan
penaikan daratan atau di bawah laut itu akibat dari ada proses pecahan yang
akibat gempa di dasar laut kira-kira 10-20 km ecocenternya di bawah itu.
Proses ini akan mengakibatkan semua yang ada di permukaan bumi berubah
secara vertikal maupun horizontal.”
Untuk melihat potensi perubahan permukaan tanah di kota Padang, tim
ekspedisi Cincin Api bersama Widjokongko menyisir sejumlah lokasi.
Dari lokasi penginapan Tim Ekspedisi Cincin Api menentukan titik lokasi.
Wilayah Pantai Air Manis menjadi tujuan pertama kali, menurut analisa Wijo
sebagian besar lokasi ini akan tenggelam pada gempa masa yang akan datang.
16” - 20”
Di sepanjang perjalanan terlihat kepadatan penduduk di wilayah pesisir
pantai barat ini. Tiba di lokasi kami menyisir bibir pantai. Dari sini, Widjo, doktor
lulusan Universitas Landis Hanover Jerman ini menjelaskan bagaimana Pantai
Air Manis terbentuk. Kemudian Widjo menunjukkan data kepada Tim Ekspedisi
Cincin Api di sebuah warung di tepi pantai. Widjo menggunakan program Digital Air
Vision Model, yang dapat memperlihatkan potensi kenaikan dan penurunan
permukaan tanah. Melalui peta ini, tergambar jelas bagaimana analisa
perhitungan kondisi pantai saat ini dan nanti pada saat tenggelam. Widjo “kalau
skenario itu terjadi bahwa ada magnitude 8,8 maka daerah ini akan terjadi turun,
di AIS software secara sederhana kita bisa memperkirakan penurunannya,
misalnya kita turunkan 1,5 m maka akan ada daerah yang terendam” Untuk
mengkonfirmasi perhitungannya, Widjo melakukan pengukuran di lokasi.
Kepada Tim Widjo menjelaskan bagaimana proses pengukuran ini dilakukan, Wijo
“ini garis pantai, ini pulau nanti kita ambil satu titik disini kemudian kita marking pakai
GPS, kita memupu dengan kompas arahnya 210 karena kita berasumsi bahwa
source tsunami dari sini”. Dibantu oleh Tim Ekspedisi Cincin Api Widjo mulai
melakukan pengukuran dari bibir pantai. Widjo menggunakan laser yang
ditembakkan reflektor untuk mengukur ketinggian permukaan tanah.
Hari semakin sore, air laut mulai pasang. Wisatawan menikmati deburan
ombak. Terbayang bagaimana mereka nanti akan kehilangan tempat bermain
ketika pantai ini tenggelam. Pendataan ini dilakukan dengan menghitung
beberapa titik ketinggian lokasi dari permukaan laut. Pengukuran dilakukan dari
mulai bibir pantai hingga menuju kaki bukit sepanjang hampir 200 meter garis
lurus. Pengukuran potensi wilayah yang kemungkinan tenggelam selesai
dilakukan 70% atau 38 hektare dari total wilayah seluas 50 hektare ini
diperkirakan akan tenggelam.
--------------------------------------------------------------
21” - 25”
Hari ini Tim Ekspedisi Cincin Api bersama Widjokongko kembali melakukan
pengukuran titik-titik wilayah kota Padang yang akan tenggelam. Lokasi pertama
adalah kawasan Pantai Padang, tepatnya di belakang sebuah bangunan hotel.
Dari sini, Wijo mengukur ketinggian permukaan tanah sepanjang 50 meter, lalu tim
bergerak ke lokasi lain yakni kawasan Pantai Bung Hatta. Widjo kembali
menembakkan lasernya yang dipantulkan ke arah reflektor. Dengan kaca mata
berlensa merah Widjo dapat dengan jelas memastikan apakah laser berhasil
ditembakkan ke reflektor.
Sepanjang kawasan pantai ini terlihat tanggul-tanggul dari batu yang ditata
berjajar untuk mengurangi abrasi pantai. Saat terjadi tsunami, batuan ini dapat
menjadi bumerang karena daya dorong ombak tsunami akan melemparkan batu-
batuan ini menjadi peluru yang menghantam benda-benda maupun manusia. Hasil
analisa pengukuran Widjo setidaknya 40 meter wilayah ini akan tenggelam,
terlebih lagi tanggul-tanggul sepanjang pantai akan menahan air kembali ke laut
setelah terhempaskan ke daratan.
Matahari semakin terik tepat di atas kepala, namun Widjo terus bekerja
mengukur potensi rendaman di wilayah pantai ini. Kemudian kami menuju kawasan
Pantai Ujung Batu. Pantai ini dipenuhi pemukiman warga tepat di belakang tanggul.
Menurut pengukuran Widjo, kawasan ini terletak 3 meter di bawah permukaan laut.
Diperkirakan 2 sampai 2,5 km dari bibir pantai wilayah ini akan tenggelam
nantinya.
Tim ekspedisi Cincin Api bergerak lagi, kami menuju daerah Pantai
Pasir Nantiko.................................................................................................................... 26” - 30”
........Terlihat kapal-kapal nelayan sedang bersandar memenuhi badan
muara, kami (tim) langsung menuju bibir pantai untuk memulai pengukuran. Di
pantai yang landai ini pengukuran dilakukan hingga sejauh 300 m dari bibir pantai.
“Langsung di bawah pohon yang itu, yang rindang di belakang bisa nggak? Oke
nunggu di situ dulu karena mau dicoba menggunakan tripod yang baru. Ini
seharusnya menggunakan yang lebih stabil.”
Di tengah pengukuran, Widjo mengalami kesulitan untuk menembakkan
lasernya karena tripod kecilnya tidak cukup stabil menyanggah alat pengukur.
Kami harus mengganti menggunakan tripod yang lebih besar dan kokoh. “Wah
mantap ini baru kayak di film-film”, ucap Widjo.
Pengukuran dilanjutkan. Widjo menyesuaikan diri untuk menggunakan tripod
yang lebih besar. Widjo kembali mencoba untuk menembakkan lasernya hingga
titik yang terjauh, dan akhirnya ia berhasil menembakkan lasernya dan pengukuran
selesai dilaksanakan.
“Kita mencoba pengukuran di beberapa point bebrapa titik, ternyata untuk
yang di Padang kota, memang untuk daerah bibir pantainya karena ada tanggul
dan kelihatannya juga gundukan-gundukan pasir masih cukup tinggi, bisa sekitar
2-3 m. Jadi kalau misal di daerah itu ada penurunan daratan, masih belum
terendam sampai jauh ke daratan. Tapi untuk yang di air manis, kita lihat sangat
landai. Kita lihat juga ketinggian daratannya existing atau saat ini kurang dari 2 meter
katakanlah begitu, sehingga kemungkinan besar memang di daerah itu ada
beberapa lebih dari katakanlah 30-50 % terendam. Dan untuk daerah yang lebih
utara lagi, di Sebelah Utara Mwaro atau agak ke utara sedikit sampai di tebing tadi
kita juga masih melihat cukup tinggi. Di sebelah utara lagi kita belum tahu, masih
perlu dilaksanakan pengukuran lebih lanjut”, jelas Widjo.
----------------------------------------------------------------------------
31” - 35”
Daratan Kota Padang terbentuk dari sedimen berupa lapisan pasir, kerikil dan
lempung. Kawasan ini dahulu didominasi rawa kemudian ditimbun untuk dijadikan
pemukiman penduduk, bahkan gedung tinggi dan perkantoran. Untuk membuktikan
kondisi dibawah permukaan tanah Kota Padang, Tim Ekspedisi Cincin Api perlu
melakukan Survey Geolistrik. Kami mengajak Ahli Geologi Dino Gunawan
Priambodo bersama timnya dari Kementrian Perikanan dan Kelautan Kota Padang.
Untuk mendapatkan hasil yang presisi, Tim harus mematangkan rencana diatas
kertas sebelum melaksanakan Survey Geolistrik, terutama menentukan titik lokasi.
Akhirnya tim sepakat, survey dilaksanakan dikawasan yang termasuk parah ketika
gempa terjadi tahun 2009 yaitu kawasan Universitas Bung Hatta tepatnya
Kelurahan Pasir Punakarang Kecamatan Padang Utara dan lokasi kedua adalah
di Asrama TNI Kelurahan Ganting Parang gadang. (Dino “ini saya ambil dipinggir
jalan semua ya, karena apa? karena alasan 1 untuk membentangkan kabel
sepanjang 160 meter dengan lurus, ya kalau lurus dalam arti sebenarnya ya kalau
bisa lurus terus itu hanya ada di jalanan”).
Setelah rapat selesai, Tim mempersiapkan perlengkapan Survey
Geolistrik yang dibutuhkan. Kami pun berangkat menuju lokasi pertama kawasan
Universitas Bung Hatta. Setelah 40 menit perjalanan tim tiba dilokasi, masing-
masing kru mempersiapkan peralatan geolistrik yang dibutuhkan. Panjang lintasan
geolistrik diukur sejauh 160 meter. Setiap 5 meter ditanami patok untuk
mengalirkan arus listrik. Geolistrik merupakan suatu metode memindai
penampang permukaan bumi dengan aliran listrik. “Jadi di geolistrik itu secara dasar
prinsipnya seperti ini, jadi kita itu memasukkan atau menginjeksikan suatu aliran
listrik ke dalam bumi dan diterima oleh elektroda. Jadi kita mempunyai 4
elektroda yaitu elektroda a dan b sebagai elektroda arusnya, dan elektroda m
dan n sebagai elektroda potensialnya. Jadi arus itu diinjeksikan oleh elektroda a
dan diterima oleh elektroda b. Dari hasil injeksi ini maka ada beda tegangan
potensial yang akan diukur oleh elektroda m dan n. Jadi variabel yang diukur yaitu
variabel arus dan variabel tegangan dalam bentuk volt”.
Setelah patok-patok selesai ditanam, listrik disuntikkan ke dalam tanah melalui
elektroda, penyuntikan arus listrik dilakukan secara berurutan
36” - 40”
......Kemudian data di lapangan dicatat dengan rinci.
Saat terjadi gempa tahun 2009, kawasan sekitar kampus Bung Hatta
memperlihatkan ciri-ciri tanah likuifaksi seperti yang diceritakan oleh salah
seorangwarga setempat. “Bangunan semuanya retak-retak dan banyak juga jalan
yang rekah yang menimbulkan air muncrat dari rekahan tanah tersebut. Air keluar
berwarna hitam dan bercampur pasir”, kata Ridwan salah seorang warga. Ada
beberapa tanda-tanda satu wilayah terdapat likuifaksi antara lain muncul semburan
air tanah, banyak bangunan yang rusak di satu area yang berdekatan, juga
terdapat bangunan yang amblas ke bawah tanah. Kondisi tanah berawa berpotensi
menimbulkan likuifaksi. Likuifaksi adalah kondisi tanah yang labil perilakunya
seperti benda cair. Kelabilan tanah itu muncul ketika mendapat tekanan seperti
gempa bumi, akibatnya akan membahayakan bangunan yang berada di atasnya.
Menurut Prof Djoko Legowo, “khusus untuk Padang sendiri secara historis memang
pernah ada satu literatur yang mengatakan itu adalah tanah rawa, jadi kalau secara
litologi ini memang sebaiknya kita melihatnya agak lebih cermat lagi, litologi secara
vertikal, mungkin jikalau secara horizontal memang itu zonanya atau basenya itu di
pantai barat Padang. Itu pantai yang dulunya secara historis adalah rawa”.
Melalui geolistrik dapat diketahui apakah tanah di suatu wilayah mengalami
likuifaksi saat terjadi gempa.
Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan di kawasan kampus Bung
Hatta, tim ekspedisi bergerak menuju lokasi selanjutnya yaitu kelurahan Ganting
Parak Gadang. Setelah melintasi pusat kota Padang akhirnya tim sampai di
wilayah yang dituju. Tim kembali menurunkan alat yang diperlukan. Proses
pekerjaannya sama persis seperti proses sebelumnya, patok-patok ditancapkan
setiap 5 meter. Di bawah naungan awan gelap, tim terus bekerja. Setelah
mendapatkan data mentah dari 2 survei geolistrik, tim akan memproses data
menjadi sebuah informasi.
40” - 45”
Ternyata hasil survei geolistrik menguatkan indikasi awal bahwa di dua
lokasi ini terjadi likuifaksi. “Hasil datanya kita dapat zona-zona likuifaksi di daerah
Parak Gadang dengan kedalaman antara sekitar 10 meter sampai 25 meter dan
ada juga kedalaman yang 26 meter. Sebenarnya data likuifaksi sangat penting untuk
pemerintah daerah terutama pemegang kebijakan PU sebagai pembuat kebijakan
bangunan. Jadi untuk bangunan-bangunan tinggi saya harapkan ada cloud
buildingnya untuk daerah bencana likuifaksi. Jadi kita tidak boleh sembarangan
membangun rumah atau membangun gedung di atas tanah yang rawan likuifaksi
seperti itu” (Dino Gunawan Pryambodo, Ketua Tim Survei Geolistrik).
------------------------------------------------------------------------------------------
Gempa bumi dari zona subduksi dan tiga sesar darat senantiasa
mengancam wilayah Sumatera Barat. Danau Singkarak misalnya, menjadi salah
satu jejak sesar yang melintasi tanah Minang, danau ini terbentuk dari suatu proses
tektonik yang sangat panjang, sejak 2 juta tahun lalu. Pergerakan tanah
menyebabkan danau ini bertambah lebar.
Untuk mengetahui proses tektonik Bumi Minangkabau, Tim Ekspedisi Cincin
Api menemui ahli gempa Danny Hilman Natawijaya. Di sela kesibukannya di kantor
Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bandung, ia memaparkan
ancaman gempa di Sumatera Barat. “Danau Singkarak terjadi di antara 2 segmen
patahan lempeng Sumatera. Satu bagian ditarik ke utara, satu bagian ditarik ke
selatan setiap tahun 1 sampai 2 cm. Kita lihat sekarang danau Singkarak
panjangnya sudah 25 kilometeran, artinya danau Singkarak terbentuk sekitar 2 juta
tahun yang lalu. Danau lainnya banyak juga, seperti danau Kerinci yang
terbentuk karena patahan Sumatera.”
Lalu sejauh mana kesiapan kota Padang dan Sumatera Barat secara
keseluruhan dalam menghadapi potensi gempa dan tsunami di masa mendatang?
Tim Ekspedisi Cincin Api bersama Wijokongko menemui Prof. Febrin Anas
Ismail di klinik rekonstruksi miliknya di Jalan Raden Saleh Kota Padang. Wakil
Rektor Universitas Andalas ini mengajak tim melihat kesiapan infrastruktur dan
sarana umum di Kota Padang. Tim diajak melihat kondisi jalur evakuasi di Jalan
Alai yakni jalan yang menghubungkan wilayah pesisir pantai barat dengan wilayah
yang lebih tinggi di sisi timur. Jalan ini sebelumnya hanya cukup dilalui oleh satu
mobil saja.
Dibutuhkan waktu 5 tahun untuk melebarkan jalan menjadi 12 M karena
adanya berbagai kendala sosial, saat gempa 30 september 2009 lalu jalan ini macet
selama 4 jam.
46” - 50”
Tim kembali bergerak, kali ini professor lulusan Teknik Sipil Universitas
Yokohama Jepang ini mengajak kami ke Simpang Kandang, di lokasi ini akan di
bangun jembatan jaring tsunami sebagai salah satu solusi mengatasi minimnya jalur
evakuasi, “hahahah (orang tertawa), betul jadi nanti remnya berangkat ini ke atas
sekitar 10 meter, trus kita bikin jembatan kesana, kesana, kesana trus di tengahnya
kita kasih hubungan dengan dek”. Jembatan ini dapat menampung hingga 3000
orang, rencananya jembatan ini akan dibangun di beberapa persimpangan mulai
tahun 2012 ini.
Tim kembali bergerak. Kali ini professor Febrin ingin menunjukkan kesiapan
bangunan dan gedung tahan gempa, yang nanti dapat digunakan sebagai
tempat evakuasi. “Jadi bangunan-bangunan lainnya itu standar desain yang
digunakan untuk menahan beban tsunami, itu sudah ada standarnya, selama ini
kita memakai standar kema dari Amerika, karena kita belum mempunyai
standar khusus untuk beban tsunami, nah, di standar kema itu khusus untuk
tsunami yang paling dominan itu adalah beban debris ya… atau puing-puing yang
ikut mengalir bersama air, nah.. jadi hantaman puing ini terhadap tiang-tiang dari
bangunan itu, itu bebannya cukup besar, nah.. jadi kuncinya dalam desain itu kalau
bangunan itu sudah didesain terhadap beban paling dominan dari tsunami ya.. insha
Allah bangunan itu akan kuat”.
Ini adalah hotel Bumi Minang yang ikut rusak saat gempa 2010 lalu, bangunan ini
diperbaiki dan di perkuat terutama pada bangunan strukturnya, dinding yang menggunakan
bahan-bahan yang ringan yakni beton busa yang dilapis kawat sehingga tidak mudah rubuh.
“Kemudian untuk dinding ini diperkuat kawat ayam, selama ini dinding ini kan istilahnya
gampang sekali roboh dia, nah,, sekarang dengan adanya kawat ayam ini tertahan dia
batabata yang ada di sekitar kor ini”.
Perkuatan sejumlah bangunan juga di lakukan di bagian pondasi antara lain dengan
menggunakan teknologi tahan gempa. Febrin mengajak tim ekspedisi cincin api melihat
penggunaan teknologi best isolation di pondasi gedung dinas pekerjaan umum kota Padang.
“Ini jadi posisi best isolation ada di bawah, yang akan mengatasi mengatasi struktur atas, jadi
dari sini ke atas dengan struktur bawah, nah,, ini kalau lihat ini, ini ada space ya.. jadi
bangunannya bisa bergerak ke sini, ke sana juga bisa”.
Gedung ini dirancang tidak hanya tahan gempa tetapi juga tahan tsunami, dindingnya
diminimalisir sehingga arus ombak tsunami dapat menembus bangunan tanpa
mengguncangnya. Di samping itu sejumlah gedung lain juga disiapkan seperti gedung SMA
Negri 1 Padang. Bagian atap gedung dapat menampung ribuan orang jika terjadi tsunami,
lengkap dengan tempat pendaratan helikopter. Juga dengan TK/SD Al Azhar di samping tahan
gempa, gedungnya dipersiapkan sebagai lokasi penyelamatan. “Sirine berbunyi tanda sebagai
simulasi terjadinya gempa dan tsunami”.
51” - 56”
Kini masyarakat Padang dipersiapkan untuk dapat menghadapi ancaman gempa dan
tsunami sewaktu-waktu. Sejak dini mereka dikenalkan melalui pendidikan di sekolah-sekolah
maupun lewat berbagai lembaga kemasyarakatan. Di samping kesiapan masyarakat, alam
kota Padang juga memiliki benteng penjaga ibu kota Sumatera Barat dari terjangan tsunami
yakni pulau-pulau kecil yang berada di lepas pantainya.
Untuk melihat lebih dekat, Tim Ekspedisi Cincin Api mencoba menengok kondisi pulau-
pulau dan terumbu karang, sebagai benteng awal pemecah ombak apabila tsunami
datangmenerjang kota Padang. Kami mengajak peneliti kawasan pesisir pantai Hardian Merkuri
serta pemerhati ekosistem terumbu karang Samsuadi. Tim mengawali perjalanan dari
pelabuhan desa sungai Pisang, sebelah selatan Padang. Di beberapa lokasi
penyelaman kami menemukan dasar laut yang dipenuhi terumbu karang terbelah, menyerupai
sungai bawah laut. Namun gempa tidak selamnya berdampak buruk. Guncangan gempa
ternyata membantu siklus alam terus berjalan. Kerusakan pada terumbu karang justru
memberi ruang pada terumbu karang lain untuk berkembang.
Di sisi lain, alam justru sedang menanti siklusnya dan menciptakan keseimbangannya
sendiri. Korban jiwa dan kerugian material akibat kejadian gempa yang akan datang memang
perlu diantisipasi. Sejauh ini para ahli hanya bisa mengkaji potensi ancaman. Gempa tidak
pernah membunuh, tsunami dapat dihindari. Hanya saja manusia seringkali abai terhadap
tanda-tanda alam.

Anda mungkin juga menyukai