Anda di halaman 1dari 21

Studi Kelayakan Pengembangan Bandara

Maimun Saleh Sabang


Sebagai Terminal Cargo Perikanan

BAB II
PENDEKATAN DAN
METODOLOGI

2.1 KONSEP DASAR KEGIATAN


Konsep dasar yang dimaksud merupakan abstraksi atau konseptualisasi yang berasal dari
pemikiran dan pengetahuan ilmiah dalam studi kelayakan ini.

2.1.1 Justifikasi Permasalahan


Potensi pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan di wilayah Provinsi Aceh yang begitu besar
berbanding terbalik dengan kondisi sosial-ekonomi di wilayah tersebut. Pasalnya, sisi kemiskinan
di pulau pulau kecil dan kawasan perbatasan masih sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah
mainland, sehingga perlu perhatian khusus untuk mengoptimalkan sektor yang memiliki potensi
ekonomi tinggi yang salah satunya adalah sumber daya kelautan dan perikanan. Pemanfaatan
sumber daya kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil dan wilayah perbatasan dinilai masih
rendah. Hal ini disebabkan kegiatan yang bersifat programatik dan parsial. Sebagai contoh, hasil
tangkapan nelayan yang sangat banyak belum memberikan manfaat besar karena akses terhadap
lokasi pasar yang jauh, tidak adanya pengelolaan secara terpadu dan tidak memiliki nilai tambah
produk. Untuk menjawab permasalahan dan tantangan terhadap potensi sumber daya kelautan
dan perikanan yang begitu besar, maka perlu adanya program terpadu yang dapat
mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan terhadap proses pemanfaatan sumber daya kelautan dan
perikanan dimulai dari penangkapan, pengolahan hingga sampai ke tangan konsumen/
masyarakat.

Pengoptimalan peran dan fungsi Bandara Maimun Saleh Sabang sebagai sarana transportasi
perdagangan skala nasional maupun international sangat dibutuhkan dalam pemanfaatan potensi
komoditas unggulan perikanan, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan
Pendapat Asli Daerah (PAD). Dari sudut pandang dimensi inter-regional, kerjasama ekonomi
regional (IMT-GT), sudah menjadi tuntutan yang tidak dapat ditawar lagi. Bentuk kerjasama
ekonomi regional akan memberikan peluang untuk memposisikan Sabang sebagai “prime mover”
pertumbuhan perekonomian wilayah sekitarnya.

Strategi pembangunan di Kota Sabang dirumuskan dalam suatu strategi utama (grand strategi)
pembangunan yang berbasis pada pengembangan potensi unggulan daerah dengan
memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki secara optimal khususnya di bidang pariwisata,
perdagangan/industri, kelautan dan perikanan, pertanian, dan ekonomi kreatif serta sumber daya
sosial. Selain itu letak geografis diposisi paling barat Indonesia menjadikan Kota Sabang sebagai
wilayah perbatasan barat negara Republik Indonesia dan sebagai pintu masuk dari barat
Indonesia. Posisi tersebut menjadikan Sabang sebagai beranda/gerbang barat Indonesia.

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan jangka panjang dan rencana tata ruang
wilayah Kota Sabang, bahwa strategi utama pembangunan Kota Sabang mengarah pada strategi
pembangunan daerah dan nasional yang berbasis pada pemberdayaan seluruh komponen
pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara optimal.

Strategi utama pembangunan Kota Sabang disebut “Gerbang Nol Kilometer Indonesia” yaitu
Gerakan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Nol Kilometer Indonesia, yang menjadi
paradigma baru bagi Pemerintah Kota Sabang dalam menjalankan pemerintahan. Melalui
strategi ini diharapkan Kota Sabang yang merupakan wilayah perbatasan (Nol Kilometer
Indonesia) menjadi pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Aceh dan Wilayah Barat Indonesia.
“Gerbang Nol Kilometer Indonesia” merupakan strategi pembangunan yang bersifat inklusif
(terbuka) bagi tumbuh dan berkembangnya ide dan kreativitas yang akan memberikan penguatan
bagi perlindungan dan daya tahan sosial, daya tahan dan pertumbuhan ekonomi, daya saing
daerah untuk kesejahteraan rakyat. Adapun strategi yang akan ditempuh terutama dari sektor
kelautan dan perikanan, antara lain:

Dengan letak Sabang pada jaringan transportasi hubungan laut/udara dengan wilayah sekitar
Kota Sabang, maka kawasan ini masuk dalam kawasan Kerjasama Ekonomi Regional IMT-GT
yang berpotensi untuk pengembangan investasi untuk industri kemaritiman dan minapolitan,
antara lain:
 Pusat bisnis penangkapan ikan
 Kawasan ekspor ikan olahan (EPZ)
 Ekspor ikan segar (laut dan kargo udara)
 Pusat Bisnis Pengolahan Ikan
 Budidaya perikanan laut pusat perikanan terpadu internasional
 Pusat Bisnis untuk Konstruksi Kapal perikanan/docking yard
 Pusat Kegiatan Kemaritiman
 Pusat Kegiatan Konservasi Laut

2.1.2 Kebijakan dan Regulasi


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang kebandarudaraan, yang dimaksud
dengan bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas
landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau pos, serta
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar
moda transportasi.

Sesuai dengan amanat yang tercantum dalam undang-undang no 1 tahun 2009, tentang
penerbangan, telah nyata disebutkan bahwa bandar udara merupakan salah satu simpul jaringan
transportasi sekaligus pintu gerbang kegiatan perekonomian suatu daerah, pendorong serta
penunjang kegiatan industri serta sektor perdagangan. Seiring perkembangan aktifitas
masyarakat yang membutuhkan mobilitas tinggi, bandar udara juga mengalami perkembangan
fungsi dan aktifitas. Secara umum, bandar udara berfungsi sebagai tempat terminal
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

pemberangkatan dan kedatangan pesawat. Namun perkembangan aktifitas manusia dengan


segala kepentingannya telah menjadikan bandar udara memiliki berbagai fungsi tambahan
diantaranya adalah sebagai media yang memfasilitasi aktifitas perpindahan gerak manusia dan
barang yang menggunakan pesawat sebagai alat angkutan. Tidak hanya itu, pada beberapa
tempat bandar udara juga berfungsi sebagai angkutan barang perdagangan dan pangkalan militer
Angkatan Udara, bandara udara memiliki peran penting sebagai:
1. Simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai titik lokasi bandar
udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan sesuai hierarki
bandar udara
2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan pembangunan,
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta keselarasan pembangunan nasional dan
pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar
udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian
3. Tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar moda pada
simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan yang
terpadu dan berkesinambungan yang digambarkan sebagaI tempat perpindahan moda
transportasi udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya.
4. Pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan dan/atau pariwisata dalam
menggerakan dinamika pembangunan nasional, serta keterpaduan dengan sektor
pembangunan lainnya, digambarkan sebagai lokasi bandar udara yang memudahkan
transportasi udara pada wilayah di sekitamya
5. Pembuka isolasi daerah, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang dapat membuka
daerah terisolir karena kondisi geografis dan/atau karena sulitnya moda transportasi lain
6. Pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang
memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara Kesatuan
Republik Indonesia di kepulauan dan/atau di daratan
7. Penanganan bencana, digambarkan dengan lokasI bandar udara yang memperhatikan
kemudahan transportasi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 pasal 42 ayat 2, menyatakan bahwa Pengelolaan Ruang
Laut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian. Pengelolaan ruang laut
untuk mencapai pendayagunaan sumberdaya yang optimal perlu diawali dengan perencanaan
yang tepat, termasuk dalam pendayagunaan sumberdaya kelautan dan perikanan di bidang
industri perikanan. Pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil dan
wilayah perbatasan dinilai masih rendah. Hal ini disebabkan kegiatan yang bersifat programatik
dan parsial. Sebagai contoh, hasil tangkapan nelayan yang sangat banyak belum memberikan
manfaat besar karena akses terhadap lokasi pasar yang jauh, tidak adanya pengelolaan secara
terpadu dan tidak memiliki nilai tambah produk. Untuk menjawab permasalahan dan tantangan
terhadap potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang begitu besar, maka perlu adanya
program terpadu yang dapat mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan terhadap proses
pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dimulai dari penangkapan, pengolahan hingga
sampai ke tangan konsumen/masyarakat.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

Gambar-2.1 Kebijakan Regulasi Penerbangan

Salah satu program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mewujudkan visi dan misi
KKP yaitu Kedaulatan, Keberlanjutan, dan Kesejahteraan adalah melakukan implementasi
program pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT), yang berbasis pada
pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan secara terintegrasi dan menyeluruh. Program
pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) ini menekankan pada
pembangunan sarana dan prasarana penunjang serta sistem pengelolaan sumber daya perikanan,
yang tidak hanya bertumpu pada sektor hilir (pengolahan), tetapi juga pada sektor hulu
(penyediaan bahan baku perikanan). Program SKPT ini mengarah pada optimalisasi usaha
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, usaha tambak garam, serta pengolahan dan pemasaran
hasil kelautan dan perikanan. Dengan adanya program ini, diharapkan pelaku utama dan pelaku
usaha kelautan dan perikanan mendapatkan keuntungan ekonomi (margin ekonomi) yang tinggi,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha kelautan dan
perikanan (Masterplan SKPT, 2017).

2.2 POTENSI PERIKANAN


Dalam eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan, diperlukan dugaan potensi sumberdaya
perikanan yang dapat memberi gambaran mengenai tingkat dan batas maksimal dalam
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

pemanfaatan sumberdaya perikanan di duatu wilayah. Dengan demikian pembangunan perikanan


dapat direncanakan sedemikian sehingga potensi sumberdaya perikanan laut tetap berkelanjutan
(sustainable) untuk mendukung kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Penentuan
komoditas sektor unggulan kawasan pesisir dimaksudkan dengan tujuan efisiensi dan
peningkatan pendapatan daerah. Efisiensi bisa didapatkan dengan menggunakan komoditas yang
memiliki keunggulan yang dapat bersaing ditinjau dari segi penawaran dan permintaan (eksport) .
Dari sisi penawaran komoditas unggulan sektor perekonomian dicirikan oleh kualitas dalam
pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dapat
dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan
dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Dahuri R,
dkk, 1987).

Metode Location Quotient (LQ) adalah membandingkan porsi lapangan kerja atau nilai tambah
untuk sektor tertentu di wilayah yang dibandingkan dengan porsi lapangan kerja atau nilai
tambah untuk sektor yang sama secara nasional. Asumsi yang digunakan adalah bahwa
penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada
tingkat nasional. Permintaan wilayah akan suatu barang pertama-tama akan dipenuhi oleh hasil
produksi wilayah itu sendiri, jika jumlah yang diminta melebihi jumlah produksi wilayah, maka
kekurangannya diimpor. Produksi yang dihasilkan terlebih dahulu ditujukan untuk konsumsi lokal
dan diekspor ke luar wilayah apabila terjadi surplus produksi.

Analisis Location Quotient (LQ) bertujuan untuk mengetahui suatu sektor telah dapat memenuhi
kebutuhan wilayah itu sendiri (subsistem), kurang atau justru lebih/surplus. Sektor yang surplus
ini adalah sektor yang dikatakan sebagai sektor basis dan memilikipotensi ekspor. Analisis LQ
dilakukan dengan membandingkan sektor/subsektor di suatu wilayah terhadap lingkup yang lebih
luas, dalam analisis ini dilakukan dengan membandingkan sektor-sektor/subsektor PDRB Kota
Sabang terhadap nilai PDRB Provinsi Aceh. Tahun pengamatan dilakukan selama 5 (lima) tahun
yaitu dari tahun 2015 sampai tahun 2018.
(vi/Vt)
LQ 
(xi/Xt)
dimana :
LQ = Nilai Location Quotient
vi = Pendapatan sektor i disuatu wilayah
Vt = pendapan total wilayah tersebut
xi = Pendapatan sektor i sejenis secara regional/nasional
Xt = Pendapatan regional/nasional

Kriteria pengukuran LQ berdasarkan subsektor dengan nilai LQ>1 berarti subsektor tersebut
merupakan subsektor unggulan didaerah dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian daerah. Apabila LQ<1 berarti subsektor tersebut bukan merupakan sub sektor
unggulan dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian.

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

2.3 TEORI BASIS EKONOMI


Inti dari model ekonomi basis adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh
wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang dan jasa, termasuk tenaga kerja (Budiharsono S
2001). Analisis dilakukan dengan mencari hubungan interaksi perekonomian daerah dengan
wilayah-wilayah di luarnya. Proses interaksi ini memungkinkan adanya proses impor dan ekspor
dari suatu daerah ke daerah lainnya, sehingga ditentukan inti dari model ekonomi basis adalah
arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh adanya ekspor di wilayah sendiri.

Glasson J (1977) dalam teori basis ekonomi perekonomian regional dibagi menjadi dua sektor :
kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan basis adalah kegiatan-kegiatan yang
mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang
bersangkutan. Kegiatan bukan basis adalah kegiatan yang menyediakan barang-barang yang
dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan.

Total keseluruhan ekonomi sektor basis dan non basis menggambarkan kondisi perekonomian
wilayah tersebut. Sektor basis sangat dipengaruhi oleh permintaan luar daerah secara langsung,
begitu pula sektor non basis juga dipengaruhi oleh permintaan luar daerah secara tidak langsung.
Mekanisme ini diawali dengan permintaan sektor basis yang kemudian membawa pengaruh pada
sektor non basis (Purnomo 2007).

Budiharsono S (2001) Suatu sektor dapat diklasifikasikan sebagai sektor basis dan non basis
didasarkan pada pengukuran langsung dan tidak langsung. Apabila faktor sumber daya (biaya,
tenaga kerja dan waktu) tidak menjadi kendala, maka survai secara langsung dapat dilakukan
untuk melihat secara lebih akurat apakah suatu sektor termasuk basis atau tidak. Apabila
terdapat kendala biaya, tenaga kerja dan waktu maka tidak didapatkan data yang bersifat
langsung sehingga pengukuran sektor basis dan tidak basis tersebut dapat diperoleh.

2.4 KERJASAMA IMT-GT


Kerjasama Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle telah diresmikan sejak 1993, kerjasama
ini di-inisiasi oleh mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Mahathir Muhammad, mantan Presiden
Indonesia, Soeharto, dan mantan Perdana Menteri Thailand, Chuan Leekpai. IMT-GT menyediakan
kerangka sub-regional untuk mempercepat pertumbuhan kerjasama ekonomi dan integrasi antar
para anggotanya. Saat ini anggota kerjasama ini terdiri dari 32 provinsi dan negara bagian,
antara lain : Indonesia (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Kedah, Pulau Pinang, Perak, Selangor, Kelantan, Melaka, dan Negeri Sembilan) dan
Thailand (Yala, Pattani, Songkhla, Narathiwat, Satun, Trang, Phattaling, Nakhon si Tammarat,
Chumphon, Ranong dan Surat Thani). Alasannya, sub-regional ini memiliki berbagai persamaan
dan kedekatan emosional yang ditilik dari sisi geografis, sejarah, budaya dan bahasa. Namun,
kerjasama ini lebih memfokuskan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor swasta dan
memfasilitasi pembangunan para anggotanya. Kerjasama sub-regional seperti ini juga dilakukan
antara Thailand, Laos, Kamboja, Myanmar juga bagian selatan Republik Rakyat Tiongkok dalam
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

kerangka Greater Mekong Subregion, juga kerjasama BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Philipines East Asean Growth Area). Ketiga bentuk kerjasama sub-regional ini nyatanya
berusaha untuk meningkatkan kapabilitas negara-negara ASEAN dalam rangka integrasi ekonomi
dan masyarakat Asia Tenggara dalam koridor Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Dalam konteks konektivitas udara antara Phuket/Krabi/Langkawi/Sabang, jaringan transportasi


udara antara keempat wilayah tersebut belum tersambung secara langsung. Namun, jalur udara
dari Banda Ace Kuala Lumpur dan Banda Aceh Penang telah tersedia dan jarak antara Banda
Aceh dan Sabang cukup dekat. Sedangkan konektivitas Phuket Krabi Langkawi telah tersambung
via Kuala Lumpur Langkawi, Kuala Lumpur Krabi, maupun Kuala Lumpur Phuket. Dalam hal ini,
diperlukan kerjasama yang lebih intensif antara keempat kota ini yang difasilitasi oleh Pemerintah
anggota IMT-GT.Untuk mendukung pelaksanaan proyek dan kegiatan selama 5 tahun ke depan,
Kepala negara dari ketiga negara telah menyepakati IMT-GT Vision 2036 dan IB 2017-2021 yang
disusun menggunakan metode bottom up dengan visi “Menjadikan kawasan IMT-GT sebagai
kawasan yang terintegrasi, inovatif, inklusif dan berkelanjutan pada tahun 2036” dan
memfokuskan kerja sama selama 20 tahun ke depan di sektor pariwisata, pertanian, perikanan,
serta Produk & Jasa Halal.

2.5 KERANGKA METODOLOGI


Jenis kegiatan studi ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dimana data
yang diperoleh berbentuk angka namun pendekatannya menggunakan analisa kualitatif
dikarenakan studi ini akan menghasilkan data deskriptif. Studi kelayakan kargo perikanan ini
merupakan suatu analisis mendalam mengenai aspek-aspek kelayakan yang akan dijalankan,
untuk mengetahui apakah pengembangan tersebut layak untuk dijalankan atau tidak, baik
berdasarkan aspek finansial ataupun aspek non finansial. Untuk lebih jelasnya kerangka
metodologi kegaiatan ini dapat dilihat pada gambar berikut.

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

Gambar-2.2 Kerangka Metodologi Pendekatan Kegiatan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, data primer
diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung di lokasi studi dan wawancara/diskusi dan
data sekunder diperoleh dari litelatur yang relevan dengan penelitian, diantaranya adalah data-
data yang diperoleh dari BPS, perusahaan eksportir, buku, penelitian, dan instansi yang terkait.
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

2.5.1 Pengumpuan Data Sekunder


Kebutuhan data sekunder atau data pendukung dari kegiatan ini, diuraikan sebagai berikut :
Tabel-2.1
Kebutuhan Data Sekunder

NO. JENIS DATA SUMBER

1. Bappeda Provinsi Aceh dan


1. Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh dan Kota Sabang
2. Bappeda Kota Sabang
1. Bappeda Provinsi Aceh dan
2. Pertumbuhan Ekonomi Daerah 2. Bappeda Kota Sabang
3. BPS, 2018
1. Bappeda Provinsi Aceh dan
3. Sosial dan Lingkungan
2. Bappeda Kota Sabang
1. Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh
Potensi Perikanan (tangkap dan budidaya) dan Kota Sabang
4.
dan lainnya 2. Masterplan SKPT Sabang, 2017
3. BPS dan BKIMP, 2019
1. Dinas Perhubungan Kota Sabang
5. Operasional Bandara
2. Otoritas Bandar Udara
6. Provinsi Aceh dalam Angka 1. BPS, 2018

2.5.2 Pengumpulan Data Primer


Data primer dalam kegiatan ini mencakup ; pengukuran langsung kondisi topografi daerah studi,
wawancara/diskusi dari stakeholder serta studi banding

A. Pengukuran Topografi
Pengumpulan data primer merupakan pengumpulan data melalui survey pengukuran dan
pengamatan langsung dilapangan yaitu pengukuran topografi dikawasan bandara Maimun
Saleh. Cakupan luas pengukuran topografi sesuai Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) sisi
darat bandara untuk mendapatkan peta situasi wilayah serta pemetaan terhadap fasilitas-
fasilitas eksisting.

Kegiatan yang dilakukan sebelum dilakukan pengukuran, yaitu :


 Persiapan peralatan pengukuran dalam keadaan baik dan ter-kalibrasi
 Pelaksanaan pekerjaan sesuai program kerja dan waktu pelaksanaan.
 Semua data yang digunakan untuk menentukan koordinat Bench Mark (BM)
diperoleh dengan cara pengukuran langsung dilapangan.

Pengukuran topografi dan pemetaan situasi diperlukan untuk perencanaan teknis,


memuat data ketinggian planimetri dan keadaan topografi secara rinci. Interval kontur
0,25 m untuk daerah datar dan 0,50 m – 1.00 m untuk daerah berbukit, pengukuran dan
pemetaan situasi meliputi :
 Pemasangan patok BM & CP.
 Kontrol horizontal dan vertikal.
 Pengukuran detail situasi darat dan laut terminal
 Pengukuran Long section dan Cross section

Dasar Survey
 Kontrol horizontal dan vertikal ditunjukkan dalam catatan khusus.

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

 Sistim grid yang digunakan sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator)
yang merupakan Metode grid berbasis menentukan lokasi di permukaan bumi
yang merupakan aplikasi praktis dari 2 dimensi
 Titik referensi elevasi BM yang telaah dibuat disesuaikan dengan BM.TTG

Lingkup Kegiatan Survey


 Pengukuran kerangka utama dan bangunan existing serta rencana pengembangan
 Pengukuran long section dan cross section.

Titik Kontrol Geodesi


 Titik kontrol geodesi yang merupakan kerangka dasar pemetaan harus
menggunakan titik kontrol yang ditarik dari titik Tringulasi terdekat (BM) yang
telah terpasang hasil pengukuran terdahulu dan dilakukan koreksi.
 Apabila memerlukan tambahan maka harus memasang titik kontrol baru, titik
kontrol geodesi dibuat dari pilar pipa PVC (cor beton).
 Jumlah titik kontrol berdasarkan batasan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr).

Metode Survey Topografi


 Pengukuran topografi dilakukan disepanjang garis pantai dan daratan, pemetaan
situasi sepanjang garis pantai >150 meter ke arah daratan. Pemetaan situasi
dimaksudkan untuk memperoleh informasi daratan meliputi bangunan, jalan, luas
lahan, elevasi tinggi rendahnya permukaan tanah.

Pemasangan Patok Bench Mark dan Control Point


i. Bench Mark (BM) dipasang pada posisi pintu gerbang masuk bandara, disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan perencanaan. Pemasangan Bench Mark sepasang
dengan Control Point (CP), jarak Bench Mark dan CP antara 30 – 70 m dan
dilakukan sebelum dilaksanakan pengukuran sehingga pada saat pengukuran
dilaksanakan kedudukan Bench Mark dan Control Point sudah stabil.
ii. Bench Mark dipasang ditempat yang stabil dan aman dari gangguan, baik
gangguan manusia atau binatang, serta tidak mengganggu aktifitas umum. Lokasi
Bench Mark ditempatkan pada tempat yang mudah dicari/dipantau. Bench Mark
dan Control Point (CP), nantinya akan menjadi pedoman/acuan dalam
pelaksanaan konstruksi.
iii. Bench Mark dibuat bahan pipa PVC dan campuran semen, pasir dan kerikil
dengan perbandingan 1 : 2 : 3.

Pengukuran Pemetaan (topografi)


Pelaksanaan pengukuran topografi dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu:
 Persiapan di lapangan dan pembuatan kerangka dasar pemetaan.

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

 Pengukuran horisontal, pengukuran vertikal, pengukuran situasi detail,


pengukuran penampang memanjang dan melintang, pemasangan titik kontrol
(bench mark), dan pencatatan data pengukuran.
 Perhitungan di lapangan dan penggambaran sketsa di lapangan.
 Kegiatan survei topografi ini melakukan pengukuran dengan alat ukur yang
berupa waterpass dan theodolit atau alat ukur lainnya yang menghasilkan data
pengukuran.

Peralatan Survey
Peralatan yang dipergunakan dalam survei topografi :
 Theodolite
 Waterpass
 Rambu Peil Scale dan Patok Kayu

Pengamatan Azimut Astronomis


Arah azimut awal ditentukan melalui pengamatan matahari dengan tujuan untuk
menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan polygon,
untuk menentukan azimut/arah titik-titik kontrol/polygon yang tidak terlihat satu
dengan yang lainnya, dan untuk penentuan sumbu X dan Y untuk koordinat bidang datar
pada pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal. Azimut Target (αT)
dapat ditentukan dengan persamaan :
αT = αM + β atau αT = + ( tT – t M )
dimana : αT = azimut ke target
αM = azimut pusat matahari
(tT) = bacaan jurusan mendatar ke target
(tM) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
β = sudut mendatar antara jurusan ke matahari
dengan jurusan ke target
Pengukuran azimut matahari dilakukan pada jalur polygon utama terhadap patok
terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu patok yang lain.

Kontrol Horizontal
Pengukuran kontrol horizontal dilakukan dengan cara polygon, maksud pengukuran
poligon adalah untuk membuat titik tetap yang mempunyai koordinat posisi bidang
horizontal (x,y) sebagai kerangka dasar dari pemetaan. Pengukuran poligon ini diikatkan
pada titik kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran terdahulu minimal 2 yang
telah diketahui koordinat dan elevasinya sesuai petunjuk, syarat-syarat yang harus
dipenuhi diantaranya adalah:
a) Pengukuran kontrol horizontal/poligon utama harus diikatkan pada minimal 2
bench mark yang telah diketahui koordinatnya. Metode pengukuran polygon
utama dilakukan secara close circuit (tertutup)

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

b) Pengukuran kontrol horizontal/poligon cabang harus diikatkan pada titik poligon


tetap di awal dan di akhir pengukuran dan dilakukan koreksi.
c) Pengukuran poligon sudut-sudutnya harus dilakukan secara 2 seri ganda (B, LB,
B, LB) untuk tiap station dengan ketelitian sudut < 10 “ ketelitian sudut harus
lebih kecil dari 10 dimana “n” adalah jumlah titik poligon.
d) Azimuth yang digunakan adalah hasil pengamatan matahari,
e) Pengamatan dilakukan setiap jarak 2,50 km dengan ketelitian sudut < 10” atau
digunakan alat GPS dilakukan dengan tiga kali pengamatan dengan waktu yang
berbeda pengamatan dilakukan pada titik tetap yang sama, pembacaan sampai
Accuracy terkecil. Pengamatan dilakukan pada 2 titik tetap poligon dengan
menggunakan sistem proyeksi koordinat UTM dan Ellipsoid WGS 84.
f) Patok ini diberi cat warna merah untuk memudahkan identifikasi.
g) Orientasi arah awal dan akhir pada pengukuran poligon dengan melakukan
pengamatan matahari atau pengamatan dengan alat GPS.
h) Pengukuran Poligon utama menggunakan alat Total Station pembacaan Jarak
datar diukur minimal 2 kali ke muka dan ke belakang dan/atau dengan
memakai pita dengan ketelitian linier poligon utama kesalahan penutup jarak 1 :
10.000.
i) Pengukuran poligon cabang ketelitian linier poligon kesalahan penutup jarak 1 :
5.000.
j) Pengukuran sudut polygon cabang harus menggunakan alat theodolit Wild T2 atau
yang sederajat dengan ketelitian sudut minimal 10”, dan seijin Pengawas.

Kontrol Vertikal
Maksud pengukuran kontrol vertikal/sipat datar adalah membuat titik tetap yang
mempunyai posisi vertikal/ketinggian sebagai kerangka dasar. Pengukuran sipat datar
ini harus diikatkan pada titik kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran
terdahulu yang kondisinya masih baik. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
pelaksanaan pengukuran ini adalah sebagai berikut :
a) Pengukuran Leveling harus diikatkan pada minimal 2 bench mark yang telah
diketahui elevasinya dan harus melalui titik-titik poligon. Metode pengukuran
leveling digunakan cara pulang pergi atau double stand, dan apabila
dilapangan hanya ada 1 Bench Mark maka pengukuran harus dilakukan secara
close circuit (tertutup).
b) Pembacaan rambu harus dilakukan dengan pembacaan tiga benang lengkap yaitu
benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai kontrol 2 BT = BA + BB.
c) Alat yang digunakan adalah waterpass automatic level Wild NAK2, setiap slag
diusahakan alat di tengah-tengah dari dua titik yang diukur dengan jarak
maksimum 60 m sedangkan alat terdekat dari alat ke rambu tidak boleh lebih <
dari 5 m ke rambu muka dan rambu belakang.
d) Saat perpindahan rambu, rambu belakang dijadikan sebagai rambu depan
tetap pada posisi semula sebagai rambu belakang dengan cara hanya
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

memutar di atas landasan rambu. Rambu landasan memakai logam yang


dapat tertancap di atas tanah. Rambu ukur harus dilengkapi dengan nivo kotak
yang terletak di belakang rambu untuk mengetahui bahwa rambu benar-benar
vertikal pada saat pengukuran.
e) Ketelitian kesalahan penutup tinggi dari pengukuran pulang pergi atau doubel
stand pada pengukuran Waterpass Utama tidak boleh melebihi 10 √D dan
waterpas cabang tidak lebih 30 √D, dimana D adalah jumlah jarak dalam satuan
kilometer.

Pengukuran Situasi
Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal yang telah
dipasang, dengan melakukan pengukuran keliling serta pengukuran didalam daerah
survey. Bila perlu jalur poligon dapat ditarik lagi dari kerangka utama dan cabang untuk
mengisi detail planimetris berikut spot height yang cukup, sehingga diperoleh
penggambaran kontur yang lebih menghasilkan informasi ketinggian yang memadai.
Titik-titik spot height terlihat tidak lebih dari interval 2,50 cm pada peta skala 1 : 2.000.
Interval ini ekivalen dengan jarak 25 m tiap penambahan satu titik spot height atau 10 –
15 titik spot height untuk tiap 1 hektar.
Beberapa titik spot height bervariasi tergantung kepada kecuraman dan ketidak
teraturan terrain. Kerapatan titik-titk spot height yang dibutuhkan dalam daerah
pengukuran tidak hanya daerah saluran, kebun, jalan setapak dan lain-lain.
Pengukuran situasi dilakukan dengan metode Tachimetry menggunakan Theodolite (Wild
– T.0) atau yang sejenis. Jarak dari alat ke rambu tidak boleh lebih dari 100 meter.

Sket Situasi lapangan ditampilkan, terutama :


 Jalan di bandara dan jalan setapak.
 Bangunan-bangunan existing yang berada di dalam bandara
 Batas tata guna lahan (perumahan, perkantoran, pohon, rerumputan dan alang-
alang, kebun, dan lain-lain).

Pengukuran Situasi, Penampang Memanjang, Penampang Melintang


Pengukuran situasi, penampang memanjang dan penampang melintang meliputi:
a) Pengukuran situasi dan pengukuran penampang (profil) jalan atau drainase
dilakukan secara bersamaan,
b) Sistem pengukuran yang digunakan ialah sistem “Raai” untuk penampang
melintang;
c) Pengukuran penampang (profil) pantai dilakukan setiap interval 50 m pada daerah
yang lurus dan 25 m pada daerah yang berbelok-belok;

Ketelitian dan Penyajian Hasil Pekerjaan Pengukuran Topografi


a) Pengecekan Alat dan Buku Ukur
II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

Seluruh alat ukur diteliti dan dikalibrasi, tanggal pengukuran, tipe alat, nomor
serinya dan keadaan cuaca dimasukkan pada buku ukur. Nama patok profil,
patok poligon, dan nama monumen jelas tertulis didalam buku ukur sehingga
tiap bagian dari pengukuran dapat dengan mudah untuk dicek.

b) Data Ukur dan Hitungan


Seluruh perhitungan, pengeplotan data dan penggambaran diatas kertas
milimeter. Seluruh peta tanah asli dan peta rencana diplot dengan format digital
AutoCAD pada lembar berkoordinat ukuran A3 dimana koordinat diperlihatkan
pada garis grid. Sumbu vertikal adalah arah utara sedangkan sumbu horizontal
arah timur. Seluruh ketinggian patok poligon utama dihitung sampai tiga desimal
penuh serta titik spot height di dalam peta tanah asli, peta rencana,
potongan memanjang dan potongan melintang.

c) Penggambaran Peta
Seluruh hasil pengukuran diplot dengan format digital AutoCAD pada lembar
berkoordinat ukuran A3 dan berlaku bagi seluruh lembar gambar dan peta..
Seluruh hasil pengukuran Topografi skala 1 : 2.000.
i) Garis kontur
Untuk penggambaran kontur dibuat bagian luar dan diplot berdasarkan
titik-titik spot height, efek artistik tidak diperlukan.

Pemberian angka kontur pada setiap interval antara kontur minor dan
mayor dibedakan.
ii) Skala, arah utara dan legenda
iii) Grid berkoordinat pada interval 10 cm
iv) Blok judul dan kotak revisi dan catatan kaki pada peta
v) Bila penggambaran dilakukan pada beberapa lembar, diagram dari
layout lembar disertakan untuk menunjukkan hubungan antara satu
lembar dengan lembar berikutnya
vi) Pengambaran hasil pengukuran dan perencanaan (situasi, potongan
memanjang dan potongan melintang).

d) Ukuran Huruf dan Garis


Semua ukuran huruf dan garis dibuat mengacu pada standarisasi dalam
penggambaran dibuat dengan format Digitalisasi AutoCAD, maka ukuran huruf
dan garis dibuat se-ideal mungkin dengan tidak mengabaikan faktor artistiknya.

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

e) Legenda dan Penomoran Gambar


Informasi lebih jauh tentang legenda dan simbol untuk penggambaran bangunan
dan lain-lain dapat dilihat pada buku Kriteria Perencanaan Irigasi. (Standar
Penggambaran KP 07) diterbitkan oleh Subdit Perencanaan Teknis Dirjen
Pengairan.

B. Wawancara/Diskusi
Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dari kegiatan studi ini, dengan
menggali informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada
responden, keterlibatan stakeholders dalam kegiatan ini yaitu
 Pemerintah Kota Sabang untuk mendapatkan informasi mengenai kebijakan
pengembangan wilayah terkait kawasan bandar udara dalam kaitannya dengan
perencanaan wilayah makro serta RTRW Kota Sabang Tahun 2012 - 2032;
 Dinas Perhubungan Aceh/Dinas Perhubungan Kota Sabang untuk mendapatkan
gambaran arah kebijakan dan pengembangan sektor penerbangan terkait dengan
rencana pengembangan serta permasalahan menyangkut Bandar Udara Maimun
Saleh, arah pengembangan transportasi dimasa mendatang.
 Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh/Kota Sabang mendapatkan data potensi
perikanan tangkap dan budidaya serta rencana pengembangan terkait masterplan
Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT).
 Balai Karantina Perikanan Kelas I Iskandar muda Banda Aceh mendapatkan
informasi terkait jumlah pengiriman perikanan domestik maupun luar negeri.
 Otoritas Penerbangan Bandara untuk memperoleh data operasional bandara saat ini
dan perkembangan masa mendatang;
 Pengusaha eksportir untuk mendapat jumlah ekspor saat ini, negara tujuan dan
kendala yang dihadapi.

2.6 METODE ANALISA DATA


Analisa dilakukan berdasarkan 10 jenis ikan komoditas unggulan yang ada diKota Sabang, yang
diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sabang (DKP) dari tahun 2013 – 2018, dan
Masterplan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT, 2017).

Prakiraan kebutuhan volume produksi diasumsikan untuk tiga skenario yaitu pesimis, moderat
dan optimis, sedangkan nilai produksi diperoleh harga pasar yang ditetapkan dari DKP Kota
Sabang.

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

Gambar-2.3
Bagan Alir Kelayakan Rencana Terminal Kargo Perikanan

Gambar-2.4
Bagan Alir Kelayakan Ketersediaan Pesawat dan Kesiapan Bandara

Analisis kelayakan ekonomi dan finansial dalam studi kelayakan ini dilakukan dalam konteks
untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh jika dalam suatu prasarana akan
dibangun dan dioperasikan. Hasil analisis kelayakan ini akan sangat menentukan dalam
pengambilan keputusan apakah rencara pembangunan terminal kargo perikanan ini akan
dilaksanakan atau tidak. Sesuai dengan sifatnya, rencana terminal kargo ditinjau dari sisi
manfaatnya kepada masyarakat atau lebih dikenal sebagai analisis ekonomi (Economic

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

Feasibility) dan analisa keuangan (finansial) tingkat pengembalian biaya investasi yang telah
dikeluarkan.

1. Net Present Value (NPV)


Perhitungan aspek finansial akan dihitung dengan rumus sebagai berikkut :

n Bt  Ct
NPV  
t  0 (1  i) t
dimana :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = tahun kegiatan pengembangan (t=0,1,2,3 ..........,n)
i = tingkat discount rate (%)
1
(discount faktor pada tahun t)
(1  i) t
Jika NPV>0, maka kegiatan menguntungkan dan memberikan manfaat (layak untuk
dijalankan). Sedangkan jika NPV<0, maka kegiatan tersebut tidak menguntungkan (tidak
layak untuk dijalankan).

2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)


Berikut adalah rumus untuk menghitung Net B/C :
Bt
 tn  0 / 1
(1  i ) t
Net B/C 
Ct
 tn  0 / 1
(1  i ) t

dimana :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan pengembangan (t=0,1,2,3,..................,n)
i = tingkat discount rate (%)
Jika Net B/C>1 maka kegaiatan ini layak untuk dijalankan, sedangkan jika Net B/C<1
maka kegaiatan ini tidak layak untuk dijalankan.

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)


Berikut adalah rumus untuk menghitung Gross B/C :
Bt
 tn  0 / 1
(1  i ) t
Gross B/C 
Ct
 tn  0 / 1
(1  i ) t

dimana :
Bt = Manfaat pada tahun t

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

Ct = Biaya pada tahun t


t = Tahun kegiatan pengembangan (t=0,1,2,3,..................,n)
i = tingkat discount rate (%)
Jika Gross B/C>1 maka kegaiatan ini layak untuk dijalankan, sedangkan jika
Gross B/C<1 maka kegiatan ini tidak layak untuk dijalankan.

4. Internal Rate of Return (IRR)


Berikut adalah rumus untuk menghitung IRR :

NPV1
IRR  i1  x(i2  i1)
NP1  NP2
Dimana :
i1 = discount rate yang lebih rendah (yang menghasilkan NPV positif)
i2 = discount rate yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV negatif)
NPV1 = NPV positif
NPV2 = NPV negatif.
Sebuah usaha dikatakan layak apabila IRR > Tingkat suku bunga diskonto (DR)

5. Pay Back Period (PBP)


Berikut adalah rumus untuk menghitung PBP :

 
n n
t 1
I- i 1
Bicp  1
PBP  TP - 1 
Bp
Dimana :
Tp-1 = tahun sebelum terdapat PBP
I = jumlah investasi
Bicp-1 = Jumlah benefit sebelum PBP
Bp = Jumlah benefit pada PBP berada

6. Profitability Ratio (PR)


Berikut adalah rumus untuk menghitung Profitability Ratio (PR) :
Bt  EP
 tn 0 / 1
(1  i ) t
PI 
Kt
 tn 0 / 1
(1  i ) t

dimana :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
Kt = Biaya modal pada tahun t
EP = Biaya rutin dan pemeliharaan pada tahun t
i = Discount rate
t = Tahun
Jika PR>1 maka kegaiatan layak untuk dijalankan.

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

Jika PR<1 maka kegiatan tidak layak untuk dijalankan

2.7 RENCANA PENGEMBANGAN CARGO PERIKANAN


Rancangan terminal cargo perikanan berpedoman pada penyusunan tata letak, serta rancangan
(design) masing-masing fasilitas bandar udara sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP/77/VI/2005. Bangunan terminal cargo bandar udara
merupakan fasilitas yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang udara dari proses
pengiriman dan penerimaan baik domestik maupun internasional. Secara umum keamanan yang
berkaitan dengan cargo meliputi tiga daerah pengamanan yaitu lahan parkir dan apron di terminal
cargo, terminal cargo dan cargo. Perhitungan luas terminal kargo dilakukan dengan menggunakan
persamaan seperti berikut ini (SNI 03-7047-2004) :

a. Luas Gudang Airline

N
Q ;
P
b. Luas Gudang Agen Cargo
S=Qxr

c. Lebar Terminal Cargo


U = (Q + S)/t

d. Luas Area Sisi Udara


Y=Uxw

e. Luas Area Sisi Udara


X=Uxv

Dari perhitungan diatas, dapat diperoleh luas terminal cargo :


ZQS xy

Keterangan :
Q = Luas gudang airline (m2)
N =Volume cargo tahunan (ton/tahun)
P = Volume cargo tahunan/unit luasan gudang (ton/m2)

S = luas gudang agen cargo (m2)


r = luas gudang agen cargo/luas gudang airline (0,5 m2)
U = lebar terminal cargo (m)

II - 20
Studi Kelayakan Pengembangan Bandara
Maimun Saleh Sabang
Sebagai Terminal Cargo Perikanan

t = kedalaman standar terminal cargo (m)

v = kedalaman standar sisi darat

w = kedalaman standar sisi udara ( 10 -15 m)


X = Luas area sisi darat (m2)

II - 20
21
TEAM WORK

Anda mungkin juga menyukai