Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ARV DAN PERAN

PERAWAT DALAM MENINGKATKAN ADHERENCE

DOSEN PENGAMPUH
I Gst. Ayu Mirah Adi,M.Kes
KELOMPOK 2
 ASRI WATI SARIFUDIN 018013525
 ANGGI SATRIA PRATAMA AJI
 BUDIMAN
 NURHAYATI
 WAHYUNI
 WULAN SARITI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2019/2020
BAB I

1
PEMBAHASAN

A. Askep penatalaksaan Pasien ARV

HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan


terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan pada pasien
untuk menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan mengurangi terjadinya
infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak
menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang
usia harapan hidup penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas golongan seperti nukleoside
reverse transcripetase inhibitor, non-nucleotide reverse transciptase inhibitor dan protease.

1. Tujuan pemberian ARV


ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan untuk :
a. Menghentikan replikasi HIV.
b. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadi infeksi oportunistik.
c. Memperbaiki kualitas hidup.
d. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.
2. Jenis obat-obatan ARV
Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside reverse transcriptase
inhibitor, non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor, protease inhibitor dan fussion
inhibitor.
a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA
virus menjadi DNA (proses ini dikenal oleh virus HIV agar bisa bereplikasi. Contoh
dari obat ARV yang termasuk dalam golongan ini terdapat pada tabel di bawah ini.

Nama Generik Nama Dagang Nama Lain


Zidovudine Retrovir AZT,ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC,
dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4t
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/lamivudine Combivir Kombinasi AZT dan
3TC
Abacavir Ziagen ABC
Zidovu dine/lamivudine/abacavir Trizivir Kombinasi AZT, 3TC

2
dan abacavir
tenofavir viread Bis-poc PMPA

b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI), yang termasuk golongan ini adalah
tenofovir (TDF).
c. non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Golongan ini juga bekerja
dengan menghambat proses perubahan RNA menajdi DNA dengan cara mengikat
reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi.
d. Protease inhibitor (PI, menghalangi kerja enzim protesa yang berfungsi memotong
DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk memproduksi virus
baru, contoh obat golongan ini adalah indinavir (APV), dan nelvinavir (NFV),
squinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV) dan loponavir/ritonavir (LPV/r).
e. Fusion inhibitor. Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20).
3. Efek samping ARV
Pasien yang sedang mendapatkan HAART umumnya menderita efek samping. Sebagai
akibatnya, pengobatan infeksi HIV dan risiko toksisitas yang kompleks antara
menyeimbangkan keuntungan supresi HIV dan risiko toksisitas obat. Sekitar 25%
penderita tidak meminum dosis yang dianjurkan karena takut akan efek samping yang
ditimbulkan oleh ARV (Arminio Monforte, Chesney, Eron, 2000, dan Ammassari, 2001
dalam kapser et al, 2006). Obat-obat ARV mempunyai efek samping tertentu seperti

3
4
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ARV

A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, alamat, no
regestrasi dan diagnosa medis.
2) Status Kesehatan
a) Alasan MRS
Keluhan Utama : Contoh K/U Pasien mengeluhkan badan terasa lemas, sakit
kepala, susah tidur, diare dll.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
d) Riwayat Penyakit Keluarga
3) Pemeriksaan fisik
Inspeksi,Palpasi, Perkusi, Auskultasi
4) Aktivitas / istirahat
Mengatakan susah tidur (pola tidur terganggu).
5) Gejala: Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi
kelelahan / malaise, Perubahan pola tidur
6) Psikososial
Takut menghadapi kematian karena penyakitnya.
B. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang didapatkan berdasarkan efek
samping dari pemberian ARV sebagai berikut :
 Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan,diare,AIDS d.d keluhan haus,
kelelahan, membran mukosa kering
 Defisit Nutrisi b.d asupan makan kurang dan tidak seimbang, informasi kurang
d.d mukosa pucat, BB menurun
 Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan , kurang privasi, nyeri d.d
sering terjaga, sulit tidur, kurang kemampuan beraktivitas menurun
 Ansietas b.d kurang pengetahuan ,ancaman terhadap kematian, terpapar
bahaya lingkungan d.d merasa bingung , merasa khwatir, gelisah

5
C. Intervensi Keperawatan

No. DIAGNOSA TUJUAN RENCANA RASIONAL


TINDAKAN
1 Defisit Nutrisi b.d Setelah NIC : Manajemen  Mengetsahui
asupan makan kurang dilakukan nutrisi status nutrisi
dan tidak seimbang, tindakan Observasi  Mencukupi
informasi kurang d.d keperawatan  Identifikasi status kebutuhan kalori
mukosa pucat, BB selama 3x24jam nutrisi setiap hari
menurun diharapkan  Identifikasi energi  Membantu
dengan kriteria dan intoleransi meningkatkan
hasil makanan asupan nutrisi
NOC: status  Identifikasi  Mengetahui
nutrisi makanan yang kemandirian
 Porsi makan disukai pasien untuk
yang  Identifikasi pemenuhan
dihabiskan kebutuhan kalori kebutuhan nutrisi
meningkat dan jenis nutrium  Anoreksia dan
 Perasaan  Identifikasi kelemahan dapat
cepat perlunya mengakibatkan
kenyang penggunaan selang penurunan berat
menurun nasogastrik badan dan
 Nafsu makan  Monitor asupan malnutrisi yang
membaik makanan serius
 Berat badan  Monitor berat  Sangat
membaik badan bermanfaat dalam
 Monitor hasil perhitungan dan
pemeriksaan penyesuaian diet
laboratoium untuk memenuhi
Terapeutik kebutuhan nutrisi
 Lakukan oral klien
hygiene sebelum  Meningkat rasa
makan, jika perlu keterlibatannya ,
 Fasilitasi memberikan
menentukan informasi pada
pedoman diet (mis. keluarga untuk
Piramida makanan) memahami
 Sajikan makanan kebutuhan nutrisi
secara menarik dan klienMengetsahui
suhuyang sesuai status nutrisi
 Berikan makan  Mencukupi
tinggi serat untuk kebutuhan kalori
mencega konstipasi setiap hari
 Berikan makan  Membantu
tinggi kalori dan meningkatkan
tinggi protein asupan nutrisi
 Berikan suplemen  Mengetahui
makanan, jika perlu kemandirian
 Hentikan pasien untuk

6
pemberian pemenuhan
makanan melalui kebutuhan nutrisi
selang nasogatrik  Anoreksia dan
jika asupan oral kelemahan dapat
dapat ditoleransi mengakibatkan
Edukasi penurunan berat
 Anjurkan posisi badan dan
duduk, jika mampu malnutrisi yang
 Ajarkan diet yang serius
diprogramkan  Sangat
Kolaborasi bermanfaat dalam
 Kolaborasi perhitungan dan
Pembrian medikasi penyesuaian diet
sebelum makan untuk memenuhi
(mis. Pereda nyeri, kebutuhan nutrisi
antiemetik), jika klien
perlu  Meningkat rasa
 Kolaborasi dengan keterlibatannya ,
ahli gizi untuk memberikan
menentukan jumlah informasi pada
kalori dan jenis keluarga untuk
nutrien yang memahami
dibutuhkan, jika kebutuhan nutrisi
perlu klien

2 Hipovolemia b.d Setelah Manajemen  Untuk


kehilangan cairan aktif, dilakukan Hipovolemia mengetahui
kekurangan intake tindakan adanya tanda-
cairan d.d merasa keperawatan Observasi tanda dehidrasi
lemah, mengeluh haus selama 3x24jam  Periksa tanda dan dan mencegah
berat badan menurun diharapkan gejala hipovolemia syok hipovolemik
tiba-tiba dengan kriteria  Monitor intake dan  Untuk
hasil output cairan megumpulkan
 Perasaan Terapeautik dan menganalisa
lemah  Hitung kebutuhan data pasien agar
menurun cairan bisa mengatur
 Keluhan haus  Berikan posisi keseimbangan
menurun modified cairan
 Konsentrasi trendelenburg  Agar kebutuhan
urine  Berikan asupan cairannya
menurun cairan oral seimbang
 Berat badan Edukasi  Memberikan
membaik  Anjurkan kenyamanan pada
 Intake cairan memperbanyak pasien
membaik asupan cairan oral  Agar kebutuhan
 Anjurkan cairan terpenuhi
menghindari  untuk
perubahan posisi memberikan
mendadak hidrasi cairan
Kolaborasi tubuh secara

7
 Kolaborasi parenteral
pemberian cairan
IV isotonis
 Kolaborasi
pemberan cairan
IV hipotonis
 Kolaborasi
pemberian cairan
koloid
3 Gangguan pola tidur Setelah Dukungan Tidur 1. Kita perlu
dilakukan
b.d hambatan mengetahui
tindakan Observasi
lingkungan , kurang keperawatan  identifikasi pola bagaimana pola
selama 3x24jam aktivitas dan tidur
privasi, nyeri d.d tidurnya, agar
diharapkan  identifikasi faktor
sering terjaga, sulit dengan kriteria pengganggu tidur bisa memastikan
hasil terapeautik
tidur, kurang klien memang
Pola tidur  modifikasi
kemampuan  keluhan sulit lingkungan benar mengalami
tidur  lakukan prosedur
beraktivitas menurun masalah
membaik dan untuk
menurun meningkatkan keperawatan
 keluhan kenyamanan
tersebut
istirahat tidak edukasi
cukup  jelaskan tidur 2. Adanya
membaik cukup selama sakit
ketidaknyamanan
 kemampuan  anjurkan tidur tepat
beraktivitas waktu terhadap
membaik  ajarkan relaksasi
seseorang bisa
otot autogenetik /
cara diketahui dengan
nonfarmakologi
mengidentifikasi
lainnya
faktor apa saja
yang
mengganggu
dirinya sehingga
kita bisa
membantu
mengurangi
ketidaknyamanan
nya
3. Ketidaknyamanan
seseorang bisa

8
terjadi karena apa
saja sehingga
kita perlu
memastikannya
untuk
memberikan rasa
nyaman klien
dalam beristirahat
lingkungannya
perlu
diperhatikan
seperti
penyediaan
seperti bantal
,selimut dan juga
penutupan
sampiran perlu
diperhatikan
4. Ketidaktahuan
seseorang
seseorang tentang
apa yang harus ia
lakukan
terkadang
menjadi masalah
kebanyakan
orang sehingga
perlu diberikan
edukasi dengan
istirahat yang
cukup membantu
meningkatkan
dan menjaga
kesehatan
9
seseorang
5. Menunda nunda
waktu tidur
merupakan
kebiasaan yang
dilakukan oleh
banyak orang
sehingga untuk
membantu
tercukupnya
waktu istirahat dn
tidur yang
berkualitas perlu
diberikan edukasi
sehingga mampu
menciptakan atau
memperoleh
kualitas tidur
yang baik
6. Kecemasan dan
banyak hal
mempengaruhi
seseorangan ketika
akan beristirahat
dan tidur sehingga
teknik relaksasi
perlu dianjurkan
atau diberitahu
sehingga ia lebih
nyaman dalam
beristirahat atau
tidur
4 Ansietas b.d kurang Setelah NIC: Reduksi  Agar bisa
Ansietas Mengetahui klien
pengetahuan ,ancaman dilakukan
Observasi berada di ansietas
terhadap kematian, tindakan  Identifikasi tingkat

10
terpapar bahaya keperawatan ansietas tngkat berapa
 Identifikasi sehingga kita bisa
lingkungan d.d merasa selama 1 x
keamampuan melakukan
bingung , merasa 24jam mengambil
tindakan sesuai
keputusann
khwatir, gelisah diharapkan tingkatan
 Monitor tanda-
dengan kriteria tanda ansietas ansietasnya
Terapeutik  Untuk
hasil:
 Ciptakan suasana memastikan saat
NOC :tingkat terapeautik untuk pengambilan
menumbuhkan keputusan klien
ansietas
kepercayaan
benar-benar
 verbalisasi  Temani klien untuk
kebingungan mengurangi mengambil
menurun kecemasan keputusan yang
 verbalisasi  Dengarkan dengan tepat
khawatir penuh perhatian  Untuk mencegah
akibat  Edukasi terjadi kenaikan
kondisi yang  Anjurkan keluarga
tingkat ansietas
dihadapi untuk tetap
menurun menemani klien  Agar klien bisa
 pucat  Latih teknik mencurahkan apa
menurun relaksasi saja yang ia ingin
 perilaku Kolaborasi ceriatakan atau
gelisah  Kolaborasi yang ia rasakan
menurun pemberian
 Agar
obat ansietas
kecemasannya
tidak bertambah
 Agar ia merasa
lebih tenang dan
tidak merasa
kesepian
 Agar klien /
keluarga merasa
lebih nyaman

D. Peran perawat dalam meningkatkan adherence

11
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari profesi perawatn maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.
Adherence atau patuh adalah kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien
sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesiaonal kesehatan (Niven, N, 2002).
Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan dimana pasien mematuhi
pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah dokter.
Hal ini penting karena diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat.
Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap
kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien
mengkonsumsi ARV.
Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV
yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang
optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan terapi
timbul jika pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan
dengan pasien serta komunikasi dan suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu
pasien untuk patuh minum obat.
Kepatuhan adalah istilah yang digunakan utnuk menggambarkan perilaku pasien
dalam minum obat secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya. Supaya patuh, pasien
dilibatkan dalam memutuskan apakah minum obat atau tidak. Kepatuhan ini amat penting
dalam penatalaksaan ART, karena:
a. Bila obat tidak mencapai konsentrasi optimal dalam darah maka akan memungkinkan
berkembangnya resistensi.
b. Minum dosis obat tepat waktu dan meminumnya secara benar.
c. Derajat kepatuhan sangat berkolerasi dengan keberhasilan dalam mempertahankan supresi
virus.

Terdapat kolerasi positif antara kepatuhan dengan keberhasilan, dan HAART sangat
efektif bila diminum sesuai aturan. Hal ini berkaitan dengan.

a. Resistensi obat. Semua obat antiretroviral diberikan dalam bentuk kombinasi, di


samping meningkatkan efektivitas juga penting dalam mencegah resistensi.
Kepatuhan terhadap aturan pemakaian obat juga sangat membantu mencegah
terjadinya resitensi. Virus yang resisten terhadap obat akan berkembang cepat dan
berakibat bertambah buruknya perjalanan penyakit.

12
b. Menekan virus secara terus menerus. Obat-obatan ARV harus diminum seumur hidup
secara teratur, berkelanjutan, dan tepat waktu. Cara terbaik untuk menekan virus
secara terus menerus adalah dengan meminum obat secara tepat waktu dan mengikuti
petunjuk minum obat dengan benar serta di anjurkan untuk mengkonsumsi makanan
yang bergizi.
c. Kiat penting untuk mengingat minum obat.
1) Minumlah obat pada waktu yang sama setiap hari.
2) Harus selalu tersedia obat di mana pun biasanya penderita berada, misalnya
dikantor, di rumah, dan lain-lain.
3) Bawa obat kemanapun pergi.
4) Gunakan alarm untuk mengingatkan waktu minum obat.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor prediksi kepatuhan:


Fasilitas layanan kesehatan. Sistem layanan yang berbelit, sistem
pembiayaan kesehatan yang mahal, tidak jelas dan birokratik adalah
penghambat yang berperan sangat signifikan terhadap kepatuhan, karena hal
tersebut menyebabkan pasien tidak dapat mengakses layanan kesehatan dengan
mudah. Termasuk diantaranya ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan
penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan membantu pasien.
a. Karakteristik Pasien. Meliputi faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, ras /
etnis, penghasilan, pendidikan, buta/melek huruf, asuransi kesehatan, dan asal
kelompok dalam masyarakat misal waria atau pekerja seks komersial) dan faktor
psikososial (kesehatan jiwa, penggunaan napza, lingkungan dan dukungan sosial,
pengetahuan dan perilaku terhadap HIV dan terapinya).
b. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, bentuk
paduan (FDC atau bukan FDC), jumlah pil yang harus diminum, kompleksnya
paduan (frekuensi minum dan pengaruh dengan makanan), karakteristik obat dan
efek samping dan mudah tidaknya akses untuk mendapatkan ARV.
c. Karakteristik penyakit penyerta. Meliputi stadium klinis dan lamanya sejak
terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala yang
berhubungan dengan HIV. Adanya infeksi oportunistik atau penyakit lain
menyebabkan penambahan jumlah obat yang harus diminum.
d. Hubungan pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan pasien- tenaga
kesehatan yang dapat mempengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan

13
kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien
terhadap kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi yang melibatkan pasien
dalam proses penentuan keputusan, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat,
terbuka, kooperatif, dll) dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan
dengan kebutuhan pasien
Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program terapi ARV
beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi, konseling dan dukungan
kepatuhan harus dilakukan oleh petugas (konselor dan/atau pendukung
sebaya/ODHA). Tiga langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan
kepatuhan antara lain:
Langkah 1: Memberikan informasi
Klien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana terapi,
kemungkinan timbulnya efek samping dan konsekuensi ketidakpatuhan. Perlu
diberikan informasi yang mengutamakan aspek positif dari pengobatan sehingga
dapat membangkitkan komitmen kepatuhan berobat

Langkah 2: Konseling perorangan


Petugas kesehatan perlu membantu klien untuk mengeksplorasi kesiapan
pengobatannya. Sebagian klien sudah jenuh dengan beban keluarga atau rumah
tangga, pekerjaan dan tidak dapat menjamin kepatuhan berobat.
Sebagian klien tidak siap untuk membuka status nya kepada orang lain.
Hal ini sering mengganggu kepatuhan minum ARV, sehingga sering menjadi
hambatan dalam menjaga kepatuhan. Ketidak siapan pasien bukan merupakan
dasar untuk tidak memberikan ARV, untuk itu klien perlu didukung agar mampu
menghadapi kenyataan dan menentukan siapa yang perlu mengetahui statusnya.
Langkah 3: Mencari penyelesaian masalah praktis dan membuat rencana
terapi.
Setelah memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan dengan
diskusi untuk mencari penyelesaian masalah tersebut secara bersama dan membuat
perencanaan praktis. Hal-hal praktis yang perlu didiskusikan antara lain:
1) Di mana obat ARV akan disimpan?
2) Pada jam berapa akan diminum?
3) Siapa yang akan mengingatkan setiap hari untuk minum obat?
4) Apa yang akan diperbuat bila terjadi penyimpangan kebiasaan sehari-
14
hari?
Harus direncanakan mekanisme untuk mengingatkan klien berkunjung dan
mengambil obat secara teratur sesuai dengan kondisi pasien.
Perlu dibangun hubungan yang saling percaya antara klien dan petugas
kesehatan. Perjanjian berkala dan kunjungan ulang menjadi kunci kesinambungan
perawatan dan pengobatan pasien. Sikap petugas yang mendukung dan peduli,
tidak mengadili dan menyalahkan pasien, akan mendorong klien untuk bersikap
jujur tentang kepatuhan makan obatnya.
2. Kesiapan Pasien Sebelum Memulai Terapi ARV
Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan pasien untuk memulai
terapi ARV dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat pasien takut minum
obat dengan semua kemunginan efek samping dan kegagalan pengobatan.
b. Membantu pasien agar mampu memenuhi janji berkunjung ke klinik
c. Mampu minum obat profilaksis IO secara teratur dan tidak terlewatkan
d. Mampu menyelesaikan terapi TB dengan sempurna.
e. Mengingatkan pasien bahwa terapi harus dijalani seumur hidupnya.
f. Jelaskan bahwa waktu makan obat adalah sangat penting, yaitu kalau
dikatakan dua kali sehari berarti harus ditelan setiap 12 jam.
g. Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan menyesuaikan kondisi
pasien baik kultur, ekonomi, kebiasaan hidup (contohnya jika perlu disertai
dengan banyak minum wajib menanyakan sumber air, dll).
h. Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat tanpa membuat pasien
takut terhadap pasien, ingatkan bahwa semua obatmempunyai efek samping
untuk menetralkan ketakutan terhadap ARV.
i. Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus tetap
menggunakan kondom ketika melakukan aktifitas seksual atau menggunakan
alat suntik steril bagi para penasun.
j. Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi dengan obat ARV
yang diminumnya. Pasien perlu diingatkan untuk komunikasi dengan dokter
untuk diskusi dengan dokter tentang obat- obat yang boleh terus dikonsumsi dan
tidak.
k. Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien agar dapat memenuhi
janji/jadwal berkunjung.
15
l. Membantu pasien dalam menemukan solusi penyebab ketidak patuhan tanpa
menyalahkan pasien atau memarahi pasien jika lupa minum obat.
m. Mengevaluasi sistem internal rumah sakit dan etika petugas dan aspek lain
diluar pasien sebagai bagian dari prosedur tetap untuk evaluasi ketidak patuhan
pasien.

3. Unsur Konseling untuk Kepatuhan Berobat


a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat postif dari ARV
c. Mendorong keterlibatan kelompok dukungan sebaya dan membantu menemukan
seseorang sebagai pendukung berobat
d. Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai dengan gaya
hidup sehari-hari pasien dan temukan cara yang dapat digunakan sebagai
pengingat minum obat
e. Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi jumlah pil yang
harus diminum dan frekuensinya (dosis sekali sehari atau dua kali sehari), dan
meminimalkan efek samping obat.
f. Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah tergantung dari
faktor penyebabnya.
Kepatuhan dapat dinilai dari laporan pasien sendiri, dengan menghitung sisa
obat yang ada dan laporan dari keluarga atau pendamping yang membantu
pengobatan. Konseling kepatuhan dilakukan pada setiap kunjungan dan
dilakukan secara terus menerus dan berulang kali dan perlu dilakukan tanpa
membuat pasien merasa bosan.
4. Monitoring
Selain adanya kesadaran pasien untuk mematuhi peraturan ART, doperlukan juga
adanya monitoring yang dilakukan oleh pihak yang berwenag (perawat, konselor dan
dokter) atau pihak yang berhubungan dnegan ODHA lainnya. Upaya monitoring
terdiri atas :
a. Monitoring berkala. Monitoring ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Monitoring kepatuhan (adherence) yang harus didiskusikan pada setiap
kunjungan.
2) Monitoring efek samping ART, yang terdiri atas pertanyaan langsung,
pemeriksaan klinis dan tes laboratorium.

16
3) Monitoring keberhasilan ART. Monitoring ini berupa indikastor klinis,
misalnya berat badan yang meningkat, jumlah CD4 dan viral load.
b. Monitoring klinis. Monitoring klinis dilakukan agar didapatkan riwayat penyakit
yang jelas dan dilakukan pemeriksaan klinis yang teratur. Berikut ini adalah
kegiatan yang dilakukan setiap kali dilakukannya pemeriksaan klinis.
1) Follow up pertama setelah satu atau dua minggu. Lebih awal jika terjadi efek
samping.
2) Kunjungan bulanan sesudahnya, atau lebih bila doperlukan.
3) Tiap kunjungan tanyakan tentang gejal, kepatuhan, maslah yang
berhubungan dnegan HIV dan non HIV, dan kualitas hidup.
4) Pemeriksaan, berat badan, dan suhu.
c. Pemeriksaan laboratorium dasar
1) Hitung darah dan hitung jenis (Hb, leukosit, dan TLC-total limfosit count
tiap 3 bulan dan pada awlah pemakaian ARV).
2) SGOT dan SGPT.
3) Hitung CD4, dilakukan pada awal terapi dan tiap 6 bulan.
d. Monitoring efektivitas
ARV dinilai efektif bila :
1) Menurunnya/menghilangnya gejala.
2) Meningkatkan berat badan.
3) Menurunnya lesi kaposi.
4) Meningkatkan TLC.
5) Meningkatnya hitungan CD4.
6) Supresi VL yang bertahan lama.

17
Penutup

A. Kesimpulan

Antiretroviral (ARV) adalah obat yang diberikan untuk pasien HIV/AIDS dengan
tujuan menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan mengurangi terjadinya
infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak
menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang
usia harapan hidup penderita HIV/AIDS. Peran perawat dalam menigkatkan kepatuhan
minum obat pasien sangat penting yaitu dengan cara memberikan informasi seputar
pengobatan ARV, konseling perorangan untuk mengeksplorasi kesiapan pengobatan
pasien dan membuat rencana terapi pasien.

B. Saran

Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan kepada


pasien dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai dengan SOP agar keamanan pasien dan
keamanan perawat terjaga. Selain masalah fisiologis pada pasien, perawat juga harus
mampu melakukan asuhan keperawatan terhadap masalah psikologis dan social dari
pasien. Oleh sebab itu, perlu di bangun hubungan saling percaya antara klien dan petugas
kesehatan. Kunjungan ulang menjadi kunci kesinambungan perawatan dan pengobatan
pasien.

18
Daftar pustaka

Arif Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapiuus.


DEPKES RI (2011). Pedoman nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan teravi
antirotroviral. Kemetrian kesehatan republik indonesia.
DEPKES RI. 2003. Pedoman nasional perawatan, dukungan, dan pengobatan bagi
ODHA. Buku pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas lainnya. Jakarta:
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan lingkungan
Depkes RI.
IMAI. 2003. Perawatan kronis HIV dan pengobatan ARV. Surabaya; Integrated
Management of Adolescent and Adult ilness, WHO, Unair, RsU Dr. Soetomo
Surabaya.
Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA. Media Action Publishing: Yogyakarta
Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDSJakarta :
Salemba Medika
Stewart G. 1997, Managing HIV. Sydney: MJA Published.
Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA. Media Action Publishing: Yogyakarta

PERTANYAAN:

19
1. Bagaimana cara kita sebagai perawat dalam meningkatkan kepatuhan pasien dalam
meminum obat ARV, jelaskan?
2. Jelaskan apa yang akan terjadi apabila pasien tidak mematuhi dalam meminum obat
ARV?
3. Sebutkan 3 macam jenis obat ARV dengan golongan (NRTI) beserta efek
sampingnya?
4. Jelaskan cara kerja obat dari terapi ARV yang diberikan pada pasien HIV/AIDS?
5. Jelaskan mengapa perawat harus memonitoring pemberian ARV?
6. Sebutkan 3 macam hal yang perlu dimonitoring dalam pemberian ARV?
7. Sebutkan tujuan dari pemberian obat ARV?

20

Anda mungkin juga menyukai