Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang 

Fenomena disrupsi telah mengubah persepsi manusia dalam hal melakukan kegiatan

sehari-hari. Salah satunya adalah melakukan suatu transaksi yang lebih cepat dan

menguntungkan. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat telah mengubah sistem

yang menawarkan kemudahan dalam mengakses uang, membayar, mengirim uang

dan investasi. Teknologi keuangan merupakan sebuah inovasi dalam menjawab

tantangan tersebut. 

Pengunaan teknologi dalam bidang keuangan telah mempermudah interaksi

konsumen dan penjual dalam melakukan transaksi. Teknologi keuangan muncul

untuk menyediakan layanan keuangan dengan biaya lebih murah melalui platform

dan aplikasi mobile. Secara khusus, teknologi keuangan menawarkan kepercayaan,

transparansi, dan kemudahan. Teknologi keuangan dibentuk untuk meningkatkan

layanan keuangan yang saat ini tidak ditawarkan oleh lembaga keuangan tradisional.  

Salah satu layanan yang mengalami perkembangan dengan pesat adalah alat

pembayaran. Alat pembayaran yang sedang berkembang di Indonesia adalah uang

elektronik. Berdasarkan Grafik 1.1, jumlah transaksi uang elektronik di Indonesia

mengalami peningkatan. Transaksi uang elektronik mengalami peningkatan yang

sangat signifikan dari tahun 2017. Uang elektronik itu sendiri memiliki karakteristik

yang berbeda dengan alat pembayaran yang berupa kartu kredit dan kartu debit.

Secara ringkas, Bank Indonesia mendefinisikan uang elektronik sebagai alat


pembayaran dalam bentu elektronik yang nilai uangnya disimpan dalam media

elektronik tertentu.

 
Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.1 Jumlah transaksi uang elektronik di Indonesia

Alat pembayaran yang berbentuk fisik (uang fisik, kartu debit, kartu kredit,

serta uang elektronik) telah bergeser pada bentuk yang lebih digital. Satu media

elektronik yang digunakan untuk menyimpan nilai uang elektronik adalah berbasis

server. Alat pembayaran berbasis server yang ditawarkan adalah aplikasi

pembayaran. Aplikasi pembayaran lebih praktis dalam penggunaannya. Aplikasi

pembayaran tidak memerlukan kartu tetapi bisa menggunakan aplikasi pada ponsel.

Bank Indonesia mengatur regulasi tersendiri untuk penyelenggaraan uang

elektronik. Sampai tanggal 24 Oktober 2019, Bank Indonesia memberikan izin

kepada 39 penyelenggara uang elektronik. Dua penyelenggara uang elektronik yang


paling banyak digunakan menurut riset Snapcart (2019) adalah PT Dompet Anak

Bangsa (Gopay) dan PT Visionet Internasional (OVO). Produk uang elektronik

lainnya di Indonesia terdapat DANA, LinkAja, Uangku, Dokupay, dan sebagainya.

Penelitian yang dilakukan oleh Dailysocial (2019) menemukan bahwa

sebanyak 82,7 persen sadar akan adanya dompet digital. Hasil riset dari Snapcart

(2019) menemukan tiga jenis transaksi yang paling banyak digunakan dalam dompet

digital. Sebanyak 28 persen merupakan transaksi retail, 27 persen untuk pemesanan

transportasi daring, dan 20 persen untuk pemesanan makanan daring. Snapcart (2019)

juga menemukan adanya 58 persen responden paling suka menggunakan OVO

sebagai aplikasi pembayaran. Tersedianya aplikasi pembayaran membuat konsumen

mendapatkan pengalaman transaksi yang lebih praktis, cepat, dan tidak perlu

menunggu uang kembalian.

Masyarakat Indonesia mulai menerima adanya uang elektronik dalam

kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak penyedia uang elektronik, produk Gopay

dan OVO menjadi favorit.  Hal ini tak lepas dari manfaat yang ditawarkan oleh

produk tersebut dan penerimaan pengguna aplikasi pembayaran tersebut.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan integrasinya ke

dalam kehidupan pribadi dan profesional pengguna, keputusan mengenai penerimaan

atau penolakannya masih tetap menjadi suatu masalah. Dalam beberapa dekade

terakhir, minat komunitas riset dalam menangani pertanyaan ini telah menghasilkan

pengembangan sejumlah teori dan model penerimaan teknologi dan penggunaannya

yang efektif (Marangunic dan Granic, 2015). Technology Acceptance Model (TAM),
diperkenalkan oleh Davis (1989), menjadi model dominan dalam menyelidiki faktor

– faktor yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap teknologi.

TAM berasal dari pengembangan Theory of Reasonal Action (TRA) dan

Theory of Planned Behavior (TPB). TAM menggunakan TRA sebagai latar belakang

teoritis untuk pemodelan hubungan antar variabel. Secara khusus, TAM didasarkan

pada dua keyakinan tertentu, yakni kegunaan yang dirasakan dan persepsi kemudahan

penggunaan, sebagai anteseden utama penerimaan teknologi. 

Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai model selain TRA dan TAM.

Perkembangan ini telah berkontribusi pada fakta bahwa banyak peneliti

mempublikasikan model ad hoc, menggabungkan konsep berbagai teori, atau hanya

menggunakan yang paling menguntungkan untuk tujuan mereka tanpa

mempertimbangkan kontribusi dari alternatif lain (Cataluna, Gaitan, dan Correa,

2015). Untuk itu diperlukan peninjauan dan sintesis untuk kemajuan menuju

pandangan terpadu penerimaan pengguna. Venkatesh et al. (2003) menawarkan

Unified Theory of Acceptance and Use Technology (UTAUT) untuk memajukan teori

kumulatif sementara tetap mempertahankan struktur yang sederhana. UTAUT

didasarkan pada empat konstruk, yaitu performance expectancy, effort expectancy,

pengaruh sosial, dan facilitating conditions.  Berdasarkan UTAUT, model baru

dibangun dirancang untuk diterapkan dalam konteks teknologi konsumen.

Perilaku baru akan terbentuk seiring berkembangnya teknologi yang

digunakan. Proses pembayaran yang lebih praktis membuat konsumen kurang sadar

tentang situasi keuangan saat ini dan mengarah pada kesenangan dalam pembelian
impulsif yang lebih besar (Dutta et al., 2003). Penelitian yang telah dilakukan pada

faktor-faktor yang mengarahkan individu untuk mengadopsi dan menggunakan

sistem pembayaran digital, sedikit yang diketahui mengenai bagaimana penggunaan

aplikasi pembayaran berdampak pada perilaku pembelian. Studi tentang perilaku

belanja telah difokuskan pada aplikasi pembayaran sebagai kontributor potensial

untuk pembelian impulsif. Studi tersebut cenderung menekankan manfaat bagi toko

yang menerima penggunaan aplikasi pembayaran, sehingga memposisikan layanan

ini sebagai sarana untuk meningkatkan pengeluaran konsumen secara impulsif

(Alliance, 2008).

Bank Indonesia hingga Juli 2019 mencatat bahwa nilai transaksi uang

elektronik adalah sebesar 69,04 triliun rupiah. Transaksi pembayaran digital di

Indonesia akan terus tumbuh karena ditopang oleh teknologi keuangan pembayaran.

Berdasarkan Statista (2019), 76,7 persen responden menyatakan bahwa diskon

merupakan promosi favorit yang ditawarkan oleh penyedia aplikasi pembayaran.

Menurut Stanley (2019), responden memilih menggunakan aplikasi pembayaran

karena adanya tawaran promo atau cashback, kerja sama toko dengan penyedia

apikasi pembayaran digital, hingga terciptanya ekosistem ramah konsumen.

1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dirumuskan pada penelitian ini

adalah perlunya penelitian penerimaan aplikasi pembayaran digital dan pengaruhnya

terhadap pembelian impulsif yang dimoderasi oleh promosi. Venkatesh et al. (2003)
menawarkan Unified Theory of Acceptance and Use Technology (UTAUT) untuk

memajukan teori kumulatif sementara tetap mempertahankan struktur yang

sederhana. UTAUT didasarkan pada empat konstruk, yaitu performance expectancy,

effort expectancy, pengaruh sosial, dan facilitating conditions. Keempat konstruk

tersebut berpengaruh pada variabel niat berperilaku dan kemudian berpengaruh pada

perilaku penggunaan.

UTAUT merupakan pengembangan dari model TAM. TAM didasarkan pada

dua konstruk tertentu, kegunaan yang dirasakan dan persepsi kemudahan

penggunaan, sebagai anteseden utama penerimaan teknologi. Konstruk performance

expectancy merupakan perkembangan konstruk kegunaan yang dirasakan dari model

TAM. Kang (2014) menemukan bahwa performance expectancy tidak signifikan

berpengaruh pada niat keberlanjutan penggunaan aplikasi mobile. Kedua, konstruk

effort expectancy merupakan perkembangan dari konstruk persepsi kemudahan

penggunaan dari model TAM. Menurut Kourouthanassis et al. (2010), effort

expectancy tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku penggunaan aplikasi

internet seluler. 

TAM tidak memperhatikan faktor eksternal yang mungkin berpengaruh dalam

penerimaan teknologi. Faktor tersebut adalah pengaruh sosial dan facilitating

conditions. Venkatesh et al. (2003) menambahkan kedua faktor eksternal tersebut

sebagai dasar pembentukan model UTAUT. Shin (2007) menemukan bahwa

pengaruh sosial berpengaruh positif terhadap niat penggunaan wireless broadband

internet. Sedangkan Shin (2009) dan Patel (2016) menemukan bahwa pengaruh sosial
tidak berpengaruh signifikan pada niat penggunaan mobile wallet. Weng et al. (2017)

juga menemukan bahwa norma subyektif tidak berpengaruh signifikan terhadap niat

keberlanjutan penggunaan aplikasi pemesanan taksi. 

Faktor eksternal yang kedua adalah facilitating conditions. Facilitating

conditions merupakan sejauh mana seseorang percaya bahwa dukungan eksternal dari

infrastruktur organisasi tersedia ketika menggunakan suatu teknologi informasi

(Venkatesh et al., 2003). Antunes dan Amaro (2016) menemukan bahwa facilitating

conditions tidak berpengaruh pada penggunaan aplikasi pilgrimage.

Penelitian tentang dampak dari penggunaan pembayaran mobile pada perilaku

pengeluaran masih sedikit dilakukan (Gareth et al., 2014). Penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa pilihan metode pembayaran (cek dan kartu kredit) mempunyai

efek pada niat dan perilaku pembelian (Soman, 2001). Proses pembayaran yang lebih

praktis membuat konsumen kurang sadar tentang situasi keuangan saat ini dan

mengarah pada kesenangan dalam pembelian impulsif yang lebih besar (Dutta et al.,

2003). Selain kemudahan, aplikasi pembayaran juga menawarkan promosi yang

terlepas dari promosi yang ditawarkan oleh toko (potongan harga, poin, cashback,

dan kupon). Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji pengaruh penggunaan

aplikasi pembayaran terhadap pembelian impusif dan promosi sebagai variabel

moderasi. 

1.3    Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan pemaparan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat

disusun beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apakah performance expectancy berpengaruh positif terhadap penggunaan

aplikasi pembayaran?

2. Apakah effort expectancy berpengaruh positif terhadap penggunaan aplikasi

pembayaran?

3. Apakah pengaruh sosial berpengaruh positif terhadap penggunaan aplikasi

pembayaran?

4. Apakah facilitating conditions berpengaruh positif terhadap penggunaan

aplikasi pembayaran?

5. Apakah penggunaan aplikasi pembayaran berpengaruh positif terhadap

pembelian impulsif?

6. Apakah promosi memoderasi hubungan antara penggunaan aplikasi

pembayaran dengan pembelian impulsif?

1.4    Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menguji pengaruh performance expectancy terhadap penggunaan aplikasi

pembayaran.

2. Menguji pengaruh effort expectancy terhadap penggunaan aplikasi

pembayaran.

3. Menguji pengaruh sosial terhadap penggunaan aplikasi pembayaran.


4. Menguji pengaruh facilitating conditions terhadap penggunaan aplikasi

pembayaran.

5. Menguji pengaruh penggunaan aplikasi pembayaran terhadap pembelian

impulsif.

6. Menguji efek pemoderasi promosi pada hubungan penggunaan aplikasi

pembayaran dengan pembelian impulsif.

1.5    Kontribusi Penelitian

Kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini dibagi menjadi tiga aspek, yaitu

teoritis, empiris, dan praktis.

1.5.1    Kontribusi Teoritis

Penelitian ini dapat menjelaskan proses keputusan pembelian impulsif terkait dengan

penggunaan aplikasi pembayaran berdasarkan performance expectancy, effort

expectancy, pengaruh sosial, dan facilitating conditions. Pemoderasi promosi yang

berupa potongan harga juga menjadi nilai tambah hubungan antara penggunaan

aplikasi pembayaran dengan pembelian impulsif. Selain itu, penggunaan model

UTAUT yang telah diperluas dalam penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi

ilmu pengetahuan, khususnya terkait pembelian impulsif di era digital.

1.5.2 Kontribusi Empiris

Penelitian ini memberi kontribusi bagi ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan

rujukan bagi penelitian selanjutnya, terutama perilaku pembelian dalam konteks

penggunaan aplikasi pembayaran. Selain itu, penelitian ini dapat menambah wawasan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan suatu teknologi, khusunya

aplikasi pembayaran. 

1.5.2    Kontribusi Praktis

Hasil penelitian ini bisa menjadi acuan bagi para penyelenggara uang elektronik

terkait strategi pemasaran untuk mengembangkan aplikasi mobile yang sesuai dengan

kebutuhan pasar di era digital saat ini. Praktisi dapat memperkirakan apa yang perlu

ditingkatkan dari aplikasi pembayaran, baik itu dari segi fitur maupun layanan yang

diberikan. Selain itu, penyedia aplikasi pembayaran juga dapat bekerja sama dengan

toko atau merchant dengan memberika penawaran yang akan menguntungkan kedua

belah pihak.

1.6    Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari lima bab yang memiliki

keterkaitan satu sama lainnya. Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut.

BAB I         PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II        LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Bab ini terdiri dari penjelasan teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini,

definisi variabel, pengembangan hipotesis, pernyataan hipotesis dan model penelitian.

BAB III    METODE PENELITIAN


Bab ini terdiri dari jenis penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, definisi

operasional dan pengukuran variabel, dan teknik analisis data.

BAB IV     ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini terdiri dari hasil penyebaran kuesioner, karakteristik responden, hasil uji

validitas dan reliabilitas, statistik deskriptif, hasil uji asumsi klasik, hasil pengujian

hipotesis, dan pembahasan.

BAB V     PENUTUP

    Bab ini terdiri dari kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan saran

untuk penelitian mendatang.


BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1    Unified Theory of Acceptance and Use Technology (UTAUT)

Pencarian berkelanjutan untuk memastikan penerimaan pengguna teknologi

merupakan tantangan manajemen. Tingkat aktivitas yang substansial ini telah

menyaksikan penggunaan berbagai teknik eksplorasi yang memeriksa banyak sistem

dan teknologi yang berbeda dalam berbagai konteks yang berbeda. Situasi ini pada

gilirannya menyebabkan unsur kebingungan di kalangan peneliti, karena mereka

sering dipaksa untuk memilih karakteristik berbagai model dan teori yang sering

bersaing. Menanggapi kebingungan ini, dan untuk menyelaraskan literatur yang

terkait dengan penerimaan teknologi baru, Venkatesh et al. (2003) mengembangkan

model terpadu yang menyatukan pandangan alternatif pada penerimaan pengguna dan

inovasi, Unified Theory of Acceptance and Use Technology (UTAUT).

UTAUT mengusulkan adanya empat konstruksi inti, (performance

expectancy, effort expectancy, pengaruh sosial, dan facilitating conditions) adalah

determinan langsung dari niat memengaruhi perilaku masyarakat, dan bahwa

konstruk ini dimoderasi oleh jenis kelamin, usia, pengalaman, dan kesukarelaan

penggunaan (Venkatesh et al., 2003). Dikatakan bahwa dengan memeriksa

keberadaan masing-masing konstruksi ini di lingkungan nyata, peneliti dan praktisi

akan dapat menilai niat individu untuk menggunakan sistem tertentu, sehingga
memungkinkan untuk mengidentifikasi pengaruh penting pada niat penerimaan

teknologi apa pun yang diberikan (Williams, Rana, dan Dwivedi, 2015).

Teori dan model UTAUT telah digunakan secara luas dan berhasil oleh

sejumlah besar studi sebelumnya tentang teknologi atau adopsi inovasi dan difusi

dalam berbagai disiplin ilmu. Beberapa ilmu yang mengadopsi model UTAUT adalah

sistem informasi, pemasaran, psikologi sosial, dan manajemen. Dalam artikelnya,

Venkatesh et al. (2003) mempresentasikan hasil dari studi enam bulan dari empat

organisasi, yang mengungkapkan bahwa delapan model kontribusi menjelaskan

antara 17 dan 53 persen varians dalam niat pengguna untuk menggunakan teknologi. 

Konstruk yang membentuk UTAUT akan dijelaskan sebagai berikut.

2.1.1    Performance Expectancy

Performance expectancy adalah tingkatan individu yang percaya bahwa sejauh mana

penggunaan teknologi akan meningkatkan kinerja, dan memudahkan mereka saat

menyelesaikan tugas. Konsumen lebih cenderung mengadopsi teknologi baru ketika

merekapercaya teknologi ini akan membantu mereka untuk melakukan pekerjaan

mereka (Venkatesh et al., 2003). Performance expectancy (hedonis) sejauh mana

seorang individu percaya menggunakan layanan berbasis teknologi itu menyenangkan

(Davis et al., 1992).

Aspek ini diformulasikan untuk UTAUT melalui agregasi dari lima konstruk:

kegunaan yang dirasakan, kecocokan teknologi kerja, motivasi ekstrinsik, keuntungan

relatif dan ekspektasi hasil dalam model yang berbeda (Venkatesh et al., 2003).
Performance expectancy termasuk cara penggunaan yang fleksibel, pertimbangan

waktu dan tempat, personalisasi,efektivitas belanja, manfaat yang dirasakan, motivasi

ekstrinsik, keuntungan yang didapatkan (Davis et al., 1992).

Chong (2013) menyatakan bahwa performance expectancy merupakan

penentu niat perilaku terkuat untuk menggunakan aplikasi seluler. Jika konsumen

menemukan nilai dan inovasi dari aplikasi jejaring sosial, mereka lebih bersedia

untuk membeli dan mengejar penggunaan aplikasi jejaring sosial. Konsumen akan

mengevaluasi performance expectancy dari aplikasi jejaring sosial sehubungan

dengan pertukaran informasi dan pesan komunikatif sebelum menggunakan aplikasi.

Dalam konteks layanan belanja daring, fleksibilitas penggunaan,

pertimbangan waktu dan tempat, personalisasi, dan efektivitas belanja mencerminkan

performance expectancy (Kleijnen et al., 2007). Ketika belanja menggunakan layanan

seluler, maka akan membantu konsumen menghemat waktu belanja, membandingkan

harga produk, dan mendapatkan informasi promosi yang relevan di lokasi hanya

dengan menggunakan ponsel seluler (Yang, 2010).

2.1.2    Effort Expectancy

Effort expectancy adalah penilaian individu tentang sejauh mana pemanfaatan

teknologi bebas dari upaya dan kemudahan pengggunaan teknologi (Venkatesh,

2003). Aspek ini dibentuk dengan mengintegrasikan konstruksi berorientasi upaya

dari model pemberian informasi (misalnya kemudahan penggunaan dan

kompleksitas). Pengunaan teknologi yang dioperasikan lebih sederhana atau lebih


efisiensi akan lebih disukai oleh konsumen dibandingkan dengan teknologi ada

sekarang dioperasikan lebih rumit untuk digunakan (Im et al., 2008).

Penggunaan layanan seluler saat berbelanja, kemudahan penggunaan layanan

belanja seluler dapat terkait dengan kemudahan akses ke situs dan kemudahan

menavigasi fungsi dan fitur situs aplikasi (Venkatesh et al., 2003). Chua dan Rezaei

(2018) menemukan bahwa effort expectancy memainkan peran penting dalam

menentukan niat perilaku untuk menggunakan dan penggunaan teknologi yang

sebenarnya. Sistem yang didorong oleh kesederhanaan dengan efisiensi maksimal

lebih disukai oleh konsumen dibandingkan dengan teknologi yang rumit untuk

digunakan (Im et al., 2008). Ketika kompleksitas teknologi berkurang, niat individu

untuk menggunakan teknologi cenderung meningkat (Wong et al., 2015).

2.1.3    Pengaruh Sosial

Pengaruh sosial adalah persepsi individu bahwa orang lain berpikir dia harus

menggunakan artefak teknologi informasi (Venkatesh et al., 2003). Variabel ini

terdiri dari norma-norma subyektif, faktor sosial, dan konstruksi citra yang

diidentifikasi secara konseptual mencerminkan tekanan normatif yang melibatkan

persuasi individu persetujuan tentang penggunaan teknologi dari kelompok sosialnya

dan motivasi untuk mematuhi makna sosial bersama di antara anggota kelompok

(Venkatesh et al., 2012).

Konsumen cenderung mengunduh aplikasi yang sama berdasarkan referensi

dari teman, keluarga dan kolega untuk berkomunikasi dan bertukar informasi dengan

mereka. Pengaruh sosial mengacu pada sejauh mana individu merasakan bahwa orang
lain signifikan memengaruhi persepsi mereka untuk menggunakan teknologi (Martin

dan Herrero, 2012). Pengaruh sosial terhadap pengadopsian teknologi mengacu pada

sejauh mana anggota jaringan sosial mempengaruhi perilaku satu sama lain, Pengaruh

sosial menjadi elemen penting untuk pengambilan keputusan (Rice et al., 1990).

Pendekatan dalam pemrosesan informasi sosial menegaskan bahwa dukungan dari

orang lain yang berpengaruh memiliki dampak penting pada tindakan apa aseseorang

memilih untuk mengambil, karena individu menyesuaikan keyakinan, sikap, dan

perilaku dengan konteks sosial mereka (Salancik dan Pfeffer, 1978).

Fulk, (1993); Schmitz dan Fulk, (1991) mengemukakan bahwa informasi

melewati jaringan sosial individu mempengaruhi persepsi mereka tentang target

teknologi. Pengaruh sosial setiap individu menghargai setiap pengaruh dari seseorang

dari pendapat dan pengetahuan dikembangkan melalui interaksi sosial, pengaruh

sosial adalah dampak kekuatan diskursif konsumen melalui hubungan sosial yang

dibangun melalui online dan media offline (Lu, 2013).

2.1.4    Facilitating Conditions

Konstruksi facilitating conditions adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa

dukungan eksternal dari infrastruktur organisasi dan teknis tersedia ketika

menggunakan artefak teknologi informasi (Venkatesh et al., 2003). Konstruk ini

berarti sumber daya yang dimiliki pengguna akan sangat mempengaruhi penerimaan

suatu teknologi. Menurut Triandis (1980), facilitating conditions sebagai suatu faktor
dalam lingkungan yang menjembatani atau membuat suatu tindakan lebih mudah

dilakukan.

Facilitating conditions sebagai tingkat yang diyakini oleh individu dalam

pengunaan infrastruktur teknis, ada untuk mendukung penggunaan, yang termasuk

referensi untuk memiliki sumber daya, pengetahuan, dan dukungan teknis atau

manajemen untuk menggunakan (Venkatesh et al., 2003). Selanjutnya, saat

penggunaan dengan keterampilan dan kemampuan yang tidak memadai serta

kesulitan dalam pengoperasian aplikasi, facilitating conditions sangat diperlukan,

seperti panduan pengguna, instruksi teknis dan bantuan pribadi menjadi lebih penting

(Thompson et al., 1991).

2.2    Pembelian Impulsif

Sebagian besar dari kita sudah terbiasa dengan pulang ke rumah dengan produk yang

tidak pernah terpikirkan untuk dibeli. Pembelian impulsif telah lama diidentifikasi

sebagai perilaku yang signifikan dalam bisnis ritel (Stern, 1962). Pembelian impulsif

adalah fenomena universal, meskipun dapat dimanifestasikan dengan cara yang

berbeda tergantung pada perbedaan individu dan budaya (Dittmar et al., 1995;

Verplanken dan Herabadi, 2001; Kacen dan Lee, 2002). Pembelian impulsif

didefinisikan sebagai pengalaman konsumen yang relatif luar biasa dan menarik,

pembelian impulsif dicirikan sebagai keinginan tiba-tiba tanpa mempertimbangan

akan konsekuensi di masa depan, dorongan yang kuat dan gigih untuk pembelian
impulsif sangat sulit untuk ditolak (Rook, 1987; Beatty dan Ferrell, 1998; dan Sharma

et al., 2010). 

Pembelian impulsif juga dipengaruhi oleh dorongan psikologis untuk membeli

ketika sudah di depan objek. Dalam perspektif psikologi pembelian impulsif

didefinisikan sangat berbeda dari perspektif lainya. Hal yang disoroti dari berbagai

konstruksi atau mekanisme yang menjelaskan perilaku pembelian impulsif, seperti

kepribadian, emosi, masalah identitas, proses kognitif, kontrol diri, atau psikopatologi

(Rook, 1987). Perilaku konsumen yang digerakkan secara emosional dan secara

kognitif memanifestasikan dirinya dalam keinginan yang tak tertahankan untuk

melakukan pembelian impulsif ketika di hadapkan pada objek yang menarik (Zhang

dan Shrum, 2009; Punj, 2011). Konsumen mengambil keputusan sangat singkat

dalam pembelian impulsif, hanya memiliki selang waktu beberapa saat dalam rangka

pemenuhan keinginan yang didorong oleh faktor godaan hedonis, kepuasan, dan

suasana hati yang tinggi (Baun dan Groeppel, 2003; Punj, 2011; Puri, 1996; Taute

dan Quitty, 2004). 

Godaan yang dirasakan konsumen berasal dari daya tarik emosional terhadap

objek yang diinginkan untuk kepuasan sesaat, pembelian menghasilkan kegembiraan,

dan stimulasi pembelian impulsif yang cenderung memberi tekanan pada emosi dan

kepuasaan perasaan disebabkan oleh pengalaman masa lalu (Beatty dan Ferrell, 1998;

Flight et al., 2012; Puri, 1996; Benteng, 1987; Hoch dan Loewenstein, 1991; Kacen

dan Lee, 2002). Singkatnya, pembelian impulsif biasanya dikategorikan

menggunakan tiga kriteria. Pembelian impulsif merupakan sebuah godaan sering


terjadi karena kedekatan konsumen dengan produk, rangsangan pemasaran, dan

ditambah dengan faktor situasional (Adelaar et al., 2003; Dholakia, 2000; dan

Sharma et al., 2010). 

Satu wawasan teoritis bahwa pemahaman tentang perilaku tidak masuk akal

yang disebabkan oleh keputusan pembelian impulsif. Ketika konsumen membuat

keputusan pembelian dalam social trading, mereka sering bertindak secara impulsif

karena social trading adalah situs web deal-of-the-day yang terdapat fitur kupon,

hadiah diskon saat membeli (Lee & Kim, 2012). Terdapat perbedaan dua model

pembelian yang dilakukan oleh konsumen, yaitu pembelian yang masuk akal

(terencanakan), dan pembelian impulsif. Perbedaan tersebut pada pembelian yang

masuk akal (terencanakan), biasanya membutuhkan proses yang lebih kompleks

untuk memikirkan saat melakukan pembelian, sedangkan pembelian impulsif adalah

keputusan yang sederhana dibuat dari rangsangan emosional. Oleh karena itu, dalam

pembelian impulsif, seseorang tidak mempertimbangkan opsi alternatif lain atau fase

pencarian informasi terkait dengan objek yang akan dibeli (Benteng dan Hoch, 1985).

Menurut Applebaum (1951), bahwa pembelian impulsif merupakan hasil dari faktor

rangsangan promosi yang diberikan oleh aplikasi dalam perjalanan belanja atau

secara tiba-tiba. Padahal konsumen melakukan pembelian barang tidak direncanakan

atau terpikirkan saat berpergian, tetapi diputuskan ketika dihadapkan pada objek.

2.3    Promosi

Strategi promosi merupakan rangsangan bagi konsumen untuk menentukan apakah

promosi memengaruhi perilaku pembelian impulsif konsumen (Dholakia, 2000).


Kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan merupakan cerminan dalam

mengkomunikasikan produk mereka yang sudah beredar di pasar dalam

mempengaruhi pembelian impulsif oleh konsumen (Kotler dan Amstrong, 2008).

Strategi promosi tak terduga pada pembelian barang tertentu adalah faktor yang

membuat konsumen tidak dapat menahan keinginan untuk berbelanja, yang akhirnya

melakukan pembelian impulsif (Nusair et al., 2010). Semakin besar promosi akan

membuat konsumen semakin antusias untuk membeli secara spontan (Park dan Noh,

2012). Campbell dan Diamond (1990) mengkategorikan promosi berdasarkan harga

mejadi dua, yakni:

1. Promosi harga terhadap barang yang dibeli 

Faktor promosi harga yang menyebabkan perilaku pembelian impulsif oleh

konsumen, karena dengan adanya diskon akan menurunkan jumlah

pengeluaran biaya untuk pembelian suatu produk. Harga diskon yang

digunakan pada strategi promosi ketika perusahaan menurunkan harga barang

tertentu untuk menarik minat konsumen.

Perubahan harga yang didiskon memengaruhi perubahan dalam emosi

konsumen, sehingga konsumen yang merasa senang karena mendapatkan

manfaat dari pembelian, dan peningkatan aspek positif menyebabkan mereka

benar-benar membelanjakan lebih banyak uangnya (Park dan Noh, 2012;

Song et al., 2015). Stimulus instan semacam harga diskon akan mendorong

konsumen untuk mengubah standar referensi mereka untuk harga produk, dan
perubahan ini mempengaruhi kesediaan mereka untuk melakukan pembelian

impulsif (Nusair et al., 2010). 

2. Promosi non-harga yang menekankan pada kelangkaan dan nilai barang. 

Perusahaan sering membatasi pasokan produk mereka atau masa promosi

dengan harapan dapat menekan konsumen dan mengurangi waktu yang

dipikirkan konsumen dalam pembelian produk. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan rasa urgensi dan memicu niat konsumen membeli barang

diskon (Vaidyanathan dan Aggarwal, 2003). Kelangkaan barang adalah

batasan strategis dari persediaan, waktu, atau kondisi pembelian dari suatu

produk, perusahaan menyampaikan pesan kepada konsumen bahwa

kemungkinan produk akan langka dimasa depan (Aggarwal et al., 2011).

Bagi konsumen, strategi promosi non harga memengaruhi daya tarik

produk. Ketika permintaan lebih besar dari penawaran, konsumen percaya

bahwa produk tersebut populer dan laris manis di pasaran, yang membuat

perubahan dalam penilaian normatif mereka dan mengarah pada pembelian

impulsif (Parker dan Lehmann, 2011).

2.4    Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Performance Expectancy terhadap Penggunaan Aplikasi

Pembayaran

Konsumen yang menggunakan aplikasi pembayaran memperoleh manfaat

fleksibilitas dalam mengakses layanan dengan mudah. Hasil penelitian Mohammadi


(2015) memaparkan bahwa layanan m-banking semakin meningkat disebabkan oleh

fleksibilitas yang diberikan kepada pelanggan perbankan untuk memudahkan akses

informasi, dan kenyamanan kepada pelanggan. Fasilitas internet banking yang

diberikan oleh perbankan kepada pelanggan membuat mereka lebih antusias, karena

adanya utilitas yang dirasakan oleh pelanggan (Alalwan et al., 2016). Performance

expectancy yang tinggi disebabkan oleh utilitas yang diperoleh akan berpengaruh

positif terhadap niat menggunakan teknologi (Venkatesh et al., 2003).

Semakin tingginya performance expectancy yang dirasakan oleh kosumen

ketika menggunakan aplikasi pembayaran, akan meningkatkan kepuasan dan utilitas

yang diperoleh dalam kondisi tertentu (Venkatesh et al., 2003). Konsumen memiliki

sikap antusias dari pengadopsian teknologi, ketika mereka memiliki jaminan bahwa

teknologi komputer lebih memberikan manfaat yang positif daripada tidak

menggunakanya (Compeau dan Higgins, 1995). Penelitain yang dilakukan oleh Park

et al. (2007) menemukan tingginya performance expectancy akan berdampak

terhadap niat konsumen terhadap penggunaan aplikasi seluler. 

performance expectancy termasuk aspek pengalaman dan emosional layanan

yang diberikan yang berasal dari multisensor, emotif, dan aspek hiburan dari

pengalaman dalam proses berbelanja (Babin et al., 1994; Holbrook, 1999).

performance expectancy diperoleh melalui kesenangan berkomunikasi dengan orang

lain, melalui ponsel layanan belanja atau berinteraksi dengan ponsel fungsi multi

sensor dan fitur layanan. Saat performance expectancy terpenuhi saat pengunaan
belanja mobile, maka sikap positif konsumen terhadap penggunaan layanan belanja

seluler signifikan (Yang, 2010).

Abu Shanab dan Pearson (2007) meneliti penggunaan internet banking, hasil

temuanya performance expectancy merupakan salah satu faktor yang signifikan

mempengaruhi niat pelanggan dalam menggunakannya. konsumen menilai

menggunakan aplikasi pembayaran dapat memperoleh manfaat dari waktu yang lebih

fleksibel, mudah mengatur anggaran, histori transaksi, dan mudah digunakan dalam

kondisi apapun (Limayem et al., 2007). Mazhar et al. (2014) menyatakan perilaku

konsumen dapat ditumbuhkan ketika konsumen memiliki efek positif terhadap

penggunaan teknologi M-banking. Dengan demikian, hipotesis yang diusulkan adalah

sebagai berikut.

H1: Performance expectancy berpengaruh positif terhadap penggunaan aplikasi

pembayaran.

2.4.2 Pengaruh Effort Expectancy terhadap Penggunaan Aplikasi Pembayaran

Era industri 4.0 memiliki ketersedian teknologi baru yang pengunaanya memudahkan

konsumen berinteraksi dengan konsumen lainya secara mudah dan praktis. Venkatesh

et al. (2003) mengemukakan bahwa kemudahan mengoperasikan teknologi baru

memengaruhi persepsi konsumen terhadap niat mengunakan Unified Theory of

Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Penelitian Raza et al. (2018)

menemukan adanya pengaruh positif effort expectancy terhadap niat menggunakan

teknologi mobile banking pada perbankan syariah Pakistan.


Park dan Ohm (2014) menemukan kemudahan penggunaan aplikasi seluler

memberikan pengaruh signifikan positif terhadap penerapan aplikasi seluler.

Penelitian Zhou et al. (2010) juga menemukan adanya hubungan langsung antara

effort expectancy dan niat perilaku untuk menggunakan konstruk UTAUT. Jika

sebuah teknologi baru membutuhkan sedikit usaha untuk mempelajari dan memahami

cara menggunakannya, niat adopsi pengguna dari teknologi akan lebih tinggi. Yang

(2015) menunjukkan bahwa effort expectancy merupakan prediktor positif dari adopsi

aplikasi belanja seluler. Niat individu untuk menggunakan teknologi cenderung

meningkat dengan mengurangi kompleksitas pada pengunaan teknologi, (Wong et

al., 2015).

Aplikasi pembayaran merupakan salah satu alat transaksi yang memudahkan

konsumen dalam penggunaanya. Penggunaan teknologi akan memudahkan konsumen

dalam bertransaksi. Kemudahan yang diterima oleh konsumen terhadap penggunaan

mobile bangking akan meningkatkan tingkat pengadopsian yang lebih tinggi (Koenig-

Lewis et al., 2010). Jika konsumen memperoleh kemudahan dalam mengoprasikan

aplikasi, hal itu akan meningkatkan niat konsumen untuk melakukan transaksi

melalui aplikasi (Lin, 2011). 

Amin et al. (2008) meneliti layanan m-banking yang digunakan pada

perbankan Jordania, hasilnya menemukan persepsi effort expectancy yang tinggi akan

meningkatkan niat untuk menggunakan layanan m-banking. Teknologi aplikasi

pembayaran yang menggunakan desaign simpel akan memudahkan konsumen saat

menggunakanya, hal itu akan menciptakan kesan positif yang membuat konsumen
mengadopsi penggunaan teknologi m-banking (Mazhar et al., 2014). Effort

expectancy merupakan faktor penting dalam memengaruhi niat konsumen dalam

menggunakan teknologi m-banking (Kishore dan Sequeira, 2016).

Kemudahan menggunakan teknologi merupakan hal yang penting, karena

memengaruhi perilaku konsumen terhadap niat menggunakan dompet digital (Brown

dan Venkatesh, 2005). Aplikasi pembayaran memfasilitasi konsumen untuk

bertransaksi dalam kondisi apapun, karena memberikan kemudahan yang praktis,

aplikasi pembayaran saat digunakan akan memberikan kesan berbeda dengan

menggunakan pembayaran tunai. Jeong dan Yoon (2013) menemukan konsumen

yang menerima effort expectancy atau kemudahan saat menggunakanya akan

memengaruhi niat konsumen untuk mengadopsinya layanan m-banking. Dengan

demikian, hipotesis yang diusulkan adalah sebagai berikut.

H2: Effort expectancy berpengaruh positif terhadap penggunaan aplikasi pembayaran.

2.4.3 Pengaruh Sosial terhadap Penggunaan Aplikasi Pembayaran

Perkembangan teknologi mutakhir dapat memudahkan konsumen dalam transaksi,

atau kemudahan yang diperoleh memengaruhi sikap atusias konsumen. Pengunaan

aplikasi pembayaran sangat dipengaruhi oleh faktor kontekstual, seperti pengaruh

sosial (Malhotra dan Galletta, 1999). Penelitain Nysveen et al. (2005) menemukan

bahwa pengaruh sosial secara positif mempengaruhi niat konsumen untuk

menggunakan aplikasi seluler. Pengaruh sosial sangat dipengaruhi oleh persepsi dari

orang-orang sekitar mereka, bahwa dengan mengunakan Technology Acceptance


Model (TAM) memudahkan dalam proses pembayaran dan biaya yang lebih rendah

(mathieson et al., 2001). 

Sebelum konsumen menggunakan aplikasi seluler, konsumen cenderung

malakukan penilaian terhadap manfaat yang akan diterima ketika menggunakan

aplikasi seluler (Dahlberg et al., 2008). Hal ini diindikasi oleh interaksi yang terjadi

di masyarakat dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengunakan aplikasi

pembayaran. Hasil penelitian Wu et al. (2007) adalah terdapat pengaruh positif

pengaruh sosial dalam menentukan perilaku konsumen terhadap penggunaan

teknologi 3G. Persepsi positif yang diperoleh ketika interaksi sesama teman atau

masyarakat yang membuat konsumen beralih menggunakan aplikasi seluler (Nysveen

et al., 2005). 

Perilaku penggunaan layanan seluler sangat dipengaruhi oleh tekanan

subyektif. Shin (2007) menemukan bahwa pengaruh social influence (norma

subyektif) merupakan penentu dalam penggunaan mobile wallet. Nysveen et al.

(2005) menemukan bahwa konsumen menggunakan aplikasi pembayaran disebabkan

oleh mereka mengamati aktivitas orang lain di ruang sosial publik, perkembangan

teknologi memudahkan konsumen dalam berinterkasi dengan orang lain. 

Penelitian Fang et al. (2009) menemukan bahwa pengaruh sosial

memengaruhi niat konsumen terhadap penggunakan teknologi e-commerce.

Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap penggunaan aplikasi pembayaran

sangat dipengaruhi oleh mulut ke mulut. Konsumen yang telah lama mengunakan

teknologi mobile wallet secara sukarela menyebarkan berita tentang pengalaman


mereka kepada teman-temanya tentang maanfaat yang diperoleh (Dahlberg dan

Oorni, 2007). Hasil penelitian Shib (2009) menyatakan bahwa penggunaan teknologi

mobile wallet lebih dipengaruhi oleh rekan-rekan mereka terhadap keputusan

pengadopsian teknologi. Dengan demikian, hipotesis yang diusulkan adalah sebagai

berikut.

H3: pengaruh sosial berpengaruh positif terhadap penggunaan aplikasi pembayaran

2.4.4 Pengaruh Facilitating Conditions terhadap Penggunaan Aplikasi

Pembayaran

Dalam konteks penggunaan aplikasi pembayaran, facilitating conditions merupakan

faktor pendukung teknis yang disediakan oleh vendor untuk mempermudahan

konsumen dalam pengoperasian teknologi (Venkatesh et al. 2003). Baptista dan

Oliveira (2015) meneliti tentang pengadopsian m-bangking di perbankan Ghana, hasil

temuannya konsumen membutuhkan keterampilan pengoprasian, ketersedian ponsel,

koneksi internet, tutorial dan keamanan data saat menggunakan teknologi. Ketika

ketersedian facilitating conditions akan memengaruhi niat konsumen terhadap

penggunaan teknologi mobile app based shopping (Tak dan Panwar, 2017).

Tingginya tingkat persepsi positif tentang facilitating conditions oleh

konsumen akan mengarah terhadap niat penggunaan aplikasi pembayaran. Hasil

penelitian Ajzen (1991) menemukan konsumen yang disedikan facilitating conditions

oleh perusahaan akan cenderung memiliki niat lebih tinggi untuk menggunakan

teknologi. Crabbe et al. (2009) menemukan facilitating conditions memengaruhi niat

konsumen terhadap penggunaan m-banking di Ghana. Penelitian Alalwan et al.


(2017) meneliti adopsi m-banking oleh pelanggan bank Yordania, dan hasilnya

temuannya facilitating conditions secara signifikan mempengaruhi perilaku

konsumen terhadap niat menggunakan m-banking.

Tingkat facilitating conditions yang lebih tinggi harus berfungsi untuk

mengurangi tingkat ketidakpastian atau ambiguitas dalam pengunaan online social

network. Penelitian tentang kondisi fasilitasi telah menunjukkan bahwa hal itu terkait

positif dengan perilaku penggunaan online social network (Lin dan Anol, 2008).

Facilitating conditions telah diidentifikasi memiliki efek pada adopsi banyak inovasi

sistem informasi baru (Cheung et al., 2000; Jones et al., 2002). Penelitian Lu (2013)

menemukan bahwa facilitating conditions memiliki dampak signifikan terhadap

kepercayaan yang dirasakan dalam lingkungan pengunaan teknologi seluler nirkabel,

yang pada gilirannya mempengaruhi niat pengguna untuk mengadopsi teknologi

seluler nirkabel.

Facilitating conditions menjadi hal yang penting dalam memengaruhi

perilaku konsumen terhadap niat penggunaan aplikasi pembayaran. Chong (2013)

Hasil penelitain facilitating conditions memengaruhi niat penggunaan e-commerce,

disebabkan konsumen memperoleh kemudahan dalam menggunakan aplikasi.

Konsumen biasanya mencari bantuan ketika mereka mengalami kendala dalam

penggunaan teknologi baru. Kemudahan yang diperoleh oleh konsumen dalam

pengoperasian teknologi yang diberikan oleh penyedia jasa, atau bantuan dari

temanya akan memengaruhi peningkatan penggunaan e-commerce di Cina (Lewis et

al., 2010). Dengan demikian, hipotesis yang diusulkan adalah sebagai berikut.
H4: facilitating canditions berpengaruh positif terhadap penggunaan aplikasi

pembayaran

2.4.5 Pengaruh penggunaan aplikasi pembayaran terhadap pembelian impulsif

Perkembangan teknologi memudahkan konsumen dalam melakukan transaksi

pembelian. Keberadaan teknologi (aplikasi pembayaran) akan merangsang minat

konsumen terhadap pembelian impulsif (Wiwik et al., 2018). Era sekarang dengan

ketersedian platfom aplikasi pembayaran yang memberikan kenyamanan, kecepatan,

mempersingkat waktu, promosi, tanpa batas waktu dan ruang (Wang et al., 2015).

Soman (2001) dan Aguilar et al. (2018) menemukan pilihan pada sistem pembayaran

menggunakan kartu kredit memengaruhi perilaku konsumen terhadap pembelian

impulsif.

Meningkatnya pembelian dilakukan oleh konsumen disebabkan oleh

kemudahan dalam proses pembayaran. Ghost et al. (2010) konsumen di era modern

lebih menyukai pembayaran dengan aplikasi pembayaran (sistem), dikarenakan lebih

efisien, tepat, inovatif, dan hanya menggunakan ponsel. Penelitain Feinberg (1986)

menemukan konsumen lebih mungkin membeli dan membayar dengan cepat untuk

produk tertentu ketika menggunakan kartu kredit. 

Rangsangan eksternal, dan ketersediaan platform aplikasi pembayaran

(karakteristik platform belanja mobile) membangkitkan gairah dan kesenangan

konsumen untuk melakukan pembelian impulsif (Chung et al., 2017). Agarwal dan

Venkatesh (2002) menyatakan lebih sedikit (cepat) langkah-langkah saat melakukan

pembayaran akan mempengaruhi emosi konsumen untuk melakukan pembelian


impulsif. Pembelian melibatkan proses kognitif konsumen, proses pembayaran yang

cepat dengan pengunaan aplikasi pembayaran mengarah kepada pembelian imfulsif

yang lebih sering. Sedangkan ketika proses pembayaran rumit, konsumen akan

memikirkan kembali untuk pengeluaran yang akan dilakukan (Fiske, 1982).

Proses pembayaran yang lebih efisien membuat konsumen kurang sadar

tentang situasi keuangan saat ini dan mengarah pada kesenangan dalam pembelian

impulsif yang lebih besar (Dutta et al., 2003). Penyedia aplikasi pembayaran

menawarkan promosi berupa diskon, cashback, poin loyalitas, dan beli 1 gratis 1.

Penawaran dari penyedia aplikasi pembayaran tersebut juga bekerja sama dengan

toko-toko tertentu sehingga menarik konsumen untuk melakukan pembelian. 

Dengan demikian, hipotesis yang diusulkan adalah sebagai berikut.

H5a: penggunaan aplikasi pembayaran berpengaruh positif terhadap pembelian

impulsif

H5b: terdapat efek pemoderasi promosi pada hubungan penggunaan aplikasi

pembayaran dengan pembelian impulsif

Berikut adalah kerangka konseptual penelitian ini.


Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian
BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang desain penelitian, populasi dan sampel, metode

pengumpulan data, definisi operasional variabel dan pengukuran, uji instrumen

meliputi uji validitas dan reliabilitas, serta teknik analisis data.

3.1.    Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yang bersifat kuantitatif. Menurut

Neuman (2014), penelitian eksplanatori adalah penelitian yang mempunyai tujuan

utama untuk menjelaskan alasan sebuah fenomena terjadi dan untuk membuktikan

sebuah teori. Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif kausal, yang digunakan

untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel

dependen, yaitu pembelian impulsif, penggunaan aplikasi pembayaran, performance

expectancy, effort expectancy, pengaruh sosial, dan facilitating conditions.

3.2.    Populasi dan Sampel

Populasi adalah total elemen yang akan dibuatkan kesimpulannya dimana elemen

tersebut merupakan partisipan individu atau objek penelitian (Cooper dan Shindler,

2011). Berdasarkan definisi tersebut, populasi merupakan keseluruhan objek yang

karakteristik tertentu yang akan diteliti. Sedangkan sampel adalah pemilihan beberapa

elemen dalam suatu populasi (Cooper & Schindler, 2011).  Teknik pengambilan

sampel penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Teknik ini

digunakan karena jumlah populasi dalam penelitian ini tidak diketahui dengan pasti.
Selain itu, teknik ini digunakan karena responden yang dipilih memiliki karakteristik

tertentu. Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah memiliki

perangkat seluler dan terdapat aplikasi pembayaran.

3.3.    Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan kuesioner

kepada responden, baik secara langsung maupun melalui media daring. Jenis data yag

dikumpulkan merupakan data cross section. Responden diminta untuk memberikan

tanggapannya pada satu waktu. Data yang dikumpulkan bersumber dari data primer.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert dengan lima alternatif

jawaban.

3.4.    Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan definisi dari setiap variabel yang menjadi sorotan di

dalam penelitian ini. Setiap variabel perlu memiliki definisi yang sesuai dengan

konteks penelitian agar dapat lebih mudah dipahami dan tidak menimbulkan

kebingungan serta ambiguitas. Berikut ini merupakan penjabaran definisi operasional

variabel beserta instrumen pengukurannya. Setiap instrumen pengukuran dinilai

menggunakan skala likert 1-5 mulai dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju.

3.4.1.    Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif adalah perilaku membeli secara spontan, tanpa pertimbangan

konsekuensi di masa depan.


Tabel 3.1 Indikator Pembelian Impulsif
No. Instrumen Pengukuran
1 Saya membeli barang yang sebenarnya tidak saya butuhkan
2 Saya membeli barang yang biasanya tidak saya butuhkan
3 Saya membeli barang dan kemudian saya tidak tahu mengapa membelinya
4 Saya membeli barang yang belum saya rencanakan
Sumber: Sneath et al. (2009).

3.4.2.    Penggunaan Aplikasi Pembayaran

Penggunaan aplikasi pembayaran adalah perilaku konsumen untuk menggunakan

aplikasi pembayaran ketika melakukan pembelian produk.

Tabel 3.2 Indikator Penggunaan Aplikasi Pembayaran


No Instrumen Pengukuran
1 Saya kadang-kadang menggunakan aplikasi pembayaran 
2 Saya sering menggunakan aplikasi pembayaran untuk membeli produk
3 Saya selalu menggunakan aplikasi pembayaran untuk membeli produk
Sumber: Tak dan Panwar (2016).

3.4.3.    Performance Expectancy

Performance expectancy adalah tingkatan dimana individu percaya bahwa

menggunakan teknologi akan meningkatkan kinerja tugas mereka.

Tabel 3.3 Indikator Performance Expectancy

No Instrumen Pengukuran
1 Saya akan menemukan aplikasi pembayaran berguna dalam pembelian
2 Menggunakan aplikasi pembayaran memungkinkan saya untuk lebih efisien
3 Menggunakan aplikasi pembayaran mempermudah proses pembelian
4 Jika saya menggunakan aplikasi pembayaran, saya akan menghemat waktu
 Sumber: Venkatesh et al. (2003).

3.4.4.    Effort Expectancy


Effort expectancy adalah penilaian individu tentang sejauh mana pemanfaatan

teknologi bebas dari upaya (Venkatesh et al., 2003). Aspek ini dibentuk dengan

mengintegrasikan konstruksi berorientasi upaya dari model pemberian informasi

(misalnya kemudahan penggunaan dan kompleksitas).

Tabel 3.4 Indikator Effort Expectancy

No Instrumen Pengukuran
1 Mempelajari penggunaan aplikasi pembayaran mudah bagi Saya
2 Interaksi penggunaan aplikasi pembayaran jelas dan mudah dipahami 
3 Penggunaan aplikasi pembayaran mudah bagi Saya
4 Saya dengan mudah menjadi terampil menggunakan aplikasi pembayaran
Sumber: Venkatesh et al. (2003).

3.4.5.    Pengaruh Sosial

Pengaruh sosial adalah persepsi individu bahwa orang lain berpikir dia harus

menggunakan artefak teknologi informasi (Venkatesh et al., 2003). Variabel ini

terdiri dari norma-norma subyektif, faktor sosial, dan konstruksi citra yang

diidentifikasi secara konseptual mencerminkan tekanan normatif yang melibatkan

persuasi individu persetujuan tentang penggunaan teknologi dari kelompok sosialnya

dan motivasi untuk mematuhi makna sosial bersama di antara anggota kelompok

(Venkatesh et al., 2012).


Tabel 3.5 Indikator Pengaruh Sosial

No Instrumen Pengukuran
1 Orang yang penting bagi Saya berpikir bahwa Saya seharusnya menggunakan
aplikasi pembayaran
2 Orang yang berpengaruh pada perilaku Saya berpikir bahwa saya seharusnya
menggunakan aplikasi pembayaran
3 Saya akan menggunakan aplikasi pembayaran jika layanan ini digunakan oleh
sebagian besar orang
Sumber: Venkatesh et al (2012).

3.4.6.    Facilitating Conditions

Konstruksi kondisi yang memfasilitasi adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa

dukungan eksternal dari infrastruktur organisasi dan teknis tersedia ketika

menggunakan artefak teknologi informasi (Venkatesh et al., 2003).

Tabel 3.6 Indikator Facilitating Conditions

No Instrumen Pengukuran
1 Saya memliki sumber daya yang diperlukan untuk menggunakan aplikasi
pembayaran
2 Saya memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan aplikasi
pembayaran
3 Aplikasi pembayaran kompatibel dengan teknologi lain yang saya gunakan
4 Saya bisa mendapatkan bantuan dari orang lain ketika saya kesulitan
menggunakan aplikasi pembayaran
Sumber: Venkatesh et al (2003).

3.5.    Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dari pengambilan sampel diolah menggunakan Structured

Equation Modeling (SEM) dengan bantuan software Partial Least Square (PLS).

Sebelum diuji menggunakan alat statistik yang sesuai, pengujian instrumen penelitian
dilakukan terlebih dahulu. Agar data yang diperoleh dari kuesioner bisa

mencerminkan apa yang akan diukur maka perlu dilakukan uji validitas dan

reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan. Metode uji validitas dan reliabilitas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.5.1.    Uji Validitas

Validitas disini lebih berfokus pada validitas konstruk. Validitas konstruk dibagi

menjadi dua yaitu convergent validity dan discriminant validity (Neuman, 2014).

Neuman (2014) mendefinisikan convergent validity sebagai tipe dari validitas alat

ukur yang menggunakan banyak indikator yang didasarkan pada logika bahwa

indikator – indikator yang tergolong satu konstruk memiliki pergerakan yang mirip

dan mengelompok. Sedangkan discriminant validity adalah tipe validitas dengan

dasar pemikiran bahwa indikator dari suatu konstruk berbeda dengan indikator

konstruk lain.

Uji convergent validity dilakukan dengan menghitung nilai AVE dari

konstruk-konstruk penelitian. Nilai AVE dari masing-masing konstruk dalam

penelitian harus lebih dari sama dengan 0,5 (Hair et al, 2014). Sementara itu, uji

discriminant validity dilakukan dengan melihat cross loading dari masing-masing

konstruk. Sebuah konstruk mempunyai discriminant validity apabila indikator

konstruk tersebut mempunyai nilai loading paling tinggi pada kelompok konstruknya

sendiri (Hair et al, 2014). Discriminant validity dari konstruk juga dilihat dari

perbandingan antara nilai akar kuadrat dari nilai average variance extracted dengan
korelasi konstruk satu dengan konstruk lainnya. Pengujian dengan cara ini disebut

Fornell-Lacker Criterion. Suatu konstruk dikatakan mempunyai discriminant validity

apabila nilai dari akar kuadrat dari AVE konstruk lebih besar dari nilai korelasi

terbesar antara konstruk tersebut dengan konstruk lain.

3.5.2.    Uji Reliabilitas

Reliabilitas konstruk diuji dengan menggunakan cronchbach alpha dan juga

composite reliability dari konstruk. Cronchbach alpha dan composite reliability

digunakan jika alat ukur yang digunakan menggunakan beberapa indikator untuk

mengukur suatu konstruk (Cooper & Schinder, 2014). Nilai dari cronchbach alpha

dan composite reliability lebih dari atau sama dengan 0,7. Composite reliability

digunakan bersamaan dengan Cronbach alpha karena nilai composite reliability tidak

terpengaruh dengan besaran sampel sehingga dipandang sebagai pengukuran nilai

reliabilitas konstruk yang lebih tepat.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan Strctured Equation Model (SEM).

Terdapat dua macam SEM, yaitu covariance based (CB) dan partial least square

(PLS). Penelitian ini menggunakan jenis SEM-Partial Least Square (SEM-PLS).

Model struktural dalam PLS dievaluasi dengn melihat nilai R 2, nilai koefisien jalur

dan nilai t pada setiap jalur (Jogiyanto & Abdullah, 2016). R2 digunakan untuk

melihat kesesuaian model yang diajukan. Semakin tinggi nilai R 2, maka semakin baik

model yang diajukan. Pengukuran kesesuaian model merupakan sesuatu yang relatif,
penggunaan beberapa indeks goodness of fit memungkinkan peneliti mendapatkan

suatu penerimaan mengenai model yang diusulkan (Hair et al., 2010).


DAFTAR PUSTAKA

Abu, S. E., and Pearson, J. 2007. Internet banking in Jordan: The unified
theory of acceptance and use of technology (UTAUT) perspective.
Journal of Systems and information Technology, 9(1), 78-97.
Adelaar, T., Chang, S., Lancendorfer, K. M., Lee, B., & Morimoto, M. (2003).
Effects of media formats on emotions and impulse buying
intent. Journal of Information Technology, 18(4), 247-266.
Agarwal, R., dan Venkatesh, V. 2002. Assessing a Firm's Web Presence: A
Heuristic Evaluation Procedure for the Measurement of Usability.
Information Systems ResearchVol. 13, No. 2.
Alalwan, A.A., Dwivedi, Y., Rana, N.P. and Williams, M.D. (2016),
“Consumer adoption of mobile banking in Jordan: examining the role
of usefulness, ease of use, perceived risk and selfefficacy”, Journal of
Enterprise Information Management, Vol. 29 No. 1.
Antunes, A., & Amaro, S. (2016). Pilgrims’ acceptance of a mobile app for the
Camino de Santiago. In Information and Communication Technologies
in Tourism 2016 (pp. 509-521). Springer, Cham.
Amin, H., Hamid, M.R.A., Lada, S. and Anis, Z. (2008), “The adoption of
mobile banking in Malaysia: the case of Bank Islam Malaysia Berhad
(BIMB)”, International Journal of Business and Society. Vol. 9 No. 2,
p. 43.
Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behaviour. Organizational Behaviour
and Human Decision Processes (50:2), pp. 179-211
Babin, B.J., William R.D., & Mitch G. 1994. Work and/or Fun: Measuring
Hedonic and Utilitarian Shopping.Journal of Retailing, 45(71), 47-40.
Baptista, G. and Oliveira, T. (2015), “Understanding mobile banking: the
unified theory of acceptance and use of technology combined with
cultural moderators”, Computers in Human Behavior, Vol. 50, pp. 418-
430
Brown, S. A., & Venkatesh, V (2005) Model of Adoption of Technology in
the Household: A Baseline Model Test and Extension Incorporating
Household Life Cycle. MIS Quarterly (29:4), pp. 399-426.
Cataluna, F. J., Gaitan, J. A., dan Correa, P. E. (2015). A comparison of the
different versions of popular technology acceptance models. DOI
10.1108/K-09-2014- 0184.
Crabbe, M., Standing, C., Standing, S. and Karjaluoto, H. (2009), “An
adoption model for mobile banking in Ghana”, International Journal of
Mobile Communications, Vol. 7 No. 5, pp. 515-543.
Compeau, D.R. and Higgins, C.A. (1995), “Computer self-efficacy:
development of a measure and initial test”, MIS Quarterly, Vol. 19 No.
2, pp. 189-211.
Chong, A.Y.L. (2013), “Predicting m-commerce adoption determinants: a
neural network approach”. Expert Systems with Applications, Vol. 40
No. 2, pp. 523-530.
Cheung, W., Chang, M.K. and Lai, V.S. (2000), “Prediction of internet and
world wide web usage at work: a test of an extended Triandis model”,
Decision Support Systems, Vol. 30 No. 1, pp. 83-101.
Chung, N., Song, H, G., dan Lee, H. 2017. Consumers’ impulsive buying
behavior of restaurant products in social commerce. in International
Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol 29, No 2, 709-
731
Dahlberg, T., Mallat, N., Ondrus, J., dan Zmijewska, A. 2008. Past, present
and future of mobile payments research: A literature review. Electronic
Commerce Research and Applications, 7(2), 165–181.
Dahlberg, T., & Öörni, A. (2007). Understanding changes in consumer
payment habits- do mobile payments and electronic invoices attract
consumers? In 40th HICSS (Hawaii International Conference on System
Sciences).
Davis, F.D. (1989). Perceived usefulness, perceived ease of use, and user
acceptance of information technology, MIS Quarterly, Vol. 13 No. 3,
pp. 319-340.
Dittmar, H., Beattie, J., & Friese, S. (1995). Gender identity and material
symbols: Objects and decision considerations in impulse
purchases. Journal of economic psychology, 16(3), 491-511.
Dutta, R., Jarvenpaa, S., & Tomak, K. (2003). Impact of feedback and
usability of online payment processes on consumer decision
making. ICIS 2003 Proceedings, 2.
Fiske, S, T,. In, M, S., dan Clark. 1982. Schema-triggered affect: Applications
to social perception Affect and cognition: The 17th annual Carnegie
symposium on cognition (pp. 55-78).
Hair, J. F. (2010). Black, Wc, Babin, Bj, & Anderson, Re (2010). Multivariate
data analysis, 7.
Hair Jr, J. F., Sarstedt, M., Hopkins, L., & Kuppelwieser, V. G. (2014). Partial
least squares structural equation modeling (PLS-SEM). European
business review.
Holbrook, M. B. (1999). consumer value: a framework for analysis and
research. Psychology Press.
Fang, J., Shao, P., & Lan, G. (2009). Effects of innovativeness and trust on
web survey participation. Computers in Human Behavior, 25(1), 144–
152.
Feinberg, R.A. (1986), “Cards as spending facilitating stimuli: a conditioning
interpretation”, Journal of Consumer Research, Vol. 13 No. 3, pp. 348-
356.
Im, I., Kim, Y., & Han, H. J. (2008). The effects of perceived risk and
technology type on users’ acceptance of technologies. Information &
Management, 45(1), 1-9.
Jeong, B.K. and Yoon, T.E. (2013), “An empirical investigation on consumer
acceptance of mobile banking services”, Business and Management
Research, Vol. 2 No. 1, p. 31.
Jones, E., Sundaram, S. and Chin, W. (2002), “Factors leading to sales force
automation use: a longitudinal analysis”, Journal of Personal Selling &
Sales Management, Vol. 22 No. 3, pp. 145-56
Kacen, J. J., & Lee, J. A. (2002). The influence of culture on consumer
impulsive buying behavior. Journal of consumer psychology, 12(2),
163-176.
Kang, S. (2014). Factors influencing intention of mobile application
use. International Journal of Mobile Communications, 12(4), 360-379.
Kourouthanassis, P. E., Georgiadis, C. K., Zamani, E., & Giaglis, G. M. (2010,
June). Explaining the adoption of mobile internet applications. In 2010
Ninth International Conference on Mobile Business and 2010 Ninth
Global Mobility Roundtable (ICMB-GMR) (pp. 148-153). IEEE.
Kishore, S, K., dan Sequeira, A, H. (2016), “An empirical investigation on
mobile banking service adoption in rural Karnataka”, SAGE Open,
Vol. 6 No. 1.
Lewis, K, N., Palmer, A. and Moll, A. 2010. Predicting young consumers take
up of mobile banking services”, International Journal of Bank
Marketing, Vol. 28 No. 5, pp. 410-432.
Limayem, M., and Cheung, C.M.K. 2008. "Understanding information
systems continuance: The case of Internet-based learning
technologies," Information & Management (45:4), pp. 227-232.
Lin, H.F. (2011), “An empirical investigation of mobile banking adoption: the
effect of innovation attributes and knowledge-based trust”,
International Journal of Information Management, Vol. 31 No. 3, pp.
252-260.
Lu, J. 2013. are personal innovativeness and social influence critical to
continue with mobile commerce?. Internet Research. Vol. 24 No. 2,
134-159.
Lin, C.P. and Anol, B. (2008), “Learning online social support: an
investigation of network information technology based on UTAUT”,
CyberPsychology & Behavior, Vol. 11 No. 3, pp. 268-72.
Neuman, W. L. (2014). Social Reseach Methods: Quantitative and Qualitative
Methods (4th ed.). Harlow: Pearson Education Limited.
Nysveen, H., Pedersen, H., Thorbjornsen, H., dan Berthon, P. 2005.
Mobilizing the brand. Journal of Service Research, 7(3), 257–276.
Mathieson, K., Peacock, E., & Chin, W. (2001). Extending the technology
acceptance model: The influence of perceived user resources. The Data
Base for Advances in Information Systems, 32(3), 86-112.
Mahzar, F., Fiaz, U., Ishrat, S., Razzaq, M, S., dan Khan, T, N. 2014. An
Investigation of Factors Affecting Usage and Adoption of Internet &
Mobile Banking In Pakistan. International Journal of Accounting and
Financial Reporting. Vol 4 N0 2.
Marangunic, N., dan Granic, A. (2015). Technology acceptance model: a
literature review from 1986 to 2013. DOI 10.1007/s10209-014-0348-1
Malhotra, Y., & Galletta, D. (1999). Extending the technology acceptance
model to account for social influence: Theoretical bases and empirical
validation. In Proceedings of the 32nd Hawaii international conference
on system sciences, Maui, Hawaii, January 5-8. Los Alamitos: IEEE
Computer Society Press.
Mohammadi, H. (2015), “A study of mobile banking loyalty in Iran”,
Computers in Human Behavior, Vol. 44, pp. 35-47.
Park, E. and Ohm, J. (2014), “Factors influencing users’ employment of
mobile map services”. Telematics and Informatics, Vol. 31 No. 2, pp.
253-265.
Park, J., Yang, S. and Lehto, X. (2007), “Adoption of mobile technologies for
Chinese consumers”, Journal of Electronic Commerce Research, Vol. 8
No. 3, p. 196.
Patel, V. (2016). Use of Mobile Wallet Service by the Youth: A Study based in
Ahmedabad. ASBM Journal of Management, 9(2).
Raza, S, A., Shah, N., dan Ali, M. 2018. Acceptance of mobile banking in
Islamic banks: evidence from modified UTAUT model. Journal of Islamic
Marketing Vol. 10 No. 1, pp. 357-376
Rook, Dennis W. (1987). "The Buying Impulse," Journal of Consumer
Research, 14 (September): 189-199.
Sharma, P., Sivakumaran, B., & Marshall, R. (2010). Impulse buying and
variety seeking: A trait-correlates perspective. Journal of Business
Research, 63(3), 276-283.
Shin, D, H. 2007. User acceptance of mobile Internet: Implication for
convergence technologies. Interacting with Computers. 19(4), 45–59.
Shin, D, H. 2009. towards an understanding of the consumer acceptance of
mobile wallet. Computers in Human Behavior, Vol 21, no 6, 1343-
1354
Soman, D. (2001). Effects of payment mechanism on spending behavior: The
role of rehearsal and immediacy of payments. Journal of Consumer
Research, 27(4), 460-474.
Stern, H. (1962). The significance of impulse buying today. Journal of
marketing, 26(2), 59-62.
Tak, R., dan Panwar, S. 2017. Using UTAUT 2 model to predict mobile app
based shopping: evidences from India", Journal of Indian Business
Research, https://doi.org/10.1108/JIBR-11-2016-0132
Venkatesh, V., Morris, M. G., Davis, G. B., and Davis, F. D. 2003. User
Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View, MIS
Quarterly (27:3), pp. 425-478.
Venkatesh, V., Thong, J. Y., Xu, X. (2012). Consumer acceptance and use of
information technology: extending the unified theory of acceptance and
use of technology. Mis Quarterly. Vol. 36 No. 1, pp. 157-178
Verplanken, B., & Herabadi, A. (2001). Individual differences in impulse
buying tendency: Feeling and no thinking. European Journal of
personality, 15(S1), S71-S83.
Wang, R.J.H., Malthouse, E.C. and Krishnamurthi, L. (2015), “On the go: how
mobile shopping affects customer purchase behavior”, Journal of
Retailing, Vol. 91 No. 2, pp. 217-234.
Weng, G. S., Zailani, S., Iranmanesh, M., & Hyun, S. S. (2017). Mobile taxi
booking application service’s continuance usage intention by users.
Transportation Research Part D. 207-216
Williams, M. D., Rana, N. P., & Dwivedi, Y. K. (2015). The unified theory of
acceptance and use of technology (UTAUT): a literature review.
Journal of Enterprise Information Management. Vol. 28 No. 3, pp.
443-448.
Wong, C, H., Tan, G, W, H., Loke, S, P., dan Ooi, K, B. 2015. “Adoption of
mobile social networking sites for learning”, Online Information
Review, Vol. 39 No. 6, pp. 762-778.
Wu, Y.L., Y.H. Tao, P.C. Yang (2007). “Using UTAUT to Explore the
Behavior of 3G Mobile Communication Users”, In Proceedings of the
International Conference on Industrial Engineering and Engineering
Management (IEEM).
Wiwik, H., Anshori, M., Usman, i., dan Mudjanarko, S, W. 2018. Why are you
happy with impulse buying? Evidence from Indonesia. Management
Science Letters. Volume 8 Issue 5 pp. 283-292.
Yang, K. 2010. Determinants of US consumer mobile shopping services
adoption: implications for designing mobile shopping services. Journal
of Consumer Marketing. 27/3 262–270.
Yang, K. 2015. “Determinants of US consumer mobile shopping services
adoption: implications for designing mobile shopping services”,
Journal of Consumer Marketing, Vol. 27 No. 3, pp. 262-270
Zhang, Y., & Shrum, L. J. (2009). The influence of self-construal on impulsive
consumption. Journal of Consumer Research, 35(5), 838-850.
Zhou, T., Lu, Y. dan Wang, B. 2010, “Integrating TTF and UTAUT to explain
mobile banking user adoption”, Computers in Human Behaviour, Vol.
26 No. 4, pp. 760-767.

Anda mungkin juga menyukai