Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penggunaan bioetanol merupakan inovasi baru dalam mengurangi emisi gas buang kendaraan
bermotor. Melalui PP Nomor 5 Tahun 2006 tentang penggunaan bahan bakar nabati, pemerintah ikut
berpartisipasi dalam usaha mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Peraturan tersebut
mampu mendorong peningkatan konsumsi bioetanol pada tahun 2007 sebesar 40.000 kilo liter (1,71
juta kiloliter pada tahun 2006 menjadi 1,75 juta kiloliter pada tahun 2007). Menurut data BPS (2007),
penggunaan bioetanol diperkirakan akan terus meningkat menjadi 1,85 juta kiloliter pada tahun 2010.
Peningkatan konsumsi tersebut merupakan respons yang positif dan menunjukkan bahwa masyarakat
semakin sadar ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin berkurang.
Bioetanol merupakan produk rekayasa biomassa yang memilki kandungan pati, gula, dan
selulosa dan sering digunakan sebagai campuran bahan bakar (premium). Potensi biomassa untuk
menghasilkan bioetanol sangat beragam karena kandungan pati, gula dan selulosa yang terdapat
dalam biomassa berbeda-beda. Menurut hasil penelitian LIPI, beet dan molases merupakan bahan
baku etanol yang menghasilkan etanol dengan produktivitas tinggi, yaitu sebanyak 3000–8000
liter/Ha, dan diikuti oleh ubi kayu (Prihandana, 2007). Beet tidak dapat diproduksi secara optimal di
Indonesia, oleh karena itu, molases dan ubi kayu banyak digunakan sebagai bahan baku untuk
memproduksi bioetanol.
Bioetanol tidak hanya digunakan sebagai campuran bensin atau premium, tetapi juga
digunakan sebagai bahan baku di beberapa kegiatan industri, seperti industri makanan, industri
farmasi, dan industri kosmetik. Upaya penggunaan etanol sebagai alternatif BBM dilatarbelakangi
oleh dua hal, yaitu 1) adanya alasan ekonomi yang kuat berkaitan dengan berkurangnya cadangan
minyak, fluktuasi harga, dan ketidakstabilan politik di kawasan Timur Tengah yang mengganggu
suplai BBM dibeberapa negara termasuk Indonesia. Cadangan minyak terus menyusut dan
diperkirakan hanya cukup untuk 24 tahun ke depan (Kompas, 27 Februari 2007), sedangkan impor
BBM Indonesia setiap tahun terus bertambah. Dalam kurun waktu dua dekade, diperkirakan
kebutuhan BBM sepenuhnya akan bergantung pada impor. 2) Adanya alasan lingkungan untuk
menurunkan polusi. Sejak revolusi industri, kadar CO2 bertambah 25%. Separuh dari penambahan
CO2, terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir. Sektor transportasi menyumbang sekitar 80% dari emisi
CO2. Disamping itu, pembakaran BBM juga menghasilkan gas berbahaya lainnya, seperti CO, NO2,
dan UHC (Unburn Hydrocarbon).Gas buang tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan
mempercepat pemanasan global (Prihandana, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Perbedaan Bioethanol Dengan Etanol.
2. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak.
3. Pemanfaatan Bioetanol.
4. Penerimaan Pasar Bioethanol Dan Etanol.
5. Masalah Yang Didapat Dari Penggunaan Bioethanol Hasil Fermentasi Dengan
Penggunaan Etanol Hasil Hidrogenasi.
6. Proses pembuatan Bioetanol dengan Fermentasi
7. Proses pembuatan Etanol dengan Hidrogenasi

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui apa perbedaan bioethanol dengan etanol.
2. Dapat mengetahui nilai kebutuhan bahan bakar minyak.
3. Dapat mengetahui bagaimana pemanfaatan bioetanol.
4. Dapat mengetahui bagaimana penerimaan pasar terhadap bioethanol dan etanol.
5. Dapat mengetahui masalah yang didapat dari penggunaan bioethanol hasil fermentasi
dengan penggunaan etanol hasil hidrogenasi.
6. Dapat mengetahui proses pembuatan Bioetanol dengan Fermentasi
7. Dapat mengetahui proses pembuatan Etanol dengan Hidrogenasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Bioetanol Dengan Etanol

Pengertian Etanol

Etanol atau etil alkohol adalah senyawa organik yang memiliki rumus kimia C2H5OH.
Ini berguna sebagai bahan bakar. Namun, itu adalah senyawa yang sama yang kita temukan
dalam minuman beralkohol. Paling sering, bahan bakar ini digunakan sebagai bahan bakar
motor; sebagai aditif biofuel untuk bensin.

Dimungkinkan untuk menghasilkan etanol melalui cara biologis atau kimia. Langkah-
langkah utama menghasilkan etanol melalui cara biologis termasuk fermentasi, distilasi, dan
dehidrasi. Selama fermentasi, mikroba bekerja pada gula untuk diubah menjadi etanol.
Langkah distilasi melibatkan penghilangan mikroba dan sebagian besar air. Di sana, produk
fermentasi dipanaskan, sehingga fraksi etanol menguap. Setelah itu, kita harus mendehidrasi
produk akhir destilasi untuk mendapatkan fraksi etanol yang sangat murni. Selain itu,
produksi etanol melalui cara kimia termasuk mereaksikan etena dengan uap.

Pengertian Bioetanol

Bioetanol adalah bentuk etanol yang kita dapatkan dari rutinitas biologis. Ini adalah
bahan bakar bersih yang dapat dicampur dengan bensin untuk menjalankan mobil tanpa
memodifikasi mesin. Biasanya, produksi fuel ini melibatkan fermentasi berbagai bahan yang
mengandung gula atau karbohidrat yang dapat difermentasi. Ada empat jenis bahan baku
yang dapat kita gunakan untuk produksi ini; tanaman bertepung, biomassa lignoselulosa,
biomassa alga, dan limbah industri.

Selain itu, bahan bakar ini adalah sumber energi terbarukan karena biomassa dapat
diperbarui. Bioetanol tidak menghasilkan oksida belerang atau oksida nitrogen. Namun,
senyawa ini memiliki efek negatif pada harga pangan karena produksi bioetanol
membutuhkan lahan yang luas untuk ditanami. Keuntungan Bioethanol dibandingkan Bahan
Bakar Konvensional

 Sumber energi terbarukan


 Mengurangi emisi gas rumah kaca
 Biodegradable, karenanya, jauh lebih sedikit beracun
 Kemampuan untuk dengan mudah diintegrasikan ke dalam sistem bahan bakar
transportasi jalan yang ada
 Menggunakan bioetanol dalam mesin lama juga akan mengurangi produksi karbon
monoksida

Apa Perbedaan Antara Etanol dan Bioetanol?

3
Etanol atau etil alkohol adalah senyawa organik yang memiliki rumus kimia C2H5OH
sedangkan bioetanol adalah bentuk etanol yang kita dapatkan dari rutinitas biologis. Oleh
karena itu, perbedaan utama antara etanol dan bioetanol adalah bahwa dimungkinkan untuk
memperoleh etanol dari rutinitas kimia atau rutinitas biologis sedangkan bioetanol adalah
bentuk etanol yang terbentuk dari rutinitas biologis produksi etanol.

Selain itu, proses produksi etanol mencakup tiga langkah utama (fermentasi, distilasi, dan
dehidrasi) sementara produksi bioetanol memerlukan pra-perawatan substrat dengan asam
atau enzim diikuti oleh fermentasi. Juga, perbedaan vital lebih lanjut antara etanol dan
bioetanol adalah bioetanol merupakan sumber energi terbarukan sedangkan etanol tidak.

2.2 Kebutuhan Bahan Bakar Minyak


Kebutuhan energi di dunia semakin meningkat, hingga saat ini sebagian besar meningkat,
hingga saat ini sebagian besar menggunakan minyak bumi dan bahan bakar fosil lainnya yang
merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Pencarian energi alternatif
khususnya dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui merupakan hal yang perlu
dilakukan. Etanol merupakan salah satu energi alternatif yang mungkin dapat dimanfaatkan.
2.3 Pemanfaatan Bioetanol
Bioetanol dapat dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain hemat,
pembuatannya dapat dilakukan di rumah sendiri dengan mudah. Selain itu juga
pengoperasian bioetanol lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Bila
sehari menggunakan minyak tanah seharga Rp 16.000,-, maka dengan bioetanol dapat
menghemat Rp 4.000,-.

Pemanfaatan Bieoetanol :
1. Sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak tanah (sumber energi terbarukan)
2. Pada kadar 60% s/d 70% berguna sebagai pengganti bahan bakar minyak jenis
minyak tanah
3. Pada kadar 70% s/d 80% berguna sebagai pengganti produk alkohol (industri alkohol)

4
4. Pada kadar 80% s/d 90% sebagai bahan pendukung produksi makanan dan minuman
5. Pada kadar 99,5% digunakan sebagai subsitusi BBM jenis bensin
2.4 Penerimaan Pasar Bioetanol dan Etanol
Bahan bakar fosil seperi minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat, selain
kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui.
Bahan bakar berbasis produk proses biologi seperti bioetanol dapat dihasilkan dari hasil
pertanian yang tidak layak/tidak dapat dikonsumsi, seperti dari sampah/limbah pasar,
limbah pabrik gula (tetes/mollases). Yang penting bahan apapun yang mengandung
karbohidrat (gula, pati, selulosa, dan hemiselulosa) dapat diproses menjadi bioetanol.
Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula komplek menjadi gula sederhana),
fermentasi, dan distilasi, bahan-bahan tersebut dapat dikonversi menjadi bahan bakar
bioetanol. Untuk menjaga kestabilan pasokan bahan pangan sebaiknya bioetanol
diproduksi dari bahan-bahan yang tidak layak/tidak dapat dikonsumsi, seperti singkong
gajah yang beracun, sampah atau limbah apapun yang mengandung karbohidrat, melalui
proses sakarifikasi dan seterusnya (pemecahan gula seperti tersebut di atas), bahan-bahan
tersebut dapat dikonversi pula menjadi bioetanol. Kebutuhan konsumsi energi bahan
bakar minyak diperkirakan pada tahun 2050 menjadi 3 kali lipat.
Melalui PP Nomor 5 Tahun 2006 tentang penggunaan bahan bakar nabati, pemerintah
ikutberpartisipasi dalam usaha mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor.
Peraturan tersebut mampu mendorong peningkatan konsumsi bioetanol pada tahun 2007
sebesar 40.000 kilo liter (1,71 juta kiloliter pada tahun 2006 menjadi 1,75 juta kiloliter
pada tahun 2007). Menurut data BPS (2007), penggunaan bioetanol diperkirakan akan
terus meningkat menjadi 1,85 juta kiloliter pada tahun 2010. Peningkatan konsumsi
tersebut merupakan respons yang positif dan menunjukkan bahwa masyarakat semakin
sadar ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin berkurang.
Hasil uji coba kompor rekayasa Balai Riset dan Standarisasi Industri menunjukkan
bahwa tingkat kemurnian (kadar) etanol mempengaruhi efesiensi waktu pemasakan,
dimana etanol dengan kadar tinggi (90%) lebih efesien dibandingkan dengan etanol
dengan kadar rendah (60%).
Pertimbangan :
1. Nilai efesiensi dan ekonomis
a. Satu liter bioetanol sama dengan dua setengah liter minyak tanah
b. Proses pemasakan tidak ber-jelaga (bercak hitam) pada wadah memasak
c. Proses pengapian sangat aman
5
d. Kualitas pengapian lebih baik daripada gas
2. Teknologi produksi sederhana dan mudah dikembangkan (inovasi)
3. Tidak membutuhkan alat pendukung seperti tabung gas elpiji
2.5 Masalah Yang Didapat Dari Penggunaan Bioethanol Hasil Fermentasi Dengan
Penggunaan Etanol Hasil Hidrogenasi.

Masalah Yang Didapat dari Penggunaan Bioetanol Hasil Fermentasi

Bioetanol merupakan etanol hasil dari fermentasi karbohidrat, yang dapat


dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang
dapat diproduksi dari tumbuhan. Etanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum,
misalya tebu, kentang, singkong dan jagung.

Masalah yang didapat jika bioetanol hasil fermentasi nantinya akan menggantikan
bensin yang ada saat ini maka dikhawatirkan akan adanya kemungkinan naiknya harga
makanan yang disebabkan karena kebutuhan lahan yang sangat besar, ditambah lagi energi
dan polusi yang dihasilkan dari keseluruhan produksi etanol, terutama tanaman jagung.
Dibalik itu juga terdapat berbagai kekurangan bioetanol bila dibandingkan dengan bensin,
antara lain mesin kendaraan akan mengalami kesulitan untuk dihidupkan bila dalam kondisi
suhu dingin, serta mampu bereaksi dengan logam tertentu seperti aluminium, sehingga dapat
merusak komponen kendaraan yang terbuat dari logam tersebut.

Masalah Yang Didapat dari Penggunaan Etanol Hasil Hidrogenasi

Etanol merupakan jenis alcohol (etil alkohol) yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar transportasi, terutama sebagai biofuel aditif untuk bensin. Etanol dapata dibuat dengan
menggunakan beberapa metode, seperti reaksi etilen dengan air ataupun fermentasi
karbohidrat. Selain itu etanol dapat dibuat dengan metode hidrogenasi.

Masalah yang didapat dari etanol hasil hidrogenasi sebagai pengganti bensin juga sama
seperti masalah pada penggunaan bioetanol hasil fermentasi, dimana mesin kendaraan akan
mengalami kesulitan untuk dihidupkan dalam kondisi suhu dingin, serta bahan bakar yang
dihasilkan dari etanol hasil hidrogenasi bersifat korosif yang dapat menimbulkan kerusakan
pada komponen mesin kendaraan yang terbuat dari logam. Serta polusi yang ditimbulkan
juga berbahaya karena etanol hasil hidrogenasi mengunakan bahan kimia dalam proses
pembuatannya.

2.6 Proses Pembuatan Bioetanol dengan Fermentasi

PRE-TREATMENT

1.Tahap persiapan bahan baku

6
Disiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol, antara lain: molase
(kadar gula 50%), urea, NPK, fermipan, air. Molase yang digunakan berasal dari limbah
pabrik gula pasir. Ketika pabrik gula sedang berhenti menggiling karena periodisasi (pabrik
gula hanya beroperasi 6 bulan), maka molase yang digunakan berasal dari cadangan yang
telah disimpan sebelumnya pada beberapa tangki berukuran 5000 – 16000 ton yang terdapat
pada gudang penyimpanan tetes.

2.Tahap pengenceran molase

Kadar gula dalam molase terlalu tinggi untuk proses fermentasi. Oleh karena itu, molase
perlu diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan dalam molase kurang lebih
14%. Penambahan air harus disesuaikan dengan kadar gula awalnya lalu diaduk hingga
merata. Tahap ini detailnya terbagi menjadi 3, yaitu:

a.Tahap penimbangan tetes

Pada penimbangan tetes ini dipakai jenis timbangan cepat dengan kapasitas timbang tertentu
dilengkapi dengan alat pembuka dan penutup berupa katup buangan yang dioperasikan secara
manual. Dan juga panel on-off pompa tetes yang diatur secara otomatis. Cara kerjanya
dengan menimbang tetes yang dipompa dari gudang penyimpanan tetes untuk setiap harinya.

b.Tahap pencampuran tetes

Tahap pencampuran tetes ini menggunakan tangki pencampur tetes dengan kapasitas tertentu
yang dilengkapi dengan pancaran uap air panas (steam), yang berfungsi sebagai pengaduk
dan pemanas tetes. Cara kerjanya yaitu air panas bersuhu 70OC dimasukkan ke dalam tangki
pencampur tetes (mixing tank), kemudian disusul dengan tetes yang telah ditimbang. Setelah
itu disirkulasi dengan menggunakan pompa hingga tetes dan air tercampur dengan baik.
Setelah pencampuran selesai, campuran dipanaskan hingga suhunya mencapai 90OC. Tujuan
diberikannya air panas adalah untuk mempercepat proses pelarutan, sedangkan pemanasan
dengan uap air panas adalah untuk sterilisasi larutan tetes. Setelah semua tercampur dengan
baik, ditambahkan asam sulfat (H2SO4) dengan kepekatan 96,5% sampai pH mencapai 4,5 –
5. Pemberian asam sulfat bertujuan untuk mengendapkan garam-garam mineral di dalam tetes
dan untuk memecah disakarida (sukrosa) di dalam tetes menjadi monosakarida berupa
senyawa d-glukosa dan d-fruktosa.

c.Tahap pengendapan

Pada tahap pengendapan ini menggunakan tangki yang dilengkapi dengan pipa decanter.
Larutan tetes dari tangki pencampur ditampung dalam tangki ini dan diendapkan selama 5
jam untuk mengendapkan kotoran-kotoran tetes (sludge), terutama endapan garam.
Pengendapan ini bertujuan untuk mengurangi kerak yang terjadi pada mash column (kolom
distilasi pertama). Setelah 5 jam, cairan tetes dipompa menuju tangki fermentor
melalui decanter dan heat exchanger (HE). HE ini berfungsi untuk menurunkan suhu sampai
30OC sebagai syarat operasi fermentasi. Sedangkan cairan sisa yang berupa endapan kotoran-
kotoran dan sebagian cairan tetes dipompa ke tangki pencuci endapan kotoran tetes (tangki
sludge).

7
3.Tahap Separator (Sterilisasi)

Sisa cairan tetes sebanyak ±5% volume dari tangki pengendap tetes yang berupa endapan
kotoran-kotoran dipompa keluar dari tangki pengendap melalui pipa decanter untuk
ditampung di tangki sludge hingga mencapai volume tertentu. Kemudian cairan tetes
diendapkan hingga waktu tertentu untuk selanjutnya dipompa kembali ke tangki mixing.
Tujuan pencucian kotoran tetes ini adalah untuk efisiensi bahan baku berupa tetes agar bahan
baku dapat dipakai semaksimal mungkin tanpa harus membuang sebagian yang tersisa.

4.Tahap Pembiakan Ragi

a.Tahap penambahan ragi

Tahap ini menggunakan tangki prefermentor yang dilengkapi pipa aliran udara dan pipa
aliran air pendingin pada bagian luar dinding tangki. Tahap ini bertujuan untuk
mengembangbiakkan ragi jenis Saccharomyces cerevisiae dengan menggunakan media tetes.
Untuk pembuatan larutan ragi, mula-mula diawali dengan cara memasukkan air proses
bersuhu 15OC dan tetes dari tangki pengendap tetes ke dalam tangki seeding dan
mencampurkannya, yang disertai dengan aliran udara dari blower dengan fungsi ganda yaitu
untuk mempercepat tercampurnya tetes dengan air dan juga untuk konsumsi kebutuhan
oksigen bagi ragi Saccharomyces cerevisiaeyang berlangsung pada suasana aerob. Selain itu
juga menjaga suhu tangki konstan pada 30OC dengan mengalirkan air pada dinding luar
tangki. Jika tidak dijaga, maka ragi yang sedang dikembangbiakkan akan terganggu
kelangsungan hidupnya dan kemudian akan mati. Kemudian memasukkan ragi roti (gist)
yang telah dilarutkan dengan air secukupnya. Bahan aktif yang terkandung dalam ragi roti
yaitu Saccharomyces cerevisiae (ragi roti) yang dapat memfermentasi gula menjadi etanol.
Kebutuhan ragi sebanyak 0,2% dari kadar gula dalam larutan molase.

b.Tahap penambahan urea dan NPK

Untuk keperluan nutrisi ragi, ditambahkan urea dan NPK. Kebutuhan urea sebanyak 0,5%
dari kadar gula larutan fermentasi. Sedangkan kebutuhan NPK sebanyak 0,1% dari kadar gula
larutan fermentasi. Urea dan NPK dihaluskan dengan penggerusan lalu dimasukkan.
Ditambahkan pula PHP dengan tujuan untuk mempertahankan pH agar tetap konstan yaitu
4.5 – 5. Dari hasil campuran ini didapatkan biakan ragi.

5.Tahap fermentasi

Tahap ini menggunakan tangki fermentor dengan dilengkapi pipa aliran udara dan pipa aliran
air pendingin yang berasal dari air sungai untuk menjaga suhu fermentasi pada 30 – 32OC.
Fermentasi ini bertujuan untuk mendapatkan alkohol dengan kadar 8,5 – 9% atau lebih.
Pertama dimulai dengan sterilisasi tangki fermentor yang masih kosong dengan uap air panas
(steam) sampai suhu 121OC lalu membiarkan suhu di dalam tangki turun sampai 30OC.
Setelah itu memasukkan air proses dengan suhu 30OC, larutan tetes, dan proses fermentasi
ini berjalan secara aerob. Selanjutnya biakan ragi yang telah dibiakkan pada tangki pre-
fermentor dipompa masuk ke tangki fermentor. Setelah itu, tetes dipompa masuk ke tangki
dan proses berlangsung selama 36 jam. Untuk pH larutan ini dijaga sekitar 4,5 – 5. Untuk

8
nutrisi ragi dimasukkan urea dan NPK. Sedangkan turkey red oil ditambahkan sebagai anti
foam untuk mencegah pembentukan foam selama proses terjadi. Tahap fermentasi
berlangsung hingga kadar alkohol mencapai 8,5 – 9%. Setelah kadar tersebut terpenuhi,
larutan hasil fermentasi dipompa menuju separator untuk dipisahkan antara hasil fermentasi
(cairan mash) dengan ragi (yeast cream). Separator ini menggunakanalat rotary vacuum
filter yang merupakan alat dengan prinsip vacuum sehingga ragi (yeast cream) dengan cairan
hasil fermentasi (cairan mash) yang memiliki perbedaan massa jenis dapat dipisahkan. Dari
hasil fermentasi, tidak semuanya dipisahkan raginya, hanya sekitar 80 – 90% saja. Sisanya 10
– 20 % tidak diambil raginya karena mengandung kotoran-kotoran sisa berupa endapan
garam mineral. Hasil fermentasi yang telah dipisahkan ini langsung masuk ke tangki
mash (mash tank). Dan selanjutnya didestilasi sehingga menjadi alkohol prima (fine
alcohol)dengan kadar mencapai 96,5%.

Pada tahap fermentasi terjadi reaksi hidrolisa, di mana sukrosa diubah menjadi glukosa.
Persama reaksi hidrolisa yaitu:

C12H22O11 +H2O ----> 2C6H12O6

Sedangkan reaksi utama adalah reaksi fermentasi, yaitu glukosa diubah menjadi etanol dan
air.

C6H12O6 ----> 2C2H5OH + 2CO2

Selain reaksi utama terjadi pula reaksi samping yang menghasilkan asam asetat, asetaldehid,
dan funel oil.

C6H12O6 ----> C3H8O3 + CH3CHO + 2CO2

C6H12O6 + H2O ----> 2C3H8O3 + CH3COOH + C2H5OH + 2CO2

6.Tahap purifikasi, destilasi, dan dehidrasi

Setelah proses fermentasi selesai, berlanjut ke tahap purifikasi yang terdiri dari unit destilasi.
Cairan fermentasi dimasukkan ke dalam evaporator. Panaskan evaporator dan suhunya
dipertahankan 79 – 81OC. Pada suhu ini, etanol sudah menguap, sedangkan air tidak
menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran
distilator. Distilasi pertama biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar
distilasi masih di bawah 95% maka perlu dilakukan distilasi ulang hingga kadar etanolnya
95%.

Proses distilasi ini dilakukan dengan metode distilasi bertingkat dengan jumlah 5 buah kolom
distilasi. Tiap-tiap kolom distilasi memiliki beberapa jumlah dan ukuran tray tertentu dengan
jenis plate bubble cup yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya untuk memisahkan
alkohol dari senyawa-senyawa pengikutnya. Alat untuk distilasi terdiri dari 5 kolom distilasi
utama yaitu:

9
1.Kolom pertama: Mash Column & Degasification Column

2.Kolom kedua: Pre-Running Separating Column

3.Kolom ketiga: Less Column & Rectifying Column

4.Kolom keempat: Repulfying Column

5.Kolom kelima: Alcohol column

Setelah kadar etanol 95% tercapai, selanjutnya dilakukan dehidrasi atau penghilangan
air.Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis.

Gambar 2.1 Flowchart pembuatan Bioetanol dari Mollases

2.7 Proses Pembuatan Etanol dengan Hidrogenasi


1. Proses Hidrogenasi Heksil Asetat
Sebanyak 100ml heksil asetat dimasukkan kedalam reactor hidrogenasi, kemudian
ditambahkan katalis nikel sebanyak 1%, dilakukan proses hidrogenasi dengan suhu
160C disertai pengadukan selama 8 jam. Hasil Hidrogenasi disaring.
2. Proses Distilasi
Sebanyak 100ml campuran dimasukkan dalam labu leher 2 dan dipanaskan diatas
penangas listrik hingga suhu 100 C dan dibiarkan mendidih sampai dihasilkan uao
yang terkondensasi kedalam penampung. Uap yang terkondensasi ini disebut distilat.

10
. Gambar 2.2 Flowchart pembuatan Etanol

11
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Etanol adalah senyawa organik yang memiliki rumus kimia C2H5OH sedangkan bioetanol
adalah bentuk etanol yang kita dapatkan dari rutinitas biologis. perbedaan utama antara
etanol dan bioetanol adalah bahwa dimungkinkan untuk memperoleh etanol dari rutinitas
kimia atau rutinitas biologis sedangkan bioetanol adalah bentuk etanol yang terbentuk
dari rutinitas biologis produksi etanol.
2. Kebutuhan energi di dunia semakin meningkat, hingga saat ini sebagian besar meningkat,
hingga saat ini sebagian besar menggunakan minyak bumi dan bahan bakar fosil lainnya
yang merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui.
3. Pemanfaatan Etanol / Bioetanol adalah sebagai sumber energy terbarukan yang
berdasarkan kadarnya bisa digunakan untuk pengganti minyak tanah sampai substitusi
BBM jenis bensin
4. Pemanfaatan Etanol/Bioetanol terus meningkat hingga Menurut data BPS, penggunaan
bioetanol diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun dengan penggunaan 1,85 juta
kiloliter pada tahun 2010.
5. Masalah yang didapat jika bioetanol hasil fermentasi nantinya akan menggantikan bensin
yang ada saat ini maka dikhawatirkan akan adanya kemungkinan naiknya harga makanan
yang disebabkan karena kebutuhan lahan yang sangat besar, ditambah lagi energi dan
polusi yang dihasilkan dari keseluruhan produksi etanol, terutama tanaman jagung.
Sedangkan untuk etanol hasil hidrogenasi mesin kendaraan akan mengalami kesulitan
untuk dihidupkan dalam kondisi suhu dingin, serta bahan bakar yang dihasilkan dari
etanol hasil hidrogenasi bersifat korosif yang dapat menimbulkan kerusakan pada
komponen mesin kendaraan yang terbuat dari logam. Serta polusi yang ditimbulkan juga
berbahaya karena etanol hasil hidrogenasi mengunakan bahan kimia dalam proses
pembuatannya.

12

Anda mungkin juga menyukai