1. ENSEPHALOKEL
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf dengan adanya penonjolan pada selaput otak dan
otak yang berbentuk seperti kantung melaluisuatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel
disebabkan oleh kegagalan pentupan tabung saraf selama perkembangan janin. Ensefalokel bisa
terjadi dibelakang kepala, puncak kepala, atau diantara dahi dan hidung. Dugaan penyebab
penyakit ini adalah infeksi, faktor umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua ketika hamil,
mutasi genetik dan pola makan yang tidak tepat saat hamil.
Ada dua pengertian ensefalokel yaitu:
1. Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf dengan adanya penonjolan pada selaput otak
dan otak yang berbentuk seperti kantung melaluisuatu lubang pada tulang tengkorak.
2. Ensefalokel adalah kelainan pada bagian oksifital. Terdapat kantung yang berisi cairan jaringan
saraf atau sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksifitalis.
Penyebab Ensefalokel
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit ini diantaranya infeksi, faktor umur terlalu tua
atau muda saat hamil,mutasi ginetik, serta pola makan yang salah saat hamil sehingga
mengakibatkan kekurangan asam folat. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan
tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukkan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat
selama hamil. Ensefalokel disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi pada bagian
oksifitalis.
Gejala Ensefalokel
Ø Hidrosefalus
Ø Kelumpuhan keempat anggota gerak
Ø Mikrosefalus
Ø Kejang
Ø Ataksia
Ø Gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan
Penatalaksanaan Ensefalokel
Cairan otak diproduksi oleh otak secara terus menerus, dan diserap oleh pembuluh darah.
Fungsinya sangat penting, antara lain melindungi otak dari cedera, menjaga tekanan pada otak,
dan membuang limbah sisa metabolisme dari otak. Hidrosefalus terjadi ketika produksi dan
penyerapan cairan otak tidak seimbang.
Hidrosefalus dapat dialami oleh siapa saja, tetapi lebih sering dialami oleh bayi dan orang-orang
yang berusia 60 tahun ke atas.
Gejala Hidrosefalu
Hidrosefalus pada bayi ditandai dengan lingkar kepala yang cepat membesar. Selain itu, akan
muncul benjolan yang terasa lunak di ubun-ubun kepala. Selain perubahan ukuran kepala, gejala
hidrosefalus yang dapat dialami bayi dengan hidrosefalus adalah:
Rewel
Mudah mengantuk
Tidak mau menyusu
Muntah
Pertumbuhan terhambat
Kejang
Hidrosefalus yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan gangguan dalam perkembangan
fisik dan intelektual anak. Pada orang dewasa, hidrosefalus yang terlambat ditangani dapat
menyebabkan gejala menjadi permanen.
Segera cari pertolongan medis bila bayi menunjukkan sejumlah gejala berikut:
Penyebab Hidrosefalus
Hidrosefalus bisa terjadi pada bayi ketika proses persalinan, atau beberapa saat setelah
dilahirkan. Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kondisi tersebut, di antaranya:
Diagnosis Hidrosefalus
Hidrosefalus pada bayi dapat dilihat dari bentuk kepalanya yang membesar. Sedangkan pada
pasien dewasa, hidrosefalus dapat diketahui oleh dokter dengan menanyakan gejala yang dialami
dan melakukan pemeriksaan fisik.
Kemudian, dokter akan memastikannya dengan melakukan pencitraan melalui USG, CT scan,
atau MRI. Pencitraan tersebut juga digunakan untuk mengetahui penyebab hidrosefalus dan
adanya kondisi lain yang terkait dengan gejala pada pasien.
Pengobatan Hidrosefalus
Hidrosefalus ditangani dengan cara operasi. Tujuannya adalah mengembalikan dan menjaga
kadar cairan di dalam otak. Metode operasi yang biasanya diterapkan pada pasien hidrosefalus
adalah:
Shunt adalah selang khusus yang dipasang di dalam kepala untuk mengalirkan cairan otak ke
bagian lain di tubuh, agar mudah terserap ke dalam aliran darah. Bagian tubuh yang dipilih untuk
mengalirkan cairan otak adalah rongga perut. Operasi ini juga disebut dengan nama VP shunt.
Beberapa penderita hidrosefalus bisa memerlukan shunt untuk seumur hidupnya. Oleh karena
itu, pemeriksaan rutin perlu dilakukan, guna memastikan shunt tetap bekerja dengan baik.
ETV dilakukan dengan membuat lubang baru di dalam rongga otak, agar cairan di dalam otak
bisa mengalir ke luar. Prosedur ini sering kali diterapkan pada hidrosefalus yang disebabkan oleh
penyumbatan di dalam rongga otak.
Pencegahan Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan kondisi yang sulit dicegah. Namun, risiko hidrosefalus dapat dihindari
dengan beberapa langkah berikut:
3. FEMOSIS
Fimosis pada bayi merupakan kondisi di mana kulup melekat pada kepala penis
dan tidak dapat ditarik kembali dari sekitar ujung penis. Kondisi ini umum terjadi
pada bayi maupun anak-anak yang belum disunat
Fimosis pada bayi merupakan kondisi bawaan lahir. Sebagian kasus fimosis tidak memerlukan
perawatan khusus. Namun, hindari menarik secara paksa pelekatan antara kulup dan kepala
penis, karena berisiko menimbulkan luka pada kulup bayi. Umumnya pelekatan ini akan terpisah
secara alami, pada usia 5-7 tahun atau usia pubertas.
Meski demikian, Anda juga tidak boleh meremehkan fimosis pada bayi Anda, sebab bisa
menjadi gangguan yang serius dan menimbulkan gejala kemerahan, nyeri atau bengkak, bahkan
peradangan kepala penis (balanitis).
Secara umum, fimosis pada bayi tidak perlu dikhawatirkan. Yang penting adalah selalu
membersihkan penis secara teratur. Basuh perlahan penis bayi dengan air hangat setiap hari,
pada waktu mandi. Hindari menggunakan bedak, serta sabun yang mengandung pewangi pada
penis anak Anda karena dapat menyebabkan iritasi.
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menilai gejala fimosis yang dialami oleh bayi,
untuk memberikan penanganan yang sesuai dengan kondisi yang dialaminya. Langkah
pengobatan, yang mungkin diberikan, dapat berupa:
Melakukan sunat
Sunat dianggap pilihan pengobatan yang terbaik untuk fimosis. Pastikan Anda konsultasi
terlebih dahulu dengan dokter terkait operasi sunat untuk bayi. Mulai dari metode, risiko,
dan kapan waktu yang tepat untuk mulai sunat.
4. HIPOSPADIA
Hipospadia merupakan sebuah keadaan yang diderita sejak lahir (cacat lahir) dimana pembukaan
uretra (saluran tempat urin mengalir dari kandung kemih menuju ke luar tubuh) berada pada
bagian bawah penis. Hal tersebut merupakan hal yang tidak normal, karena seharusnya
pembukaan uretra berada pada ujung penis. Pada penderita hipospadia, uretra akan mulai terlihat
tidak normal sejak minggu ke 8 hingga minggu ke 14 saat masih berada di dalam kandungan.
Hipospadia dapat dikategorikan sebagai kelainan yang sering terjadi.
Menurut beberapa penelitian, hipospadia dapat ditemukan pada satu di antara 250 hingga 300
bayi laki-laki yang baru lahir. Oleh karena itu, hipospadia dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:
Distal atau granular
Tipe ini merupakan yang paling umum dari hipospadia, dimana pembukaan uretra
terdapat di dekat kepala penis.
Midshaft
Pada tipe ini, pembukaan uretra terletak pada bagian tengah atau bawah batang penis.
Penoscrotal
Pada tipe ini, pembukaan uretra terletak pada bagian di antara penis dan kantung pelir
(skrotum).
Perineal
Pada tipe ini, pembukaan uretra terletak di belakang kantung pelir (skrotum). Tipe ini
merupakan tipe hipospadia yang paling parah dan jarang ditemukan.
Gejala khas pada hipospadia adalah pembukaan uretra yang terletak pada bagian bawah penis,
bukan di ujung penis. Akan tetapi, dalam beberapa kasus juga ditemukan pembukaan uretra yang
berada di dalam kepala penis, tengah penis, pangkal penis maupun di dalam atau di bawah
skrotum; meskipun hal tersebut jarang ditemukan. Beberapa gejala lain yang dapat ditemukan
pada penderita hipospadia adalah:
Chordee atau kurva penis mengarah ke bawah sehingga menimbulkan kesulitan saat
buang air kecil. Hal tersebut seringkali harus membuat penderita buang air kecil dengan
cara duduk.
Pengeluaran urine yang tidak normal saat buang air kecil.
Bentuk atau penampilan penis yang tidak normal.
Penyebab dari hipospadia belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, beberapa hal yang dapat
menjadi kemungkinan penyebab kelainan ini antara lain:
Faktor genetik, apabila ayah atau saudara kandung laki-laki dari bayi laki-laki yang
sedang dalam kandungan menderita hipospadia, hal ini dapat meningkatkan resiko bayi
tersebut lahir dengan hipospadia.
Perawatan kesuburan seperti terapi hormon maupun obat-obatan yang membantu ibu
dalam kehamilan.
Paparan terhadap suatu zat seperti rokok maupun pestisida.
Usia ibu di atas 35 tahun dengan berat badan berlebih (overweight) juga dapat
memperbesar risiko bayi yang dikandung nantinya akan menderita hipospadia.
Kelahiran prematur.
Hipospadia umumnya dapat di diagnosis melalui pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan penis,
yang dilakukan oleh dokter saat bayi laki-laki tersebut lahir. Tingkat keparahan kelainan ini
ditentukan dari tempat pembukaan uretra yang ada pada penderita. Semakin dekat pembukaan
uretra pada pangkal penis, maka semakin tinggi tingkat keparahan pada kelainan ini.
Pengobatan untuk hipospadia bergantung pada tipe atau jenis kelainan yang terjadi pada
penderita. Umumnya, pengobatan penyakit ini adalah melalui prosedur bedah untuk
memperbaiki kelainan yang terjadi. Prosedur tersebut dikenal dengan sebutan urethroplasty atau
meatoplasty, atau glanuloplasty. Prosedur bedah tersebut dilakukan pada saat usia bayi penderita
hipospadia mencapai 3 sampai 18 bulan. Dalam beberapa kasus, prosedur bedah untuk
hipospadia dilakukan secara bertahap. Hal tersebut dilakukan karena penderita membutuhkan
beberapa perbaikan seperti mengembalikan pembukaan uretra pada tempat yang normal,
mengoreksi bentuk penis, serta memperbaiki kulit di sekitar pembukaan uretra. Tujuan dari
prosedur bedah pada hipospadia antara lain:
Membuat lubang pembukaan uretra di dekat ujung penis sehingga penderita bisa buang
air kecil dengan cara berdiri.
Membentuk penis menjadi lurus
Membentuk penampilan penis agar terlihat normal.
Setelah melakukan prosedur bedah untuk hipospadia, seperti pada prosedur bedah lainnya,
pendarahan dan infeksi mungkin dapat muncul setelah prosedur bedah dilakukan. Akan tetapi,
terdapat beberapa komplikasi lain yang kemungkinan juga dapat ditemukan pasca prosedur
bedah pada penderita hipospadia, antara lain:
Fistula
Ditandai dengan kerusakan yang mengakibatkan adanya hubungan antara uretra dan kulit
yang menyebabkan kebocoran urine.
Persistent chordee
Terjadi akibat koreksi yang tidak tuntas pada saat prosedur bedah.
Akan tetapi, mayoritas penderita hipospadia yang telah menjalani prosedur ini tidak mengalami
komplikasi-komplikasi tersebut. Hasil dari prosedur bedah ini dapat bertahan seumur hidup dan
penis akan terlihat serta berfungsi dengan baik. Meskipun demikian, dibutuhkan follow up atau
kunjungan kembali pada dokter pasca melakukan operasi hingga penderita benar-benar sembuh.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang diderita sejak lahir. Akan tetapi, tidak terdapat
metode pencegahan yang spesifik terhadap penyakit ini. Oleh karena itu, cara-cara berikut dapat
dilakukan oleh ibu hamil untuk mengurangi resiko bayinya terkena hipospadia, mengingat
hipospadia merupakan cacat bawaan, antara lain:
Dokter yang biasanya menangani masalah ini adalah dokter spesialis anak di bagian urologi atau
yang dikenal dengan sebutan pediatric urologist. Segera lakukan konsultasi pada dokter apabila
Anda menemukan gejala-gejala yang mengarah menuju hipospadia pada bayi laki-laki Anda. Hal
tersebut dilakukan karena apabila tidak tertangani dengan baik, kelainan ini nantinya akan dapat
menimbulkan masalah yang lebih rumit pada kehidupan penderita seperti harus buang air dengan
cara duduk ataupun kesulitan saat berhubungan seksual. Selain itu, segera lakukan konsultasi
pada dokter terkait dengan hipospadia apabila anak atau bayi laki-laki anda mengalami: