Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MPKTA HG 1

G203 – Fakultas Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh:
Khairunnisa Callista A. (1906292401)
Muhammad Dheif (1906397872)
Muhammad Harist (1906397380)
Putu Dyan Stephanie (1906349293)
Quenela Mutiara (1906292566)
Randy Elbert (1906292585)

UNIVERSITAS INDONESIA
2019/2020
I. PENDAHULUAN
Sebagai manusia, kita merupakan makhluk sosial. Kita membutuhkan manusia
lain ditengah keberagaman dalam memenuhi kebutuhan dalam kehidupan.
Ditengah keberagaman latar belakang dan juga nilai – nilai yang dianut setiap
individu pasti akan menghasilkan suatu kebiasaan atau nilai – nilai baru yang
dihasilkan oleh nilai – nilai sebelumnya melalui interaksi satu sama lain.
Kebiasaan atau nlai – nilai ini dinamakan budaya.

II. PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Kebudayaan Sebagai Bukti Keunggulan Manusia


2.1.1 Fungsi dan Hakikat Kebudayaan
Kebudayan adalah suatu hasil karya dari manusia ketika menjalani sebuah kehidupan
bermasyarakat. Kebudayaan memiliki fungsi sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Selain itu kebudayaan juga berfungsi sebagai pedoman yang mengisi serta
menentukan jalan kehidupan manusia, seperti mengatur bagaimana manusia seharusnya
bertindak serta menentukan bagaimana sikap yang seharusnya diterapkan ketika akan
berhubungan dengan manusia lainnya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Menurut
Soekanto, kebudayaan berguna untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan
antarmanusia dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia.
Dalam kebudayaan sendiri terdapat dasar-dasar atau hakikat yang perlu diperhatikan.
Hakikat kebudayaan yang dijelaskan oleh Soekanto, yaitu kebudayaan terwujud dan
tersalurkan dari perilaku manusia; kebudayaan sudah ada sebelum lahirnya manusia;
meskipun bisa saja kebudayaan lahir dari manusia masa kini yang dapat disaksikan atau
dialami oleh manusia yang telah lahir sebelum kebudayaan itu ada; kebudayaan diperlukan
oleh manusia; kebudayaan mencakup aturan-aturan mengenai kewajiban, tindakan yang
diterima atau ditolak, tindakan yang dilarang atau yang diizinkan; dan kebudayaan bersifat
dinamis.
Kebudayaan terus mengalami perkembangan dengan berbagai tujuan seperti
menguasai dan memanfaatkan unsur-unsur yang terdapat di alam semesta untuk keperluan
hidup; mengembangkan kreativitas, rasa indah atau keindahan (estetika), serta komunikasi
dengan sesama; mengatur kehidupan bersama melalui tata aturan sopan santun atau tata
susila; mengembangkan ilmu pengetahuan; memiliki pegangan hidup antarsesama, serta
aturan “pergaulan” dengan Sang Pencipta.
Kebudayaan dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tempat dan waktu.
Berdasarkan perbedaan tempat ada kebudayan asli yang merupakan kebudayaan yang
dimiliki oleh bangsa tersebut, selain itu juga ada kebudayaan asing yang merupakan
kebudayaan yang menunjukkan cara pandang masyarakat kebudayaan tertentu terhadap
kebudayaan yang berkembang di luar masyarakatnya. Sedangkan menurut waktunya dibagi
menjadi kebudayaan masa lalu dan masa sekarang. Adanya perbedaaan tumbuh kembang
(dinamika) kebudayaan dan terjadinya inovasi yang berbeda-beda, menyebabkan kebudayaan
masa lalu dianggap sebagai kebudayaan yang tidak sesuai dengan masa kini, sedangkan
kebudayaan masa kini dianggap sebagai kebudayaan yang sesuai dengan zaman. Kelompok
kebudayaan yang terakhir yaitu ada kebudayaan klasik yang mengacu pada kebudayaan masa
lalu serta kebudayaan modern yang mengacu pada kebudayaan terkini.
2.1.2. Definisi Kebudayaan
Definisi Kebudayaan tidaklah tunggal, melainkan beragam. Setiap orang atau kelompok
masyarakat di tempat dan masa yang berbeda memiliki definisi kebudayaan masing-masing
yang mencerminkan pemahaman tentang makna kebudayaan yang berbeda-beda pula. Dua
ahli antropologi, A.L.Kroeber dan Kluckhohn (1952) berhasil mengumpulkan 160 definisi
kebudayaan, sebagaimana sifat kebudayaan yang dinamis, jumlah ini pun memungkinkan
terus bertambah. Dalam istilah bahasa Inggris, kata yang sepadan dengan kebudayaan, yaitu
culture, diambil dari bahasa latin colere yang berarti “mengolah, mengerjakan” terutama
mengolah tanah atau bertani (Koentjaraningrat, 2009:146). Istilah culture ini terkait dengan
pengalaman pertama kali manusia menemukan cara bercocok tanam dengan menggunakan
irigasi (pertanian).
Pengertian kebudayaan yang umumnya dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah
yang dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Sulaeman Sumardi, yaitu semua hasil karya,
rasa, cipta, dan karsa masyarakat (Soekanto, 1990:189). Pengertian ini dikaitkan dengan asal
kata kebudayaan yang berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yang merupakan bentuk
jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “akal”. Dari pengertian etimologis itulah
kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan Akal yang berkaitan dengan
kecerdasan otak manusia, sedangkan budi berkaitan dengan perasaan, yang ditampilkan
melalui etika dan estetika. Adanya budi dan daya inilah yang membedakan manusia dengan
spesies lainnya di bumi ini.
Kebudayaan dengan pengertian hasil sering kali dipahami secara sempit sebagai hasil
kesenian. Konsep kebudayaan yang cukup lengkap adalah yang dikemukakan oleh Lawless
(di dalam Saifuddin, 2006: 87), yaitu pola-pola perilaku dan keyakinan (dimediasi oleh
simbol) yang dipelajari, rasional, terintegrasi, dimiliki bersama, dan yang secara dinamik
adaptif dan yang tergantung pada interaksi sosial manusia demi eksistensi mereka.
Malinowski (1961, 1944) menjelaskan bahwa kebudayaan berkaitan dengan kebutuhan
manusia dan pemenuhannya melalui fungsi dan pola-pola. Adapun Kluckhohn (1994)
melihat kebudayaan sebagai blue-print bagi kehidupan manusia.  Definisi kebudayaan,
menurut Bapak Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat (2009:144), adalah keseluruhan ide
atau gagasan, tingkah laku, dan hasil karya manusia dalam rangka hidup bermasyarakat yang
diperolehnya dengan cara belajar. Dari pengertian ini dapat dipahami Gambar 3.1 Prof. Dr.
Koentjaraningrat, Bapak Antropologi Indonesia (1923 –1999) bahwa suatu kebudayaan
terdiri dari tiga wujud: (1) pertama berupa ide atau gagasan; (2) kedua berupa gerak atau
aktivitas yang berpola, dan (3) ketiga, berupa benda-benda kongkret.
2.1.3. Tiga Wujud Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat, ada tiga wujud kebudayaan. Wujud pertama, yaitu kompleks
dari ide atau gagasan. Wujud ini sifatnya abstrak, karena ada dalam pikiran manusia. Ide atau
gagasan ini akan mempengaruhi hasil kebudayaan. Asal muasal wujud kebudayaan berasal dari
adat istiadat dan disebut dengan cultural system. Dalam perkembangan selanjutnya, wujud ini
dapat disimpan dalam berbagai media seperti disket, arsip, koleksi mikro film, dan kartu
komputer. Wujud kedua meliputi kompleks dari aktivitas serta tindakan manusia. Wujud kedua
ini disebut dengan social system, yang meliputi seluruh aktivitas manusia dalam berinteraksi satu
sama lain. Sifatnya konkret, yang artinya dapat dilihat dengan indera, dapat diobservasi, dan
didokumentasikan. Wujud ketiga, berupa hasil karya manusia yang berwujud fisik atau artefak.
Wujud kebudayaan ini merupakan wujud yang paling konkret. Wujud ketiga ini dijadikan
indikator dalam menilai kemajuan kebudayaan suatu masyarakat.
Ketiga wujud kebudayaan itu saling berkaitan dan berhubungan. Hasil karya manusia pasti
merupakan hasil aktivitas manusia yang lahir dari suatu ide atau gagasan. Kemudian, suatu
gagasan akan memiliki arti jika diketahui oleh manusia lainnya dan direalisasikan melalui suatu
karya yang bermanfaat.
2.1.4 Sistem Kebudayaan Universal
Dalam memperhatikan perwujudan kebudayaan di masyarakat, ada unsur-unsur kebudayaan
yang pasti kita jumpai di masyarakat mana pun. Meskipun kebudayaan yang dimiliki
manusia di seluruh dunia beraneka ragam, namun menurut C. Wissler (Koentjaraningrat,
2009:299), terdapat cultural universals, yaitu unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya
universal, yang dapat dijumpai pada setiap masyarakat.

1) Sistem organisasi sosial merupakan salah satu unsur universal. Manusia sejak
dilahirkan pastilah membutuhkan bantuan dari manusia lainnya, terutama, dari ibu
dan ayah, dan anggota keluarga yang terdekat.
2) Sistem mata pencaharian, merupakan salah satu unsur kebudayaan yang universal,
artinya setiap kelompok masyarakat manapun pastilah memiliki sistem mata
pencaharian. Pada hakekatnya kebudayaan dihasilkan manusia dalam rangka
pemenuhan kebutuhan manusia. Manusia sebagai mana makhluk hidup lainnya
membutuhkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
3) Sistem teknologi; dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mempermudah kehidupan,
masyarakat mengembangkan alat-alat teknologi. Masyarakat berburu, misalnya,
mengembangkan alat atau senjata untuk membunuh binatang buruannya. Demikian
juga masyarakat bertani, mengembangkan peralatan pertanian, dan lain sebagainya.
4) Sistem pengetahuan; penemuan teknologi tidak terlepas dari sistem pengetahuan
yang dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat. Penelitian masyarakat dan
kebudayaan dimulai oleh para sarjana Eropa pada awal abad ke-20. Dari penelitian
tersebut, berkembang pemikiran bahwa masyarakat di luar Eropa, merupakan
masyarakat yang dianggap “tertinggal” atau “primitif” tidak memiliki sistem
pengetahuan.
5) Kesenian; kesenian sebagai unsur kebudayaan yang mengandung nilai keindahan,
juga merupakan salah satu dari tujuh unsur universal kebudayaan. Bahkan sering kali,
masyarakat umum menganggap kesenian sebagai unsur utama kebudayaan.
6) Bahasa, merupakan ciri utama kemanusiaan. Interaksi antarmanusia atau
antarmasyarakat dapat berlangsung karena adanya media komunikasi, yaitu bahasa.
Dengan bahasalah manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lain
7) Religi, yaitu kepercayaan terhadap adanya suatu kekuatan gaib di luar manusia dapat
dijumpai pada setiap masyarakat. Religi merupakan suatu konsep yang berbeda
dengan agama yang dikenal oleh masyarakat Indonesia.

2.1.5. Unsur Universal Kebudayaan

Setiap unsur kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu ide, tingkah laku, serta wujud
fisik. Maka dari itu, setiap unsur kebudayaan dapat diamati dari ketiga wujudnya. Sebagai
contoh, Bahasa Indonesia lahir dari sebuah ide mengenai keinginan untuk melakukan
komunikasi antarwarga yang berasal dari suku yang berbeda dengan bahasa yang berbeda-
beda pula. Kemudian dilakukan suatu pertemuan yang akhirnya menetapkan bahasa Melayu
Riau sebagai bahasa nasional. Akhirnya ketika bahasa tersebut dituliskan pada kertas, tulisan
tersebut menjadi wujud fisik ide dan keseluruhan aktivitas tersebut.

Unsur-unsur kebudayaan dalam suatu masyarakat tidak mengalami perkembangan


dalam waktu bersamaan. Unsur kebudayaan seperti teknologi sangat cepat dan mudah
mengalami perubahan, sedangkan unsur kebudayaan seperti religi sangat sukar dan lambat
mengalami perubahan. Ketika perubahan suatu unsur kebudayaan tidak terjadi pada ketiga
wujudnya, akan terjadi culture lag atau keterlambatan kebudayaan. Contoh culture lag adalah
ketika terjadi perubahan pada ide dalam menentukan waktu yaitu menggunakan angka, lahir
wujud fisik bernama jam, tetapi aktivitas manusianya masih menentukan waktu berdasarkan
kurnan pagi, siang, sore dan malam maka pembuatan jam tersebut tidak dapat diterapkan
dalam budaya.

Culture lag terjadi karena masyarakat pengguna suatu kebudayaan tertentu bukanlah
pencipta dari kebudayaan tersebut, melainkan penerima kebudayaan yang telah dibuat oleh
masyarakat bangsa lain. Kebudayaan tersebut diterima dalam wujud ketiganya saja, tanpa
diimbangi dengan pemahaman yang baik akan ide serta aktivitas yang melahirkan bentuk
fisik kebudayaan tersebut serta sistem budaya dan sistem sosial yang melatarbelakanginya.
Agar culture lag tidak terjadi, Poerwanto (2008:180) menyarankan agar seseorang selalu
belajar tentang kebudayaan melalui proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.

2.2 Belajar Kebudayaan


Rahyono (Wacana, 2002:18–19), menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan
“bentuk” usaha manusia dalam mengatasi segala keterbatasan yang dialami dalam
kehidupannya. Jika kebudayaan adalah bentuk usaha, maka kebudayaan tidak diwariskan
secara genetik, keturunan, maupun mekanisme penurunan biologi lainnya. Kebudayaan
dipelajari melalui lingkungan sekitar individu, setelah mengerti dan terbiasa, individu
tersebut mengamalkan kebudayaan tersebut. Proses pembelajaran budaya mempunyai tiga
komponen, yakni S (Stimulus), D (Dorongan), dan R (Respon). S akan menghasilkan D,
selanjutnya D akan menghasilkan R. R yang terus menerus berulang dari S dan D adalah
kebiasaan dan selanjutnya menjadi kebudayaan. Jadi, kebudayaan adalah respon manusia
yang berulang dari proses belajar yang terus menerus dari dorongan lingkungan sekitar.
Budaya dilakukan oleh seorang individu untuk mengatasi segala keterbatasan yang
dialami dalam kehidupannya. Manusia tidak dapat mengatasi keterbatasan dengan dirinya
sendiri. Untuk mengatasi keterbatasan itu, manusia tidak melakukan kegiatan secara
individual, melainkan secara kelompok. Dengan demikian, kebudayaan bukanlah milik
diri sendiri, melainkan milik kelompok. Melalui kesepakatan dan kegiatan kelompok
itulah wujud kebudayaan menjadi ciri kelompok tertentu, dan diwariskan kepada
generasi-generasi berikutnya melalui proses belajar.
Dalam mempelajari kebudayaan, manusia membutuhkan proses. Proses tersebut
dibagi menjadi tiga, yakni Internalisasi, Sosialisasi, dan Enkulturasi
II.2 Internalisasi Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2009), internalisasi adalah proses panjang seorang
individu menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang
diperlukannya, sepanjang hidupnya, sejak ia dilahirkan sampai menjelang ajalnya. Sedangkan
menurut KBBI, kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia
seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.

Perasaan dasar manusia seperti rasa lapar, rasa nyaman, rasa aman, dan lainnya,
diturunkan secara genetik, tetapi semua hal tersebut dapat berkembang seiring berjalannya
waktu sejak manusia dilahirkan sampai ajal menjelang. Contohnya ketika seorang bayi
menangis, seorang ibu akan refleks memberikannya air susu dan setelahnya tangis bayi
tersebut berhenti. Tangisan bayi merupakan sebuah ekspresi sedangkan pemberian air susu
oleh ibu merupakan sebuah respon. Namun tangisan bayi bukan hanya tentang merasa lapar,
bisa juga karena bayi tersebut merasa kedinginan atau kepanasan. Dari satu ekspresi yaitu
tangisan, tercipta berbagai arti yang harus dimengerti seorang ibu dengan baik agar dapat
memberikan respon yang tepat. Proses tersebut dipelajari seorang ibu secara terus menerus
sehingga semua hal yang ia alami sebagai suatu reaksi dan tanggapan yang diterimanya
menjadi bagian dari kepribadian individu.

Marmawi Rais (2012) menyatakan bahwa : “Proses internalisasi lazim lebih cepat
terwujud melalui keterlibatan peran-peran model (role-models). Individu mendapatkan
seseorang yang dapat dihormati dan dijadikan panutan, sehingga dia dapat menerima
serangkaian norma yang ditampilkan melalui keteladanan. Proses ini lazim dinamai sebagai
identifikasi (identification), baik dalam psikologi maupun sosiologi. Sikap dan perilaku ini
terwujud melalui pembelajaran atau asimiliasi yang subsadar (subconscious) dan nir-sadar
(unconscious).” Dapat disimpulkan bahwa proses internalisasi dapat lebih mudah dilakukan
seseorang apabila seseorang tersebut memiliki peran model atau seseorang yang dapat
dijadikan contoh.

II.2.1 Sosialisasi Kebudayaan


Dengan bertambahnya usia dan berkembangnya manusia, seorang anak akan belajar
mengenai interaksi dengan manusia di sekitarnya, hal ini disebut sosialisasi. Setiap
lingkungan sosial akan membentuk individu yang berbeda-beda. Lingkungan sosial yang
pertama kali mempengaruhi yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anggota keluarga
lainnya. Tetapi ada juga yang memiliki anggota keluarga yang tidak lengkap karena
kehilangan ayah atau ibu. Ada juga yang berada di keluarga yang sangat besar karena masih
ada kakek dan nenek. Semua hal ini tentunya akan mempengaruhi sosialisasi yang akan
berpengaruh pula pada kepribadian individu tersebut. Dari keluarga inilah seorang individu
akan belajar mengenai perilaku-perilaku yang dicontohkan atau diajarkan oleh individu
lainnya di dalam keluarga tersebut. Contohnya yaitu waktu tidur, dimana ada keluarga yang
membiasakan anaknya untuk bangun pagi dan ada juga keluarga yang membebaskan anaknya
mau bangun jam berapa. Selain itu pada cara makan, dimana ada keluarga yang mengajarkan
untuk makan dengan baik dan benar dan ada juga keluarga yang tidak mengajari anaknya
cara makan yang baik dan benar.

Dalam masyarakat, keluarga adalah agen sosialisasi yang paling penting. Keluarga
memainkan peran penting untuk menyiapkan anak-anaknya untuk masuk ke dalam hidup
bermasyarakat. Sosialisasi dalam keluarga akan membekali anggotanya dengan nilai-nilai,
norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang akan berguna saat hidup bermasyarakat.

II.2.2 Enkulturasi Kebudayaan


Menurut Koentjaraningrat (2009:189), enkulturasi atau pembudayaan merupakan suatu
proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan
adat istiadat, sistem, norma, dam peraturan yang hidup di dalam kebudayaannya. Bersamaan
denganproses sosialisasi, setiap individu mengalami proses enkulturasi, yaitu penanaman
nilai dan sistem norma yang berlaku. Proses Enkulturasi ini dimulai pada keluarga, sama
seperti proses sosialisasi. Di dalam keluarga sang anak ditanamkan nilai dan moral yang
berlaku dalam masyarakat, selanjutnya seiring bertambahnya umur sang anak menjumpai
nilai dan moral yang berlaku di masyarakat di lingkungan di luar keluarganya.
Enkulturasi sendiri dibagi dua menurut agen yang menyampaikanya yakni, Enkulturasi
Non – Formal dan Formal. Enkulturasi Non – Formal adalah pengenalan dan penyesuaian
budaya yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar individu tersebut. Contohnya adalah
pengenalan kembali bahasa daerah dengan cara percakapan sehari – hari oleh masyarakat
Batak, Sunda, Jawa dan Minang. Sementara itu, agen dari Enkulturasi Formal adalah institusi
atau organisasi resmi seperti sekolah. Contohnya adalah pengenalan bahasa dan budaya local
dengan cara memasukan pengajaran bahasa daerah kedalam kurikulumnya dan mempunyai
andil dalam kriteria kelulusan.
Beberapa Negara sudah menyebarluaskan pengaruh dan gagasannya ke seluruh dunia
dengan cara Enkulturasi. Seperti contohnya, Negara – Negara Barat gencar – gencarnya
menanamkan konsep-konsep demokrasi, kesetaraan gender, keadilan, hak asasi manusia,
perdagangan bebas, penggunaan teknologi komputer, dan lain sebagainya merupakan bentuk-
bentuk enkulturasi. Di Indonesia sendiri, pemerintah menyebarluaskan gagasan dan ide dari
pancasila dengan memasukan Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) kedalam
kurikulumnya. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk upaya enkulturasi oleh pemerintah
dalam rangka memperkenalkan budaya Indonesia pada usia dini. Selain PPKN, pemerintah
juga memasukan Matakuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi di tingkat perguruan
tinggi (MPKTA) untuk menciptakan mahasiswa yang kritis, kreatif, inovatif dan bermoral
dan berlandaskan Pancasila.
Kesimpulannya untuk menciptakan manusia yang berbudaya dan mampu mengatasi
keterbatasannya, selain diperlukan keluarga dan lingkungan sekitar yang mendukung
terjadinya proses enkulturasi, perlu juga peran pemerintah atau institusi resmi lainnya untuk
melakukan enkulturasi secara formal. Dengan demikian, sistem pendidikan menjadi tonggak
pendorong lahirnya manusia-manusia berkebudayaan, yang memahami kebudayaan tidak dari
satu aspek (wujudnya) saja, melainkan dari ketiga wujud kebudayaan (sistem budaya, sistem
sosial, dan kebudayaan fisik), sehingga perubahan kebudayaan dapat meningkatkan derajat
kemanusiaan itu sendiri.
2.3 Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Manusia erat kaitannya dengan kebudayaan. Manusia dapat meninggalkan dunia, tetapi
manusia dapat mewariskan budaya yang telah dibuat agar tetap lestari. Pewarisan budaya
dapat terjadi baik secara horizontal maupun secara vertikal.
1. Secara horizontal, kebudayaan disebarkan dengan cara pertemuan antarindividu atau
antarmasyarakat.
2. Secara vertikal, kebudayaan diwariskan melalui generasi sekarang ke generasi berikutnya
agar kebudayaan dapat tetap bertahan dan dilestarikan.
2.3.1 Migrasi dan Difusi Manusia
Migrasi adalah perpindahan dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Faktor yang
menyebabkan masyarakat bermigrasi yaitu diantaranya karena adanya bencana alam,
wabah penyakit,kepadataj penduduk, dan perbedaan taraf kehidupan di suatu daerah.
Difusi adalah penyebaran kebudayaan yang terjadi karena migrasi. Masyarakat yang
berpindah dari satu wilayah ke wilayah lainnya akan membawa kebudayaan mereka dan
inilah yang disebut dengan migrasi.
2.3.2 Inovasi dan Penemuan
Inovasi adalah ide atau pemikiran manusia untuk menciptakan sesuatu sehingga aktivitas
atau pekerjaan yang dilakukan dapat dipermudah. Penemuan adalah hasil dari ide atau
pemikiran manusia dan dapat berbentuk alat untuk mempermudah kehidupan. Dengan
adanya penemuan, manusia dapat memajukan peradabannya. Sebagai contoh manusia
purba menemukan alat berburu sehingga memudahkan mereka untuk melakukan
perburuan hewan.
2.3.3 Akulturasi dan Asimilasi
Akulturasi adalah pencampuran dua kebudayaan sehingga muncul kebudayaan baru yang
merupakan perpaduan dari kebudayaan sebelumnya. Akulturasi biasanya terjadi pada
over culture atau budaya yang mudah diubah. Contoh dari akulturasi adalah wayang yang
merupakan perpaduan budaya Hindu dan Jawa. Asimilasi adalah pencampuran
kebudayaan, tetapi menghilangkan kebudayaan asalnya. Contoh dari asimilasi adalah
masuknya budaya barat ke Indonesia sehingga budaya memakai pakaian adat mulai luntur
dan hilang.
2.4 Kebudayaan dalam Berbagai Aspek Kehidupan Manusia
2.4.1 Ras, Etnis, dan Kebudayaan.
Ras, etnis, dan kebudayaan memiliki definisi yang berbeda.
Ras berasal dari Bahasa Peranci-Italia, “razza” yang berarti pembedaan variasi
kelompok berdasarkan tampilan fisik atau ciri fenotatif seperti warna kulit, mata, dan bentuk
tubuh lainnya. Etnis adalah variasi kelompok yang dibedakan berdasarkan akar dan identitas
kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan merupakan ciri pembeda antaretnis. Sedangkan
kebudayaan menyangkut erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat seperti nilai-nilai
yang dianut (religi atau kepercayaan, kekeluargaan, keuletan, dll).
Secara umum di dunia terdapat 4 golongan ras yaitu Mongoloid, Negroid, Kaukasoid
dan beberapa ras khusus (Bushman, Veddoid, Ainu, Polynesian).
Ras Kaukasoid merupakan ras yang sebagian besar mendiami wilayah di benua Eropa
(Britania Raya). Ciri yang menonjol adalah warna kulitnya putih. Terbagi atas 4 rumpun,
yaitu :
 Kaukasoid Nordik (Ukuran tubuh tinggi, rambut keemasan, mata biru, bentuk
muka lonjong atau oval). Terdapat di daerah Eropa Utara sekitar Laut Baltik
 Kaukasoid Mediterania (ukuran tubuh lebih pendek dari Nordik, rambut coklat
sampai hitam,mata coklat, bentuk muka bulat). Terdapat disekitar laut tengah,
Afrika Utara, Armenia, Arab Saudi.
 Kaukasoid Alpin (ciri tubuh antara Nordik dan Mediterania). Terdapat di
Eropa Timur, dan Eropa Tengah.
 Kaukasoid Indik (ukuran tubuh lebih pendek dari Nordik, rambut coklat
sampai hitam,mata coklat, bentuk muka bulat). Terdapat di Sri Langka,
Pakistan, dan India.

Ras Mongoloid merupakan ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia.
Anggota ras ini biasa disebut “berkulit kuning”, namun tidak selalu benar. Memiliki tubuh
yang lebih kecil dari ras Kaukasoid. Pada umumnya berambut hitam dan lurus dan mermata
dengan lipatan, yang disebut tipis. Ras ini meliputi :
 Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur); berkulit
kuning
 Malayan Mongoloid Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan
penduduk asli Taiwan); berkulit cokelat muda sampai cokelat gelap
 American Mongoloid (penduduk asli Amerika), berkulit merah
Ras ketiga adalah ras Negroid yang umumnya mendiami benua Afrika di wilayah
selatan gurun sahara. Keturunan ras ini banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan,
dan juga Eropa.
Ras keempat yaitu ras khusus, yaitu :
 Bushman (Penduduk di daerah Gurun Kalahari, Afrika Selatan)
 Veddoid (Penduduk di daerah pedalaman Sri Lanka )
 Polynesian (Kepulauan Mikronesia dan Polynesia)
 Ainu (Penduduk di daerah Pulau Karafuto dan Hokkaido, Jepang).
2.4.2.Kebudayaan dan Ekonomi
Proses pembentukan masyarakat dan perkembangannya tidak terlepas dari aspek
ekonomi. Masyarakat terbentuk karena keinginannya untuk secara bersama-sama memenuhi
kebutuhan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Pemenuhan kebutuhan dengan
membentuk masyarakat akan lebih hemat waktu, efisien, dan kualitasnya akan lebih baik.
Dalam masyarakat di suatu lokasi akan membentuk perekonomian yang dalam lingkup makro
yang akan dijlelaskan dalam pembahasan selanjutnya.
Struktur ekonomi akan menggambarkan kondisi perekonomian di suatu masyarakat
berupa kontribusi dari setiap sektor. Kontribusi dapat berupa sumbangan terhadap pendapatan
total masyarakat atau bisa juga dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan bagi anggota
masyarakat.

Sektor dapat diartikan sebagai segmentasi perekonomian dalam hal lokasi dibagi
menjadi perdesaan dan perkotaan, dalam hal lapangan usaha terdapat pertanian, industri, dan
jasa, dalam bentuk hukum usaha terdapat hukum usaha formal dan non-formal, terdapat pula
pelaku usaha yang terbagi menjadi pelaku usaha swasta, kooperasi, dan publik, serta cara
pengelolaan usaha yaitu tradisional dan modern, dan sebagainya.

Perubahan struktur atau transformasi struktural terjadi akibat perubahan kontribusi


dari masing-masing sektor sejalan dengan perkembangan masyarakat. Perubahan alokasi
sumber daya antarsektor terjadi pula seiring dengan adanya transformasi struktural. Seberapa
jauh transformasi struktural terjadi, sistem ekonomi yang dianut dan pembangunan ekonomi
yang akan menentukan.
Sistem ekonomi apa pun yang dianut, meliputi aspek-aspek berikut :
1. Value system yaitu sistem nilai yang dipergunakan masyarakat. Sistem nilai yang
dianut bisa berupa sistem nilai utilitarian, egalitarian, syariah, Pancasila, atau sistem
nilai lainnya.
2. System of objectives yaitu tujuan yang ingin dicapai masyarakat. Tujuan tersebut
yaitu kesejahteraan (welfare), keadilan (justice), pemerataan (equality), kebebasan
(liberty), stabilitas (stability), perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan tujuan-
tujuan lainnya.
3. System of ownership yaitu sistem pemilikan sumber daya oleh masyarakat. Pemilikan
sumber daya bisa berupa pemilikan bersama (common ownership), swasta (private
ownership), public (public ownership) kooperatif (cooperative ownership).
4. System of incentive yaitu sistem insentif dalam kegiatan ekonomi masyarakat dapat
berupa insentif materi (uang, barang, atau jasa), insentif moral, insentif kekuasaan,
dan lainnya.
5. System of coordination/allocation yaitu sistem alokasi sumber daya dan hasil-hasil
kegiatan ekonomi masyarakat.
Pembangunan ekonomi adalah proses membangun manusia yang bermartabat,
berdaya-guna, dan mandiri. Pembangunan manusia dan masyarakat bertujuan untuk
memperkuat nilai-nilai kebangsaan, kesatuan, kemerdekaan, kedaulatan, kerakyatan,
kesejahteraan, keadilan, dan sebagainya yang terkristalisasi dalam Pancasila dan UUD-45.
Pembangunan ekonomi sering juga diartikan sebagai pembangunan infrastruktur, baik
infrastruktur fisik seperti bangunan, jalan, pelabuhan, pasar, dan lainnya maupun infrastruktur
sosial seperti pendidikan, kesehatan, kebudayaan, keamanan, pertahanan, dan lainnya.
Pembangunan juga dapat diartikan sebagai proses pemenuhan kebutuhan utama masyarakat,
seperti makanan, pelayanan kesehatan, pencapaian taraf pendidikan, dan lain-lain.
Pembangunan dalam hal ini lebih berupa pencapaian hal-hal yang bersifat materi.
Performa ekonomi suatu perekonomian diukur dengan melihat pendapatan per
kapita yang dihitung dari gross domestic product percapita (GDP). Pertumbuhan ekonomi
pertahun dihitung dari GDP harga konstan atau nilai riil sehingga menggambarkan
peningkatan produksi nasional secara makro.
Namun, masih terdapat kelemahan GDP sebagai ukuran kesejahteraan, sehingga perlu
didorong upaya untuk menghasilkan indikator performa ekonomi yang lebih komprehensif
dan lebih menggambarkan capaian perekonomian masyarakat. Human development index
(HDI) atau indeks pembangunan manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh PBB (UNDP).
Ukuran performa lainnya dihitung oleh berbagai institusi internasional misalnya Indeks
kebahagiaan (happiness index) dikeluarkan untuk hampir 200 negara di dunia oleh PBB
(UNSP), dan lain-lain.
2.4 Menuju Masyarakat Berperadaban
Setiap unsur kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu ide, tingkah laku, serta wujud fisik.
Maka dari itu, setiap unsur kebudayaan dapat diamati dari ketiga wujudnya. Sebagai contoh,
Bahasa Indonesia lahir dari sebuah ide mengenai keinginan untuk melakukan komunikasi
antarwarga yang berasal dari suku yang berbeda dengan bahasa yang berbeda-beda pula.
Kemudian dilakukan suatu pertemuan yang akhirnya menetapkan bahasa Melayu Riau
sebagai bahasa nasional. Akhirnya ketika bahasa tersebut dituliskan pada kertas, tulisan
tersebut menjadi wujud fisik ide dan keseluruhan aktivitas tersebut.

Unsur-unsur kebudayaan dalam suatu masyarakat tidak mengalami perkembangan


dalam waktu bersamaan. Unsur kebudayaan seperti teknologi sangat cepat dan mudah
mengalami perubahan, sedangkan unsur kebudayaan seperti religi sangat sukar dan lambat
mengalami perubahan. Ketika perubahan suatu unsur kebudayaan tidak terjadi pada ketiga
wujudnya, akan terjadi culture lag atau keterlambatan kebudayaan. Contoh culture lag adalah
ketika terjadi perubahan pada ide dalam menentukan waktu yaitu menggunakan angka, lahir
wujud fisik bernama jam, tetapi aktivitas manusianya masih menentukan waktu berdasarkan
kurnan pagi, siang, sore dan malam maka pembuatan jam tersebut tidak dapat diterapkan
dalam budaya.

Culture lag terjadi karena masyarakat pengguna suatu kebudayaan tertentu bukanlah
pencipta dari kebudayaan tersebut, melainkan penerima kebudayaan yang telah dibuat oleh
masyarakat bangsa lain. Kebudayaan tersebut diterima dalam wujud ketiganya saja, tanpa
diimbangi dengan pemahaman yang baik akan ide serta aktivitas yang melahirkan bentuk
fisik kebudayaan tersebut serta sistem budaya dan sistem sosial yang melatarbelakanginya.
Agar culture lag tidak terjadi, Poerwanto (2008:180) menyarankan agar seseorang selalu
belajar tentang kebudayaan melalui proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.

III. PENUTUP
Oleh karena itu, budaya merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk dipelajari
karena sangat mempengaruhi kehidupan kita dalam banyak aspek. Dan budaya- budaya
positif juga perlu dilestarikan agar tetap menjadi identitas kita sebagai manusia yang
berbudaya.

DAFTAR REFERENSI
Tim Revisi. 2017. Buku Ajar MPKT A. Depok : Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai