BAB II
PENDEKATAN DAN
METODOLOGI
Pengoptimalan peran dan fungsi Bandara Maimun Saleh Sabang sebagai sarana transportasi
perdagangan skala nasional maupun international sangat dibutuhkan dalam pemanfaatan potensi
komoditas unggulan perikanan, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan
Pendapat Asli Daerah (PAD). Dari sudut pandang dimensi inter-regional, kerjasama ekonomi
regional (IMT-GT), sudah menjadi tuntutan yang tidak dapat ditawar lagi. Bentuk kerjasama
ekonomi regional akan memberikan peluang untuk memposisikan Sabang sebagai “prime mover”
pertumbuhan perekonomian wilayah sekitarnya.
Strategi pembangunan di Kota Sabang dirumuskan dalam suatu strategi utama (grand strategi)
pembangunan yang berbasis pada pengembangan potensi unggulan daerah dengan
memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki secara optimal khususnya di bidang pariwisata,
perdagangan/industri, kelautan dan perikanan, pertanian, dan ekonomi kreatif serta sumber daya
sosial. Selain itu letak geografis diposisi paling barat Indonesia menjadikan Kota Sabang sebagai
wilayah perbatasan barat negara Republik Indonesia dan sebagai pintu masuk dari barat
Indonesia. Posisi tersebut menjadikan Sabang sebagai beranda/gerbang barat Indonesia.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan jangka panjang dan rencana tata ruang
wilayah Kota Sabang, bahwa strategi utama pembangunan Kota Sabang mengarah pada strategi
pembangunan daerah dan nasional yang berbasis pada pemberdayaan seluruh komponen
pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara optimal.
Strategi utama pembangunan Kota Sabang disebut “Gerbang Nol Kilometer Indonesia” yaitu
Gerakan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Nol Kilometer Indonesia, yang menjadi
paradigma baru bagi Pemerintah Kota Sabang dalam menjalankan pemerintahan. Melalui
strategi ini diharapkan Kota Sabang yang merupakan wilayah perbatasan (Nol Kilometer
Indonesia) menjadi pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Aceh dan Wilayah Barat Indonesia.
“Gerbang Nol Kilometer Indonesia” merupakan strategi pembangunan yang bersifat inklusif
(terbuka) bagi tumbuh dan berkembangnya ide dan kreativitas yang akan memberikan penguatan
bagi perlindungan dan daya tahan sosial, daya tahan dan pertumbuhan ekonomi, daya saing
daerah untuk kesejahteraan rakyat. Adapun strategi yang akan ditempuh terutama dari sektor
kelautan dan perikanan, antara lain:
Dengan letak Sabang pada jaringan transportasi hubungan laut/udara dengan wilayah sekitar
Kota Sabang, maka kawasan ini masuk dalam kawasan Kerjasama Ekonomi Regional IMT-GT
yang berpotensi untuk pengembangan investasi untuk industri kemaritiman dan minapolitan,
antara lain:
Pusat bisnis penangkapan ikan
Kawasan ekspor ikan olahan (EPZ)
Ekspor ikan segar (laut dan kargo udara)
Pusat Bisnis Pengolahan Ikan
Budidaya perikanan laut pusat perikanan terpadu internasional
Pusat Bisnis untuk Konstruksi Kapal perikanan/docking yard
Pusat Kegiatan Kemaritiman
Pusat Kegiatan Konservasi Laut
Sesuai dengan amanat yang tercantum dalam undang-undang no 1 tahun 2009, tentang
penerbangan, telah nyata disebutkan bahwa bandar udara merupakan salah satu simpul jaringan
transportasi sekaligus pintu gerbang kegiatan perekonomian suatu daerah, pendorong serta
penunjang kegiatan industri serta sektor perdagangan. Seiring perkembangan aktifitas
masyarakat yang membutuhkan mobilitas tinggi, bandar udara juga mengalami perkembangan
fungsi dan aktifitas. Secara umum, bandar udara berfungsi sebagai tempat terminal
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 pasal 42 ayat 2, menyatakan bahwa Pengelolaan Ruang
Laut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian. Pengelolaan ruang laut
untuk mencapai pendayagunaan sumberdaya yang optimal perlu diawali dengan perencanaan
yang tepat, termasuk dalam pendayagunaan sumberdaya kelautan dan perikanan di bidang
industri perikanan. Pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil dan
wilayah perbatasan dinilai masih rendah. Hal ini disebabkan kegiatan yang bersifat programatik
dan parsial. Sebagai contoh, hasil tangkapan nelayan yang sangat banyak belum memberikan
manfaat besar karena akses terhadap lokasi pasar yang jauh, tidak adanya pengelolaan secara
terpadu dan tidak memiliki nilai tambah produk. Untuk menjawab permasalahan dan tantangan
terhadap potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang begitu besar, maka perlu adanya
program terpadu yang dapat mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan terhadap proses
pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dimulai dari penangkapan, pengolahan hingga
sampai ke tangan konsumen/masyarakat.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Salah satu program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mewujudkan visi dan misi
KKP yaitu Kedaulatan, Keberlanjutan, dan Kesejahteraan adalah melakukan implementasi
program pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT), yang berbasis pada
pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan secara terintegrasi dan menyeluruh. Program
pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) ini menekankan pada
pembangunan sarana dan prasarana penunjang serta sistem pengelolaan sumber daya perikanan,
yang tidak hanya bertumpu pada sektor hilir (pengolahan), tetapi juga pada sektor hulu
(penyediaan bahan baku perikanan). Program SKPT ini mengarah pada optimalisasi usaha
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, usaha tambak garam, serta pengolahan dan pemasaran
hasil kelautan dan perikanan. Dengan adanya program ini, diharapkan pelaku utama dan pelaku
usaha kelautan dan perikanan mendapatkan keuntungan ekonomi (margin ekonomi) yang tinggi,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha kelautan dan
perikanan (Masterplan SKPT, 2017).
Metode Location Quotient (LQ) adalah membandingkan porsi lapangan kerja atau nilai tambah
untuk sektor tertentu di wilayah yang dibandingkan dengan porsi lapangan kerja atau nilai
tambah untuk sektor yang sama secara nasional. Asumsi yang digunakan adalah bahwa
penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada
tingkat nasional. Permintaan wilayah akan suatu barang pertama-tama akan dipenuhi oleh hasil
produksi wilayah itu sendiri, jika jumlah yang diminta melebihi jumlah produksi wilayah, maka
kekurangannya diimpor. Produksi yang dihasilkan terlebih dahulu ditujukan untuk konsumsi lokal
dan diekspor ke luar wilayah apabila terjadi surplus produksi.
Analisis Location Quotient (LQ) bertujuan untuk mengetahui suatu sektor telah dapat memenuhi
kebutuhan wilayah itu sendiri (subsistem), kurang atau justru lebih/surplus. Sektor yang surplus
ini adalah sektor yang dikatakan sebagai sektor basis dan memilikipotensi ekspor. Analisis LQ
dilakukan dengan membandingkan sektor/subsektor di suatu wilayah terhadap lingkup yang lebih
luas, dalam analisis ini dilakukan dengan membandingkan sektor-sektor/subsektor PDRB Kota
Sabang terhadap nilai PDRB Provinsi Aceh. Tahun pengamatan dilakukan selama 5 (lima) tahun
yaitu dari tahun 2015 sampai tahun 2018.
(vi/Vt)
LQ
(xi/Xt)
dimana :
LQ = Nilai Location Quotient
vi = Pendapatan sektor i disuatu wilayah
Vt = pendapan total wilayah tersebut
xi = Pendapatan sektor i sejenis secara regional/nasional
Xt = Pendapatan regional/nasional
Kriteria pengukuran LQ berdasarkan subsektor dengan nilai LQ>1 berarti subsektor tersebut
merupakan subsektor unggulan didaerah dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian daerah. Apabila LQ<1 berarti subsektor tersebut bukan merupakan sub sektor
unggulan dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Glasson J (1977) dalam teori basis ekonomi perekonomian regional dibagi menjadi dua sektor :
kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan basis adalah kegiatan-kegiatan yang
mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang
bersangkutan. Kegiatan bukan basis adalah kegiatan yang menyediakan barang-barang yang
dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan.
Total keseluruhan ekonomi sektor basis dan non basis menggambarkan kondisi perekonomian
wilayah tersebut. Sektor basis sangat dipengaruhi oleh permintaan luar daerah secara langsung,
begitu pula sektor non basis juga dipengaruhi oleh permintaan luar daerah secara tidak langsung.
Mekanisme ini diawali dengan permintaan sektor basis yang kemudian membawa pengaruh pada
sektor non basis (Purnomo 2007).
Budiharsono S (2001) Suatu sektor dapat diklasifikasikan sebagai sektor basis dan non basis
didasarkan pada pengukuran langsung dan tidak langsung. Apabila faktor sumber daya (biaya,
tenaga kerja dan waktu) tidak menjadi kendala, maka survai secara langsung dapat dilakukan
untuk melihat secara lebih akurat apakah suatu sektor termasuk basis atau tidak. Apabila
terdapat kendala biaya, tenaga kerja dan waktu maka tidak didapatkan data yang bersifat
langsung sehingga pengukuran sektor basis dan tidak basis tersebut dapat diperoleh.
kerangka Greater Mekong Subregion, juga kerjasama BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Philipines East Asean Growth Area). Ketiga bentuk kerjasama sub-regional ini nyatanya
berusaha untuk meningkatkan kapabilitas negara-negara ASEAN dalam rangka integrasi ekonomi
dan masyarakat Asia Tenggara dalam koridor Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, data primer
diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung di lokasi studi dan wawancara/diskusi dan
data sekunder diperoleh dari litelatur yang relevan dengan penelitian, diantaranya adalah data-
data yang diperoleh dari BPS, perusahaan eksportir, buku, penelitian, dan instansi yang terkait.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
A. Pengukuran Topografi
Pengumpulan data primer merupakan pengumpulan data melalui survey pengukuran dan
pengamatan langsung dilapangan yaitu pengukuran topografi dikawasan bandara Maimun
Saleh. Cakupan luas pengukuran topografi sesuai Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) sisi
darat bandara untuk mendapatkan peta situasi wilayah serta pemetaan terhadap fasilitas-
fasilitas eksisting.
Dasar Survey
Kontrol horizontal dan vertikal ditunjukkan dalam catatan khusus.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Sistim grid yang digunakan sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator)
yang merupakan Metode grid berbasis menentukan lokasi di permukaan bumi
yang merupakan aplikasi praktis dari 2 dimensi
Titik referensi elevasi BM yang telaah dibuat disesuaikan dengan BM.TTG
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Peralatan Survey
Peralatan yang dipergunakan dalam survei topografi :
Theodolite
Waterpass
Rambu Peil Scale dan Patok Kayu
Kontrol Horizontal
Pengukuran kontrol horizontal dilakukan dengan cara polygon, maksud pengukuran
poligon adalah untuk membuat titik tetap yang mempunyai koordinat posisi bidang
horizontal (x,y) sebagai kerangka dasar dari pemetaan. Pengukuran poligon ini diikatkan
pada titik kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran terdahulu minimal 2 yang
telah diketahui koordinat dan elevasinya sesuai petunjuk, syarat-syarat yang harus
dipenuhi diantaranya adalah:
a) Pengukuran kontrol horizontal/poligon utama harus diikatkan pada minimal 2
bench mark yang telah diketahui koordinatnya. Metode pengukuran polygon
utama dilakukan secara close circuit (tertutup)
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Kontrol Vertikal
Maksud pengukuran kontrol vertikal/sipat datar adalah membuat titik tetap yang
mempunyai posisi vertikal/ketinggian sebagai kerangka dasar. Pengukuran sipat datar
ini harus diikatkan pada titik kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran
terdahulu yang kondisinya masih baik. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
pelaksanaan pengukuran ini adalah sebagai berikut :
a) Pengukuran Leveling harus diikatkan pada minimal 2 bench mark yang telah
diketahui elevasinya dan harus melalui titik-titik poligon. Metode pengukuran
leveling digunakan cara pulang pergi atau double stand, dan apabila
dilapangan hanya ada 1 Bench Mark maka pengukuran harus dilakukan secara
close circuit (tertutup).
b) Pembacaan rambu harus dilakukan dengan pembacaan tiga benang lengkap yaitu
benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai kontrol 2 BT = BA + BB.
c) Alat yang digunakan adalah waterpass automatic level Wild NAK2, setiap slag
diusahakan alat di tengah-tengah dari dua titik yang diukur dengan jarak
maksimum 60 m sedangkan alat terdekat dari alat ke rambu tidak boleh lebih <
dari 5 m ke rambu muka dan rambu belakang.
d) Saat perpindahan rambu, rambu belakang dijadikan sebagai rambu depan
tetap pada posisi semula sebagai rambu belakang dengan cara hanya
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Pengukuran Situasi
Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal yang telah
dipasang, dengan melakukan pengukuran keliling serta pengukuran didalam daerah
survey. Bila perlu jalur poligon dapat ditarik lagi dari kerangka utama dan cabang untuk
mengisi detail planimetris berikut spot height yang cukup, sehingga diperoleh
penggambaran kontur yang lebih menghasilkan informasi ketinggian yang memadai.
Titik-titik spot height terlihat tidak lebih dari interval 2,50 cm pada peta skala 1 : 2.000.
Interval ini ekivalen dengan jarak 25 m tiap penambahan satu titik spot height atau 10 –
15 titik spot height untuk tiap 1 hektar.
Beberapa titik spot height bervariasi tergantung kepada kecuraman dan ketidak
teraturan terrain. Kerapatan titik-titk spot height yang dibutuhkan dalam daerah
pengukuran tidak hanya daerah saluran, kebun, jalan setapak dan lain-lain.
Pengukuran situasi dilakukan dengan metode Tachimetry menggunakan Theodolite (Wild
– T.0) atau yang sejenis. Jarak dari alat ke rambu tidak boleh lebih dari 100 meter.
Seluruh alat ukur diteliti dan dikalibrasi, tanggal pengukuran, tipe alat, nomor
serinya dan keadaan cuaca dimasukkan pada buku ukur. Nama patok profil,
patok poligon, dan nama monumen jelas tertulis didalam buku ukur sehingga
tiap bagian dari pengukuran dapat dengan mudah untuk dicek.
c) Penggambaran Peta
Seluruh hasil pengukuran diplot dengan format digital AutoCAD pada lembar
berkoordinat ukuran A3 dan berlaku bagi seluruh lembar gambar dan peta..
Seluruh hasil pengukuran Topografi skala 1 : 2.000.
i) Garis kontur
Untuk penggambaran kontur dibuat bagian luar dan diplot berdasarkan
titik-titik spot height, efek artistik tidak diperlukan.
Pemberian angka kontur pada setiap interval antara kontur minor dan
mayor dibedakan.
ii) Skala, arah utara dan legenda
iii) Grid berkoordinat pada interval 10 cm
iv) Blok judul dan kotak revisi dan catatan kaki pada peta
v) Bila penggambaran dilakukan pada beberapa lembar, diagram dari
layout lembar disertakan untuk menunjukkan hubungan antara satu
lembar dengan lembar berikutnya
vi) Pengambaran hasil pengukuran dan perencanaan (situasi, potongan
memanjang dan potongan melintang).
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
B. Wawancara/Diskusi
Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dari kegiatan studi ini, dengan
menggali informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada
responden, keterlibatan stakeholders dalam kegiatan ini yaitu
Pemerintah Kota Sabang untuk mendapatkan informasi mengenai kebijakan
pengembangan wilayah terkait kawasan bandar udara dalam kaitannya dengan
perencanaan wilayah makro serta RTRW Kota Sabang Tahun 2012 - 2032;
Dinas Perhubungan Aceh/Dinas Perhubungan Kota Sabang untuk mendapatkan
gambaran arah kebijakan dan pengembangan sektor penerbangan terkait dengan
rencana pengembangan serta permasalahan menyangkut Bandar Udara Maimun
Saleh, arah pengembangan transportasi dimasa mendatang.
Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh/Kota Sabang mendapatkan data potensi
perikanan tangkap dan budidaya serta rencana pengembangan terkait masterplan
Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT).
Balai Karantina Perikanan Kelas I Iskandar muda Banda Aceh mendapatkan
informasi terkait jumlah pengiriman perikanan domestik maupun luar negeri.
Otoritas Penerbangan Bandara untuk memperoleh data operasional bandara saat ini
dan perkembangan masa mendatang;
Pengusaha eksportir untuk mendapat jumlah ekspor saat ini, negara tujuan dan
kendala yang dihadapi.
Prakiraan kebutuhan volume produksi diasumsikan untuk tiga skenario yaitu pesimis, moderat
dan optimis, sedangkan nilai produksi diperoleh harga pasar yang ditetapkan dari DKP Kota
Sabang.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Gambar-2.3
Bagan Alir Kelayakan Rencana Terminal Kargo Perikanan
Gambar-2.4
Bagan Alir Kelayakan Ketersediaan Pesawat dan Kesiapan Bandara
Analisis kelayakan ekonomi dan finansial dalam studi kelayakan ini dilakukan dalam konteks
untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh jika dalam suatu prasarana akan
dibangun dan dioperasikan. Hasil analisis kelayakan ini akan sangat menentukan dalam
pengambilan keputusan apakah rencara pembangunan terminal kargo perikanan ini akan
dilaksanakan atau tidak. Sesuai dengan sifatnya, rencana terminal kargo ditinjau dari sisi
manfaatnya kepada masyarakat atau lebih dikenal sebagai analisis ekonomi (Economic
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
Feasibility) dan analisa keuangan (finansial) tingkat pengembalian biaya investasi yang telah
dikeluarkan.
n Bt Ct
NPV
t 0 (1 i) t
dimana :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = tahun kegiatan pengembangan (t=0,1,2,3 ..........,n)
i = tingkat discount rate (%)
1
(discount faktor pada tahun t)
(1 i) t
Jika NPV>0, maka kegiatan menguntungkan dan memberikan manfaat (layak untuk
dijalankan). Sedangkan jika NPV<0, maka kegiatan tersebut tidak menguntungkan (tidak
layak untuk dijalankan).
dimana :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan pengembangan (t=0,1,2,3,..................,n)
i = tingkat discount rate (%)
Jika Net B/C>1 maka kegaiatan ini layak untuk dijalankan, sedangkan jika Net B/C<1
maka kegaiatan ini tidak layak untuk dijalankan.
dimana :
Bt = Manfaat pada tahun t
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
NPV1
IRR i1 x(i2 i1)
NP1 NP2
Dimana :
i1 = discount rate yang lebih rendah (yang menghasilkan NPV positif)
i2 = discount rate yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV negatif)
NPV1 = NPV positif
NPV2 = NPV negatif.
Sebuah usaha dikatakan layak apabila IRR > Tingkat suku bunga diskonto (DR)
n n
t 1
I- i 1
Bicp 1
PBP TP - 1
Bp
Dimana :
Tp-1 = tahun sebelum terdapat PBP
I = jumlah investasi
Bicp-1 = Jumlah benefit sebelum PBP
Bp = Jumlah benefit pada PBP berada
dimana :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
Kt = Biaya modal pada tahun t
EP = Biaya rutin dan pemeliharaan pada tahun t
i = Discount rate
t = Tahun
Jika PR>1 maka kegaiatan layak untuk dijalankan.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
N
Q ;
P
b. Luas Gudang Agen Cargo
S=Qxr
Keterangan :
Q = Luas gudang airline (m2)
N =Volume cargo tahunan (ton/tahun)
P = Volume cargo tahunan/unit luasan gudang (ton/m2)
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan
II - 20
21
TEAM WORK