29512-Article Text-67581-1-10-20190324 PDF
29512-Article Text-67581-1-10-20190324 PDF
Bahan Ajar IPA Berbasis Etnosains Tema Pemanasan Global untuk Peserta Didik
SMP Kelas VII
Yoga Ahmadi , Budi Astuti, Suharto Linuwih
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang
Gedung D7 Lt. 2, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229
Abstract
This research aims is to develop ethnoscience based teaching materials with the theme of global warming
for seventh grade junior high school students. The research method used is Research and Development (R &
D) wich includes several stages: problem identification, data collection, design science teaching material
based ethnoscience, design validation, design revisions, smale scale trials, revision science teaching materials,
large scale trials, and final science teaching materials. The subjects of the research trial were students of class
VII D SMP N 30 Semarang in the academic year 2018/2019. Sampling using purposive sampling
technique. Advisability and readability test using questionnaires and passenger tests. Test of increasing
cognitive learning outcomes using Pretest-Posttest Control Group Design, while affective learning outcomes
use affective questionnaire. The gain test of cognitive learning outcomes gets an average score of 0,46, while
the gain test for affective learning results gets an average score of 0,19. These results indicate that there is an
increase in cognitive and affective learning outcomes for students who use ethnoscience based science teaching
materials
Berdasarkan data hasil analisis jawaban kelas eksperimen juga mengalami kenaikan.
peserta didik menunjukkan bahwa terdapat Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa
peningkatan hasil belajar peserta didik setelah penggunaan bahan ajar IPA berbasis etnosains
menggunakan bahan ajar etnosains yaitu dengan dapat meningkatkan hasil belajar kognitif
rata-rata N-gain sebesar 0,45 yang termasuk ke peserta didik.
dalam kategori “sedang”. Hasil tersebut Hasil uji N-Gain hasil pretest dan posttest
menunjukkan bahwa aspek evaluasi peserta dari masing-masing peserta didik dapat
didik termasuk dalam kriteria cukup baik. Hasil diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu:
belajar pre test dan post test dapat dilihat pada kategori tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat
Tabel 4.1. pencapaian N-gain dengan kriteria tinggi
Tabel 1. Hasil Uji Kelayakan Bahan Ajar didapatkan oleh 5 peserta didik dengan hasil
No Data Hasil Belajar Kognitif presentasenya 15,15 %. Sedangkan N-gain
Pretest Postest dengan kriteria sedang didapatkan oleh lebih
1 Rata-rata 57,71 76,97 dari separuh jumlah peserta didik yaitu 20
2 Nilai Tertinggi 80 100 peserta didik dengan presentase 60,60 %.
3 Nilai Terendah 13,33 53,33 Kemudian tingkat pencapaian N-gain dengan
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas diketahui kriteria terendah didapatkan oleh 8 peserta didik
bahwa rata-rata nilai hasil belajar posttest lebih dengan presentase 24,24 %. Hasil Uji N-Gain
tinggi dari nilai rata-rata pretest. Selain itu nilai hasil pretest dan posttest peserta didik dapat
terendah dan nilai tertinggi peserta didik pada dilihat pada Tabel 4.
Tabel 2. Hasil Uji N-Gain Pretest dan Posttest
No Kriteria Pencapaian N-Gain Jumlah Siswa Persentase (%)
1 Tinggi 5 15,15
2 Sedang 20 60,60
3 Rendah 8 24,24
Rata-rata 33,33
Hasil belajar tidak akan lepas dari kegiatan pengaruh dari penggunaan bahan ajar yang
belajar mengajar yang dilaksanakan oleh mengandung muatan etnosains yang didalamnya
pendidik dan peserta didik. Faktor-faktor yang terdapat sains asli masyarakat (kearifan lokal
mempengaruhi hasil belajar yang dicapai peserta dan budaya masyarakat di sekitar SMP 30
didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu Semarang) yaitu kebiasaan masyarakat
faktor yang datang dari dalam diri peserta didik, kelurahan krobokan dalam menanggulangi
maupun yang datang dari luar diri peserta didik masalah sampah, serta cerita rakyat di daerah
atau lingkungan (sudjana, 2005). Faktor dari Banjir Kanal Barat tentang “asal-usul lemah
dalam diri peserta didik meliputi kemampuan gempal” sehingga mudah diterima oleh peserta
yang dimilikinya, motivasi belajar, minat, didik. Pembelajaran yang memadukan materi
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar. sekolah dengan budaya masyarakat memberi
Sedangkan Faktor yang datang dari luar diri peluang peserta didik untuk mengeksplor
siswa yaitu faktor yang datang dari lingkungan kemampuannya sendiri dan dapat meningkatkan
dan masyarakat. hasil belajar (Kania, 2013).
Kenaikan hasil belajar kognitif peserta didik Dari hasil pretest dan posttest kemudian
menunjukkan bahwa ada peningkatan juga dilakukan analisis uji normalitas data.
pengetahuan dan pemahaman peserta didik Berdasarkan hasil uji normalitas di dapat bahwa
sesudah dilakukan proses pembelajaran χ² hitung < χ² tabel baik itu dari hasil pretest
menggunakan bahan ajar berbasis etnosains. maupun posttest. Hasil tersebut menunjukkan
Peningkatan hasil belajar tersebut merupakan bahwa data yang diperoleh dari pretest maupun
56
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)
posttest terdistribusi normal. Hasil analisis uji penggunaan bahan ajar IPA berbasis etnosains
normalitas dapat dilihat pada Tabel 3. dapat meningkatkan hasil belajar afektif peserta
Tabel 3. Hasil Uji Kelayakan Bahan Ajar didik. Berdasarkan data hasil analisis aspek
Sumber Varias Hasil Belajar afektif menunjukkan bahwa terdapat
Pretest Postest peningkatan hasil belajar peserta didik dengan
X2hitung 4,526845 9,921464 rata-rata N-gain sebesar 0,19. Namun
Dk 3 5 peningkatan tersebut masih masuk dalam
X2tabel 7,81 11,1 kategori “rendah”. Hasil tersebut menunjukkan
Kriteria Normal Normal bahwa aspek evaluasi peserta didik dalam aspek
Dalam pembelajaran terdapat tiga ranah afektif atau sikap masih belum cukup baik.
domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Peningkatan hasil belajar afektif yang masih
Aspek kognitif dan psikomotorik sudah banyak dalam kategori “kurang” pada penelitian ini
dilaksanakan oleh para pendidik, sedang aspek disebabkan oleh beberapa hal seperti interaksi
afektif masih kurang memperoleh perhatian sosial yang masih kurang dari masing-masing
seperti pada dua aspek lainnya (Sukanti, 2011). peserta didik pada proses pembelajaran. Pada
Pengaruh bahan ajar IPA berbasis etnosains yang proses pembelajaran tidak hanya dilakukan
dikembangkan terhadap kemampuan afektif penyampaian satu arah saja melalui ceramah
peserta didik dinilai berdasarkan angket yang oleh pendidik, tetapi juga ada sesi diskusi dimana
diberikan kepada peserta didik sebelum peserta didik di bagi menjadi 8 kelompok dan
pertemuan pertama dan sesudah pertemuan melakukan diskusi untuk membahas dan
terakhir. Sebelum bahan ajar IPA menjawab pertanyaan yang ada pada fitur uji
diimplementasikan, peserta didik diberi angket kompetensi di bahan ajar etnosains yang
yang berisi pertanyaan ranah afektif meliputi dikembangkan. Peserta didik dengan tingkat
penerimaan, penanggapan, penilaian, interaksi sosial tinggi mampu mencapai hasil
pengorganisasian, dan pembentukan pola hidup, belajar afektif yang tinggi, sebab proses belajar
untuk kemudian dikerjakan dan hasilnya di mengajar disini yang menggunakan sistem
analisis sebagai nilai afektif pertemuan I. Setelah diskusi antar peserta didik membutuhkan
pembelajaran menggunakan bahan ajar interaksi dan kemampuan kooperasi yang tinggi,
etnosains diimplementasikan, peserta didik sehingga peserta didik yang interaksi sosialnya
diberikan angket yang sama dan hasilnya di tinggi mampu bekerjasama dengan baik sehingga
analisis sebagai nilai pertemuan II. Hasil belajar dapat mencapai hasil belajar yang baik (Sulastri,
afektif pertemuan I dan pertemuan II dapat 2015). Namun dalam pelaksanaan masih banyak
dilihat pada Tabel 4. peserta didik yang masih pasif dan kurang
Tabel 4. Hasil Uji Kelayakan Bahan Ajar berinteraksi dengan peserta didik lainnya,
No Data Hasil Belajar Kognitif sedangkan pada beberapa butir pertanyaan di
Pretest Postest angket afektif yang dibuat terdapat aspek
1 Rata-rata 57,71 76,97 partisipasi, penilaian, dan pembentukan sikap
2 Nilai Tertinggi 80 100 yang lebih menitikberatkan pada keaktifan
3 Nilai Terendah 13,33 53,33 peserta didik saat diskusi.
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas diketahui Selanjutnya kurangnya peningkatan hasil
bahwa rata-rata nilai hasil belajar afektif peserta belajar afektif juga sebagai akibat dari tidak
didik pada Pertemuan I lebih tinggi dari nilai dilakukannya praktikum pada saat pembelajaran
rata-rata hasil belajar afektif Pertemuan II. Selain karena waktu yang terbatas, serta keterbatasan
itu nilai terendah dan nilai tertinggi peserta didik alat di laboratorium sekolah, sehingga peserta
pada kelas eksperimen dari pertemuan I ke didik tidak bisa menerapkan konsep yang di
pertemuan II juga mengalami kenaikan. Hasil dapat dengan praktik yang riil. Hal ini sesuai
yang diperoleh membuktikan bahwa dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sulastri,
57
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)
2015) yang didapatkan hasil bahwa peserta didik Kasa, I.W. 2011. Local Wisdom In Relation To Climate
yang melaksanakan praktikum di laboratorium Change. Journal of International Society for
riil akan mendapat hasil belajar afektif yang lebih Southeast Asian Agricultural Sciences
(J.ISSAAS). 17(1): 22-27.
tinggi dibandingkan dengan yang hanya
menggunakan laboratorium virtual atau yang
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.64 tentang
tidak melakukan praktikum sama sekali. Hal ini Standar Isi Pendidikan Dasar dan
juga sebagai pengaruh dari adanya beberapa Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan
butir pertanyaan di angket afektif pada aspek dan Kebudayaan.
penerimaan, dan partisipasi yang membahas
kegiatan praktikum. Khoerunnisa, R.F., N. Murbangun, & Sudarmin. 2016.
Pengembangan Modul IPA Terpadu
Etnosains untuk Menumbuhkan Minat
SIMPULAN
Kewirausahaan. Journal of Innovative
Science Education, 5(1):45-53.
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar IPA berbasis Listyawati, M. 2012. Pengembangan Perangkat
etnosains dapat meningkatkan hasil belajar Pembelajaran IPA Terpadu di SMP. Jurnal
peserta didik, baik itu hasil belajar kognitif Pendidikan IPA, 1(1): 61-69.
maupun hasil belajar afektif. Hasil uji N-gain pada
aspek hasil belajar kognitif didapatkan hasil rata- Nailiyah, M. R., Subiki, & S. Wahyuni. 2016.
Pengembangan Modul IPA Tematik
rata N-gain sebesar 0,45 dengan kategori
Berbasis Etnosains Kabupaten Jember pada
“sedang”. Hasil uji N-gain pada aspek belajar
Tema Budidaya Tanaman Tembakau di
afektif didapatkan hasil rata-rata N-gain sebesar SMP. Jurnal Pembelajaran Fisika, 5(3): 261-
0,19 dengan kategori “rendah”. 269.
58
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)
Sukanti. 2011. Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Syahid, A. 2018. Komponen Evaluasi Pembelajaran
Akuntansi. Jurnal Pendidikan Akutansi Bidang Studi Pendidikan Agama Islam dan Budi
Indonesia. 9(1): 74-82. Pekerti. Jurnal Teknologi Pendidikan Madrasah
1(1): 33-52.
Sulastri, S., Maridi, & Prayitno, B. A. 2015.
Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Toharudin, U., & Kurniawan I. S. 2017. Sundanese
Group Investigation (GI) Menggunakan Media Cultural Values of Local Wisdom: Integrated to
Laboratorium Riil dan dan Laboratorium Develop a Model of Learning Biology.
Virtual Ditinjau dari Kemampuan Awal dan International Journal of Sciences: Basic and
Interaksi Sosial Siswa. Jurnal Inkuiri. 4(3): 86- Applied Research (IJSBAR). 32(1): 29-49.
95.
Yasin, M. 2009. Implementasi Pembelajaran Sains
Sumartono & Normalina. 2015. Motivasi dan Hasil Terpadu (Integrated Science Instruction) di
Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika SMP. Jurnal Pemikiran Alternatif
dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kependidikan. 14(1): 172-188.
Kooperatif Tipe Scramble di SMP. Jurnal
Pendidikan Matematika 3(1): 84-91.
59