Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI

“CROSS MATCHING (RUTIN)”

OLEH :

DHEA ANANDA FITRI (1701011)

KELOMPOK 6 (GRUP 1)

DOSEN PENGAMPU :

Apt. NOVIA SINATA, M.Farm

ASISTEN DOSEN :

1. DHEA ANANDA
2. YULINDA ANGGRAINI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2020
PERCOBAAN IV

“CROSS MATCHING (RUTIN)”

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mengetahui kecocokan darah pendonor dengan darah resipien.

II. PRINSIP PERCOBAAN

Sel donor dicampur dengan serm penerima (mayor crossmatch) dan sel
penerima dicampur dengan serum donor (minor crossmatch) dalam bovine
albumin 20% akan terjadi aglutinasi atau gumpalan dan hemolisis bila
golongan darah tidak cocok.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis


darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah
berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah
besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ
pembentuk sel darah merah (Yoni, Ode, 2013).

Singkatnya berdasarkan panduan dari apa yang telah dilakukan oleh


Landsteiner, pada 1907 sejarah mencatat kesuksesan transfusi darah pertama
yang dilakukan oleh Dr. Reuben Ottenberg di Mt. Sinai Hospital, New York.
Berkat keahlian Landsteiner pula banyak nyawa dapat diselamatkan dari
kematian saat terjadi Perang Dunia I, dimana transfusi darah dalam skala lebih
besar mulai dilakukan. Kemudian, Karl Landsteiner memperoleh penghargaan
Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya
menemukan cara penggolongan darah ABO (Yoni, Ode, 2013).
Dalam transfusi darah, kecocokan antara darah donor (penyumbang)
dan resipien (penerima) adalah sangat penting. Darah donor dan resipien harus
sesuai golongannya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor. Transfusi
darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi
transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan
kematian. Hemolisis adalah penguraian sel darah merah dimana hemoglobin
akan terpisah dari eritrosit. Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditransfusi
dengan darah rhesus positif. Jika dua jenis golongan darah ini saling bertemu,
dipastikan akan terjadi perang. Sistem pertahanan tubuh resipien (penerima
donor) akan menganggap rhesus dari donor itu sebagai benda asing yang perlu
dilawan (Gantini , Ria Syafitri Evi, 2004).

Di dunia, pemilik darah rhesus negatif termasuk minoritas. Uji silang


serasi (Crossmatch) digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi, baik
antibodi komplet (IgM) maupun antibodi inkomplet (IgG) yang terdapat
dalam serum atau plasma pasien (resipien) maupun dalam plasma donor,
memastikan bahwa transfusi darah yang diberikan sesuai atau kompatibel dan
tidak menimbulkan reaksi apapun pada pasien serta sel-sel darah dapat
mencapai masa hidup maksimum setelah diberikan serta cek akhir uji
kecocokan golongan darah ABO (Anonim, 2011).

Pemeriksaan ini dilakukan dalam tiga fase serta dilakukan pula uji
validitas. Fase I ini dapat mendeteksi: Antibodi komplet (IgM /Antibodi
dingin), seperti : anti-A, anti-B (ketidakcocokan pada penetapan golongan
darah ABO serta adanya antibodi komplet lain seperti: anti-M, anti- Lewis,
anti-N, anti-P1, anti-A1, anti-H, anti-I). Pada fase II, antibodi inkomplet dapat
mengikat sel darah merah, sehingga pada fase III dengan bantuan penambahan
Coombs serum terjadi reaksi positip, contohnya : anti-D, anti-E, anti-e, anti-C,
anti-c, anti-Kell, anti-Kidd, anti-S. Pada fase III, semua antibodi inkomplet
yang terikat pada sel darah merah di fase II akan beraglutinasi (positif) setelah
penambahan Anti Human Globulin (Coomb’s serum), contoh : anti-Fya , anti-
Fyb, anti-Kell, anti-Rhesus. Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase 1 sampai
fase 3 tidak menunjukkan reaksi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil
diinterpretasikan kompatibel (cocok) (Imad, 2012).

Apabila reaksi silang Mayor dan Minor fase 1 sampai fase 3


menunjukkan adanya reaksi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil
diinterpretasikan inkompatibel (tidak cocok). Inkompatibel pada major
crossmatch maka darah donor tidak dapat diberikan kepada pasien. Untuk
UTD/ Bank darah yang sudah mempunyai sel panel dapat melakukan skrining
dan identifikasi antibodi terhadap darah pasien, kemudian baru mencari darah
donor yang sesuai dengan darah pasien tersebut. Inkompatibel pada minor
crossmatch maka darah donor masih dapat diberikan kepada pasien (Packed
Red Cell). Bagi UTD yang sudah mempunyai sel panel dan sudah melakukan
skrining darah donor terhadap allo antibodi, maka pemeriksaan minor test
tidak perlu dilakukan lagi. Hasil positif atau negatif palsu pada pemeriksaan
crossmatch dapat dihindari dengan cara yaitu menggunakan saline yang
bersih, jernih, tidak bewarna dan tidak terkontaminasi dengan serum, suhu
inkubator harus 37°C serta waktu inkubasi harus tepat (Ismail, 2010).

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Alat :
- tabung reaksi 10 ml
- rak tabung reaksi
- sentrifuse
- pipet tetes
- incubator

B. Bahan :
- bovine albumin
- reagen Comb
- darah resipien
- darah donor
- NaCl fisiologis (cairan saline)

V. CARA KERJA
1. Tahap Mayor
2 tetes serum resipien albumin ditambah 1 tetes eritrosit 5% donor
kemudian ditambahkan lagi 2 tetes bovin albumin
2. Tahap Minor
2 tetes serum donor ditambah 1 tetes eritrosit 5% resipien kemudian
ditambahkan lagi 2 tetes bovin albumin.
3. Aduk masing-masing tahap, tahap mayor dan tahap minor lalu
disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm selama satu menit
4. Amati hasilnya ( bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut
incompatible, pengujian tidak perlu dilanjutkan dan bila reaksi negative
reaksi dilanjutkan)
5. Inkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit, lalu disentrifugasi lagi pada
kecepatan 1000 rpm selam 1 menit
6. Amati hasilnya (bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible
pengujian tidak perlu dilanjutkan dan bila reaksi negatif reaksi
dilanjutkan)
7. Cuci dengan larutan NaCl fisiologi sebanyak 3-4 kali
8. Tambahkan 2 Tetes reagen coomb, sentrifugasi lagi dengan kecepatan
1000 rpm selama satu menit
9. Amati hasilnya (bila terjadi aglitinasi maka darah tersebut incompatible
artinya tidak dapat dilakuakan tranfusi darah).

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
B. Pembahasan
Pada pratikum kali ini, pratikan melakukan pengujian cross matching, dimana tujuan
dari pengerjaan objek ini adalah untuk mahasiswa mengetahui proses sebelum
dilakukannya transfusi darah, dan pentingnya proses pratransfusi dilakukan. Karena pada
proses cross matching melihatkan bahwa pasien yang akan menerima darah dari pendonor
cocok atau tidak. Apabila penerima tidak cocok dengan darah pendonor maka penerima
akan menimbulkan reaksi alergi tergantung dari keparahan reaksi yang ditimbulkan dari
hasil transfusi darah prndonor dengan penerima.
Pentingnya hal ini dilakukan adalah untuk menghindari resiko terjadi nya reaksi yang
tidak diinginkan pada penerima dari pendonor. Selain itu uji cross matching ini juga
digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya antibodi, baik itu antibodi komplet (IgM)
maupun antibodi inkomplet (IgG) yang terdapat dalam serum atau plasma penerima
maupun dalam plasma donor, memastikan bahwa transfusi darah yang diberikan sesuai
atau kompatibel dan tidak menimbulkan reaksi apapun pada pasien atau penerima serta sel-
sel darah dapat mencapai masa hidup maksimum setelah diberikan.
Pada pengujian cross matching ini dilakukan crossmatch mayor dan crossmatch
minor. Dimana dua pengujian ini memiliki metode dan tujuan yang berbeda. Pada
crossmatch mayor dilakukan pengujian serum pasien dengan sel donor untuk menentukan
apakah pasien memiliki antibodi yang dapat menyebabkan reaksi transfusi hemolitik atau
penurunan kelangsungan hidup sel-sel donor. Sedangkan pada crossmatch minor dilakukan
pengujian sel pasien dengan plasma donor untuk menentukan apakah pasien ada antibodi
dalam plasma donor yang diarahkan terhadap antigen pada sel pasien.
Dari hasil yang didapat pratikan menggunakan sel darah golongan B, dan
mendapatkan hasil crossmatch mayor negatif (-), crossmatch minor negatif (-), dan
autokontrol negatif (-). Maka menurut literatur yang didapat, bahwa apabila hasil pada
pengujian crossmatch mayor, crossmatch minor dan autokontrol negatif, maka darah
pendonor compatible atau cocok dengan penerima, sehingga darah tersebut dapat
dilakukan proses transfusi.
Tetapi apabila hasil uji crossmatch mayor postif maka harus dilakuka uji crossmatch
kembali hingga mendapatkan hasil yang negatif, sedangkan apabila uji crossmatch minor
positif makan harus dilakukan penggantian darah pendonor dan melakukan pengujian
crossmatch kembali dengan darah pendonor yang baru. Tetapi apabila crossmatch mayor
negatif (-), crossmatch minor positif (+), dan auto control (+). Maka akan dilakukan direct
coomb’s test.
Coomb’s test dilakukan untuk menemukan antibodi terentu yang menyerang sel-sel
darah merah. Dimana coomb’s test ini terbagi menjadi dua, yaitu direct coomb’s test dan
indirect coomb’s test. Pada direct coomb’s test dilakukan pemeriksaan langsung pada sel-sel
darah merah yang ditemukan dalam sampel darah. Sedangkan pada indirect dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan pada bagian lain dari darah atau disebut juga dengan
plasma.
Pengujian direct coomb’s test ini dilakukan apabilah dokter menduga bahwa
seorang pasien terkena anemia hemolitik yaitu dimana keadaan jumlah sel darah merah
yang tidak cukup didalam tubuh karena sel darah merah tersebut dihancurkan oleh sesuatu
yang ada didalam tubuh. Sedangkan pada uji indirect coomb’s test dilakukan untuk
memastikan darah pendonor sesuai dan dapat digunakan pada pasien. Dan tes ini juga
dilakukan pada ibu hamil karena untuk melihat ada atau tidak antibodi yang terkandung
dalam darah ibu yang dapat membahayakan bayinya.
Pada percobaan kali ini pratikan mengambil 2 tetes serum resipien albumin
ditambah dengan 1 tetes eritrosit 5% pendonor (crossmatch mayor) dan 2 tetes serum
donor ditambah dengan 1 tetes eritrosit 5% resipien (crossmatch minor) kemudian pada
pengujian ini ditambahkan 2 tetes bovin albumin, tujuan penambahan bovin albumin adalah
untuk menambah sensitivitas dari hasil pemeriksaan. Dimana fungsi dari penambahan bovin
albumin 22% adalah untuk menekankan zat potensial dengan menguraikan ion-ion positif
dan negatif sehigga aglutinogen dan antibodi lebih cepat meningkat untuk memudahkan
proses sensitasi (aglutinasi).
Kemudian amati hasil yang didapat, apabila hasil yang didapat incompatibel (terjadi
aglutinasi) maka sampel tidak dilanjutkan, tetapi apabila sampel compatible (tidak terjadi
aglutinasi) maka sampel tetap dilanjutkan dan sampel dilakukan proses inkubasi dengan
suhu 370 C selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk pada suhu 370 C dianggap sama
dengan suhu atau kondisi tubuh manusia, karena aglutinin Rh hanya bereaksi pada suhu

370 C . Selain itu proses inkubasi juga berfungsi untuk memberikan kesempatan antibodi
untuk melekat pada permukaan sel.
Setalah itu amati hasil yang didapat, apabila hasil yang didapat incompatibel
(terjadi aglutinasi) maka sampel tidak dilanjutkan, tetapi apabila sampel compatible (tidak
terjadi aglutinasi) maka sampel tetap dilanjutkan dengan uji coomb’s dengan menggunakan
reagen coomb’s berfungsi sebagai jembatan coated antibodi yang satu dengan yang lain.
Sebelum dilakukan penambahan reagen coomb’s sampel dicuci terlebih dahulu dengan
menggukan larutan NaCl fisiologis 0,9%, dimana proses pencucian sampel ini bertujuan
untuk menghilangkan zat-zat sisa atau pengotor yang terdapat didalam sampel yang akan
mengganggu reaksi coomb’s.
Apabila dari hasil yang didapat terjadinya reaksi aglutinasi (incompatible) maka
darah yang akan didonorkan tidak dapat dilanjutkan untuk ditransfusi kepada pasien, karena
telah dijelaskan sebelumnya hal tersebut dapat berpengaruh besar terhadap penerima
(resipien) yaitu akan adanya reaksi yang tidak diinginkan. Tetapi, apabila hasil yang didapat
cocok atau tidak terjadinya reaksi aglutinasi (compatible) maka darah donor siap
ditransfusikan kepada pasien yang menandakan bahwa darah tersebut dapat diterima oleh
tubuh pasien dan tidak menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.
Pada pratikum kali ini adapun beberapa kesalahan dapat terjadi dalam melakukan
pengujian, yaitu :
1. Pada pengambilan sampel darah yang tidak aseptis, dimana telah diketahui bahwa
darah mudah terkontaminasi.
2. Pada pengambilan sampel pratikan lupa melapisi tabung tempat sampel dengan
anti koagulan agar tidak terjadi pembekuan darah, dimana diketahui bahwa darah
mudah membeku.
3. Pada proses penambahan larutan yang berfungsi untuk memisahkan dari zat-zat
yang terkandung didalam sampel, tidak sesuai takaran sehingga zat yang
terkandung didalam sampel tidak semua terpisah.
4. Pratikan tidak teliti dalam melakukan percobaan dan mengamati sampel uji
sehingga data yang didapat tidak sesuai.
5. Salah dala melakukan tahapan-tahapan prosedur yang dapat menyebabkan hasil
berbeda dan perlu dilakukannya pengujian kembali.

VII. KESIMPULAN
1. Crossmatching merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat
kecocokan darah pendonor dengan darah penerima agak tidak terjadi reaksi
yang tidak diinginkan.
2. Crossmatch mayor : serum resipen + sel darah donor  melihat reaksi
antibodi yang dapat terjadi hemolitik.
3. Crossmatch minor : serum donor + sel darah resipien  melihat
antibodi donor yang diarahkan dengan antigen pasien.
4. Dari hasil yang didapat darah pendonor dapat ditransfusika kepada pasien,
karena pada pengujian mayor, minor, dan auto control didapatkan hasil yang
negatif.
5. Coomb’s test dilakukan untuk menemukan antibodi terentu yang menyerang
sel-sel darah merah.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Uji Silang Serasi (CrossMatch) I & Uji Silang Serasi
(CrossMatch) II. Laboratorium Poltekkes Denpasar ; Bali.16; 23
Maret.
Imad. 2012. Cross Matching Blood. Jakarta : Erlangga.
Ismail. 2010. Pemeriksaan Pre Transfusi Darah. Jakarta : Widya Medika.
Gantini , Ria Syafitri Evi. 2004. Analisis berbagai kasus inkompatibilitas
pada transfusi darah. Tesis. Perpustakaan Universitas Indonesia;
Jakarta.
Priadi, Arif. 2009. Biologi. Jakarta : Tirta.
Yoni, Ode. 2013. Crossmacth. Jakarta : Erlanggga.

IX. Lampiran
1. Proses sentrirfugasi

2. Sampel darah resipien dan donor


3. Sampel yang mengalami reaksi aglutinasi

4. Tube untuk tempat sampel

5. Nacl fisiologis yang digunakan

Anda mungkin juga menyukai