Anda di halaman 1dari 19

A.

PERMASALAHAN YANG MUNCUL PADA KEHAMILAN DENGAN ANEMIA


DAN PENCEGAHANNYA
1. Permasalahan Yang Muncul Pada Kehamilan Dengan Anemia
Anemia kehamilan adalah kondisi tubuh dengan kadar hemoglobin dalam darah <11g%
pada trimester 1 dan 3 atau kadar Hb <10,5 g% pada trimester 2 (Aritonang, 2015).
Terjadi peningkatan kebutuhan akan zat besi pada masa kehamilan. Peningkatan ini
dimaksudkan untuk memasok kebutuhan janin untuk bertumbuh (pertumbuhan janin
memerlukan banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta dan peningkatan volume
darah ibu. Selama kehamilan, wanita hamil mengalami peningkatan plasma darah
hingga 30%, sel darah 18%, tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya, frekuensi
anemia pada kehamilan cukup tinggi (Irianto, K, 2014).

a.Faktor-faktor yang memengaruhi anemia ibu hamil


1) Faktor dasar
a) Sosial dan ekonomi
Kondisi lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi ekonomi di suatu
daerah dan menentukan pola konsumsi pangan dan gizi yang dilakukan oleh
masyarakat. Kondisi ekonomi seseorang sangat menentukan dalam penyediaan
pangan dan kualitas gizi (Irianto, K, 2014).
b) Pengetahuan
Ibu hamil yang memiliki pengetahuan kurang baik berisiko mengalami
defisiensi zat besi sehingga tingkat pengetahuan yang kurang tentang defisiensi
zat besi akan berpengaruh pada ibu hamil dalam perilaku kesehatan dan
berakibat pada kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi
dikarenakan ketidaktahuannya dan dapat berakibat anemia (Wati, Desi W .,
dkk. 2016).
c) Pendidikan
Pendidikan yang baik akan mempermudah untuk mengadopsi
pengetahuan tentang kesehatannya. Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil
dapat menyebabkan keterbatasan dalam upaya menangani masalah gizi dan
kesehatan keluarga. (Fatkhiyah, N, 2018).
d) Budaya
Pantangan pada makanan tertentu, sehubungan dengan pangan yang
biasanya dipandang pantas untuk dimakan, dijumpai banyak pola pantangan.
Tahayul dan larangan yang beragam yang didasarkan kepada kebudayaan dan
daerah yang berlainan di dunia, misalnya pada ibu hamil, ada sebagian
Masyarakat yang masih percaya ibu hamil tidak boleh makan ikan (Fatkhiyah,
N, 2018).
2) Faktor tidak langsung
a)Frekuensi Antenatal Care (ANC)
Pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil oleh petugas kesehatan
dalam memelihara kehamilannya. Hal ini bertujuan untuk dapat
mengidentifikasi dan mengatahui masalah yang timbul selama masa
kehamilan sehingga kesehatan ibu dan bayi yang dikandung akan sehat
sampai persalinan. Kegiatan yang ada di pelayanan Antenatal Care (ANC)
untuk ibu hamil yaitu petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang
informasi kehamilan seperti informasi gizi selama hamil dan ibu diberi tablet
tambah darah secara gratis serta diberikan informasi tablet tambah darah
tersebut yang dapat memperkecil terjadinya anemia selama hamil (Fatkhiyah,
N, 2018).
b)Paritas
Paritas ibu merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak hidup atau
mati, tetapi bukan aborsi, semakin sering seorang wanita mengalami
kehamilan dan melahirkan maka semakin banyak kehilangan zat besi dan
semakin menjadi anemia (Fatkhiyah, N, 2018).
c)Umur ibu
Umur ibu yang ideal dalam kehamilan yaitu pada kelompok umur 20-35
tahun dan pada umur tersebut kurang beresiko komplikasi kehamilan serta
memiliki reproduksi yang sehat. Hal ini terkait dengan kondisi biologis dan
psikologis dari ibu hamil. Wanita hamil dengan umur diatas 35 tahun juga
akan rentan anemia. Hal ini menyebabkan daya tahun tubuh mulai menurun
dan mudah terkena berbagai infeksi selama masa kehamilan (Fatkhiyah, N,
2018).

3) Faktor langsung
a) Pola konsumsi
Kejadian anemia sering dihubungkan dengan pola konsumsi yang rendah
kandungan zat besinya serta makanan yang dapat memperlancar dan
menghambat absorbsi zat besi
b) Infeksi
Beberapa infeksi penyakit memperbesar risiko anemia. Infeksi itu
umumnya adalah TBC, cacingan dan malaria, karena menyebabkan
terjadinya peningkatan penghancuran sel darah merah dan terganggunya
eritrosit. Infeksi cacing akan menyebabkan malnutrisi dan dapat
mengakibatkan anemia defisiensi besi. Infeksi malaria dapat menyebabkan
anemia
c) Pendarahan
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi
dan pendarahan akut bahkan keduanya saling berinteraksi. Pendarahan
menyebabkan banyak unsur besi yang hilang sehinggga dapat berakibat
pada anemia
d) Status KEK (Kekurangan Energi Kronis)
Anemia lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan Kurang Energi
Kronis (LLA< 23,5 cm) dibandingkan dengan ibu hamil yang bergizi baik.
Hal tersebut mungkin terkait dengan efek negatif kekurangan energi protein
dan kekurangan nutrisi mikronutrien lainnya dalam gangguan
bioavailabilitas dan penyimpanan zat besi dan nutrisi hematopoietik lainnya
(asam folat dan vitamin B12) (Ani Seri, Luh, 2014)
b.Tanda dan gejala anemia defisiensi besi pada ibu hamil
Pada umumnya telah disepakati bahwa tanda-tanda anemia akan jelas apabila kadar
hemoglobin (Hb) <7gr/dl. Gejala anemia dapat berupa kepala pusing, palpitasi,
berkunang-kunang, pucat, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia, kurang nafsu makan, menurunnya
kebugaran tubuh, gangguan penyembuhan luka, dan pembesaran kelenjar limpa
(Irianto, K, 2014).

c. Macam-macam anemia
1) Anemia defisiensi besi
Anemia gizi besi (AGB) adalah anemia yang timbul karena kekurangan zat
besi sehingga pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain di dalam tubuh
terganggu. Defisiensi zat besi terjadi saat jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak
dapat mencukupi kebutuhan tubuh. Secara umum, ada tiga penyebab AGB
yaitu kekurangan intake zat besi dari makanan (ikan, daging, hati, dan sayuran
hijau tua), meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi yaitu pada masa
pertumbuhan dan kehamilan, asupan pada penderita penyakit menahun, serta
meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh karena perdarahan, cacingan,
dan menstruasi (Irianto,K, 2014 ).

2) Anemia defisiensi asam folat (Megaloblastik)


Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya berlipat
dua ketika kehamilan. Kekurangan asam folat mengakibatkan peningkatan
kepekaan, lelah berat, dan gangguan tidur. Kekurangan asam folat yang besar
mengakibatkan anemia megaloblastik atau megalositik karena asam folat
berperan dalam metabolism normal makanan menjadi energi, pematangan sel
datah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel.
3) Anemia defesiensi B12 (Perniciosa)
Anemia dengan disertai dengan rasa letih yang parah merupakan akibat dari
defesiensi B12. Vitamin ini sangat penting dalam pembentukan RBC (sel darah
merah). Anemia perniciosa biasanya tidak disebabkan oleh kekurangan vitamin
B12 dalam makanan, melainkan ketidaksediaan faktor intrinsik yaitu sekresi
gaster yang diperlukan untuk penyerapan vitamin B12. Gejala anemia ini yaitu
rasa letih dan lemah yang hebat, diare, depresi, mengantuk mudah tersinggung
dan pucat (Irianto,K, 2014).

f. Klasifikasi anemia
WHO mengklasifikasikan anemia sebagai berikut :
1) anemia ringan ketika kadar Hb adalah 10-10,9 g / dl
2) anemia sedang dengan kadar Hb 7-7,9 g / dl dan
3) anemia berat bila kadar Hb adalah <7 g / dl [15].

2. Masalah yang muncul pada kehamilan dengan anemia


Anemia dalam kehamilan dapat menyebabkan abortus, partus prematurus, partus
lama, retensio plasenta, perdarahan postpartum karena atonia uteri, syok, infeksi
intrapartum maupun postpartum. Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4
g/dl dapat menyebabkan dekompensasi kordis. (Ane Seri, Luh, 2014).
Akibat anemia terhadap janin dapat menyebabkan terjadinya kematian janin
intrauterin, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah
mendapat infeksi sampai kematian perinatal. Ibu hamil dengan kadar hemoglobin (Hb)
<8 g/dL dikaitkan dengan peningkatan risiko berat lahir rendah dan bayi kecil untuk
usia kehamilan. Hal ini dapat dijelaskan dengan keadaan hipoksia kronis akibat
anemia dapat menyebabkan respon stress, menghasilkan produksi corticotropin
releasing hormon (CRH), peningkatan konsentrasi yang terjadi telah diidentifikasi
sebagai faktor risiko utama kelahiran prematur. Selain itu, risiko kelahiran prematur
dapat meningkat karena kerusakan oksidatif eritrosit dan fetoplasenta.
Anemia defisiensi besi selama kehamilan diketahui menjadi faktor risiko
kelahiran prematur, meningkatkan risiko terjadinya perdarahan postpartum dan
kematian perinatal. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan risiko kematian ibu dan
anak dan memiliki konsekuensi negatif pada kognitif dan fisik pengembangan anak-
anak dan produktivitas kerja. Anemia pada kehamilan dikaitkan dengan hasil
kehamilan yang merugikan. Manifestasi klinisnya meliputi pembatasan pertumbuhan
janin, persalinan prematur, berat lahir rendah, gangguan laktasi, interaksi yang buruk
ibu atau bayi, depresi post partum, dan meningkatkan kematian janin dan neonatal
(Ramadhananti K, Desia, 2018).
Peningkatan status hematologi selama kehamilan juga dapat mengurangi risiko
kematian pada wanita dengan pedarahan antepartum atau postpartum dan menyebabkan
meningkatkan status zat besi pada periode postpartum. Upaya mengurangi anemia
defisiensi besi bisa menjadi instrumen penting di kalangan wanita yang seharusnya
peningkatan simpanan zat besi bayi karena status zat besi pada anak muda/ anak-anak
dapat memprediksi risiko malaria dan risiko penyakit bakteri invasif (Ane Seri, Luh,
2014)

3. Cara pencegahan masalah yang muncul pada kehamilan dengan anemia


Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan yangbergizi seimbang dengan
asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh
dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti daging sapi. Zat besi
juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung,
buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Selain itu, diimbangi dengan pola makan
sehat dengan mengonsumsi vitamin serta suplemen penambah zat besi untuk hasil yang
maksimal (Irianto, K, 2014). Pencegahan anemia defisiensi zat besi dapat dilakukan
dengan 4 pendekatan yaitu:
1) Pemberian tablet atau suntikan zat besi
2) Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan
3) asupan zat besi melalui makanan Pengawasan penyakit infeksi
4) Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Irianto, K, 2014).

B. Yang Harus Diperhatikan Dalam Masa Nifas


1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu.
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu (Sukma F, dkk, 2017).
2. Perubahan Yang Terjadi Selama Masa Nifas
a. Perubahan Fisiologis
1) Perubahan Sistem Reproduksi
Tubuh ibu berubah setelah persalian, rahimnya mengecil, serviks menutup, vagina
kembali ke ukuran normal dan payudaranya mengeluarkan ASI. Masa nifas
berlangsung selama 6 minggu. Dalam masa itu, tubuh ibu kembali ke ukuran sebelum
melahirkan. Untuk menilai keadaan ibu, perlu dipahami perubahan yang normal terjadi
pada masa nifas ini.
a) Involusi rahim
Setelah placenta lahir, uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan
retraksi otot – ototnya. Fundus uteri ± 3 jari bawah pusat. Selama 2 hari
berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari, uterus akan
mengecil dengan cepat, pada hari ke –10 tidak teraba lagi dari luar. Setelah 6
minggu ukurannya kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada ibu yang telah
mempunyai anak biasanya uterusnya sedikit lebih besar daripada ibu yang belum
pernah mempunyai anak. Involusi terjadi karena masing – masing sel menjadi
lebih kecil, karena sitoplasma nya yang berlebihan dibuang, involusi disebabkan
oleh proses autolysis, dimana zat protein dinding rahim dipecah, diabsorbsi dan
kemudian dibuang melalui air kencing, sehingga kadar nitrogen dalam air kencing
sangat tinggi.
b) Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan
kasar, tidak rata dan kira –kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini
mengecil, pada akhir minggu kedua hanya sebesar 3 – 4 cm dan pada akhir masa
nifas 1-2 cm.
c) Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas.
d) Perubahan pada serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan,ostium extemum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pibggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan persalinan, Pada
akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh satu jari saja, dan lingkaran
retraksi berhubungan dengan bagian dari canalis cervikalis.
e) Perubahan pada cairan vagina (Lochea)
Dari cavum uteri keluar cairan secret disebut Lochea. Jenis Lochea yakni :
1.1 Lochea Rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban
, sel-sel desidua (desidua, yakni selaput lendir Rahim dalam keadaan hamil),
verniks caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep terdiri atas palit atau
semacam noda dan sel-sel epitel, yang menyelimuti kulit janin) lanugo,
(yakni bulu halus pada anak yang baru lahir), dan meconium (yakni isi usus
janin cukup bulan yang terdiri dari atas getah kelenjar usus dan air ketuban,
berwarna hijau kehitaman), selama 2 hari pasca persalinan.
1.2 Lochea Sanguinolenta : Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini
terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan.
1.3 Lochea Serosa : Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada
hari ke 7-14 pasca persalinan.
1.4 Lochea Alba : Cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu.
1.5 Lochea Purulenta : Ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
1.6 Lochiotosis : Lochia tidak lancer keluarnya.
Perubahan pada Vagina dan Perineum adalah Estrogen pascapartum yang
menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina
yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap pada ukuran sebelum
hamil selama 6-8 minggu setelah bayi lahir (Sukma F, dkk, 2017)

2) Perubahan Sistem Pencernaan


Dinding abdominal menjadi lunak setelah proses persalinan karena perut yang
meregang selama kehamilan. Ibu nifas akan mengalami beberapA derajat tingkat
diastatis recti, yaitu terpisahnya dua parallel otot abdomen, kondisi ini akibat
peregangan otot abdomen selama kehamilan. Tingkat keparahan diastatis recti
bergantung pada kondisi umum wanita dan tonus ototnya, apakah ibu berlatih
kontinyu untuk mendapat kembali kesamaan otot abodimalnya atau tidak. Pada saat
postpartum nafsu makan ibu bertambah. Ibu dapat mengalami obstipasi karena
waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan, pengeluaran cairan yg
berlebih, kurang makan, haemoroid, laserasi jalan lahir, pembengkakan perineal yg
disebabkan episiotomi. Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi
dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal.
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Kandung kencing dalam masa nifas kurang sensitif dan kapasitasnya akan
bertambah, mencapai 3000 ml per hari pada 2 – 5 hari post partum. Hal ini akan
mengakibatkan kandung kencing penuh. Sisa urine dan trauma pada dinding
kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Lebih kurang
30 – 60 % wanita mengalami inkontinensial urine selama periode post partum. Bisa
trauma akibat kehamilan dan persalinan, Efek Anestesi dapat meningkatkan rasa
penuh pada kandung kemih, dan nyeri perineum terasa lebih lama, Dengan
mobilisasi dini bisa mengurangi hal diatas. Dilatasi ureter dan pyelum, normal
kembali pada akhir postpartum minggu keempat. Sekitar 40% wanita postpartum
akan mempunyai proteinuria non patologis sejak pasca salin hingga hari kedua
postpartum. Mendapatkan urin yang valid harus diperoleh dari urin dari kateterisasi
yang tidak terkontaminasi lochea.
4) Musculoskleletal
Otot – otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh pembuluh darah
yang berada diantara anyaman-anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini
akan menghentikan perdarahan setelah plasenta diberikan. Pada wanita berdiri
dihari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan menonjol dan membuat
wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam 2 minggu setelah melahirkan,
dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding
abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh kambali
elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil stria menetap.
5) Endokrin
Hormon Plasenta menurun setelah persalinan, HCG menurun dan menetap
sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke tujuh sebagai omset pemenuhan mamae
pada hari ke- 3 post partum. Pada hormon pituitary prolaktin meningkat, pada
wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat
pada minggu ke- 3. Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga dapat
dipengerahui oleh factor menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini bersifat
anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesterone. Setelah persalinan
terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktifitas prolactin juga
sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mammae dalam menghasilkan
ASI.
6) Kardiovaskuler
Pada keadaan setelah melahirkan perubahan volume darah bergantung beberapa
faktor, misalnya kehilangan darah, curah jantung meningkat serta perubahan
hematologi yaitu fibrinogen dan plasma agak menurun dan Selama minggu-minggu
kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma, leukositosis serta faktor-faktor pembekuan
darah meningkat. Pada hari postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun dan factor pembekuan darah meningkat.
Perubahan tanda- tanda vital yang terjadi masa nifas
a) Suhu badan
Dalam 24 jam postpartum, suhu badan akan meningkat sedikit (37,5 – 380C)
sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirka, kehilangan cairan dan kelelahan.
Apabila dalam keadaan normal suhu badan akan menjadi biasa. Biasanya pada
hari ke-3 suhu badan naik lagi karena adanya pembekuan ASI.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali permenit. Denyut
nadi setelah melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang
melebihi 100x/menit adalah abnormal dan hal ini menunjukkan adanya
kemungkinan infeksi.
c) Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan lebih
rendah setelah ibu melahirkan karena adanya perdarahan. Tekanan darah tinggi
pada saat postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.

7) Hematologi
Leokositoisis, yang meningkatan jumlah sel darah yang putih hingga 15.000 selama
proses persalinan, tetap meningkat untuk sepasang hari pertama postpartum. Jumlah sel
darah putih dapat menjadi lebih meningkat hingga 25.000 atau 30.000 tanpa mengalami
patologis jika wanita mengalami proses persalinan diperlama. Meskipun demikian,
berbagai tipe infeksi mungkin dapat dikesampingkan dalam temuan tersebut. Jumlah
normal kehilangan darah dalam persalinan pervaginam 500 ml, seksio secaria 1000 ml,
histerektomi secaria 1500 ml. Total darah yang hilang hingga akhir masa postpartum
sebanyak 1500 ml, yaitu 200-500 ml pada saat persalinan, 500-800 ml pada minggu
pertama postpartum ±500 ml pada saat puerperium selanjutnya. Total volume darah
kembali normal setelah 3 minggu postpartum. Jumlah hemoglobin normal akan kembali
pada 4-6 minggu postpartum. (Sukma F, dkk, 2017).

b) Perubahan Psikologis Masa Nifas


Setelah persalinan ibu perlu waktu untuk menyesuaikan diri, menjadi dirinya
lagi, dan merasa terpisah dengan bayinya sebelum dpt menyentuh bayinya.
Perasaan ibu oleh bayinya bersifat komplek dankontradiktif. Banyak ibu
merasa takut disebut sebagai ibu yang buruk, emosi yang menyakitkan
mungkin dipendam sehingga sulit dalam koping dan tidur. Ibu menderita dalam
kebisuannya sehingga menimbulkan distress karena kemarahan thd situasi
Periode ini dieskpresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap berikut
ini :
1) Taking in Period ( Masa ketergantungan)
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung
pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat
pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur
dan nafsu makan meningkat.
2) Taking hold period
Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi pada
kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap
perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif, sehingga
membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan
yang dialami ibu.
3) Leting go period
Dialami setelah tiba ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau
merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.
c) Post Partum Blues
Post Partum merupakan keadaan yg timbul pada sebagian besar ibu nifas yaitu
sekitar 50-80% ibu nifas, hal ini merupakan hal normal pada 3-4 hari , namun
dapat juga berlangsung seminggu atau lebih. Etiologi dari postpartum blues
masih belum jelas, kemungkinan besar karena hormon; perubahan kadar
estrogen, progesteron, prolactin, peningkatan emosi terlihat bersamaan dengan
produksi ASI. Berikut juga dapat menjadi penyebab timbulnya psot partum
blues :
1) Ibu merasa kehilangan fisik setelah melahirkan.
2) Ibu merasa kehilangan menjadi pusat perhatian dan kepedulian.
3) Emosi yang labil ditambah dgn ketidaknyamanan fisik.
4) Ibu terpisah dari keluarga dan bayi-bayinya.
5) Sering terjadi karena kebijakan rumah sakit yg kaku/tidak fleksibel(Sukma
F, dkk, 2017).
2) KEBUTUHAN DASAR NIFAS
a. Nutrisi
Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%,
karena berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan dan untuk
memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat
tiga kali dari kebutuhan biasa. Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah
porsi cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung
alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau pewarna . Dengan penjelasan tersebut,
akhirnya dapat dirumuskan beberapa anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan gizi
ibu menyusui, antara lain:
1) Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kalori.

2) Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral dan vitamin.

3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari, terutama setelah menyusui.

4) Mengonsumsi tablet zat besi selama masa nifas.

5) Minum kapsul Vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASI. (Sulistyawati, 2013)

Pola makan ibu nifas sebagian besar tidak seimbang, yakni 65 orang (100%) makan
nasi dengan lauk jenis nabati, tanpa sayur 37 orang(56,9%) dan makan tanpa lauk hewani
ada 49 orang (75,4%). Alasan yang disampaikan oleh ibu nifas adalah 53 orang (81,5%)
demi kesehatan ibunya, yang didasarkan kepercayaan masyarakat bahwa ibu menyusui
tidak boleh makan makanan tertentu atau harus melakukan pantangan agar dapat lebih
mempercepat penyembuhan luka setelah melahirkan. Sedang 12 orang (18,5%) tidak
melakukan pantangan makan dengan alasan demi kesehatan anak atau masih tetap makan
dengan lauk hewani 14 orang (2l,5%), dan kadang-kadang juga makan sayur ada 28 orang
(43,1%). Ibu nifas yang tidak pernah makan lauk hewani maka semuanya juga tidak pemah
makan sayur. Demikian juga semua ibu yang mempunyai pantangan makan seperti makan
lauk hewati, harus garingan, maka juga berpantang terhadap aktifitas tertentu seperti tidak
bolah berdiri didepan pintu, lari bila melihat ada orang meninggal lewat, mandi pada jam
tertentu dan tidak boleh mengerjakan sesuatu yang menurut budaya dianggap tidak baik
(Marliandiani, 2015).

b. Ambulasi Dini
Ambulasi awal dilakukan dengan melakukan gerakan dan jalan-jalan ringan
sambil bidan melakukan observasi perkembangan pasien dari jam demi jam sampai
hitungan hari. Kegiatan ini dilakukan secara berangsur-angsur frekuensi dan intensitas
aktivitasnya sampai pasien dapat melakukannya sendiri tanpa pendampingan sehingga
tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi (Sulistyawati, 2013).
c. Eliminasi

Dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah harus dapat buang air kecil.
Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat mengakibatkan
kesulitan pada organ perkemihan, misalnya infeksi. Dalam 24 jam pertama post partum,
pasien juga sudah harus dapat buang air besar karena semakin lama feses tertahan dalam
usus maka akan semakin sulit baginya untuk buang air besar secara lancar. Feses yang
tertahan dalam usus semakin lama akan semaki mengeras karena cairan yang
terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh usus. (Sulistyawati, 2013)
d. Senam Nifas
Selama masa nifas ibu butuh senam khusus untuk ibu nifas karena memiliki banyak
manfaat antara lain mengencangkan otot paha, mengencangkan paha dan betis,
mengencangkan otot panggul serta mengecilkan perut. Setiap gerakan senam harus
dilakukan dengan benar dan diawali oleh pemanasan terlebih dahulu dan diakhiri
dengan pendinginan (Depkes, 2015).
e. Mandi
Begitu mampu, pasien boleh mandi siram, duduk berendam atau mandi di dalam
bak. Air tidak akan naik ke dalam vagina jika pasien duduk dalam bak mandi .
f. Seksual
Hubungan seksual sebaiknya tidak dimulai dulu sampai luka episiotomy atau
laserasi sembuh (umumnya 4 minggu). Pembicaraan postpartum merupakan kesempatan
bagi klien untuk menyampaikan keinginannya mengenai reproduksi di masa mendatang
dan bagi dokter untuk membantu (jika perlu) mengenai masalah kontrasepsi.
C. PERTUMBUHAN JANIN PADA TRIMESTER I, II, DAN III
1. Pertumbuhan Janin
Kehidupan janin di dalam rahim ibu (intrauterus) dibagi menjadi tiga fase
pertumbuhan yaitu fase germinal, embrional dan fetus (janin) :
a. Fase Germinal
Berlangsung pada waktu 10 -14 hari setelah pembuahan. Zigot (hasil pembuahan)
berkembang cepat 72 jam setelah pembuahan, membelah diri menjadi 32 sel dan
sehari kemudian sudah 72 sel. Pembelahan ini berlangsung terus sampai menjadi 800
milyar sel atau lebih, dan dari sinilah manusia tumbuh berkembang.
Dalam fase germinal ini terbentuklah saluran yang menempel pada uterus yang
dicapai selama 3-4 hari yang kemudian berubah bentuk menjadi “blastocyst“ yang
terapung bebas dalam uterus selama satu atau dua hari. Beberapa sel sekitar
pinggiran blastocyst membentuk piringan embrionik (embryonic disk) merupakan
massa sel yang tebal dan dari sinilah bayi akan tumbuh. Massa ini mengalami
deferensiasi menjadi tiga lapisan, bagian atas yaitu ektoderm, bagian bawah
endoderm dan lapisan tengah mesoderm.
1) Ektoderm : Lapisan ini nantinya akan membentuk lapisan kulit luar, kuku,
rambut gigi, organ perasa dan system syaraf termasuk otak dan sumsum tulang
belakang.
2) Endoderm : Lapisan bagian bawah ini akan membentuk system pencernaan, hati,
pancreas, kelenjar ludah, system pernafasan.
3) Mesoderm : Lapisan tengah (mesoderm) merupakan lapisan yang akan
berkembang dan berdeferensiasi menjadi lapisan kulit bagian dalam, urat daging,
kerangka, sistem ekskresi dan system sirkulasi.
Bagian lain dari blastocyst tumbuh menjadi plasenta, tali pusat dan kantong empedu.
Pada masa ini pula yaitu pada usia embrio 4 minggu, embrio mengeluarkan hormone yang
menyebabkan berhentinya siklus haid ibu. . (Cunningham, F .Gary., et al, 2013)

2. Fase Embrional
Berkembang mulai pada 2 – 8 minggu setelah pembuahan. Selama fase ini system
pernafasan, pencernaan, system syaraf dan tubuh tumbuh dan berkembang cepat. Pada
periode pertumbuhan embrional ini sangatlah peka terhadap pengaruh lingkungannya.
Keadaan tidak normal atau cacat pada waktu lahir dapat terjadi karena adanya gangguan
pada masa kandungan tiga bulan pertama.
Selama periode pertumbuhan embrio terjadi pembelahan sel, dan relatif lebih cepat
dari periode lainnya. Pertumbuhan embrio yang cepat tersebut menunjukkan kebutuhan
oksigen dan zat gizi tinggi untuk setiap unit massa embrio. Hal ini menyebabkan embrio
sensitif terhadap perubahan suplai gizi dan oksigen. Pada saat ketersediaan oksigen
menurun atau kekurangan zat gizi tertentu dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan
yang permanen. (Cunningham, F .Gary., et al, 2013)
3. Fase Fetus (Janin)
Berkembang delapan minggu setelah pembuahan. Sel tulang pertama mulai tumbuh
dan embrio menjadi janin. Dari periode ini sampai saat kelahiran bentuk tubuh makin
sempurna, bagian-bagian tubuh tumbuh dengan laju yang berbeda-beda dan janin
sendiri tumbuh memanjang sampai kira-kira 20 kalinya.
Selama janin tumbuh dan berkembang, total cairan tubuh menurun dari 92 menjadi
72 persen. Perubahan ini diikuti oleh peningkatan protein dan lemak terutama selama
dua bulan terkahir kehamilan, dimana peningkatan protein lebih banyak dari pada
lemak. Selain itu pada janin terjadi pula pertambahan yang nyata pada natrium, kalsium
dan besi. Natrium terutama terdapat dalam cairan ekstraseluler dan dalam tulang,
sedang kalium terdapat dalam cairan intraseluler berkaitan dengan massa sel.
Kegiatan janin selama dalam kandungan selain menghisap zat gizi dan bernafas,
janin juga bergerak aktif seperti menyepak, berputar, melengkung dan menggenggam.
Selain itu janin mampu melakukan respon terhadap rangsangan suara atau getaran. Janin
juga peka terhadap kondisi kejiwaan ibunya, misalnya ibu yang mengandung merasa
takut, sedih atau cemas maka janin akan melakukan gerakan-gerakan yang lebih cepat.
Demikian pula apabila si ibu kelelahan. Respon tersebut diduga karena adanya
perubahan sekresi kelenjar yang terjadi dalam tubuh ibunya. (Cunningham, F .Gary., et
al, 2013)
Pertumbuhan dan perkembangan janin dapat dibagi berdasarkan trimester :
1. Trimester pertama (< 16 minggu)
Pada Trimester 1 ini Usia Kehamilan < 16 minggu, merupakan Masayang kritis,
hamper Sebagian besar keguguran terjadi, dan Pada trimester pertama atau tiga bulan
pertama masa kehamilan merupakan masa dimana system organ prenatal dibentuk dan
mulai berfungsi. Pada minggu ke 3 sel-sel mulai membentuk organ-organ spesifik dan
bagian-bagian tubuh. Minggu ke 13, jantung telah lengkap dibentuk dan mulai berdenyut,
sebagian besar organ telah dibentuk, dan janin mulai dapat bergerak . Bagi wanita hamil
tentu saja masa trimester pertama ini merupakan masa penyesuaiannya baik secara fisik
maupun emosi dengan segala perubahan yang terjadi dalam rahimnya. Pada trimester
pertama ini ibu sering mengalami mual atau, ingin muntah, tidak selera makan yang
sering dikenal dengan “morning sickness”, yang dapat menyebabkan berkurangnya intik
makanan ibu . Pertumbuhan Janin minggu ke 4‐8 yaitu terjadi pembenukan awal embrio,
Semua organ tubuh lainnya sudah terbentuk, Muncul tulang wajah, mata, jari
kaki dan tangan, dan Pada faseini juga kantung ketuban sudah terbentuk. Pertumbuhan
janin minggu ke 8‐12, pada minggu tersebut terlihat Bentuk kepalanya sudah membesar,
Dapat menampung otak yang berkembang pesat. Memiliki dagu, hidung dan kelopak
mata yang jelas, Dapat melakukan aktifitas seperti menendang dengan lembut.
Defisiensi gizi dan pengaruh-pengaruh lain yang membahayakan janin seperti
penggunaan obat, vitamin A dosisi tinggi, radiasi atautrauma dapat merusak atau
menghambat perkembangan janin selanjutnya. Sebagain besar keguguran terjadi pada
masa ini, bahkan sekitar sepertiga dari kejadian keguguran terjadi karena wanita tidak
menyadari bahwa dia sedang benar-benar hamil. Masa trimester pertama merupakan
masa yang kritis, sehingga harus dihindari hal-hal yang memungkinkan kegagalan
pertumbuhan dan perkembanganjanin (Muflihah, Siti, dkk, 2014)

2. Trimester kedua
Pada Trimester kedua ini atau yaitu 3 bulan kedua kehamilan yang mana dimulai
dari Usia Kehamilan 16 ‐28 mggu, mulai Gerakan janin sudah dirasakan ibu. Pada awal
trimester kedua, berat janin sudah sekitar 100 g. Gerakan-gerakan janin sudah mulai
dapat dirasakan ibu. Pertumbuhan janin minggu ke16‐20 minggu, Tangan, jari, kaki dan
jari kaki sudah terbentuk, janin sudah dapat mendengar dan mulai terbentuk gusi, dan
tulang rahang. Organ-organ tersebut terus tumbuh menjadi bentuk yang sempurna, dan
pada saat ini denyut jantung janin sudah dapat dideteksi dengan stetoskop. Bentuk tubuh
janin saat ini sudah menyerupai bayi . Pada minggu ke 20‐24 Alat kelamin mulai
terbentuk, cuping hidung terbuka dan melakukan gerakan pernafasan dan juga Memiliki
waktu tertentu untuk tidur. Pada minggu ke 24‐28, Lemak sudah mulai menumpuk,
Kelopak matanya terbuka dan otaknya mulai aktif, Sudah bisa mendengar suara dari
Dalam dan luar (Muflihah, Siti, dkk, 2014)

3. Trimester ketiga
Trimester ke 3 ini dimulai dari usia kehamilan 28 mg – 40 mggu. Yang mana
biasanya Bayi mulai menekan diafragma dan  usu maka terjadi sesak dan konstipasi.
Memasuki trimester ketiga, berat janin sekitar 1-1,5 kg. Pada periode ini uterus semakin
membesar sampai berada di bawah tulang susu. Uterus menekan keatas kearah diafragma
dan tulang panggul. Hal ini sering membuat ibu hamil merasa jantung sesak dan kesulitan
pencernaan. Seringkali ibu juga mengalami varises pada pembuluh darah sekitar kaki,
wasir, dan lutut keram karena meningkatnya tekanan kepada perut, rendahnya laju darah
balik dari limbs, dan efek dari progesterone, yang menyebabkan kendurnya saluran darah.
Setelah usia kehamilan mencapai sekitar 28 –30 minggu, bayi yang lahir disebut prematur
(sebelum minggu ke 37 kehamilan), mempunyai kesempatan untuk hidup baik bila
dirawat dalam suatu perawatan “bayi baru lahir risiko tinggi”. Namun, mineral dan
cadangan lemak pada bayi tidak normal, yang seharusnya dibentu pada bulan terakhir
kehamilan. Masalah medis lain pada bayi prematur adalah masih belum mampu mengisap
dan menelan dengan baik, sehingga perawatan bayi ini sangat sulit (Muflihah, Siti, dkk,
2014)

REFERENSI
Ani Seri, Luh. 2014. Anemia Defisiensi Besi Masa Prahamil dan Hamil. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Aritonang. 2015. Gizi Ibu dan Anak. Yogyakarta : LeutikaPrio.
Irianto, Koes. 2014. Gizi Seimbang dalam kesehatan reproduksi. Bandung : Alfabet
Wati, Desi W ., dkk. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Defisiensi zat Besi pada Ibu
Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Gandus Palmbang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Fatkhiyah, Natiqotul. 2018. Faktor Risiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil (Studi di Wilayah Kerja
Puskesmas Slawi Kab.Tegal). Indonesia Jurnal Kebidanan Vol.2 No.2 Hal:86-91.

Sukma F, dkk, . 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidana. Voln Pada Mas nifas. Fakultas Kedokteran
dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai