Anda di halaman 1dari 102

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyuluhan kesehatan bertujuan dalam mencapai perubahan perilaku

individu, keluarga, dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku

sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal (Maharani, 2013:19). Penyuluhan kesehatan

berperan penting dalam mengubah perilaku manusia, karena saat ini banyak

terjadinya perubahan gaya hidup di dalam masyarakat, seperti kebiasaan

makan berlebihan, terlalu banyak aktivitas, banyak merokok, dan kurang

istirahat yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi (Agrina & Rini,

2011:22). Kepatuhan pasien mengkonsumsi obat berpengaruh terhadap

keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat

optimal tanpa adanya kesadaran diri pasien itu sendiri, bahkan dapat

menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi

yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal dalam proses

penyembuhan penyakitnya (Strand & Morley, 2004: 95). Fenomena yang

ditemukan adalah kebanyakan pasien tidak mau datang berobat atau kontrol

memeriksakan kesehatannya berhubungan dengan penyakit hipertensi yang

dideritanya. Data dilihat dari kunjungan pasien hipertensi bulan januari tahun

2016 sebanyak 34 orang yaitu yang berobat rutin sebanyak 24 orang dan yang

tidak berobat rutin sebanyak 10 orang dengan alasan mereka dalam keadaan

sehat (tidak merasakan adanya gangguan dan gejala hipertensi).

1
2

Data tahun 2014 di Indonesia kasus tertinggi pada kelompok penyakit

jantung dan penyakit hipertensi yaitu sebanyak 634.860 kasus (Dimyanti,

2014:5). Di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2014 penderita hipertensi

sebanyak 318.484 orang. Dari 14 Kabupaten/Kota Prevalensi hipertensi

tertinggi ditemukan di Kabupaten Katingan sebanyak 112.203 kasus. Profil

Dinkes Provinsi Kalteng. (2014). Berdasarkan data dari Puskesmas

Pendahara penyakit hipertensi pada tahun 2014 ditemukan sebanyak 244

kasus. Hasil survey pendahuluan tanggal 07 Januari 2016 dengan cara

wawancara dari 10 pasien yang mengatakan patuh minum obat hipertensi

sesuai dosis dan aturan pakai yang dianjurkan sebanyak 4 pasien (40%) dan

tidak patuh minum obat hipertensi karena obat tidak habis diminum sesuai

jadwal sebanyak 6 pasien (60%). Berdasarkan pengakuan dari petugas

kesehatan yang mengatakan kalau mereka tidak pernah memberikan

penyuluhan kesehatan tentang penyakit hipertensi di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Pendahara.

Hal yang sering menghambat kepatuhan pasien hipertensi dalam minum

obat, yakni tidak merasakan gejala atau keluhan, efek samping obat dan obat

sulit diperoleh. Selain bosan, pasien juga takut akan efek samping akibat

pemakaian obat kimia yang terus menerus, padahal hal itu sangat berpengaruh

pada keberhasilan terapi bukan karena saat ada gejala hipertensi datang baru

mau minum obat, tetapi pasien memang harus dituntut patuh terus menerus

mengkonsumsi obat hipertensi biarpun tidak ada gejala yang datang sampai

seumur hidupnya. Dampak negatif karena tidak patuh dalam pengobatan

mengkonsumsi obat hipertensi yang bisa muncul adalah menyebabkan 30-


3

50% gagal dalam pengobatan, timbulnya komplikasi yang memperburuk

kondisi kesehatan menjadi emergency, meningkatnya angka kejadian

penyakit hipertensi di Puskesmas/Rumah Sakit, dan meningkatnya biaya

kesehatan (Woorham, 2011:18). Penyuluhan kesehatan dapat diberikan guna

memberikan kepatuhan kepada pasien penyakit hipertensi kronis dalam

mengkonsumsi obat hipertensi.

Menurut Setiawan Dalimartha (2008: 8), hipertensi adalah suatu keadaan

dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang

mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka

kematian (mortalitas). Solusi yang digunakan disini adalah memberikan

penyuluhan kesehatan kepada pasien agar mau patuh mengkonsumsi obat

hipertensi atau mengontrol kesehatannya serta mengubah gaya hidup pasien

seperti: menurunkan berat badan yang berlebihan (Obesitas), mengurangi

konsumsi garam, berhenti merokok/konsumsi alkohol, rutin minum obat

hipertensi tanpa menunggu adanya gejala dan keluhan hipertensi. Hal ini

mengurangi ketidakpatuhan minum obat hipertensi supaya tercapainya

kepatuhan pasien untuk minum obat yang sangat penting dalam pengobatan

dan pelaksanaan terapi pada pasien. Sehingga peneliti tertarik mengambil

judul Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan

Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada Pasien Penyakit Hipertensi Kronis Di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

1.2 Rumusan Masalah


4

Penyuluhan kesehatan berperan penting dalam mengubah perilaku

manusia, karena saat ini banyak terjadinya perubahan gaya hidup di dalam

masyarakat, seperti kebiasaan makan berlebihan, terlalu banyak aktivitas,

banyak merokok, dan kurang istirahat yang dapat menimbulkan penyakit

hipertensi. Hasil survey pendahuluan tanggal 07 Januari 2016 dengan cara

wawancara dari 10 pasien yang mengatakan patuh minum obat hipertensi

sesuai dosis dan aturan pakai yang dianjurkan sebanyak 4 pasien (40%) dan

tidak patuh minum obat hipertensi karena obat tidak habis diminum sesuai

jadwal sebanyak 6 pasien (60%). Dampak negatif karena tidak patuh dalam

pengobatan mengkonsumsi obat hipertensi yang bisa muncul adalah

menyebabkan 30-50% gagal dalam pengobatan, timbulnya komplikasi yang

memperburuk kondisi kesehatan menjadi emergency, meningkatnya angka

kejadian penyakit hipertensi di Puskesmas/Rumah Sakit, dan meningkatnya

biaya kesehatan. Solusi yang digunakan disini adalah memberikan

penyuluhan kesehatan kepada pasien agar mau patuh mengkonsumsi obat

hipertensi atau mengontrol kesehatannya serta mengubah gaya hidupnya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap

Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada Pasien Dengan

Hipertensi Kronis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.”?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


5

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui Pengaruh Penyuluhan

Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada Pasien

Dengan Hipertensi Kronis Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien sebelum penyuluhan kesehatan

dengan pasien hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD puskesmas

pendahara.

2) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien sesudah penyuluhan kesehatan

dengan pasien hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Pendahara.

3) Menganalisis pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap Tingkat Kepatuhan

mengkonsumsi obat hipertensi dengan pasien hipertensi kronis di wilayah

kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini sebagai data dasar dalam penerapan riset di

bidang penyuluhan kesehatan dan memberikan input positif untuk masyarakat agar

dapat mengetahui penyakit hipertensi dan patuh dalam mengkonsumsi obat hipertensi

secara rutin.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi IPTEK

Hasil penelitian ini menyarankan agar tingkat perkembangan ilmu

pengetahuan terjadi peningkatan yang pesat terutama yang berhubungan dengan


6

pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat

hipertensi agar selalu berguna dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi demi terciptanya perkembangan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan

masalah yang dihadapi masyarakat saat ini.

1.4.2.2 Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber atau acuan pembelajaran

kepada mahasiswa yang belum mendapatkan materi pembelajaran tentang pengaruh

penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi.

1.4.2.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur dan informasi untuk memberikan

motivasi bagi kader-kader kesehatan/petugas kesehatan khususnya dalam mengenai

pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat

hipertensi.

1.4.2.4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi, evaluasi dan memberi

motivasi dan semangat untuk petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan

kesehatan khususnya tentang penyakit hipertensi karena masih banyak petugas

kesehatan yang tidak ada memberikan penyuluhan kesehatan tentang hipertensi

kepada masyarakat. Masyarakat sangat membutuhkan informasi dan wawasan ilmu

yang luas dari tenaga kesehatan dalam hal ini bisa diselenggarakan adanya agenda

rutin untuk penyuluhan kesehatan dengan sistem 1 kali dalam sebulan dalam hal ini

bisa melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan dari pustu-pustu yang sudah
7

ada untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang ada biar merata ke seluruh

desa-desa yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara hal ini sangat

diperlukan agar masyarakat dapat mendapat informasi dari pelayanan kesehatan.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyuluhan Kesehatan

2.1.1 Pengertian Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan

kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi dengan

tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,

kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai

tujuan hidup sehat (Depkes, 2002:52).

Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan

kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai

suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat

secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan

melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara

kelompok dengan meminta pertolongan ( Effendy, 2003:46 ).

2.1.2 Tujuan Penyuluhan Kesehatan

Notoatmodjo (2003:34) menjelaskan tujuan penyuluhan kesehatan

adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya

penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada,

memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu

pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum

tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau

masyarakat di bidang kesehatan, tujuan ini dapat menjadikan kesehatan

sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar

8
9

mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk

mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan

menggunakan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

2.1.3 Proses

Penyuluhan Kesehatan

Dalam proses penyuluhan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok

yaitu masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Masukan

(input) dalam penyuluhan kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu

individu, kelompok dan masyarakat dengan berbagai latar belakangnya.

Proses (process) adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan

kemampuan dan perilaku pada diri subjek belajar. Dalam proses

pendidikan kesehatan terjadi timbal balik berbagai faktor antara lain

adalah pengajar, teknik belajar, dan materi atau bahan pelajaran.

Sedangkan keluaran (output) merupakan kemampuan sebagai hasil

perubahan yaitu perilaku sehat dari sasaran didik melalui penyuluhan

kesehatan (Notoatmodjo, 2003:36).

2.1.4 Sasaran dan Materi / Pesan Penyuluhan Kesehatan

2.1.4.1 Sasaran Penyuluhan Kesehatan

Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat

dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan

dan masyarakat binaan terutama di lembaga pemasyarakatan. Sasaran

penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit Notoatmodjo, 2003:37).


10

2.1.4.2 Materi / Pesan

Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya

disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari pasien, sehingga materi yang

disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang

disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti,

tidak terlalu sulit dimengerti oleh sasaran, dalam penyampaian materi

sebaiknya menggunakan metode dan media untuk mempermudah

pemahaman dan untuk menarik perhatian sasaran (Effendy, 2003:47).

2.1.5 Tahapan-Tahapan Dalam Penyuluhan Kesehatan

Menurut Effendy (2003:52), untuk melaksanakan penyuluhan

kesehatan tahapan yang harus dilakukan yaitu meliputi :

2.1.5.1 Persiapan

Pada tahap ini perawat menyumbangkan usaha untuk mengubah perilaku

dan meyakinkan masyarakat tentang manfaat usaha kesehatan. Dalam

persiapan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1) Menentukan tujuan.

2) Menemukan Sasaran.

3) Mempersiapkan Materi.

4) Topik yang dikemukakan hanya satu masalah sesuai dengan kebutuhan

sasaran.

5) Mempersiapkan alat peraga yang sesuai dengan topik.

6) Menentukan waktu dan tempat.

7) Mempersiapkan bahan bacaan yang diperlukan.

2.1.5.2 Pelaksanaan
11

Pada tahap ini perawat ikut serta dalam mengawasi perkembangan

tindakan usaha tersebut. Jika ada hambatan atau peyimpangan perawat

akan dapat memberikan bahan pertimbangan atau cara penyelesaian yang

lain.

1) Perkenalan diri.

2) Menjelaskan tujuan ceramah.

3) Menjelaskan pokok permasalahan yang akan dibahas.

4) Menyampaikan materi ceramah dengan suara yang jelas dan bahasa yang

mudah dimengerti.

5) Pandangan penceramah dalam menyampaikan materi merata ke seluruh

sasaran.

6) Bila bisa diselingi dengan humor.

7) Gunakan alat peraga untuk memudahkan pengertian pendengar dan

bawakan ceramah secara santai.

8) Berikan kesempatan kepada sasaran untuk bertanya terhadap hal-hal yang

kurang jelas.

9) Jawablah pertanyaan-pertanyaan sasaran dengan jelas dan menyakinkan.

10) Sebelum mengakhiri ceramah hendaknya penyuluh menyimpulkan hasil

ceramahnya.

2.1.5.3 Penilaian/Evaluasi

Pada tahapan ini perawat diminta untuk turut menilai seberapa jauh

program atau usaha itu telah mencapai hasil sesuai dengan yang

diharapkan. Jika tidak mencapai hasil, penyuluhan kesehatan dapat ikut


12

memberikan gagasan tentang usaha pemecahan masalah yang dianggap

tepat.

Penyuluhan kesehatan dinilai berhasil apabila :

1) Ada respons dari pendengar dengan banyaknya pertanyaan.

2) Adanya usulan dari sasaran untuk meneruskan kegiatan ceramah.

3) Besarnya perhatian pendengar dari ceramah yang diberikan.

4) Penyuluh bertanya kepada pendengar tentang materi yang dibawakannya

dan pendengar dapat menjawab pertanyaan tersebut sekali tidak terhadap

seluruh pendengar.

2.1.6 Metode Penyuluhan Kesehatan Yang Digunakan

Menurut Notoatmodjo ( 2007:24 ), metode penyuluhan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara

optimal. Metode yang dikemukakan antara lain :

2.1.6.1 Wawancara, cara ini merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.

Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali

informasi mengapa ia tidak mau atau belum menerima perubahan, ia

tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah

perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu akan mempunyai dasar

pengertian dan kesadaran yang kuat.

2.1.6.2 Metode Curah Pendapat, cara yang memungkinkan setiap anggota

mengusulkan semua kemungkinan dalam pemecahan masalah yang

terpikir oleh masing-masing peserta dan evaluasi atas pendapat-pendapat

yang telah dikemukakan.


13

2.1.6.3 Metode Diskusi Kelompok Kecil, cara yang dipersiapkan untuk 5-20

peserta ( sasaran ) yang akan membahas suatu topik yang telah disiapkan

dengan seseorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.

2.1.7 Alat Bantu dan Media Penyuluhan Kesehatan Yang

Digunakan

2.1.7.1 Alat Bantu Penyuluhan (Peraga) Penyuluhan Kesehatan Yang

Digunakan

Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh penyuluh

dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga karena

berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses penyuluhan

(Notoatmodjo, 2007:26).

Secara garis besarnya ada 2 macam alat bantu penyuluhan yaitu :

1) Alat Bantu Lihat

Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera mata pada waktu

terjadinya penyuluhan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu alat yang diproyeksikan

misalnya slide, film dan video, flipt chart (lembar balik), transparan OHP,

papan tulis dan alat yang tidak diproyeksikan misalnya dua dimensi, tiga

dimensi, gambar peta, bagan, bola dunia, boneka dan lain-lain.

2) Alat Bantu Dengar

Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera pendengar, pada

waktu proses penyampaian bahan penyuluhan misalnya piringan hitam,

radio, pengeras suara, dan lain-lain.

2.1.7.2 Media Yang Digunakan Dalam Penyuluhan Kesehatan


14

Penyuluhan kesehatan tidak dapat lepas dari media, karena melalui

media pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami,

sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai

memutuskan untuk mengadopsinya ke perilaku yang positif (Notoatmodjo

2007:38).

Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media

ini dibagi menjadi 3 antara lain :

1) Media Cetak

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari

gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang

termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip

chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah,

poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.

2) Media Elektonik

Media ini merupakan media yang bergerak dinamis, dapat dilihat dan

didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronik. Yang

termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, Layar

LCD, VCD.

2.1.8 Faktor Dalam Penyuluhan Kesehatan Agar Mencapai Sasaran

Menurut Effendy (2003:58), faktor dalam penyuluhan kesehatan agar

mencapai sasaran antara lain:

1) Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap

informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin


15

tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima

informasi yang didapatnya.

2) Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula

dalam menerima informasi baru.

3) Adat Istiadat

Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat

sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

4) Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memerhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-

orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan

masyarakat dengan penyampaian informasi.

5) Ketersediaan Waktu di Masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas

masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam

penyuluhan.

2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Penyuluhan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003:64), keberhasilan suatu penyuluhan

kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor penyuluh, sasaran dan proses penyuluhan.

2.1.9.1 Faktor penyuluh, misalnya kurang persiapan, kurang menguasai materi

yang akan dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa

yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara terlalu kecil,

dan kurang dapat didengar serta penyampaian materi penyuluhan terlalu

monoton sehingga membosankan.


16

2.1.9.2 Faktor sasaran, misalnya tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit

menerima pesan yang disampaikan, tingkat sosial ekonomi terlalu rendah

sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan

karena lebih memikirkan kebutuhan yang lebih mendesak, kepercayaan

dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga sulit untuk

mengubahnya.

2.1.9.3 Faktor proses dalam penyuluhan, misalnya tempat penyuluhan dekat

dengan keramaian sehingga mengganggu proses penyuluhan yang

dilakukan, metode yang digunakan kurang tepat serta bahasa yang

digunakan kurang dimengerti oleh sasaran.

2.1.10 Penilaian Penyuluhan Kesehatan Yang Digunakan

Menurut (Efendy, 2003: 16), menentukan cara menilai, alat penilaian, dan

sumber datanya. Penilaian penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan

memberikan kuesioner sebagai alat ukur yang berisi 25 item pertanyaan tentang

penyuluhan kesehatan tentang hipertensi yang mau diukur dari subjek penelitian

atau responden dengan rentang nilai Benar = 1, Salah = 0.

1) Mengajukan permohonan izin penelitian dan menentukan populasi.

2) Menentukan waktu dan tempat.

3) Menjelaskan tujuan penelitian pada instansi tempat penelitian.

4) Pengisian lembar persetujuan (informed consent).

5) Pelaksanaan pre test untuk mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan

tentang hipertensi sebelum penyuluhan dengan melakukan pemberian

kuesioner yang pertama.


17

6) Tindakan penyuluhan kesehatan menggunakan media pemberian leaflet

dengan metode wawancara, curah pendapat dan metode diskusi kelompok

kecil.

7) Pelaksanaan post test untuk mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan

tentang hipertensi sesudah penyuluhan dengan melakukan pemberian

kuesioner yang kedua.

8) Memproses jawaban kuesioner yang telah terkumpul yaitu menganalisa

data: editing, coding, scoring, dan tabulating.

9) Data yang diperoleh dari hasil penelitian diuji dengan Uji Wilcoxon

dengan dilakukan penyajian hasil dan penarikan kesimpulan untuk

mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan tentang hipertensi sebelum

dan sesudah penyuluhan.

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban

dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya

berupa presentase dengan rumusan yang digunakan sebagai berikut :

Rumus :

Sp
N= x 100 %
Sm

Keterangan : N = Nilai Pengetahuan

Sp = Jumlah nilai yang diperoleh

Sm = Jumlah nilai maksimum

Selanjutnya presentase jawaban di intervensikan dalam kalimat kuantitatif

dengan kategori sebagai berikut (Budiman, 2013:11) :

1) Baik : 76-100%

2) Cukup : 56-75%
18

3) Kurang : < 55%

2.2 Konsep Dasar Kepatuhan

2.2.1 Pengertian Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007:1), patuh

adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan

adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan (ketaatan)

sebagai tingkat kesesuaian perilaku penderita melaksanakan cara

pengobatan yang disarankan oleh dokter atau orang lain.

Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif

penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005:2). Kepatuhan

berasal dari kata dasar patuh yang berarti taat. Kepatuhan adalah tingkat

kesesuaian perilaku pasien dalam melaksanakan cara pengobatan yang

disarankan dokter atau oleh orang lain (Arisman, 2007:1).

Menurut Wipayani (2008:2), tingkat kepatuhan adalah pengukuran

pelaksanaan kegiatan, yang sesuai dengan langkah-langkah yang telah

ditetapkan, tingkat kepatuhan dapat dikontrol dengan pelaksanaan program

kegiatan yang telah dilakukan sesuai standar.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut Niven

(2010:4) adalah:
19

2.2.2.1 Pendidikan, adalah pendidikan seseorang dapat meningkatkan kepatuhan,

sepanjang bahwa pendidikan itu masih aktif seperti membaca buku oleh

seseorang secara mandiri.

2.2.2.2 Modifikasi faktor lingkungan dan sosial dengan membangun dukungan

sosial dari keluarga dan teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung

dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program-program

pengobatan.

2.2.2.3 Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu

hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah

memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan

tentang kondisinya dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu

meningkatkan kepercayaan pasien.

2.2.3 Cara Meningkatkan

Kepatuhan

Menurut Niven (2010:5) cara-cara meningkatkan kepatuhan semua

pasien hipertensi pada program penyuluhan kesehatan yaitu:

1) Petugas kesehatan memberikan informasi dan tujuan bagi pasien agar

mengetahui tentang kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi apabila dia

tahu manfaat dan tujuan tentang pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap

tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi.

2) Perilaku sehat pasien hipertensi kronis yang menyadari pentingnya patuh

minum obat hipertensi.

3) Dukungan dari keluarga pasien penyakit hipertensi kronis agar ikut

mendukung terwujudnya patuh dalam mengkonsumsi obat hipertensi.


20

4) Dukungan dari tenaga kesehatan dengan menjalin komunikasi yang baik

dan memberikan penghargaan yang positif bagi pasien penyakit hipertensi

yang telah mampu menerapkan kepatuhan minum obat hipertensi.

2.2.4 Tingkat Kepatuhan

Menurut (Niven, 2012:190), ada beberapa tingkat kepatuhan yaitu:

1) Patuh

Seseorang dikatakan patuh apabila mampu melaksanakan tugas dan

tanggung jawab secara mandiri tanpa ada dorongan atau paksaan dari luar

atau orang lain sehingga mampu memberikan dampak yang baik.

2) Kurang patuh

Seseorang dikatakan kurang patuh apabila kurang mampu dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai ketentuan dan peraturan

yang berlaku.

3) Tidak patuh

Seseorang dikatakan tidak patuh apabila tidak mampu melaksanakan

tugas dan tanggung jawab yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.5 Penilaian Kepatuhan Yang Digunakan

Bentuk presentase untuk melihat derajat kepatuhan menurut Arikunto,

(2005:12), penilaian tingkat kepatuhan dapat dilakukan dengan memberikan

lembar observasi sebagai alat ukur yang berisi 4 item pernyataan tentang

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan yang mau diukur dari subjek penelitian responden dengan

rentang nilai Ya = 1, Tidak = 0.


21

Dapat digunakan rumus sebagai berikut :

x
P= x 100 %
N

Keterangan: P : Nilai Kepatuhan

X : jumlah nilai yang diperoleh

N : jumlah nilai maksimum

100 % Nilai Konstanta

Hasil penilaian digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Patuh : 80-100 %

2. Kurang Patuh : 65-79 %

3. Tidak patuh : < 65 %

2.2.6 Cara Untuk Mengetahui Ketidakpatuhan

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui

ketidakpatuhan, yaitu (Rantucci, 2007:4-5) :

2.2.6.1 Melihat hasil terapi secara berkala.

1) Memberikan layanan kefarmasian

Dengan observasi langsung mengunjungi rumah penderita dapat

memberikan gambaran tentang terapi yang diberikan dengan langsung

bertanya tentang keluhan yang dirasakan pasien.

2) Tekanan darah menjadi normal

Minum obat yang teratur untuk mencapai keberhasilan terapi yang

diharapkan yaitu tekanan darah menjadi normal kembali disertai hilangnya

keluhan dan gejala hipertensi.

3) Jumlah obat yang diminum


22

Untuk mengetahui kepatuhan pasien mengkonsumsi obat sesuai dengan

jadwal yang telah ditetapkan dan melihat kembali terapi obat yang

digunakan oleh dokter dan memberikan kembali obat yang akan diminum

oleh pasien yang bersangkutan.

4) Pasien lupa minum obat

Seringkali pasien hipertensi yang lupa dalam melaksanakan terapi

pemakaian minum obat dapat dikarenakan kesibukan pekerjaan yang

dilakukan dan berkurangnya daya ingat juga sebagai pemicu lupa minum

obat seperti yang terjadi pada pasien lanjut usia. Hal ini dapat diatasi salah

satunya dengan mengingatkan pasien melalui dukungan keluarga atau

teman terdekat mengingatkan waktu minum obat agar teratur dalam terapi

pemakaian obat demi keberhasilan terapi.

5) Pasien datang ke pelayanan kesehatan sesuai jadwal untuk terapi lanjutan

Hal ini sangat penting untuk menilai terapi lanjutan yang akan digunakan

pasien dalam mencapai kesembuhan pasien.

2.2.6.2 Memonitor pasien datang kembali untuk kontrol kesehatan/mengambil

obat hipertensi untuk periode selanjutnya setelah obat itu habis.

1) Pemeriksaan ulang (check up)

Menyangkut perilaku pasien untuk datang ke tempat pelayanan kesehatan

mengontrol perkembangan penyakitnya dan membeli obat kembali kalau

obat itu habis.

2) Catatan Rekam Medik

Ketidakpatuhan pasien hipertensi juga terlihat dalam waktu kontrol pasien

hipertensi yang mengatakan bahwa melakukan kontrol ke dokter sebulan 1


23

kali, namun dalam catatan rekam medik ternyata waktu kontrolnya tidak

sesuai.

3) Monitoring tekanan darah

Memonitor tekanan darah di pelayanan kesehatan terdekat merupakan

standar untuk pengobatan hipertensi dimulai setelah adanya perubahan

terapi pada kebanyakan pasien target tekanan darah dibawah 130/80

mmHg.

4) Monitoring interaksi obat dan efek samping obat

Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat harus

dinilai secara teratur. Efek samping biasanya muncul kalau obat yang

diberikan tidak cocok dengan pasien tersebut maka akan dilakukan

penurunan dosis atau substitusi dengan obat anti hipertensi yang lain yang

lebih aman.

5) Monitoring kepatuhan/Medication Adherence dan konseling ke pasien

Diperlukan usaha yang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan pasien

terhadap terapi agar obat yang sudah diberikan diminum habis sesuai

jadwal yang ditunjukkan dengan tidak ada datangnya keluhan dan gejala

hipertensi dan tekanan darah normal seperti yang dinginkan.

2.2.6.3 Melihat jumlah sisa obat.

1) Dosis dan jadwal pemakaian obat

Untuk mengetahui kepatuhan pasien mengkonsumsi obat secara terus-

menerus tanpa berhenti, kalau obat tersebut habis kontrol lagi ke petugas

kesehatan agar bisa diberikan obat lanjutan agar mencapai target yang

diharapkan.
24

2) Munculnya efek merugikan atau efek samping obat

Efek samping dari obat yang diminum memberikan dampak yang besar

dalam ketidakpatuhan mengkonsumsi obat sehingga jumlah obat yang

harus diminum sesuai anjuran petugas kesehatan tidak sesuai yang

diinginkan.

2.2.6.4 Langsung bertanya kepada pasien mengenai kepatuhannya terhadap

pengobatan.

1) Hambatan fisik

Alasan lain yang mungkin dapat mempengaruhi kepatuhan kontrol pasien

hipertensi yaitu jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan. Pasien

akan cenderung malas untuk melakukan pemeriksaan ke pelayanan

kesehatan karena tempatnya yang jauh.

2) Kemudahan mendapatkan obat

Kepatuhan berhubungan dengan kemudahan pasien untuk memperoleh

obat di tempat pelayanan kesehatan, seperti apotek, pustu, puskesmas dan

rumah sakit.

3) Pelayanan kesehatan

Pasien patuh berobat karena merasa puas terhadap pelayanan kesehatan

seperti: pelayanan perawat, apoteker, dokter yang meliputi sikap,

keramahtamahan dan komunikasi yang baik petugas kesehatan.

4) Keterbatasan biaya pengobatan

Mahalnya biaya pengobatan seringkali menjadi alasan pasien tidak patuh

berobat berhubungan dengan kemampuan ekonomi pasien untuk


25

membiayai pengobatan penyakitnya karena keterbatasan biaya pengobatan

untuk pasien hipertensi yang tidak memiliki jaminan kesehatan.

5) Sikap apatis pasien

Lamanya menderita hipertensi berhubungan dengan sudah berapa lama

pasien tersebut menderita hipertensi dihitung sejak pertama kali

mengalami tekanan darah diatas normal dalam hal ini pasien sudah bosan

dan stres karena sudah tidak mau tahu dengan pengobatan yang

ditawarkan petugas kesehatan.

6) Ketidakpercayaan pasien akan efektifitas obat

Pasien cenderung tidak patuh dan tidak percaya lagi pengobatan yang

dijalani karena tidak sembuh-sembuh. Dalam hal ini pendekatan dan

komunikasi yang baik dengan pasien akan memberikan keyakinan pada

penderita akan efektivitas obat dalam penyembuhan.

7) Ketidaktahuan akan petunjuk pengobatan

Informasi tentang petunjuk pengobatan harus diberitahukan agar pasien

mengerti dan mengetahui akan petunjuk pengobatan dengan patuh minum

obat yang meliputi penggunan obat, dosis obat, dan manfaat untuk

mencapai keberhasilan pengobatan.

8) Kesalahan dalam pembacaan etiket

Menunjukkan kepada pasien kemasan obat yang sebenarnya atau dengan

cara menunjukan obat aslinya agar tidak terjadi kesalahan sehingga pasien

patuh minum obat dan selalu membaca petunjuk penggunaan obat yang

baik dan benar.

2.2.7 Cara Mengukur Kepatuhan


26

Tingkat kepatuhan seseorang dalam menjalankan terapi dapat

diukur dengan beberapa metode Niven (2010:13) :

1) Metode pengukuran langsung (pengukuran konsentrasi obat atau

metabolitnya dalam darah atau urine) Metode ini umumnya mahal,

memberatkan tenaga kesehatan, dan rentan terhadap penolakan pasien.

2) Metode pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan bertanya

kepada pasien tentang penggunaan obat, menggunakan kuesioner, menilai

respon klinik pasien, menghitung jumlah pil obat, dan menghitung tingkat

pengambilan kembali resep obat.

2.2.8 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Niven (2010:15) berbagai strategi telah dicoba untuk

meningkatkan kepatuhan adalah :

1) Dukungan profesional kesehatan

Dukungan professional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan

kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut

adalah dengan adanya teknik komunikasi.

2) Dukungan sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para professional

kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang

peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

3) Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan

hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari

dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi.


27

Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti

hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi.

4) Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai

penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.

2.3 Konsep Dasar Hipertensi

2.3.1 Pengertian Hipertensi

Tekanan darah atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi

peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu yang lama)

hipertensi terjadi dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus bisa

memicu stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab

utama gagal ginjal kronik (Syafrudin, 2011:167).

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi

adalah keadaan dimana tekanan darah berada diatas normal atau optimal

yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik. Penyakit ini

dikategorikan sebagai The Silent Disease karena penderita tidak

mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan

darahnya ( Purnomo, 2009:33 ).

Penyakit hipertensi juga disebut sebagai “The Silent Disease” atau

“Silent Killer” karena penderita sering kali tidak menyadari dan tidak

merasakan suatu gangguan atau gejala. Selain itu jika tekanan darah tidak

terkontrol dengan baik, resiko kematian semakin besar bagi penderitanya.

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan


28

peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian

(mortalitas) Setiawan Dalimartha, (2008: 8).

2.3.2 Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah untuk pasien dewasa ( usia >18 tahun )

berdasarkan rata-rata pengukuran dua kali tekanan darah jika tekanan

darah sistolik/distoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80

mmHg). Sistolik yaitu tekanan darah pada saat jantung memompa darah

kedalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut), distolik yaitu tekanan

darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali

pembuluh nadi mengempis kosong (Syafrudin, 2011:167) dapat dilihat

pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekanan Darah untuk yang berumur 18 Tahun
Keatas (Syafrudin, 2011:167)
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah
Tekanan Darah (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal Dibawah 130 Dibawah 85
Normal mmHg mmHg
Tinggi Dibawah 130- 85-89 mmHg
Stadium I 139 90-99 mmHg
(Hipertensi 140-159
Ringan) mmHg 100-109
Stadium II mmHg
(Hipertensi 160-179
Sedang) mmHg 110-119
Stadium III mmHg
(Hipertensi 180-209
Berat) mmHg 120 mmHg
Stadium IV atau lebih
(Hipertensi 210 mmHg
Maligna) atau lebih

Pasien yang menderita hipertensi, kemungkinan besar juga

dapat mengalami krisis hipertensi. Krisis hipertensi merupakan suatu


29

kelainan klinis ditandai dengan tekanan darah yang sangat tinggi yaitu

tekanan sistolik >180 mmHg atau tekanan distolik >120 mmHg yang

kemungkinan dapat menimbulkan atau tanda telah terjadi kerusakan organ.

Krisis hipertensi meliputi hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.

Hipertensi emergensi yaitu tekanan darah meningkat ekstrim disertai

kerusakan organ akut yang progresif, sehingga tekanan darah harus

diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan

organ lebih lanjut. Hipertensi urgensi yaitu tingginya tekanan darah tanpa

adanya kerusakan organ yang progresif sehingga tekanan darah diturunkan

dalam waktu beberapa jam hingga hari pada nilai tekanan darah tingkat I

(Depkes RI, 2006:36).

2.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko Hipertensi

Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer

atau esensial dan hipertensi sekunder. Pengelompokan ini ditinjau dari

unsur penyebabnya.

2.3.3.1 Hipertensi primer

Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial (primer).

Penyebab hipertensi esensial ini masih belum diketahui, tetapi faktor

genetik dan lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan

hipertensi esensial (Weber, 2014:16). Faktor genetik dapat menyebabkan

kenaikan aktivitas dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem

saraf simpatik serta sensitivitas garam terhadap tekanan darah. Selain

faktor genetik, faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain yaitu


30

konsumsi garam, obesitas dan gaya hidup yang tidak sehat serta konsumsi

alkohol dan merokok (Weber, 2014:16). Penurunan ekskresi natrium pada

keadaan tekanan arteri normal merupakan peristiwa awal dalam hipertensi

esensial. Penurunan ekskresi natrium dapat menyebabkan meningkatnya

volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan

darah meningkat. Faktor lingkungan dapat memodifikasi ekspresi gen

pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas fisik

yang kurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai

faktor eksogen dalam hipertensi (Robbins, 2007:43).

2.3.3.2 Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder diderita sekitar 5% pasien hipertensi (Weber, 2014:16).

Hipertensi sekunder disebabkan oleh adanya penyakit komorbid atau

penggunaan obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat

menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi. Penghentian

penggunaan obat tersebut atau mengobati kondisi komorbid yang

menyertainya merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi

sekunder (Depkes RI, 2006:38). Beberapa penyebab hipertensi sekunder

dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Penyebab hipertensi yang dapat di identifikasi (Depkes RI,

2006:38).

Penyakit Obat
Penyakit ginjal kronis Kortikosteroid, ACTH
Hiperaldosteronisme Kadar Estrogen tinggi biasanya pil KB
primer NSAID, Cox-2 inhibitor
Penyakit renovaskular Fenilpropanolamin dan analog
Sindroma cushing Siklosforin dan takromilus
31

Phaeochromocytoma Eritropoietin
Koarktasi aorta Sibutramin Antidepresan
Penyakit tiroid atau
paratiroid

2.3.3.3 Faktor Resiko Hipertensi

Seseorang yang menderita hipertensi akan memiliki penderitaan yang lebih

berat lagi jika semakin banyak faktor risiko yang menyertai. Hampir 90%

penderita hipertensi tidak diketahui penyebab dengan pasti. Para ahli

membagi dua kelompok faktor risiko pemicu timbulnya hipertensi yaitu

faktor risiko yang tidak dapat dikontrol dan faktor resiko yang dapat

dikontrol.

1) Faktor yang tidak dapat dikontrol

1. Keturunan, sekitar 70-80% penderita hipertensi Esensial ditemukan riwayat

hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada

kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.

2. Jenis Kelamin, wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-

laki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung

dan pembuluh darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan

menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak

disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap

pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena

hipertensi dibandingkan wanita (Lanny Sustrani, 2004:25).

3. Umur, pada umumnya hipertensi menyerang pria pada usia diatas 31 tahun.

Tetapi di atas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami monopouse)

yang berpeluang lebih besar. Perubahan hormonal berperan besar dalam


32

terjadinya hipertensi di kalangan wanita usia lanjut (Lanny Sustrani,

2004:26).

2) Faktor yang dapat dikontrol

1. Kegemukan (Obesitas), merupakan ciri khas penderita hipertensi.

Walaupun belum diketahui pasti hubungan antara hipertensi dengan

obesitas, tetapi terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume

darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan

dengan orang dengan berat badan normal.

2. Diet tidak seimbang, konsumsi gula berlebih berpengaruh terhadap

tekanan darah, sedangkan banyak mengkonsumsi serat banyak membantu

menjaga tekanan darah dalam batas normal. Konsumsi makanan yang

tidak seimbang banyak mengandung lemak disertai tinggi garam,

meningkatkan resiko hipertensi.

3. Konsumsi Garam Berlebih, garam mempunyai sifat menahan air.

Konsumsi garam yang berlebihan dengan sendirinya akan menaikkan

tekanan darah. Sebaiknya hindari pemakaian garam yang berlebihan atau

makanan yang diasinkan. Hal itu tidak berarti menghentikan pemakaian

garam sama sekali dalam makanan. Namun, penggunaan garam dibatasi

seperlunya saja (Sunita Almatsier, 2004:64).

4. Aktifitas fisik (olahraga), faktor makanan dan kurangnya aktivitas fisik

yang memadai merupakan hal penting kedua sebagai penyebab kematian

yang dapat dicegah, setelah penggunaan tembakau. Orang yang kurang

aktif berolahraga pada umumnya cenderung mengalami kegemukan.

Olahraga isotonik seperti bersepeda, jogging, dan aerobik yang teratur


33

dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan

darah. (Laurence M., 2002 : 16-17).

5. Merokok dan konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, minum minuman

beralkohol dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok

mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung.

Hipertensi dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang

dihisap oleh seseorang. Efek dari konsumsi alkohol merangsang hipertensi

karena adanya peningkatan sintesis katekholamin yang dalam jumlah besar

dapat memicu kenaikan tekanan darah (Laurence M., 2002 : 7).

6. Stres, diyakini berhubungan dengan hipertensi, yang diduga melalui

aktifitas syaraf simpatis. Peningkatan aktifitas syaraf simpatis dapat

meningkatkan tekanan darah secara tidak menentu. Stres dapat

mengakibatkan tekanan darah naik untuk sementara waktu, jika stres telah

berlalu, maka tekanan darah akan kembali normal.

2.3.4 Patofisiologi Hipertensi

Menurut Ade Dian Anggraini, (2009:54), Mekanisme terjadinya

hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I

oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE

yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.

Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan

tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan
34

sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di

hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolalitas dan volume urine. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit

urine yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi

pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan

meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi

aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid

yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)

dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan

tekanan darah. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari

hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten.

Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang

menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di

aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

Progresifitas hipertensi dimulai dari pre hipertensi pada pasien umur 10-

30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi

hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer

meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan

akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.


35

2.3.5 Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain

darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,

seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh

darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala

sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan

vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang

divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Menurut (Suddarth,

Bare, 2002:893) gejala yang biasa timbul:

1. Sakit kepala

2. Jantung berdebar-debar

3. Sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat

4. Mudah lelah

5. Penglihatan kabur

6. Wajah memerah

7. Hidung berdarah

8. Sering buang air kecil, terutama di malam hari

9. Telinga berdarah

10. Dunia terasa berputar

Cara terbaik memastikan gejala penyakit hipertensi adalah dengan

melakukan pengukuran tekanan darah. Tekanan darah adalah kekuatan darah

mengalir di dinding pembuluh darah yang keluar dari jantung (pembuluh balik).

Karena itu, dokter akan memeriksa tekanan darah dari dua bacaan. Bacaan yang
36

pertama, berapa angka yang lebih tinggi, adalah tekanan sistolik, tekanan yang

terjadi bila otot jantung berdenyut memompa untuk mendorong darah keluar

melalui arteri. Angka itu menunjukkan seberapa kuat jantung memompa untuk

mendorong darah melalui pembuluh darah. Sedangkan bacaan yang kedua, berupa

angka yang lebih rendah atau distolik, saat otot jantung beristirahat membiarkan

darah kembali masuk ke jantung. Angka itu menunjukkan berapa besar hambatan

dari pembuluh darah terhadap aliran darah balik ke jantung.

2.3.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan

darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan

klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara oral dan

memerlukan pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah

untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah

baru. Tujuan tersebut berhubungan dengan kerusakan organ target dan

terjadinya penurunan kejadian resiko penyakit kardiovaskular,

serebrovaskular dan penyakit ginjal ( Depkes RI, 2006:38 ).

Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII

tahun 2003 adalah :

1) Pasien tanpa komplikasi penyakit hipertensi <140/90 mmHg.

2) Pasien dengan komplikasi diabetes atau ginjal <130/80 mmHg.

2.3.6.1 Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologis terdiri dari modifikasi gaya hidup yang

dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Modifikasi Gaya Hidup Dalam Pengolahan Hipertensi (Chobanian, et


al, 2003:22)
37

Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan


Tekanan Diastol yang
Terjadi
Penurunan berat badan Pengaturan berat badan 5-20 mmHg /
normal penurunan 10Kg
Adaptasi pengaturan pola Konsumsi makanan yang 8-14 mmHg
makan banyak mengandung buah
dan sayur serta mengurangi
asupan lemak atau yang
mengandung lemak
Diet rendah Penurunan konsumsi garam 2-8 mmHg
garam tidak lebih dari 6 gram
natrium klorida
Aktivitas fisik Aktivitas olahraga aerobik 4-9 mmHg
(jogging sekitar 30 menit
setiap hari, atau lebih dari
sekali dalam seminggu)
Pengurangan konsumsi Penghentian penggunaan 2-4 mmHg
alkohol alkohol

2.3.6.2 Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis berdasarkan Pedoman Teknis Penemuan dan

penatalaksanaan Penyakit Hipertensi Tahun 2006 :

1. Seseorang didiagnosis menderita hipertensi maka yang pertama dilakukan

adalah mencari faktor resiko. Setelah ditemukan faktor resiko, dapat

dilakukan terapi awal yaitu terapi non farmakologi dengan modifikasi

gaya hidup. Bila penurunan tekanan darah tidak tercapai maka terapi non

farmakologi dilakukan bersamaan dengan terapi farmakologi.

2. Terapi farmakologi disesuaikan dengan tingkat hipertensi, ada tidaknya

komplikasi penyakit atau keadaan khusus seperti diabetes melitus dan

kehamilan.

3. Terapi farmakologi pilihan pertama yang dilakukan adalah golongan tiazid,

kedua golongan penghambat enzim konversi angiontesin, kemudian diikuti

golongan antagonis kalsium.


38

4. Bila terapi tunggal tidak berhasil maka diberikan terapi kombinasi.

5. Bila tekanan darah target tidak dapat dicapai baik melalui modifikasi gaya

hidup dan terapi kombinasi dilakukan sistem rujukan spesialis.

Gunawan (2011:29), menyimpulkan bahwa terapi farmakologi

jenis obat antihipertensi yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

1. Alfa-blocker: Prazosin dan Terazosin. Obat ini bekerja dengan cara

memblokir reseptor alfa dan melebarkan pembuluh darah serta untuk

menurunkan tekanan darah.

2. Beta-blocker adalah Propanolol, Atenolol, Amlodphin. Obat ini bekerja

untuk membatasi kerja jantung sehingga mengurangi daya dan frekuensi

kerja atau pompa jantung. Dengan demikian tekanan darah akan menurun

dan daya tekanan darah rendahnya baik.

3. Antagonis kalsium: Nifedipine dan Verapamil. Obat ini bekerja untuk

menghambat masuknya ion kalsium kedalam otot polos pembuluh darah

dengan efek pelebaran dan menurunkan tekanan darah.

4. Penghambat ACE: Captopril dan Enalapril. Obat ini bekerja untuk

menurunkan tekanan darah dengan melebarkan pembuluh darah. Obat ini

bekerja melalui proses relaksasi pembuluh darah yang juga melebarkan

pembuluh darah.

2.3.7 Komplikasi Hipertensi

Menurut Elizabeth J Corwin (2010:349) komplikasi hipertensi

terdiri dari stroke, infark miokardium, gagal ginjal, ensefalopati

(kerusakan otak), dan pregnancy – incuded hypertension (PIH).

2.3.7.1 Stroke
39

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat

nembulus yang terlepas dari pembuluh non-otak yang terkena tekanan

darah tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri–

arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal,

sehingga aliran darah ke daerah–daerah yang diperdarahi berkurang.

Arteri–arteri otak yang mengalami narterosklerosis dapat melemah

sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma.

2.3.7.2 Infark Miokardium

Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang arterosklerotik

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila

terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh

tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka

kebutuhan oksigen. Miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat

terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,

hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu

hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritma, hipoksia

jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan darah.

2.3.7.3 Gagal Ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus,

darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu

dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian, dengan rusaknya

membran glomerous, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan


40

osmotik koloid plasma berkurang menyebabkan edema yang sering

dijumpai pada hipertensi kronis.

2.3.7.4 Ensefalopati (Kerusakan Otak)

Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada

kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kafiler dan mendorong

kedalam ruang interstisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron

di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

2.3.8 Pencegahan Hipertensi

Hipertensi adalah masalah yang relatif terselubung (silent) tetapi

mengandung potensi yang besar untuk masalah yang lebih besar. Hipertensi

adalah awal untuk proses lanjut mencapai target organ untuk memberi kerusakan

yang lebih berat. Karena itu, diperlukan upaya-upaya pencegahan hipertensi

Mansjoer, (2011: 51). Dibawah ini adalah beberapa gaya hidup untuk pencegahan

hipertensi:

1) Turunkan berat badan jika berat badan mengalami kelebihan (IMT > 27,3

bagi perempuan dan > 27,8 bagi laki-laki). Dengan mengurangi kalori diet

dan berolahraga.

2) Tingkatkan olahraga aerobik (30-45 menit/hari). Misalnya jalan kaki agar

cepat sampai mencapai tingkat kesegaran jasmani yang optimal.

3) Mengurangi konsumsi garam.

4) Rutin minum obat hipertensi tanpa menunggu adanya gejala yang timbul

baru mau minum obat hipertensi.


41

5) Pertahankan konsumsi potasium, kalium, magnesium dalam jumlah cukup

(90 mmol/hari). Lebih bagus yang berasal dari buah-buahan segar dan

sayuran.

6) Berhenti merokok dan kurangi konsumsi lemak jenuh dan kolesterol untuk

kesehatan jantung secara menyeluruh.

7) Periksa kesehatan dan tekanan darah secara rutin.

2.4 Penelitian Terkait

Penelitian terkait yang digunakan oleh peneliti adalah Gambaran

Penggunaan Obat Dan Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Pada Penyakit

Hipertensi Di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan

Tahun 2013 dan Kepatuhan Mengonsumsi Obat Pasien Hipertensi Di

Denpasar Ditinjau Dari Kepribadian Tipe A Dan Tipe B.


Pengarang : Anita Mursiany, Nur Ermawati, Nila Oktaviani (Tahun 2013).
Judul : Gambaran Penggunaan Obat Dan Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Pada Penyakit Hipertensi Di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan Tahun 2013.
Tabel 2.4 Penelitian Terkait
Populasi
Tindakan yang diberikan Hasil penelitian Uji statistik yang digunakan
Penelitian

Populasi target pada Peneliti dilakukan dengan cara Hasil penelitian menunjukan Penelitian ini adalah menggunakan
penelitian ini adalah mengedarkan suatu daftar pertanyaan bahwa Hasil pengukuran deskriptif observasional dengan
semua pasien yang yang berupa kuesioner, diajukan dengan kuesioner diperoleh pengambilan sampel menggunakan
minum obat hipertensi di secara tertulis kepada sejumlah subjek persentase tingkat kepatuhan metode Purposive sampling.
Instalasi Rawat Jalan untuk mendapatkan tanggapan, dari 42 pasien yaitu
RSUD Kraton Kabupaten informasi jawaban, dan sebagainya, kepatuhan tinggi sebesar
Pekalongan Tahun 2013. dimana melalui pendekatan untuk 26,20%, kepatuhan sedang
mendapatkan persetujuan dari calon sebesar 52,40% dan
untuk menjadi responden. kepatuhan rendah sebesar
21,40%.

42 41
Pengarang : Putu Kenny Rani Eva dewi (Tahun 2013).s
Judul : Kepatuhan Mengonsumsi Obat Pasien Hipertensi Di Denpasar Ditinjau Dari Kepribadian Tipe A Dan Tipe B.
Tabel 2.5 Penelitian Terkait
Populasi Uji statistik yang
Tindakan yang diberikan Hasil penelitian
Penelitian digunakan

Populasi target pada penelitian Penelitian dilakukan dengan Hasil penelitian bahwa didapatkan Metode analisis data
ini adalah pasien hipertensi di cara mengedarkan suatu daftar Secara keseluruhan lebih didominasi yang digunakan adalah
Denpasar dengan jumlah pertanyaan yang berupa subjek yang memiliki kepatuhan independent sampel t
responden 267 subjek. Jumlah kuesioner, diajukan secara mengonsumsi obat buruk (189 test (p < 0,05).
sampel dengan kepribadian tertulis kepada sejumlah subjek orang) dibandingkan dengan subjek
tipe A adalah 135 subjek dan untuk mendapatkan tanggapan, yang memiliki kepatuhan
kepribadian tipe B sebanyak informasi jawaban, dan mengkonsumsi obat baik (78 orang).
132 subjek. sebagainya, dimana melalui
pendekatan untuk mendapatkan
persetujuan dari calon untuk
menjadi responden.

42
43
44

2.5 Kerangka Konsep

Menurut Hidayat (2008:12), kerangka konsep merupakan

justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberikan

landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi

1) Pre masalah.
Test pengetahuan 2) Penyuluhan Kesehatan 3) Post Test pengetahuan
responden tentang responden tentang
hipertensi : hipertensi :
1. Pengertian Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi
2. Etiologi dan Faktor 2. Etiologi dan Faktor
Resiko Hipertensi Resiko Hipertensi
3. Penatalaksanaan 3. Penatalaksanaan
Hipertensi Hipertensi
4. Pencegahan 4. Pencegahan
Hipertensi Hipertensi

Kategori Kategori Kategori Tingkat


Pengetahuan: Pengetahuan:
1. Baik : 76-100% 1. Baik : 76-100%
2. Cukup : 56-75% 2. Cukup : 56-75%
3. Kurang : < 55% 3. Kurang : < 55%

Kepatuhan Mengkonsumsi Obat:


1. Melihat hasil terapi secara berkala.
2. Memonitor pasien kembali datang untuk
membeli obat/kontrol kesehatan pada periode
selanjutnya setelah obat itu habis.
3. Melihat jumlah sisa obat.
4. Langsung bertanya kepada pasien mengenai
kepatuhannya terhadap pengobatan.

Kategori Kepatuhan:
1. Patuh : 80-100%
2. Kurang Patuh : 65-79%
3.Tidak Patuh : < 65%

Keterangan : : Diteliti
: Berpengaruh
45

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan


Mengkonsumsi Obat Hipertensi pada Pasien Dengan Hipertensi Kronis
di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.
2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah yang membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak,

berdasarkan fakta atau data empiris yang sudah dikumpulkan dalam penelitian

atau dengan kata lain hipotesis merupakan sebuah pernyataan tentang hubungan

yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat dibagi secara empiris.

Pada umumnya hipotesis terdiri dari pernyataan terhadap ada atau tidak adanya

hubungan antara dua variabel, yakni variabel bebas atau variabel independen dan

variabel terkait atau variabel dependent (Hidayat, 2011: 26). Hipotesis kerja atau

biasa disebut juga dengan Hipotesis Alternatif (Ha). Hipotesis kerja menyatakan

adanya pengaruh antara variabel x dan y, atau adanya perbedaan antara dua

kelompok. Hipotesis Nol (Null Hipotesis) sering juga disebut hipotesa statistik,

karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik yaitu diuji dengan

perhitungan statistik. Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada Pengaruh Sebelum dan Sesudah Diberikan Penyuluhan Kesehatan

Terhadap Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada Pasien

Hipertensi Kronis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan

data dan desain penelitian digunakan untuk mendefinisikan struktur

penelitian yang akan dilaksanakan Nursalam (2013:80).

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Eksperimental Design

dimana penelitian ini merupakan suatu rancangan penelitian yang

digunakan untuk mencari hubungan sebab-akibat dengan adanya

keterlibatan penelitian dalam melakukan manipulasi terhadap variabel

bebas (Nursalam, 2008: 85).

Rancangannya yaitu One-group Pre test-Post test Design, dengan cara

memberikan pre test (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum diberikan

intervensi, setelah diberikan intervensi kemudian dilakukan kembali post

test (pengamatan akhir). Sehingga adanya pengaruh sebelum dan sesudah

diberikan penyuluhan kesehatan (Hidayat, 2007: 54).

3.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian

yang berbentuk kerangka atau alur penelitian, mulai dari design hingga analisis

data (Hidayat, 2008:55). Penelitian ini merupakan penelitian Pra-Eksperimental

yaitu Pre test-post test Design, peneliti mencari pengaruh tingkat pengetahuan

46
47

sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan dengan kepatuhan

mengkonsumsi obat hipertensi di wilayah UPTD Puskesmas Pendahara.

Populasi: Seluruh pasien dengan hipertensi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas


Pendahara

Sampel
Pasien dengan hipertensi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara
berjumlah 32 orang.

Sampling
Teknik sampling Purposive Sampling

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain penelitian Pra-
eksperimental dengan Rancangan One-group Pre test Post test Design

Informed Consent
(lembar persetujuan responden)

Variabel Independen : Variabel Dependen :


Penyuluhan Kesehatan tentang Kepatuhan mengkonsumsi obat
hipertensi hipertensi sebelum dan sesudah
diberikan penyuluhan kesehatan
Pre Test pengetahuan responden
tentang kepatuhan mengkonsumsi
obat hipertensi

Penyuluhan Kesehatan

Post Test pengetahuan responden


tentang kepatuhan mengkonsumsi
obat hipertensi

Pengumpulan data menggunakan Pengumpulan data menggunakan


kuesioner Lembar Observasi

Analisa data : Editing, coding, Analisa data : Editing, Coding,


Scoring, Tabulating Scoring, Tabulating

Uji Statistik Uji Wilcoxon

Penyajian Hasil

Penarikan Kesimpulan
48

Bagan 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan


Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada Pasien Dengan Hipertensi
Kronis Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.
3.3 Identifikasi Variabel

3.3.1 Variabel Penelitian

Nursalam (2013: 178) Variabel penelitian adalah ciri atau ukuran

yang melekat pada objek penelitian baik bersifat fisik (nyata) maupun fisik

(tidak nyata). Variabel penelitian memiliki banyak macam berdasarkan

jenis dan desain penelitian. Macam-macam variabel penelitian yang

dimaksud adalah variabel independen (bebas), variabel dependen (terikat).

3.3.2 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel yang memengaruhi atau nilainya menentukan variabel

lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan

suatu dampak pada variabel dependen. Variabel bebas biasanya

dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau

pengaruhnya terhadap variabel lain. Dalam ilmu keperawatan, variabel

bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang

diberikan kepada klien untuk memengaruhi tingkah laku klien (Nursalam,

2014: 177). Dalam penelitian ini variabel independennya adalah

penyuluhan kesehatan tentang penyakit hipertensi.

3.3.3 Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap

perubahan. Variabel ini juga disebut sebagai variabel efek, hasil outcome atau

event. (Hidayat, 2014:78). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah


49

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan

ukuran dalam penelitian sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana

variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2014:79).


Tabel 3.1 Definisi Operasioal Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada
Pasien Dengan Hipertensi Kronis Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor
Variabel Teknik 1) Pre Test pengetahuan responden tentang Kuesioner Ordinal a. Rentang Nilai :
Independen penyampaian kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi Benar : 1
Penyuluhan belajar kepada 1. Pengertian Hipertensi (soal no 1-4) Salah : 0
kesehatan orang sebagai 2. Etiologi dan Faktor Resiko Hipertensi
tentang upaya untuk ( soal no 5-11) b. Penilaian :
hipertensi perubahan 3. Penatalaksanaan Hipertensi Sp
perilaku. (soal no 12-21) N= x 100%
Sm
4. Pencegahan Hipertensi (soal no 22-25) Keterangan:
N : Nilai pengetahuan
2) Penyuluhan Kesehatan Sp : Jumlah nilai yang diperoleh
Sm : Jumlah nilai maksimum
3) Post Test pengetahuan responden tentang
kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi c. Kategori tingkat pengetahuan:
1. Pengertian Hipertensi (soal no 1-4) 1. Baik : 76-100%
2. Etiologi dan Faktor Resiko Hipertensi 2. Cukup : 56-75%
( soal no 5-11) 3. Kurang : < 55%
3. Penatalaksanaan Hipertensi
(soal no 12-21)
4. Pencegahan Hipertensi (soal no 22-25)

49
50
51

Tabel 3.2 Definisi Operasioal Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada
Pasien Dengan Hipertensi Kronis Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor
Dependen Melaksanakan II. II. Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi : Lembar Ordinal a. Rentang Nilai:
Kepatuhan perintah sesuai 1) Melihat hasil terapi secara berkala (No 1-5) : Observasi Ya : 1
pasien aturan dan 1. Memberikan layanan kefarmasiaan. Tidak : 0
mengkonsumsi berdisiplin 2. Tekanan darah menjadi normal.
obat hipertensi melaksanakan 3. Jumlah obat yang diminum. b. Penilaian :
sebelum cara 4. Pasien lupa minum obat. X
diberikan pengobatan P= x 100%
5. Pasien datang ke pelayanan kesehatan sesuai jadwal N
penyuluhan dalam Keterangan:
kesehatan mencapai 2) Monitor pasien datang kembali untuk kontrol
kesehatan/mengambil obat hipertensi untuk periode P : Nilai Kepatuhan
tujuan terapi X : X : Jumlah nilai yang diperoleh
selanjutnya setelah obat itu habis (No 6-10) :
1. Pemeriksaan ulang (check up). N : N : Jumlah nilai maksimum
2. Catatan rekam medik.
3. Monitoring tekanan darah. c. Kategori kepatuhan:
4. Monitoring interaksi obat dan efek samping obat. 1. Patuh : 80-100 %
5. Monitoring kepatuhan dan konseling ke pasien 2. Kurang Patuh : 65-79%
3. Tidak Patuh : < 65 %
3) Melihat jumlah sisa obat (No 11-12) :
1. Dosis dan jadwal pemakaian obat.
2. Munculnya efek merugikan dan efek samping obat.
4) Langsung bertanya kepada pasien mengenai kepatuhannya
terhadap pengobatan (No 13-20) :
1. Hambatan fisik.
2. Kemudahan mendapatkan obat.
3. Pelayanan kesehatan.
4. Keterbatasan biaya pengobatan.
5. Sikap apatis pasien.
6. Ketidakpercayaan pasien akan efektifitas obat.
7. Ketidaktahuan akan petunjuk pengobatan.
8. kesalahan dalam pembacaan etiket.
52

50

49
1.1 5
1

3.5 Populasi, Sampel, dan Sampling

3.5.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu

yang akan diteliti. Bukan hanya objek dan subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh

karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Aziz, 2007 : 32).

Sedangkan menurut (Nursalam, 2009: 89) populasi dalam penelitian adalah subjek

(misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dengan

pembagiannya sebagai berikut :

1) Populasi Target

Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling dan

menjadi akhir sasaran penelitian (Nursalam, 2011:67). Populasi target dalam

penelitian ini adalah semua pasien penyakit hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Pendahara.

2) Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria dalam penelitian

dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dan kelompoknya (Nursalam, 2011:67).

Populasi pada penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik tempat dan waktu. Populasi

terjangkau dalam penelitian ini adalah semua pasien penyakit hipertensi di wilayah

kerja UPTD Puskesmas Pendahara. Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini

berjumlah 32 orang.

3.5.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Aziz, 2007 : 32). Jumlah sampel yang

69
54

diambil dalam penelitian ini berjumlah 32 pasien hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Pendahara.

3.5.3 Kriteria Sampel

Kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil

penelitian. Kriteria sampel dibedakan menjadi 2 yaitu kriteria inklusi dan

kriteria ekslusi ( Nursalam, 2013: 72).

1) Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili

dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo,

2010:86). Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Semua pasien yang bersedia menjadi responden.

2. Pasien hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara

3. Semua pasien hipertensi kronis yang rutin mengkonsumsi obat hipertensi

sesuai jadwal dan aturan pemakaian obat di wilayah kerja UPTD puskesmas

pendahara.

4. Pasien hipertensi kronis yang kontrol/periksa di wilayah kerja UPTD

puskesmas pendahara.

2) Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian,

(Notoatmodjo, 2010:86).

1. Pasien dengan tekanan darah <130/80 mmHg di wilayah kerja UPTD

puskesmas pendahara.

2. Pasien hipertensi yang tidak kooperatif.


55

3. Pasien yang tidak rutin mengkonsumsi obat hipertensi sesuai jadwal dan

aturan pemakaian obat di wilayah kerja UPTD puskesmas pendahara.

3.5.4 Teknik Sampling

Sampling adalah proses penyeleksian porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sample agar memperoleh sample yang benar-benar sesuai dengan

keseluruhan subyek penelitian (Nursalam, 2003:45). Pada penelitian ini

menggunakan teknik “Purposive Sampling” adalah suatu teknik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti sehingga sampel dapat mewakili karateristik populasi. Populasi terjangkau

sebanyak 32 responden.

3.6 Pengumpulan Data dan Analisis Data

3.6.1 Proses Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk melakukan

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian. Sebelum melakukan

pengumpulan data sebaiknya dilihat alat ukur pengumpulan data tersebut (Hidayat,

2007:78). Setelah mendapatkan ijin dari Ketua Stikes Eka Harap Palangka Raya,

penulis melakukan tahapan sebagai berikut :

3.6.1.1 Data Primer

Pengumpulan data akan dilakukan secara langsung dari masyarakat yang

berada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara, dengan alat bantu kuesioner

yang akan di isi dan disesuaikan dengan jumlah dari masyarakat yang datang

berkunjung di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara. Penulis mengadakan

pendekatan kepada pasien penyakit hipertensi untuk mendapatkan persetujuan


56

sebagai responden dengan memberikan informed consent. Responden bersedia untuk

menjadi responden dan berpartisipasi dalam penelitian maka mengisi lembar

persetujuan menjadi responden yang ditanda tangani oleh responden dan tidak boleh

diwakili. Peneliti akan menjelaskan cara-cara mengisi kuesioner, kemudian kuesioner

pertama diberikan kepada responden untuk melihat pre test, setelah peneliti

memberikan penyuluhan kesehatan lalu diberikan lagi kuesioner yang kedua untuk

melihat post test sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan. Kemudian untuk tingkat

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi penulis melakukan hal yang sama dengan

observasi secara langsung menggunakan lembar observasi.

3.6.1.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari

berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber

seperti data gambaran umum lokasi penelitian, keadaan geografi, demografi,

pelayanan kesehatan, dan data lain yang telah ada di instansi terkait, jurnal, dan lain-

lain. Data pendukung diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Katingan, UPTD

Puskesmas Pendahara, Pustu dan Poskesdes.

3.6.1.3 Waktu Dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai tanggal 21 April-08 Mei 2016. Tempat

penelitian yang akan dipakai adalah Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

3.6.1.4 Editing

Hasil kuesioner yang sudah terkumpul perlu di edit terlebih dahulu. Bila

ternyata masih ada data yang tidak lengkap dikembalikan ke responden untuk

dilengkapi.
57

3.6.1.5 Coding

Coding yaitu mengklasifikasikan jawaban dari para responden ke dalam

kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berupa

angka pada masing-masing jawaban, tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau

kekurangan yang ada di dalam daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan sejauh

mungkin. Berbagai jawaban responden diberi kode sebagai berikut:

1) Umur :

Kode : 18-25 Tahun: 1

26-40 Tahun : 2

41-50 Tahun : 3

>50 Tahun : 4

2) Tingkat Pendidikan :

Kode : SD : 1

SLTP : 2

SLTA : 3

Perguruan Tinggi : 4

3) Pekerjaan :

Kode : Tidak Bekerja : 1

Swasta : 2

PNS/POLRI : 3

4) Berapa Lama Menderita Penyakit Hipertensi :

Kode : 1 Tahun : 1

2 Tahun : 2

3 Tahun : 3
58

>5 Tahun : 4

5) Apakah Berobat Secara Teratur :

Kode: Ya Alasannya Mau Sembuh : 1

Ya Alasannya Agar Tidak Keluhan dan Gejala

Hipertensi : 2

Tidak Alasannya Tidak Ada Keluhan dan Gejala

Hipertensi : 3

Tidak Alasannya Efek Samping Obat : 4

6) Kuesioner Tingkat Pengetahuan :

Kode : Baik : 1

Cukup : 2

Kurang : 3

7) Observasi Tingkat Kepatuhan :

Kode : Patuh : 1

Kurang Patuh : 2

Tidak Patuh : 3

3.6.1.6 Scoring

Menurut Arikunto (2010: 268), scoring adalah memberikan skor terhadap

semua item yang telah diisi oleh responden. Kegiatan pemberian skor dilakukan pada

setiap kuesioner dan lembar observasi, sesuai dengan skor pada definisi operasional.

Untuk mengukur tingkat pengetahuan, kriteria penilaiannya adalah dengan options

jawaban yang benar dan salah dengan rincian kriteria sebagai berikut :
59

1. Nilai Kategori Tingkat Pengetahuan:

Kategori penilaian pengetahuan ditentukan berdasarkan teori menurut (Budiman,

2013: 11) dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

1) Kategori baik : bila diperoleh skor 76-100% dari tabel nilai jawaban yang benar.

2) Kategori cukup : bila diperoleh skor 56-75% dari tabel nilai jawaban yang benar.

3) Kategori kurang : bila diperoleh skor <56% dari tabel nilai jawaban yang benar.

2. Nilai bobot kuesioner :

1) Benar: 1

2) Salah: 0

3. Nilai Kategori Tingkat Kepatuhan :

Hasil penilaian digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu:

1) Kategori Patuh : bila diperoleh skor 80-100% dari tabel nilai jawaban yang benar.

2) Kategori Cukup Patuh : bila diperoleh skor 65-79% dari tabel nilai jawaban yang

benar.

3) Kategori Kurang Patuh : bila diperoleh skor <65% dari tabel nilai jawaban yang

benar.

4. Nilai bobot kuesioner :

1) Ya :1

2) Tidak : 0

3.6.1.7 Tabulasi

Yaitu membuat tabel-tabel data setelah hasil scoring terkumpul, kemudian di

analisa secara proporsi presentase. Penyajian menggunakan tabel distribusi yang di

konfirmasi dalam bentuk presentase dan narasi dengan rumus presentasi. Untuk
60

mempermudah tabulasi data, dengan memasukkan program atau software computer.

Dengan perhitungan rumus, penentuan besarnya presentase sebagai berikut:

f
X = x 100 %
n

Dengan keterangan:

X : Hasil presentase

f : Frekuensi hasil pencapaian

n : Total seluruh observasi

3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen atau alat ukur adalah alat guna mengumpulkan data penelitian.

Instrumen dibuat dalam suatu penelitian bila peneliti telah menentukan kerangka

konsep dan menyusun variabel-variabelnya (Nursalam, 2013: 179). Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

kuesioner dan lembar observasi kepatuhan. Dalam penelitian ini digunakan kuesioner

pengetahuan berjumlah 25 soal pertanyaan dengan memiliki pilihan jawaban benar

atau tidak dan lembar observasi untuk kepatuhan berjumlah 20 pernyataan dengan

pilihan jawaban ya atau tidak.

3.6.2.1 Pre-Test

Setelah responden bersedia menjadi responden data dikumpulkan dengan

memberikan kuesioner yang pertama langsung diberikan dan di isi kepada responden

sebelum diberikan penyuluhan kesehatan tentang penyakit hipertensi dimana

responden tinggal memberikan tanda silang (X) atau menceklis (√) pertanyaan yang

sesuai dengan diketahuinya atau yang menurutnya paling benar dengan jumlah

pertanyaan tentang tingkat pengetahuan berjumlah 25 pertanyaan dan lembar


61

observasi kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi sebelum diberikan penyuluhan

kesehatan, selanjutnya dilakukan penilaian dimana masing-masing rentang nilai

untuk kuesioner penyuluhan kesehatan tentang hipertensi dengan rentang nilai Benar

= 1, Salah = 0. Untuk lembar observasi kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi

sebelum diberikan penyuluhan kesehatan dengan jumlah 20 pernyataan diberikan

rentang nilai Ya = 1, Tidak = 0.

3.6.2.2 Post-Test

Sesudah diberikan penyuluhan kesehatan data dikumpulkan dengan

memberikan kuesioner kembali yang kedua langsung diberikan dan di isi kepada

responden sesudah diberikan penyuluhan kesehatan tentang penyakit hipertensi

dimana responden tinggal memberikan tanda silang (X) atau menceklis (√)

pertanyaan yang sesuai dengan diketahuinya atau yang menurutnya paling benar

dengan jumlah pertanyaan tentang tingkat pengetahuan berjumlah 25 pertanyaan dan

lembar observasi kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan, selanjutnya dilakukan penilaian dimana masing-masing

rentang nilai untuk kuesioner penyuluhan kesehatan tentang hipertensi dengan

rentang nilai Benar = 1, Salah = 0. Untuk lembar observasi kepatuhan mengkonsumsi

obat hipertensi sebelum diberikan penyuluhan kesehatan dengan jumlah 20

pernyataan diberikan rentang nilai Ya = 1, Tidak = 0.

3.6.3 Validitas dan Reliabilitas

3.6.3.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat validitas

atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai

validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas
62

yang rendah (Budiman, 2013:22). Uji validitas dilakukan pada tanggal 21 April 2016

di Pustu Desa Tarusan Danum pada sejumlah pasien yang menderita hipertensi

kronis dan bersedia menjadi responden dengan jumlah 25 responden. Kuesioner

dibagikan secara langsung kepada masyarakat dengan jumlah butir pertanyaan yaitu

30 item pertanyaan untuk pengetahuan masyarakat tentang hipertensi, setelah

dilakukan uji validitas dengan program komputer didapat hasil 5 butir pertanyaan

yang tidak valid, untuk kuesioner pengetahuan tentang hipertensi yang tidak valid

adalah nomor 3,5,6,7 dan nomor 16. Jadi kuesioner untuk penelitian menjadi 25

pertanyaan untuk pengetahuan tentang hipertensi dengan nilai r tabel pada uji

validitas pengetahuan adalah (r ≥0,31).

3.6.3.2 Reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta

atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang

berlainan (Nursalam, 2011: 104). Standar yang digunakan dalam menentukan

reliabel atau tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah jika koefisien

cronbach’s alpha lebih besar atau sama dengan (r ≥0,31). Sementara uji reliabilitas

dari 25 pertanyaan tentang tingkat pengetahuan didapatkan hasil cronbach’s alpha

sebesar 0,952. Uji reliabilitas menggunakan alat bantu program SPSS (statistical

product and service solution) for window versi 20.

Menurut Budi (2006:47), tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach

diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai 1. Skala alpha tersebut dikelompokkan ke

dalam 5 kategori dengan range yang sama sebagai berikut :


63

Tabel 3.3 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) Budi, Prawira Triton
(2006:47)
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20 Kurang Reliabel
> 0,20 s.d 0,40 Agak Reliabel
> 0,40 s.d 0,60 Reliabel
> 0,60 s.d 0,80 Cukup Reliabel
> 0,80 s.d 1,00 Sangat Reliabel

Setelah dilakukan uji reliabilitas, pada instrumen penelitian hasil yang

didapatkan yaitu nilai alpha cronbach pada kuesioner pengetahuan tentang hipertensi

adalah 0,952 artinya nilai yang didapatkan sangat Reliabel dan layak untuk

disebarkan kepada responden.

3.6.4 Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah analisa bivariat yang mencakup analisis

univariat dan analisis bivariat itu sendiri. Setelah data terkumpul dari hasil

pengumpulan data maka selanjutnya dilakukan pengolahan data, dalam suatu

penelitian pengolahan data merupakan suatu langkah yang penting, adapun langkah-

langkahnya sebagai berikut:

3.6.2.1 Analisa Data Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi

dari semua variabel yang diteliti baik variabel dependen maupun independen.

Analisa univariat yaitu dilakukan terhadap tiap variabel (Umur, Tingkat

Pendidikan, Pekerjaan, Berapa lama menderita penyakit hipertensi, Apakah

berobat secara teratur) dari hasil penelitian. Pada umumnya analisa ini hanya

menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel. Dengan

menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product & Service

Solution) dan uji statistik Uji Wilcoxon serta hasil sebelum dan sesudah
64

pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi

obat hipertensi pada pasien dengan hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Pendahara.

3.6.2.2 Analisa Data Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan pada dua variabel yang diduga saling

berhubungan (Notoatmodjo, 2010:33). Analisa ini untuk membuktikan

adanya pengaruh yang bermakna antara variabel independen dan variabel

dependen untuk mengetahui adanya pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap

tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi pre test dan post test atau

sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan dan sesudah diberikan penyuluhan

kesehatan terhadap tingkat kepatuhan pasien di wilayah kerja UPTD

Puskesmas pendahara. Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat

SPSS (statistical product and service solution) for window versi 20.

Dilakukan uji statistik dengan metode Uji Wilcoxon dengan menggunakan

tingkat kemaknaan 95% dan nilai alpha 0,05 (5%) dimana kriteria pengujian

adalah sebagai berikut:

1) Bila p value ≤ alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik ada

pengaruh yang bermakna.

2) Bila p value ≥ alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik tidak

ada mempunyai pengaruh yang bermakna (Arikunto, 2010:95).

Dalam hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

SPPSS (statistical product and service solution) for window versi 20 didapatkan

P value 0,00 ≤ 0,05% yang artinya hasil penelitian ini didapatkan adanya

pengaruh yang bermakna (Ha diterima dan Ho ditolak).


65

3.6.5 Uji Wilcoxon

Salah satu program yang digunakan untuk entry data penelitian adalah SPSS

(statistical product and service solution) for window versi 20. Langkah-langkah

statisk Uji Wilcoxon berpasangan dengan SPSS adalah meliputi:

Langkah-langkah Uji Wilcoxon pada program SPSS adalah sebagai berikut:

1) Masukan program SPSS buka input data Uji Wilcoxon.

2) Isikan data dalam kolom 1 tulis sebelum dan kolom 2 tulislah sesudah.

3) Lalu klik variable view kemudian masukkan data penelitiannya.

4) Klik analize-Non parametric-tests-legacy dialogs-2 related samples.

5) Maka muncul kotak dialog dengan nama Two related-sample test.

6) Pada bagian test pairs (s) list atau variabel yang akan diuji.

7) Klik mouse pada variabel sebelum kemudian tekan tombol kontrol pada

keybord sambil klik mouse pada tanda panah → untuk memasukkan kedua

variabel tersebut ke kotak test pair (s) list.

8) Kemudian test type atau tipe uji, lalu diuji menggunakan uji wilcoxon.

9) Klik OK

10) Kemudian masuk pada bagian test statistic.

11) Kemudian hasil output akan didapatkan pada uji wilcoxon.

12) Kesimpulan, nilai Sign atau P Value sebesar > 0,05 maka nilai P value tidak

ada perbedaan bermakna antara dua kelompok atau yang berarti Ha diterima,

tetapi apabila nilai p value < batas kritis 0,05 maka terdapat perbedaan

bermakna antara dua kelompok atau yang berarti Ho ditolak.

Adapun rumusnya adalah:

6. ∑b1 2

ρ=1−
n(n2 −1)
66

ρ : nilai Uji Wilcoxon

b : jumlah kuadrat selisih rangking variabel x dan y atau RX – RY

n : jumlah sampel

1. Bila p value ≤ alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik ada

pengaruh yang bermakna.

2. Bila p value ≥ alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik tidak

mempunyai pengaruh yang bermakna (Arikunto, 2010:98).

3.6.6 Uji Statistik

Data yang terkumpul kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel sesuai dengan

variabel yang diukur. Setelah proses tabulasi, dilakukan uji statistik untuk

mengetahui hubungan antara variabel. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji

statistik Uji Wilcoxon dengan P value nilai signifikan (2-tailed) dan derajat α = 0,05.

Jika P < 0,05 artinya tidak ada pengaruh maka Ha ditolak Ho diterima, jika P > 0,05

artinya ada pengaruh maka Ha diterima Ho ditolak dengan menggunakan program

SPSS 20 for windows.

3.7 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, penelitian mengajukan permohonan ijin kepada

Ketua Stikes Eka Harap untuk mendapat persetujuan. Karena penelitian ini

menggunakan manusia sebagai subyek, maka peneliti harus memahami prinsip-

prinsip etika penulisan yang meliputi :

3.7.1 Informed Consent (Lembar persetujuan)

Lembar persetujuan sebagai peserta diberikan pada pasien sebagai responden

saat pengumpulan data. Hal tersebut dimaksudkan agar pasien mengetahui


67

tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan kegiatan selama proses penyuluhan

kesehatan dalam penelitian. Jika pasien sebagai responden bersedia, maka

pasien menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika pasien menolak

untuk diteliti, maka peneliti menghargai hak–hak tersebut.

3.7.2 Anonimity (Tanpa nama)

Pasien sebagai responden tidak perlu mencantumkan nama pada lembar untuk

mengetahui keikutsertaan responden. Peneliti cukup memberikan kode atau

diberikan nomor pada setiap lembar hasil kuesioner yang dikumpulkan.

3.7.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga

kerahasiaannya oleh peneliti. Penyajian atau pelaporan hasil riset hanya

terbatas pada kelompok data tertentu yang terkait dengan masalah peneliti.

3.7.4 Right to justice (Prinsip keadilan)

Responden diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah

keikutsertaanya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi. Responden

berhak meminta data yang diberikan harus dirahasiakan.

3.7.5 Freedom (Kebebasan)

Penelitian dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek

khususnya jika menggunakan tindakan khusus. Partisipasi responden harus

dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan.

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menyajikan hasil dari pengumpulan data yang

dilakukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara dari tanggal 21 April-08


68

Mei 2016. Data diperoleh dengan memberikan kuesioner untuk mengetahui tingkat

pengetahuan tentang hipertensi dan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi

di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara, dimana jumlah respondennya

sebanyak 32 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Dalam bab ini data yang

disajikan terdiri dari dua macam data yaitu data umum dan data khusus. Adapun data

umum yang merupakan karakteristik dari subjek penelitian yaitu data demografi

meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, berapa lama menderita penyakit

hipertensi dan apakah berobat secara teratur. Sedangkan yang termasuk dalam data

khusus adalah Pre Test-Post Test Pengetahuan Tentang Hipertensi dan Pre Test-Post

Test Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi.

4
4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara

Kecamatan Tewang Sangalang Garing Kabupaten Katingan yang dibangun tahun

2013, dimana Puskesmas ini sudah termasuk ke dalam tipe Puskesmas Perkotaan

yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas, 1 dokter, 4 perawat, 3 bidan, 1 asisten

apoteker, 1 perawat gigi, 1 perawat gizi yang mempunyai Visi “Meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat Tewang Sangalang Garing yang mandiri dan

berkualitas” dan mempunyai Misi yaitu:

1. Ikut menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan


66
2. Ikut mendorong masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

3. Melaksanakan pelayanan kesehatan dasar sesuai standart

4. Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal


69

5. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan bermutu, merata dan

terjangkau

6. Meningkatkan derajat kesehatan ibu, anak, perbaikan gizi masyarakat dan

kesehatan lingkungan.

Untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh kepada masyarakat di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara dibantu oleh 10 Pustu yang ada di

wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara yaitu :

1. Pustu Tewang Manyangen

2. Pustu Tewang Rangkang

3. Pustu Tumbang Tarusan

4. Pustu Danum Matei

5. Pustu Hampalam

6. Pustu Tewang Rangas

7. Pustu Tarusan Danum

8. Pustu Bangkuang

9. Pustu Tewang Beringin

10. Pustu Karya Unggang.

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang merata kepada masyarakat

UPTD Puskesmas Pendahara juga didukung oleh 7 Puskesdes yang ada di wilayah

kerja UPTD Puskesmas Pendahara yaitu :

1) Puskesdes Tewang Rangas

2) Puskesdes Tarusan Danum

3) Puskesdes Tewang Manyangen

4) Puskesdes Tewang Rangkang


70

5) Puskesdes Tumbang Tarusan

6) Puskesdes Karya Unggang

7) Puskesdes Tewang Sangalang Garing.

Lokasi tempat penelitian terletak di Jalan Pelajar Kelurahan Pendahara, luas

daerah Kecamatan Tewang Sangalang Garing 568 Km2 dengan jumlah penduduk ±

12.114 jiwa. Luas areal UPTD Puskesmas Pendahara adalah 10x30 meter bangunan

yang meliputi ruangan seperti ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat), laboratorium,

poli gigi, ruang KIA/KB, Catatan Medik, Apotik, ruang periksa, ruang Tata

Usaha/bendahara dan gudang obat. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Jalan

Tumbung Ingei, Sebelah Barat berbatasan dengan Sekolah SMA-Negeri 1 Tewang

Sangalang Garing, Sebelah Timur Berbatasan dengan SMP-Negeri 1 Tewang

Sangalang Garing dan Sebelah Utara Berbatasan dengan Jalan Temanggung Hatzin.
71

Gambar 4.1 Tempat Penelitian UPTD Puskesmas Pendahara April 2016

Gambar 4.2 Pre Test Penyuluhan Kesehatan April 2016


72

Gambar 4.3 Penyuluhan Kesehatan April 2016

Gambar 4.4 Post Test Penyuluhan Kesehatan April 2016


73

4.1.2 Data Umum

Data umum merupakan penyajian data demografi yang didapat oleh peneliti

selama dalam penelitian. Adapun data dalam penelitian adalah sebagai berikut:

4.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur 18-25 tahun, umur

26-40 tahun, umur 41-50 tahun, umur > 50 tahun.

Hasil identifikasi karakteristik umur responden yang berada di wilayah kerja


UPTD Puskesmas Pendahara disajikan dalam diagram pie 4.5 di bawah ini:

28% 13%

19%
18-25 Tahun
26-40 Tahun
41-50 Tahun
>50 Tahun
41%

Diagram Pie 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Pasien


Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pendahara (21
April-08 Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.5 diatas dapat diketahui bahwa dari 32 responden,

Kelompok Umur 18-25 tahun sebanyak 4 responden (12%), umur 26-40 tahun

sebanyak 6 responden (19%), umur 41-50 tahun sebanyak 13 responden (41%) dan

umur > 50 tahun sebanyak 9 responden (28%).


74

4.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Tingkat Pendidikan SD,


SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi.
Hasil identifikasi karakteristik pendidikan responden yang berada di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Pendahara disajikan dalam diagram pie 4.6 di bawah
ini:

16% 25%

SD
22% SLTP
SLTA
Perguruan Tinggi
38%

Diagram Pie 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pendahara
(21 April-08 Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.6 diatas dapat diketahui bahwa dari 32 responden,

Kelompok Pendidikan SD sebanyak 8 responden (25%), SLTP sebanyak 12

responden (37%), SLTA sebanyak 7 responden (22%) dan Perguruan Tinggi

sebanyak 5 responden (16%).


75

4.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Pekerjaan Tidak Bekerja,


Swasta, PNS/POLRI.
Hasil identifikasi karakteristik pekerjaan responden yang berada di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Pendahara disajikan dalam diagram pie 4.7 di bawah
ini:

22%
35%

Tidak Bekerja
Swasta
PNS/POLRI

43%

Diagram Pie 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pasien


Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pendahara (21
April-08 Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.7 diatas dapat diketahui bahwa dari 32 responden,
Kelompok Pekerjaan yang Tidak Bekerja sebanyak 11 responden (35%), Swasta
sebanyak 14 responden (43%) dan PNS/POLRI sebanyak 7 responden (22%).
76

4.1.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita Penyakit Hipertensi 1


tahun, 2 tahun, 3 tahun, > 5 tahun.
Hasil identifikasi karakteristik lama menderita hipertensi responden yang
berada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara disajikan dalam
diagram pie 4.8 di bawah ini:

28% 9%

1 Tahun
31%
2 Tahun
3 Tahun
> 5 Tahun
31%

Diagram Pie 4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pasien


Menderita Hipertensi di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Pendahara (21 April-08 Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.8 diatas dapat diketahui bahwa dari 32 responden,

Kelompok Menderita Hipertensi selama 1 tahun sebanyak 3 responden (10%),

Menderita Hipertensi selama 2 tahun sebanyak 10 responden (31%), Menderita

Hipertensi selama 3 tahun sebanyak 10 responden (31%) dan Menderita Hipertensi

selama >5 tahun sebanyak 9 responden (28%).


77

4.1.2.5 Karakteristik Responden Apakah Berobat Secara Teratur dengan Alasan Mau
Sembuh, Agar tidak ada keluhan dan gejala HT, Tidak ada keluhan dan gejala
HT dan Efek Samping Obat.
Hasil identifikasi karakteristik alasan responden yang berada di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Pendahara disajikan dalam diagram pie 4.9 di bawah ini:

22%
6%
Mau Sembuh

Agar tidak ada


keluhan dan Gejala
HT

47% Tidak ada keluhan dan


gejala HT
25%
Efek samping obat

Diagram Pie 4.9 Karakteristik Responden Apakah Berobat Secara Teratur di


Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara (21 April-08
Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.9 diatas dapat diketahui bahwa dari 32 responden,

Alasan Mau Sembuh sebanyak 7 responden (22%), Alasan Agar tidak ada keluhan

dan gejala HT sebanyak 8 responden (25%), Alasan Tidak ada keluhan dan gejala

HT sebanyak 15 responden (47%) dan Alasan Efek samping obat sebanyak 2

responden (6%).
78

4.1.3 Data Khusus

4.1.4 Gambaran Hasil Analisis Univariat

Pada bagian ini akan disajikan hasil Pengaruh Penyuluhan Kesehatan

Terhadap Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada Pasien Dengan

Hipertensi Kronis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

4.1.4.1 Hasil Identifikasi Pre Test Tingkat Pengetahuan Responden Sebelum

dilakukan Penyuluhan Kesehatan.

Hasil Identifikasi Pre Test Tingkat Pengetahuan responden yang berada di


wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara disajikan dalam diagram pie 4.10
di bawah ini:

9%

47%
Baik
Cukup
Kurang
44%

Diagram 4.10 Hasil Identifikasi Berdasarkan Pre Test Tingkat Pengetahuan


Responden Sebelum dilakukan Penyuluhan Kesehatan (21-08
Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.10 diatas dapat diketahui bahwa dari 32

responden, kategori pengetahuan baik sebanyak 3 responden (9%), kategori

pengetahuan cukup sebanyak 14 responden (44%) dan kategori pengetahuan kurang

sebanyak 15 responden (47%).


79

4.1.4.2 Hasil Identifikasi Post Test Tingkat Pengetahuan Responden Sesudah


dilakukan Penyuluhan Kesehatan.
Hasil Identifikasi Post Test Tingkat Pengetahuan responden yang berada di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara disajikan dalam diagram pie 4.11
di bawah ini:

9%

50% Baik
Cukup
41% Kurang

Diagram 4.11 Hasil Identifikasi Berdasarkan Post Test Tingkat Pengetahuan


Responden Sesudah dilakukan Penyuluhan Kesehatan (21
April-08 Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.11 diatas dapat diketahui bahwa dari 32 responden,

kategori pengetahuan baik sebanyak 16 responden (50%), kategori pengetahuan

cukup sebanyak 13 responden (41%) dan kategori pengetahuan kurang sebanyak 3

responden (9%).
80

4.1.4.3 Hasil Identifikasi Pre Test Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat


Hipertensi Responden Sebelum dilakukan Penyuluhan Kesehatan.
Hasil Identifikasi Pre Test Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat
Hipertensi responden yang berada di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Pendahara disajikan dalam diagram pie 4.12 di bawah ini:

28% 16%

Patuh
Kurang Patuh
Tidak Patuh

56%

Diagram 4.12 Hasil Identifikasi Berdasarkan Pre Test Tingkat Kepatuhan


Responden Sebelum dilakukan Penyuluhan Kesehatan (21
April-08 Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.12 diatas dapat diketahui bahwa dari 32

responden, kategori patuh sebanyak 5 responden (16%), kategori kurang patuh

sebanyak 18 responden (41%) dan kategori tidak patuh sebanyak 9 responden (28%).
81

4.1.4.4 Hasil Identifikasi Post Test Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat


Hipertensi Responden Sesudah dilakukan Penyuluhan Kesehatan.
Hasil identifikasi Post Test Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat
Hipertensi responden yang berada di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Pendahara disajikan dalam diagram pie 4.13 di bawah ini:

3%

44% Patuh
53% Kurang Patuh
Tidak Patuh

Diagram 4.13 Hasil Identifikasi Berdasarkan Post Test Tingkat Kepatuhan


Responden Sesudah dilakukan Penyuluhan Kesehatan (21
April-08 Mei 2016).

Berdasarkan diagram pie 4.13 diatas dapat diketahui bahwa dari 32

responden, kategori patuh sebanyak 17 responden (53%), kategori kurang patuh

sebanyak 13 responden (44%) dan kategori tidak patuh sebanyak 2 responden (3%).
82

4.1.3.2 Gambaran Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Penyuluhan

Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi Pada Pasien

Dengan Hipertensi Kronis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara dengan

menggunakan uji wilcoxon disebut bermakna jika nilai P Value ≤ 0,05 dan tidak

bermakna jika mempunyai nilai P Value ≥ 0,05.

1) Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi

Obat Hipertensi pada Pasien dengan Hipertensi Kronis di wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Pendahara.

Tabel 4.1 Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan


Mengkonsumsi Obat Hipertensi pada Pasien dengan Hipertensi Kronis
di wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara Sebelum dan Sesudah
Penyuluhan Pesehatan.

Tingkat Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan P value


Pengetahuan Kesehatan Kesehatan
Pre Test % Post Test %
Baik 3 9% 16 50%
0,00
Cukup 14 44% 13 41%
Kurang 15 47% 3 9%
Total 32 100% 32 100%

Berdasarkan tabel 4.1 Hasil tabulasi Sebelum dilakukan Penyuluhan Kesehatan

mengenai Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan

Mengkonsumsi Obat Hipertensi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara,

dapat diketahui bahwa dari 32 responden (100%), yang paling banyak pengetahuan

kurang sebanyak 15 responden (47%), pengetahuan cukup sebanyak 14 responden

(44%) dan pengetahuan baik sebanyak 3 responden (9%).

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dari hasil tabulasi Sesudah dilakukan Penyuluhan

Kesehatan mengenai Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan


83

Mengkonsumsi Obat Hipertensi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara,

dapat diketahui bahwa dari 32 responden (100%), yang paling banyak pengetahuan

baik sebanyak 16 responden (50%), pengetahuan cukup sebanyak 13 responden

(41%) dan pengetahuan kurang sebanyak 3 responden (9%).

Tabel 4.2 Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan


Mengkonsumsi Obat Hipertensi pada Pasien dengan Hipertensi Kronis
di wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.
Test Statisticsa
VAR00001 - VAR00002
Pre Test-Post Test -4.134b -3.750b
Asymp. Sign. (2-tailed) .000

Berdasarkan tabel 4.2 diatas hasil dari uji statistik wilcoxon diperoleh nilai P

Value sebesar 0,00 lebih kecil dari 0,05 yang menunjukkan adanya Pengaruh

Sebelum dan Sesudah dilakukan Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat

Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi pada Pasien dengan Hipertensi Kronis di

wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

Tabel 4.3 Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan


Mengkonsumsi Obat Hipertensi pada Pasien dengan Hipertensi Kronis
di wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara Sebelum dan Sesudah
Penyuluhan Pesehatan.

Tingkat Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan P value


Kepatuhan Kesehatan Kesehatan
Pre Test % Post Test %
Patuh 5 16% 17 53%
0,00
Kurang Patuh 18 56% 13 44%
Tidak Patuh 9 28% 2 3%
Total 32 100% 32 100%

Berdasarkan tabel 4.3 hasil tabulasi Sebelum dilakukan Penyuluhan Kesehatan

mengenai Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan

Mengkonsumsi Obat Hipertensi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara,


84

dapat diketahui bahwa dari 32 responden (100%), yang paling banyak kurang patuh

sebanyak 18 responden (56%), tidak patuh sebanyak 9 responden (28%) dan patuh

sebanyak 5 responden (16%).

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dari hasil tabulasi Sesudah dilakukan Penyuluhan

Kesehatan mengenai Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan

Mengkonsumsi Obat Hipertensi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara,

dapat diketahui bahwa dari 32 responden (100%), yang paling banyak patuh

sebanyak 17 responden (53%), kurang patuh sebanyak 13 responden (44%) dan tidak

patuh sebanyak 2 responden (3%).

Tabel 4.4 Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan


Mengkonsumsi Obat Hipertensi pada Pasien dengan Hipertensi Kronis
di wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

Test Statisticsa
VAR00001 - VAR00002
Pre Test-Post Test -4.134b -3.750b
Asymp. Sign. (2-tailed) .000

Berdasarkan tabel 4.4 diatas hasil dari uji statistik wilcoxon diperoleh nilai P

Value sebesar 0,00 lebih kecil dari 0,05 yang menunjukkan adanya Pengaruh

Sebelum dan Sesudah dilakukan Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat

Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipertensi pada Pasien dengan Hipertensi Kronis di

wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara.


85

4.2 Pembahasan

Setelah dilakukan analisis data dan melihat hasil yang diperoleh, maka

disini akan dibahas beberapa hal yaitu tentang penyuluhan kesehatan, tentang

pengetahuan orang dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi kronis di

wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

4.2.1 Hasil tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan kesehatan pada pasien dengan

hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

Hasil penelitian untuk pengetahuan pasien sebelum dilakukan

penyuluhan kesehatan didapatkan bahwa dari 32 responden (100%), tingkat

pengetahuan baik sebanyak 3 (9%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 14

responden (44%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 15 responden

(47%).

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan

seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau

mempengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat

untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Depkes, 2002:52).

Diketahui responden berdasarkan kelompok pekerjaan yang tidak bekerja sebanyak

11 responden (35%), swasta sebanyak 14 responden (43%) dan PNS/POLRI

sebanyak 7 responden (22%). Dengan adanya penyuluhan kesehatan maka akan

menambah pengetahuan pasien tentang hipertensi yaitu pengertian hipertensi,

etiologi dan faktor resiko hipertensi, penatalaksanaan hipertensi dan pencegahan

hipertensi. Semakin baik tingkat pengetahuan pasien maka akan berdampak positif

dan semakin tahu tentang penyakit hipertensi. Jika individu mengalami stres,

individu cenderung memunculkan perilaku maladaptif. Salah satu dari perilaku


86

maladaptif yang di munculkan individu pada proses pengobatan jangka panjang atau

pada proses pengobatan penyakit kronis adalah ketidakpatuhan mengonsumsi obat

yang telah dianjurkan (Handaya, 2009; Haryati, 2010). Pada data demografi umur

menunjukkan sebanyak 4 responden (12%) berusia 18-25 tahun, 6 responden (19%)

berusia 26-40 tahun, 13 responden (41%) berusia 41-50 tahun dan 9 responden

(28%) berusia >50 tahun. Pengetahuan juga dapat mengubah sikap seseorang

terhadap kesehatan, jadi jika pasien tidak pernah mendapat informasi melalui

penyuluhan kesehatan atau promosi kesehatan mengenai hipertensi maka dapat

berpengaruh dalam tingkat pengetahuannya mengenai pengertian hipertensi, etiologi

dan faktor resiko hipertensi, penatalaksanaan hipertensi dan pencegahan hipertensi

yang baik dan benar. Diketahui dari alasan mau sembuh sebanyak 7 responden

(22%), alasan agar tidak ada gejala HT sebanyak 8 responden (25%) alasan tidak ada

keluhan dan gejala HT sebanyak 15 responden (47%) dan alasan efek samping obat

sebanyak 2 responden (6%) Hasil kategori kepatuhan mengonsumsi obat berdasarkan

lama mengalami hipertensi senada dengan pernyataan Ramadona (2011) berpendapat

bahwa pasien yang telah mengalami hipertensi selama satu hingga lima tahun

cenderung lebih mematuhi proses dalam mengkonsumsi obat karena adanya rasa

ingin tahu yang besar dan keinginan untuk sembuh besar, sedangkan pasien yang

telah mengalami hipertensi enam hingga sepuluh tahun memiliki kecenderungan

memiliki kepatuhan mengonsumsi obat yang lebih buruk. Hal ini dikarenakan

pengalaman pasien yang lebih banyak, dimana pasien yang telah mematuhi proses

pengobatan tetapi hasil yang didapatkan tidak memuaskan, sehingga pasien

cenderung pasrah dan tidak mematuhi proses pengobatan yang dijalani.


87

Fakta dan teori saling berhubungan tingkat pengetahuan responden sebelum

diberikan penyuluhan kesehatan secara keseluruhan masih cukup dan kurang

mengetahui tentang hipertensi, karena ada berbagai faktor yang menjadi penghambat

kurangnya pengetahuan seseorang mengenai materi yang telah diberikan seperti

kurangnya belajar teori tentang pengendalian makanan yang di konsumsi atau

kurangnya keinginan untuk berkunjung ke pelayanan kesehatan, kognitif responden,

kurang memperhatikan saat diadakan penyuluhan kesehatan, tidak hadir saat ada

kunjungan dari petugas kesehatan, lingkungan disekitar individu yang kurang baik,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial dan kurangnya informasi tentang

hipertensi yang responden dapatkan diluar aktivitas sehari-sehari.

Menurut peneliti terdapat kesenjangan antara fakta dan teori karena mayoritas

responden yang termasuk tingkat pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan

kesehatan pengetahuan kurang sebanyak 15 responden (47%). karena pasien yang

cenderung tidak mengetahui dalam proses pengobatan karena individu yang memiliki

kepribadian dengan karakteristik mudah stres serta takut akan pemakaian obat kimia

dan efek samping obat dan pada kehidupan sosial lebih memusatkan pada diri

sendiri. Pasien hipertensi yang lupa dalam pemakaian (minum) obat dapat

dikarenakan kesibukan pekerjaan yang dilakukan maupun karena berkurangnya daya

ingat seperti yang terjadi pada pasien lanjut usia.

4.2.4 Hasil tingkat pengetahuan sesudah penyuluhan kesehatan pada pasien dengan

hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD puskesmas pendahara.

Hasil penelitian untuk pengetahuan pasien sesudah dilakukan

penyuluhan kesehatan didapatkan bahwa dari 32 responden (100%), tingkat

pengetahuan baik sebanyak 16 (50%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak


88

13 responden (41%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 3 responden

(9%).

Penyuluhan kesehatan adalah menjelaskan tujuan penyuluhan kesehatan

untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit,

mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan

peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi

masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2003:34). Tingkat pendidikan SD sebanyak 8

responden (25%), SLTP sebanyak 12 responden (37%), SLTA sebanyak 7 responden

(22%) dan Perguruan Tinggi. Dengan adanya penyuluhan kesehatan maka akan

menambah pengetahuan dimana responden pada hari sebelumnya sudah

mendapatkan materi tentang hipertensi yaitu pengertian hipertensi, etiologi dan

faktor resiko hipertensi, penatalaksanaan hipertensi dan pencegahan hipertensi.

Dalam penelitian ini pengetahuan dengan kepatuhan responden dalam mempelajari

dan mengerti tentang materi hipertensi diartikan responden mampu menjawab

kuesioner tentang hipertensi yang telah diajukan oleh dengan baik, hal ini dibuktikan

dengan hasil analisis diketahui bahwa dominan memiliki pengetahuan yang baik

berjumlah 16 responden (50%) karena sebelumnya responden sudah mendapatkan

materi tentang hipertensi dan responden masih mengingat tentang materi tersebut,

dan pengetahuan cukup berjumlah 13 responden (41%) responden dengan

pengetahuan yang cukup juga sudah mendapatkan materi tentang hipertensi dan

responden tersebut mampu mempelajari tentang hipertensi tidak hanya pada saat

materi tersebut diberikan tetapi mampu dipelajari secara terus menerus, serta

pengetahuan kurang berjumlah 3 responden (9%) karena responden tersebut hanya

mempelajari materi hipertensi pada saat materi diberikan namun tidak dipelajari
89

secara terus menerus. Tingkat pengetahuan berpengaruh pada wawasan dan

informasi pasien tentang hipertensi yang baik dan benar, karena pengetahuan ada

kaitannya dengan tingkat pendidikan. Menurut Saragi (2011) Kepatuhan

(Compliance) dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku pasien yang

mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh tenaga medis, seperti

dokter dan apoteker mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai

tujuan pengobatan. Kepatuhan dalam minum obat merupakan syarat utama

tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan.

Fakta dan teori saling berhubungan tingkat pengetahuan responden sesudah

diberikan penyuluhan kesehatan secara keseluruhan sudah baik dan cukup untuk

mengetahui tentang hipertensi, dukungan keluarga dapat berpengaruh kepada

kepatuhan pasien hipertensi dalam pengobatan. Salah satu cara untuk meningkatkan

kepatuhan dalam pengobatan dengan dukungan keluarga atau teman dekat dalam

mengingatkan waktu minum obat agar teratur dalam pemakaian obat demi

keberhasilan pengobatan.

Menurut peneliti pengetahuan responden secara keseluruhan sudah baik

tentang hipertensi, karena mayoritas responden yang termasuk tingkat pengetahuan

sesudah diberikan penyuluhan kesehatan pengetahuan baik sebanyak 16 responden

(50%). Karena ada inisiatif ingin merubah kebiasaan dari responden dan ingin belajar

tentang hipertensi untuk menambah pengetahuan mengenai materi yang telah

diberikan seperti belajar teori tentang hipertensi atau adanya keinginan untuk

berkunjung ke pelayanan kesehatan, kognitif responden meningkat, memperhatikan

saat diadakan penyuluhan kesehatan, hadir saat ada kunjungan dari petugas

kesehatan, lingkungan disekitar individu yang mulai diperbaiki dan menghindari


90

kegiatan yang tidak baik, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial serta

berusaha mencari informasi tentang cara dan pencegahan hipertensi dari petugas

kesehatan atau media dari luar.

4.2.5 Menganalisis pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap Pre test tingkat

kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien dengan hipertensi kronis di

wilayah kerja UPTD puskesmas pendahara.

Hasil penelitian pada tingkat kepatuhan pasien sebelum dilakukan

penyuluhan kesehatan bahwa dari 32 responden (100%), patuh sebanyak 5

responden (16%), kurang patuh sebanyak 18 responden (56%) dan tidak

patuh sebanyak 9 responden (28%).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007:1), patuh adalah

suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah

perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat

kesesuaian perilaku penderita melaksanakan cara pengobatan yang disarankan

oleh dokter atau orang lain. Tingkat kepatuhan pasien sangat berpengaruh

dalam kepatuhannya mengkonsumsi obat hipertensi karena kepatuhan ada

kaitannya dengan pekerjaan. Berdasarkan data pekerjaan dari 32 responden

(100%), tidak bekerja sebanyak 11 responden (35%), swasta sebanyak 14

responden (43%) dan PNS/POLRI sebanyak 7 responden (22%). Pasien yang

rata-rata hidup bertani dan penambang emas lebih mementingkan kesibukan

bekerja daripada datang ke pelayanan kesehatan untuk kontrol dan meminta

obat kembali setelah obat minum habis. Hal ini dapat berdampak negatif

terhadap kesehatannya, jadi jika masyarakat tidak mau atau tidak pernah ke

pelayanan kesehatan maka dapat diberikan informasi melalui penyuluhan


91

kesehatan atau promosi kesehatan mengenai kepatuhan rutin mengkonsumsi

obat hipertensi maka akan dapat mengubah gaya hidup seseorang dalam

meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi. Kurangnya

informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan khususnya farmasi juga

mungkin dapat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dalam pemakaian obat,

dapat dilihat dari yang menjawab akan berhenti minum obat antihipertensi

jika sudah merasa sehat atau enak. Padahal, penghentian pemakaian obat

antihipertensi mengakibatkan tekanan darah kembali naik dan dapat

menimbulkan komplikasi pada tubuh.

Fakta dan teori saling berhubungan tingkat kepatuhan sebelum diberikan

penyuluhan kesehatan responden secara keseluruhan masih kurang patuh dan tidak

patuh dalam mengkonsumsi obat hipertensi dan jarang untuk berobat ulang untuk

meminta obat kembali kalau obat sudah habis, disini dukungan keluarga sangat

berpengaruh kepada kepatuhan pasien hipertensi dalam pengobatan. Salah satu cara

untuk meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan yaitu dengan dukungan keluarga

atau teman dekat dalam mengingatkan waktu minum obat agar teratur dalam

pemakaian obat demi keberhasilan pengobatan dan mengajak atau mengantar pasien

ke tempat pelayanan kesehatan juga berguna agar pasien semangat dan termotivasi

meningkatkan mutu kesehatannya.

Menurut peneliti tingkat kepatuhan mayoritas responden yang termasuk

tingkat kepatuhan sebelum diberikan penyuluhan kesehatan kurang patuh sebanyak

18 responden (41%) dan tidak patuh sebanyak 9 responden (28%). Karena

responden seharusnya mematuhi dan melaksanakan semua perintah dan

mengkonsumsi obat hipertensi sampai habis sesuai dengan anjuran yang telah
92

diresepkan, namun tidak semua apa yang disuruh oleh petugas kesehatan dilakukan

dengan semestinya karena banyaknya faktor-faktor penghambat. Kepatuhan tentang

mengkonsumsi obat hipertensi dibutuhkan sebagai dasar untuk melakukan tindakan

yang benar, sehingga responden dituntut untuk mempunyai kepatuhan yang cukup

baik untuk mendapat hasil yang baik pula dalam proses agar gejala dan gangguan

hipertensi tidak datang lagi. Penelitian ini responden yang mendominasi kurang

patuh dan tidak patuh dalam lembar observasi mengkonsumsi obat hipertensi.

4.2.6 Menganalisis pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap post test tingkat

kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien dengan hipertensi kronis di

wilayah kerja UPTD puskesmas pendahara.

Hasil penelitian pada tingkat kepatuhan pasien sesudah dilakukan

penyuluhan kesehatan bahwa dari 32 responden (100%), patuh sebanyak 17

responden (53%), kurang patuh sebanyak 13 responden (44%) dan tidak

patuh sebanyak 2 responden (3%).

Menurut Wipayani (2008:2), tingkat kepatuhan adalah pengukuran

pelaksanaan kegiatan, yang sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan,

tingkat kepatuhan dapat dikontrol dengan pelaksanaan program kegiatan yang telah

dilakukan sesuai standar. Tingkat kepatuhan pasien sangat berpengaruh dalam

kepatuhannya mengkonsumsi obat hipertensi karena kepatuhan ada kaitannya dengan

pekerjaan. Pasien yang pada awalnya takut akan akibat pemakaian obat kimia yang

terus menerus sudah mulai mengerti dan paham dengan maksud dari penyuluhan

kesehatan oleh petugas kesehatan sehingga dari materi yang disampaikan sehingga

pasien berkunjung ke pelayanan kesehatan serta rutin minum obat hepertensi tanpa

menunggu datangnya keluhan dan gejala hipertensi. Berdasarkan data berobat secara
93

teratur dengan alasan mau sembuh sebanyak 7 responden (22%), agar tidak datang

keluhan dan gejala hipertensi sebanyak 8 responden (25%), tidak ada keluhan dan

gejala hipertensi sebanyak 15 responden (47%) dan efek samping obat sebanyak 2

responden (6%). Kepatuhan juga dapat mengubah sikap seseorang terhadap

kesehatan, hal ini dapat berdampak positif terhadap kesehatannya jika masyarakat

sudah pernah mendapat informasi melalui penyuluhan kesehatan atau promosi

kesehatan mengenai hipertensi maka dapat berpengaruh dalam tingkat kepatuhannya

mengkonsumsi obat hipertensi secara rutin. Kepatuhan pasien hipertensi juga terlihat

pada saat dilakukannya anjuran dokter dalam melakukan perubahan gaya hidup

seperti mengurangi kebiasaan makan berlebihan, kurangi konsumsi garam

berlebihan, olahraga serta mengkonsumsi obat secara rutin. Salah satunya dengan

olahraga secara teratur yaitu 3- 4 kali dalam seminggu dapat membantu menurunkan

tekanan darah sebesar 8-10 mmHg untuk tekanan sistolik dan 6-10 mmHg untuk

tekanan diastolik (Susilo & Wulandari, 2011).

Terlihat juga pada hasil analisis menunjukkan jumlah N sebanyak 32 sampel

dan angka sign. (2-tailed) 0,952 yang artinya adanya pengaruh yang terjadi antara

variabel pengetahuan dan kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi. Sedangkan nilai

p (p value) 0,00 artinya nilai yang diperoleh lebih kecil α 0,05 dari batas kritis,

berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara kedua variabel ada pengaruh

sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan

mengkonsumsi obat hipertensi pada pasien hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Pendahara. Pengaruh penyuluhan kesehatan dengan kepatuhan

mengkonsumsi obat hipertensi menunjukkan pengaruh yang kuat dan berpola positif.
94

Hasil uji statistik didapatkan ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh sebelum

dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan yang ditunjukkan nilai p (p = 0.00).

Hasil perhitungan tersebut, akan digunakan sebagai dasar pencarian data

penelitian. Tentang variabel dependen dan variabel independent menggunakan uji

statistik wilcoxon menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kedua variabel, yaitu

pengaruh sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi pada pasien hipertensi kronis di wilayah

kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

Fakta dan teori saling berhubungan tingkat kepatuhan responden sesudah

diberikan penyuluhan kesehatan secara keseluruhan sudah patuh karena pasien sudah

mengetahui dan mengaplikasikan tentang hipertensi dan bagaimana harus patuh

dalam mengkonsumsi obat hipertensi secara rutin dan selalu datang ke pelayanan

kesehatan untuk kontrol kembali meminta obat hipertensi, selain itu sudah ada

kemajuan pengetahuan dan kepatuhan seseorang mengenai materi yang telah

diberikan seperti belajar teori tentang pengendalian makanan yang di konsumsi atau

adanya keinginan untuk berkunjung ke pelayanan kesehatan, kognitif responden,

memperhatikan saat diadakan penyuluhan kesehatan, hadir saat ada kunjungan dari

petugas kesehatan, lingkungan di sekitar individu yang baik, baik lingkungan fisik,

biologis, maupun sosial dan mendapatkan informasi dari berbagai bentuk media masa

seperti : televisi, surat kabar, majalah dan lainnya tentang hipertensi yang responden

dapatkan diluar aktivitas sehari-sehari yang mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan karakter dan kepercayaan seseorang.

Menurut peneliti tingkat kepatuhan mayoritas responden yang termasuk

tingkat kepatuhan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan patuh sebanyak 17


95

responden (53%), karena responden sudah mematuhi dan melaksanakan semua

perintah dan mengkonsumsi obat hipertensi sampai habis sesuai dengan anjuran yang

telah diresepkan, karena sebelum seseorang melakukan prosedur yang berhubungan

dengan anjuran atau perintah tersebut responden harus terlebih dahulu mengerti

tentang apa yang akan dia lakukan selama proses itu berlangsung, dalam penelitian

ini responden sudah memahami dan mengerti tentang apa saja yang termasuk dalam

pre test-post test dan mengapa kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi tersebut

harus dilakukan, supaya selama responden bisa terhindar dari gangguan dan gejala

yang bisa datang kembali, dalam hal ini responden sudah mempunyai tingkat

pengetahuan dan kepatuhan yang baik tentang hipertensi dan menerapkan kehidupan

sehat jasmani rohani dalam setiap aktivitas yang dilakukan sehari-hari seperti

olahraga, makan-makanan bergizi, minum obat hipertensi secara rutin dan sesuai

anjuran dari petugas kesehatan dengan begitu responden dapat mengurangi angka

kejadian penyakit hipertensi di puskesmas dan rumah sakit. Pengetahuan dengan

kepatuhan tersebut sangat penting bagi responden dalam mencegah terjadinya

penyakit hipertensi karena sudah mendapatkan materi, informasi dan aplikasi tentang

hipertensi dari pendidikan kesehatan maupun dari media cetak, dan elektronik.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini keterbatasan yang akan di hadapi oleh peneliti sangat

bervariasi, yang menjadi keterbatasan peneliti adalah:

1) Pada proses pengumpulan data beberapa responden kurang memahami

pernyataan yang ada pada kuesioner.


96

2) Keterbatasan waktu responden karena pada saat dilakukan Post Test

Penyuluhan Kesehatan responden membawa kuesioner dan lembar observasi

tersebut ke rumah mereka masing-masing.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Mengacu pada hasil penelitian dan pembahasan maka hasil penelitian

terhadap 32 sampel responden dalam pengaruh sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi

pada pasien hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara,

pengumpulan data diambil pada tanggal 21 April-08 Mei 2016, maka peneliti dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Pengetahuan pasien sebelum penyuluhan kesehatan terhadap tingkat

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi.

Sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan sangat berpengaruh terhadap

tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi, hal ini dibuktikan dengan hasil

analisis diketahui bahwa dominan memiliki pengetahuan kurang sebanyak 15

responden (47%) karena sebelumnya responden baru mendapatkan materi

penyuluhan kesehatan mengenai pengertian hipertensi, etiologi dan faktor resiko

hipertensi, penatalaksanaan hipertensi dan pencegahan hipertensi dan responden


97

masih mengingat tentang materi tersebut, pengetahuan cukup sebanyak 14 responden

(44%) dan responden dengan pengetahuan baik sebanyak 3 responden (9%) karena

sudah mendapatkan informasi materi mengenai hipertensi. Selain itu semakin tinggi

ilmu seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya ini dibuktikan dengan

tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 5 responden (16%) dan SLTA

sebanyak 7 responden (22%).

5.1.2 Pengetahuan pasien sesudah penyuluhan kesehatan terhadap tingkat

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi.

Sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan sangat berpengaruh terhadap

tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi, hal ini dibuktikan dengan hasil

analisis diketahui bahwa dominan memiliki pengetahuan baik sebanyak 16 responden

(50%) karena sesudah responden mendapatkan materi penyuluhan kesehatan

mengenai pengertian hipertensi, etiologi dan faktor resiko hipertensi,

penatalaksanaan hipertensi dan pencegahan hipertensi responden sudah mengingat

dan mengerti tentang materi tersebut, pengetahuan cukup sebanyak 13 responden

(41%) dan responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 3 responden (9%) karena

sudah mendapatkan informasi materi mengenai hipertensi. Selain itu menurut teori

dipengaruhi oleh pengalaman dibuktikan dengan umur pasien 40-50 tahun sebanyak

13 responden sebanyak (41%). Selain itu berapa lama menderita penyakit hipertensi

juga mempengaruhi karena pasien yang sudah lama menderita hipertensi sudah

mengetahui informasi dan materi tentang hipertensi dan pasien sudah terbiasa dengan

penyakit hipertensi dalam kehidupan sehari-hari hal ini dibuktikan dengan menderita

hipertensi sudah 2 tahun sebanyak 10 responden (31%) dan menderita hipertensi

sudah 3 tahun sebanyak 10 responden (31%).


98

5.1.3 Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap Pre Test Tingkat Kepatuhan

mengkonsumsi obat hipertensi.

Penyuluhan kesehatan sangat berpengaruh terhadap kepatuhan

mengkonsumsi obat hipertensi, menurut sejumlah fakta yang telah ditemukan

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa tingkat

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi berpengaruh terhadap keberhasilan

terapi pasien sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan tentang hipertensi di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pendahara. Hal ini karena terlihat pada

tingkat kepatuhan pasien sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan bahwa

dari 32 responden (100%), patuh sebanyak 5 responden (16%), kurang patuh

sebanyak 18 responden (56%) dan tidak patuh sebanyak 9 responden (28%).

Berdasarkan fakta yang telah diperoleh dan pemaparan dari teori, maka

peneliti berpendapat bahwa adanya pengaruh antara tingkat kepatuhan pasien

sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan tentang hipertensi di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Pendahara. Tingkat kepatuhan pasien sangat berpengaruh

dalam kepatuhannya mengkonsumsi obat hipertensi karena kepatuhan ada

kaitannya dengan pekerjaan. Berdasarkan data pekerjaan dari 32 responden

(100%), tidak bekerja sebanyak 11 responden (35%), swasta sebanyak 14

responden (43%) dan PNS/POLRI sebanyak 7 responden (22%). Pasien yang

rata-rata hidup bertani lebih mementingkan kesibukan bekerja daripada

datang ke pelayanan kesehatan untuk kontrol dan meminta obat kembali

setelah obat minum habis. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap

kesehatannya, jadi jika masyarakat tidak mau atau tidak pernah ke pelayanan

kesehatan maka dapat diberikan informasi melalui penyuluhan kesehatan atau


99

promosi kesehatan mengenai kepatuhan rutin mengkonsumsi obat hipertensi

maka akan dapat mengubah gaya hidup seseorang dalam meningkatkan

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi.

5.1.4 Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap Post Test Tingkat Kepatuhan

mengkonsumsi obat hipertensi.

Menurut sejumlah fakta yang telah ditemukan berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh peneliti bahwa tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat

hipertensi berpengaruh terhadap keberhasilan terapi pasien sebelum dilakukan

penyuluhan kesehatan tentang hipertensi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Pendahara. Hal ini karena terlihat pada tingkat kepatuhan pasien sesudah

dilakukan penyuluhan kesehatan bahwa dari 32 responden (100%), patuh

sebanyak 17 responden (53%), kurang patuh sebanyak 13 responden (44%)

dan tidak patuh sebanyak 2 responden (3%).

Berdasarkan fakta yang telah diperoleh dan pemaparan dari teori, maka

peneliti berpendapat bahwa adanya pengaruh antara tingkat kepatuhan pasien

sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan tentang hipertensi di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Pendahara. Tingkat kepatuhan pasien sangat berpengaruh dalam

kepatuhannya mengkonsumsi obat hipertensi karena kepatuhan ada kaitannya dengan

pekerjaan. Pasien yang pada awalnya takut akan akibat pemakaian obat kimia yang

terus menerus sudah mulai mengerti dan paham dengan maksud dari penyuluhan

kesehatan oleh petugas kesehatan sehingga dari materi yang disampaikan sehingga

pasien berkunjung ke pelayanan kesehatan serta rutin minum obat hepertensi tanpa

menunggu datangnya keluhan dan gejala hipertensi. Berdasarkan data berobat secara

teratur dengan alasan mau sembuh sebanyak 7 responden (22%), agar tidak datang
100

keluhan dan gejala hipertensi sebanyak 8 responden (25%), tidak ada keluhan dan

gejala hipertensi sebanyak 15 responden (47%) dan efek samping obat sebanyak 2

responden (6%). Kepatuhan juga dapat mengubah sikap seseorang terhadap

kesehatan, hal ini dapat berdampak positif terhadap kesehatannya jika masyarakat

sudah pernah mendapat informasi melalui penyuluhan kesehatan atau promosi

kesehatan mengenai hipertensi maka dapat berpengaruh dalam tingkat kepatuhannya

mengkonsumsi obat hipertensi secara rutin.

Terlihat juga pada hasil analisis menunjukkan jumlah N sebanyak 32 sampel

dan angka sign.(2-tailed) menunjukan nilai p (p value) 0,00 artinya nilai yang

diperoleh lebih kecil α 0,05 dari batas kritis, berarti terdapat pengaruh yang

signifikan antara kedua variable ada pengaruh sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi

pada pasien hipertensi kronis di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

Pengaruh penyuluhan kesehatan dengan kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi

menunjukkan pengaruh yang kuat dan berpola positif. Hasil uji statistik didapatkan

ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan yang ditunjukkan nilai p (p=0.00).

Hasil perhitungan tersebut, akan digunakan sebagai dasar pencarian data

penelitian. Tentang variabel dependen dan variabel independen menggunakan uji

statistik wilcoxon menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kedua variabel, yaitu

pengaruh sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat

kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi pada pasien hipertensi kronis di wilayah

kerja UPTD Puskesmas Pendahara.

5.2 Saran
101

5.2.1 Bagi IPTEK

Hasil penelitian ini menyarankan agar tingkat perkembangan ilmu

pengetahuan terjadi peningkatan yang pesat terutama yang berhubungan dengan

pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat

hipertensi agar selalu berguna dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi demi terciptanya perkembangan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan

masalah yang dihadapi masyarakat saat ini.

5.2.2 Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber atau acuan pembelajaran

kepada mahasiswa yang belum mendapatkan materi pembelajaran tentang pengaruh

penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi.

5.2.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur dan informasi untuk memberikan

motivasi bagi kader-kader kesehatan/petugas kesehatan khususnya dalam mengenai

pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat

hipertensi.

5.2.4 Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi, evaluasi dan memberi

motivasi dan semangat untuk petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan

kesehatan khususnya tentang penyakit hipertensi karena masih banyak petugas

kesehatan yang tidak ada memberikan penyuluhan kesehatan tentang hipertensi

kepada masyarakat. Masyarakat sangat membutuhkan informasi dan wawasan ilmu

yang luas dari tenaga kesehatan dalam hal ini bisa diselenggarakan adanya agenda

rutin untuk penyuluhan kesehatan dengan sistem 1 kali dalam sebulan dalam hal ini
102

bisa melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan dari pustu-pustu yang sudah

ada untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang ada biar merata ke seluruh

desa-desa yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pendahara hal ini sangat

diperlukan agar masyarakat dapat mendapat informasi dari pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai