Anda di halaman 1dari 7

UPEJ 8 (1) (2019)

Unnes Physics Education Journal


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej

Bahan Ajar IPA Berbasis Etnosains Tema Pemanasan Global untuk Peserta Didik
SMP Kelas VII
Yoga Ahmadi , Budi Astuti, Suharto Linuwih
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang
Gedung D7 Lt. 2, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar IPA berbasis etnosains dengan
Diterima Januari 2019 tema pemanasan global untuk peserta didik SMP Kelas VII. Jenis penelitian yang digunakan
Disetujui Januari 2019 adalah penelitian dan pengembangan meliputi beberapa bagian yaitu: identifikasi masalah,
Dipublikasikan Maret pengumpulan data, desain bahan ajar berbasis etnosains, validasi desain, revisi desain, uji coba
2019 skala kecil, revisi bahan ajar, uji coba skala besar, dan bahan ajar final. Subjek uji coba penelitian
Keywords: adalah peserta didik kelas VII SMP N 30 Semarang tahun pelajaran 2018/2019. Pengambilan
teaching materials, sample menggunakan teknik purpose sampling. Uji peningkatan hasil belajar kognitif
ethnoscience menggunakan Pretest-Posttest Control Group Design sedangkan hasil belajar afektif
menggunakan angket afektif. Hasil Uji gain hasil belajar kognitif mendapatkan skor rata-rata
0,46 sedangkan uji gain untuk hasil belajar afektif mendapat skor rata-rata 0,19. Hasil ini
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar kognitif maupun afektif untuk peserta
didik yang menggunakan bahan ajar IPA berbasis etnosains.

Abstract
This research aims is to develop ethnoscience based teaching materials with the theme of global warming
for seventh grade junior high school students. The research method used is Research and Development (R &
D) wich includes several stages: problem identification, data collection, design science teaching material
based ethnoscience, design validation, design revisions, smale scale trials, revision science teaching materials,
large scale trials, and final science teaching materials. The subjects of the research trial were students of class
VII D SMP N 30 Semarang in the academic year 2018/2019. Sampling using purposive sampling
technique. Advisability and readability test using questionnaires and passenger tests. Test of increasing
cognitive learning outcomes using Pretest-Posttest Control Group Design, while affective learning outcomes
use affective questionnaire. The gain test of cognitive learning outcomes gets an average score of 0,46, while
the gain test for affective learning results gets an average score of 0,19. These results indicate that there is an
increase in cognitive and affective learning outcomes for students who use ethnoscience based science teaching
materials

© 2019 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2252-6935
E-mail : ahmadiyoga@gmail.com
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)

PENDAHULUAN menurun alami dalam mempertahankan tradisi


dan budayanya. Oleh karena itu di sekolah perlu
Kurikulum 2013 dikembangkan menjadi ada pelajaran yang memuat materi berbasis
integrative science studies sebagai pendidikan kearifan lokal untuk mencegah hilangnya
yang berorientasi aplikatif, pengembangan kearifan lokal suatu daerah (Kasa, 2011). Hal ini
kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa tentu dapat di atasi dengan diterapkannya
ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan pembelajaran dan bahan ajar yang berbasis
bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar. etnosains.
Proses pembelajarannya menekankan pada Etnosains merupakan strategi penciptaan
pemberian pengalaman langsung untuk lingkungan belajar dengan mengintegrasikan
mengembangkan kompetensi agar peduli, budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran
menelaah, dan memahami alam sekitar secara IPA sehingga berguna bagi kehidupannya
ilmiah (Kemendikbud, 2013). Isi kurikulum 2013 (Suastra et al., 2011). Etnosains juga merupakan
menyatakan bahwa kurikulum haruslah dapat kegiatan yang mentransformasikan antara sains
membangun rasa ingin tahu dan menggali asli dengan sains ilmiah. Pengetahuan sains asli
kemampuan peserta didik secara tepat, serta terdiri atas seluruh pengetahuan yang
tanggap terhadap perkembangan ilmu menyinggung mengenai fakta masyarakat.
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya Pengetahuan tersebut berasal dari kepercayaan
(Kemendikbud, 2013). yang diturunkan dari generasi ke generasi. Ruang
Proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan lingkup dari pengetahuan sains asli meliputi
Alam (IPA) terpadu yang memadukan konsep bidang sains, pertanian, ekologi, obat-obatan
fisika, kimia, dan biologi lebih berpotensi dalam serta tentang manfaat dari flora dan fauna
mengembangkan pengalaman dan kompetensi (Battiste, 2005). Sains asli ini dapat diperoleh
peserta didik memahami alam sekitar peserta didik dari orang tua, tetangga, nenek,
(Listyawati, 2012). Pembelajaran IPA terpadu kakek, ataupun tokoh-tokoh masyarakat lain.
disajikan dalam konteks IPA yang mencakup Sementara, sains ilmiah peserta didik dapat
lingkungan, teknologi, dan masyarakat. memperolehnya dari materi pelajaran yang
Pendidikan IPA (sains) juga dapat dikembangkan mereka pelajari di sekolah (Yasin, 2009).
dengan bertumpu pada keunikan dan Proses pembelajaran di sekolah akan
keunggulan suatu daerah, termasuk budaya dan berjalan efektif dan efisien jika proses ini
teknologi yang berdasar pada kearifan lokal ditunjang dengan adanya komponen-komponen
(tradisional) (Kartono et al., 2010). dalam proses tersebut (Ghavifekr, 2015). Salah
Kearifan lokal merupakan ciri khas suatu satu komponen dalam proses belajar mengajar
daerah atau wilayah tertentu yang memiliki nilai tersebut adalah bahan ajar. Bahan ajar
kebudayaan, berkembang dalam lingkup lokal merupakan segala bahan (baik informasi, alat,
dari generasi ke generasi berikutnya (Toharudin, maupun teks) yang disusun secara sistematis,
2017). Kearifan lokal atau local wisdom dapat yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi
dipahami sebagai pengetahuan asli atau yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan
kecerdasan lokal suatu masyarakat yang berasal dalam proses pembelajaran dengan tujuan
dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur perencanaan dan penelaahan implementasi
tatanan kehidupan masyarakat dalam rangka pembelajaran (Prastowo, 2015). Bahan ajar yang
mencapai kemajuan baik dalam penciptaan digunakan tersebut dapat menentukan
kedamaian maupun peningkatan kesejahteraan pencapaian tujuan pembelajaran (Syahid, 2018).
masyarakat (Sibarani, 2013). Hal ini Pembelajaran IPA dengan menggunakan
menunjukkan bahwa pentingnya kearifan lokal bahan ajar berbasis etnosains akan membuat
juga harus dipertimbangkan sebagai salah satu peserta didik lebih tertarik dan antusias
pendukung upaya lingkungan yang semakin terhadap pembelajaran (Damayanti, 2017).
54
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)

Pembelajaran ini bertujuan untuk mengenalkan yang dikembangkan. Selanjutnya dilakukan


kepada peserta didik fakta atau fenomena yang posttest, yang kemudian dilakukan analisis uji
berkembang di suatu masyarakat yang dapat gain untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
dikaitkan dengan materi-materi sains ilmiah setelah menggunakan bahan ajar IPA berbasis
yang ada sebagai ilmu pengetahuan. Peserta etnosains.
didik akan merasa bahwa pembelajaran dengan Selain dilakukan pretest di awal dan posttest
etnosains ini dilandaskan pada pengakuan di akhir pembelajaran, juga dilakukan test untuk
terhadap budaya masyarakat sebagai bagian menghitung hasil belajar afektif dengan
yang fundamental (mendasar dan penting) bagi dibagikan angket afektif di awal sebelum
pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu pembelajaran dan di akhir setelah pembelajaran.
gagasan dan perkembangan pengetahuan Kemudian hasil angket tersebut di analisis
(Atmojo, 2012). dengan uji gain untuk mengetahui peningkatan
Beberapa penelitian yang telah dilakukan hasil belajar afektif.
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
bahan ajar berbasis etnosains dapat Bahan ajar IPA berbasis etnosains tema
meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal pemanasan global adalah bahan ajar yang
tersebut diketahui karena perbandingan antara bermuatan ilmu asli masyarakat yang berupa
hasil belajar peserta didik yang menggunakan kearifan lokal masyarakat yang kemudian di
bahan ajar etnosains mengalami peningkatan transformasikan menjadi ilmu ilmiah. Hasil
yang lebih baik bila dibandingkan dengan belajar peserta didik merupakan salah satu
peserta didik yang tidak menggunakan bahan acuan bagi pendidik untuk terus meningkatkan
ajar tersebut (Rosyidah, 2013; Rahayu et al., kualitas pembelajaran. Dari ranah peserta didik,
2015; Khoerunnisa & Nailiyah, 2016). hasil belajar terwujud kedalam ketiga ranah,
Pendekatan ilmiah yang disarankan dalam yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik
pendidikan di Indonesia saat ini adalah (Sumartono, 2015). Pada penelitian ini hasil
etnosains, yaitu pengetahuan asli dalam bentuk belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif
bahasa, adat istiadat, moral, budaya, serta dan hasil belajar afektif. Hasil belajar kognitif
teknologi yang diciptakan oleh masyarakat atau diukur melalui tes tertulis, sedangkan hasil
orang tertentu yang mengandung pengetahuan belajar afektif diukur melalui angket afektif yang
ilmiah (Sudarmin, 2015). Permasalahan diatas di berikan kepada peserta didik. Hasil belajar
mendasari penelitian dan pengembangan bahan peserta didik setelah menggunakan bahan ajar
ajar IPA berbasis etnosains dengan tema IPA yang dikembangkan diukur untuk
pemanasan global. mengetahui apakah bahan ajar IPA berpengaruh
atau tidak saat digunakan dalam pembelajaran
METODE IPA.
Pengaruh bahan ajar IPA yang
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan terhadap kemampuan kognitif
adalah R n D (Research and Development) dari peserta didik dinilai berdasarkan hasil belajar
Sugiyono (2013). Penelitian ini telah dari kelas eksperimen yaitu kelas VII D melalui
dilaksanakan di SMP N 30 Semarang. Kemudian pre test dan post test. Sebelum bahan ajar IPA
dilakukan uji skala besar di kelas implementasi diimplementasikan, peserta didik diberi soal
yaitu kelas VII D. Pertama dilakukan pretest untuk dikerjakan yang berisi materi pemanasan
kepada 33 peserta didik dengan diberikan 15 global, hasilnya di analisis sebagai nilai pre test.
soal pilihan ganda untuk mengetahui Setelah di implementasikan peserta didik
kemampuan awal peserta didik, kemudian diberikan soal yang sama dan hasilnya di analisis
dilakukan implementasi pembelajaran dengan sebagai nilai post test.
menggunakan bahan ajar IPA berbasis etnosains
55
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)

Berdasarkan data hasil analisis jawaban kelas eksperimen juga mengalami kenaikan.
peserta didik menunjukkan bahwa terdapat Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa
peningkatan hasil belajar peserta didik setelah penggunaan bahan ajar IPA berbasis etnosains
menggunakan bahan ajar etnosains yaitu dengan dapat meningkatkan hasil belajar kognitif
rata-rata N-gain sebesar 0,45 yang termasuk ke peserta didik.
dalam kategori “sedang”. Hasil tersebut Hasil uji N-Gain hasil pretest dan posttest
menunjukkan bahwa aspek evaluasi peserta dari masing-masing peserta didik dapat
didik termasuk dalam kriteria cukup baik. Hasil diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu:
belajar pre test dan post test dapat dilihat pada kategori tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat
Tabel 4.1. pencapaian N-gain dengan kriteria tinggi
Tabel 1. Hasil Uji Kelayakan Bahan Ajar didapatkan oleh 5 peserta didik dengan hasil
No Data Hasil Belajar Kognitif presentasenya 15,15 %. Sedangkan N-gain
Pretest Postest dengan kriteria sedang didapatkan oleh lebih
1 Rata-rata 57,71 76,97 dari separuh jumlah peserta didik yaitu 20
2 Nilai Tertinggi 80 100 peserta didik dengan presentase 60,60 %.
3 Nilai Terendah 13,33 53,33 Kemudian tingkat pencapaian N-gain dengan
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas diketahui kriteria terendah didapatkan oleh 8 peserta didik
bahwa rata-rata nilai hasil belajar posttest lebih dengan presentase 24,24 %. Hasil Uji N-Gain
tinggi dari nilai rata-rata pretest. Selain itu nilai hasil pretest dan posttest peserta didik dapat
terendah dan nilai tertinggi peserta didik pada dilihat pada Tabel 4.
Tabel 2. Hasil Uji N-Gain Pretest dan Posttest
No Kriteria Pencapaian N-Gain Jumlah Siswa Persentase (%)
1 Tinggi 5 15,15
2 Sedang 20 60,60
3 Rendah 8 24,24
Rata-rata 33,33

Hasil belajar tidak akan lepas dari kegiatan pengaruh dari penggunaan bahan ajar yang
belajar mengajar yang dilaksanakan oleh mengandung muatan etnosains yang didalamnya
pendidik dan peserta didik. Faktor-faktor yang terdapat sains asli masyarakat (kearifan lokal
mempengaruhi hasil belajar yang dicapai peserta dan budaya masyarakat di sekitar SMP 30
didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu Semarang) yaitu kebiasaan masyarakat
faktor yang datang dari dalam diri peserta didik, kelurahan krobokan dalam menanggulangi
maupun yang datang dari luar diri peserta didik masalah sampah, serta cerita rakyat di daerah
atau lingkungan (sudjana, 2005). Faktor dari Banjir Kanal Barat tentang “asal-usul lemah
dalam diri peserta didik meliputi kemampuan gempal” sehingga mudah diterima oleh peserta
yang dimilikinya, motivasi belajar, minat, didik. Pembelajaran yang memadukan materi
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar. sekolah dengan budaya masyarakat memberi
Sedangkan Faktor yang datang dari luar diri peluang peserta didik untuk mengeksplor
siswa yaitu faktor yang datang dari lingkungan kemampuannya sendiri dan dapat meningkatkan
dan masyarakat. hasil belajar (Kania, 2013).
Kenaikan hasil belajar kognitif peserta didik Dari hasil pretest dan posttest kemudian
menunjukkan bahwa ada peningkatan juga dilakukan analisis uji normalitas data.
pengetahuan dan pemahaman peserta didik Berdasarkan hasil uji normalitas di dapat bahwa
sesudah dilakukan proses pembelajaran χ² hitung < χ² tabel baik itu dari hasil pretest
menggunakan bahan ajar berbasis etnosains. maupun posttest. Hasil tersebut menunjukkan
Peningkatan hasil belajar tersebut merupakan bahwa data yang diperoleh dari pretest maupun
56
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)

posttest terdistribusi normal. Hasil analisis uji penggunaan bahan ajar IPA berbasis etnosains
normalitas dapat dilihat pada Tabel 3. dapat meningkatkan hasil belajar afektif peserta
Tabel 3. Hasil Uji Kelayakan Bahan Ajar didik. Berdasarkan data hasil analisis aspek
Sumber Varias Hasil Belajar afektif menunjukkan bahwa terdapat
Pretest Postest peningkatan hasil belajar peserta didik dengan
X2hitung 4,526845 9,921464 rata-rata N-gain sebesar 0,19. Namun
Dk 3 5 peningkatan tersebut masih masuk dalam
X2tabel 7,81 11,1 kategori “rendah”. Hasil tersebut menunjukkan
Kriteria Normal Normal bahwa aspek evaluasi peserta didik dalam aspek
Dalam pembelajaran terdapat tiga ranah afektif atau sikap masih belum cukup baik.
domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Peningkatan hasil belajar afektif yang masih
Aspek kognitif dan psikomotorik sudah banyak dalam kategori “kurang” pada penelitian ini
dilaksanakan oleh para pendidik, sedang aspek disebabkan oleh beberapa hal seperti interaksi
afektif masih kurang memperoleh perhatian sosial yang masih kurang dari masing-masing
seperti pada dua aspek lainnya (Sukanti, 2011). peserta didik pada proses pembelajaran. Pada
Pengaruh bahan ajar IPA berbasis etnosains yang proses pembelajaran tidak hanya dilakukan
dikembangkan terhadap kemampuan afektif penyampaian satu arah saja melalui ceramah
peserta didik dinilai berdasarkan angket yang oleh pendidik, tetapi juga ada sesi diskusi dimana
diberikan kepada peserta didik sebelum peserta didik di bagi menjadi 8 kelompok dan
pertemuan pertama dan sesudah pertemuan melakukan diskusi untuk membahas dan
terakhir. Sebelum bahan ajar IPA menjawab pertanyaan yang ada pada fitur uji
diimplementasikan, peserta didik diberi angket kompetensi di bahan ajar etnosains yang
yang berisi pertanyaan ranah afektif meliputi dikembangkan. Peserta didik dengan tingkat
penerimaan, penanggapan, penilaian, interaksi sosial tinggi mampu mencapai hasil
pengorganisasian, dan pembentukan pola hidup, belajar afektif yang tinggi, sebab proses belajar
untuk kemudian dikerjakan dan hasilnya di mengajar disini yang menggunakan sistem
analisis sebagai nilai afektif pertemuan I. Setelah diskusi antar peserta didik membutuhkan
pembelajaran menggunakan bahan ajar interaksi dan kemampuan kooperasi yang tinggi,
etnosains diimplementasikan, peserta didik sehingga peserta didik yang interaksi sosialnya
diberikan angket yang sama dan hasilnya di tinggi mampu bekerjasama dengan baik sehingga
analisis sebagai nilai pertemuan II. Hasil belajar dapat mencapai hasil belajar yang baik (Sulastri,
afektif pertemuan I dan pertemuan II dapat 2015). Namun dalam pelaksanaan masih banyak
dilihat pada Tabel 4. peserta didik yang masih pasif dan kurang
Tabel 4. Hasil Uji Kelayakan Bahan Ajar berinteraksi dengan peserta didik lainnya,
No Data Hasil Belajar Kognitif sedangkan pada beberapa butir pertanyaan di
Pretest Postest angket afektif yang dibuat terdapat aspek
1 Rata-rata 57,71 76,97 partisipasi, penilaian, dan pembentukan sikap
2 Nilai Tertinggi 80 100 yang lebih menitikberatkan pada keaktifan
3 Nilai Terendah 13,33 53,33 peserta didik saat diskusi.
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas diketahui Selanjutnya kurangnya peningkatan hasil
bahwa rata-rata nilai hasil belajar afektif peserta belajar afektif juga sebagai akibat dari tidak
didik pada Pertemuan I lebih tinggi dari nilai dilakukannya praktikum pada saat pembelajaran
rata-rata hasil belajar afektif Pertemuan II. Selain karena waktu yang terbatas, serta keterbatasan
itu nilai terendah dan nilai tertinggi peserta didik alat di laboratorium sekolah, sehingga peserta
pada kelas eksperimen dari pertemuan I ke didik tidak bisa menerapkan konsep yang di
pertemuan II juga mengalami kenaikan. Hasil dapat dengan praktik yang riil. Hal ini sesuai
yang diperoleh membuktikan bahwa dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sulastri,
57
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)

2015) yang didapatkan hasil bahwa peserta didik Kasa, I.W. 2011. Local Wisdom In Relation To Climate
yang melaksanakan praktikum di laboratorium Change. Journal of International Society for
riil akan mendapat hasil belajar afektif yang lebih Southeast Asian Agricultural Sciences
(J.ISSAAS). 17(1): 22-27.
tinggi dibandingkan dengan yang hanya
menggunakan laboratorium virtual atau yang
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.64 tentang
tidak melakukan praktikum sama sekali. Hal ini Standar Isi Pendidikan Dasar dan
juga sebagai pengaruh dari adanya beberapa Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan
butir pertanyaan di angket afektif pada aspek dan Kebudayaan.
penerimaan, dan partisipasi yang membahas
kegiatan praktikum. Khoerunnisa, R.F., N. Murbangun, & Sudarmin. 2016.
Pengembangan Modul IPA Terpadu
Etnosains untuk Menumbuhkan Minat
SIMPULAN
Kewirausahaan. Journal of Innovative
Science Education, 5(1):45-53.
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar IPA berbasis Listyawati, M. 2012. Pengembangan Perangkat
etnosains dapat meningkatkan hasil belajar Pembelajaran IPA Terpadu di SMP. Jurnal
peserta didik, baik itu hasil belajar kognitif Pendidikan IPA, 1(1): 61-69.
maupun hasil belajar afektif. Hasil uji N-gain pada
aspek hasil belajar kognitif didapatkan hasil rata- Nailiyah, M. R., Subiki, & S. Wahyuni. 2016.
Pengembangan Modul IPA Tematik
rata N-gain sebesar 0,45 dengan kategori
Berbasis Etnosains Kabupaten Jember pada
“sedang”. Hasil uji N-gain pada aspek belajar
Tema Budidaya Tanaman Tembakau di
afektif didapatkan hasil rata-rata N-gain sebesar SMP. Jurnal Pembelajaran Fisika, 5(3): 261-
0,19 dengan kategori “rendah”. 269.

DAFTAR PUSTAKA Rahayu, W. E., & Sudarmin. 2015. Pengembangan


Modul IPA Terpadu Berbasis Etnosains
Atmojo. 2012. Profil Keterampilan Proses Sains dan Tema Energi Dalam Kehidupan untuk
Apresiasi Peserta didik Terhadap Profesi Menanamkan Jiwa Konservasi Peserta
Pengrajin Tempe Dalam Pembelajaran IPA didik. Unnes Science Education Journal,
Berpendekatan Etnosains. Jurnal Pendidikan 4(2): 920-926.
IPA Indonesia. 1(2): 115-122.
Rosyidah, A. N., Sudarmin, & K. Siadi. 2013.
Battiste, M. 2005. Indegenous Knowledge: Foundation Pengembangan Modul IPA Berbasis Etnosains
for First Nations. Canada: University of Zat Aditif Dalam Bahan Makanan untuk Kelas
Saskatchewan. Email: mare.batiste@usask.ca III SMP Negeri Pegandon Kendal. Unnes
Science Education Journal, 2(1): 133-139.
Damayanti, C., A. Rusilowati, & S. Linuwih. 2017.
Pengembangan Model Pembelajaran IPA Sibarani, R. 2013. Pendekatan Antropolinguistik dalam
Terintegrasi Etnosains untuk Meningkatkan Menggali Kearifan Lokal Sebagai Identitas
Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kreatif. Bangsa. Prosiding The 5th International
Journal of Innovative Science Education. 6(1): Conference on Indonesian Studies: “Ethnicity
117-128. and Globalization”. Yogyakarta: Universitas
Indonesia.
Kartono, Hairida, & G. Bujang. 2010. Penelusuran
Budaya Teknologi Lokal dalam Rangka Suastra I.W, & Ketut, T. Efektifitas Model Pembelajaran
Rekonstruksi dan Pengembangan Sains di Sains Berbasis Budaya Lokal untuk
Sekolah Dasar. Pontianak: FKIP, Universitas Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan
Tanjungpura. Nilai Kearifan Lokal di SMP. Jurnal Penelitian
dan Pengembangan Pendidikan. 5(3): 258-271.

58
Yoga Ahmadi / Unnes Physics Education Journal 8 (1) (2019)

Sukanti. 2011. Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Syahid, A. 2018. Komponen Evaluasi Pembelajaran
Akuntansi. Jurnal Pendidikan Akutansi Bidang Studi Pendidikan Agama Islam dan Budi
Indonesia. 9(1): 74-82. Pekerti. Jurnal Teknologi Pendidikan Madrasah
1(1): 33-52.
Sulastri, S., Maridi, & Prayitno, B. A. 2015.
Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Toharudin, U., & Kurniawan I. S. 2017. Sundanese
Group Investigation (GI) Menggunakan Media Cultural Values of Local Wisdom: Integrated to
Laboratorium Riil dan dan Laboratorium Develop a Model of Learning Biology.
Virtual Ditinjau dari Kemampuan Awal dan International Journal of Sciences: Basic and
Interaksi Sosial Siswa. Jurnal Inkuiri. 4(3): 86- Applied Research (IJSBAR). 32(1): 29-49.
95.
Yasin, M. 2009. Implementasi Pembelajaran Sains
Sumartono & Normalina. 2015. Motivasi dan Hasil Terpadu (Integrated Science Instruction) di
Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika SMP. Jurnal Pemikiran Alternatif
dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kependidikan. 14(1): 172-188.
Kooperatif Tipe Scramble di SMP. Jurnal
Pendidikan Matematika 3(1): 84-91.

59

Anda mungkin juga menyukai