Anda di halaman 1dari 83

Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.

KM

[Draft]

Kepemimpinan
Berfikir Sistem
Aplikasi pada Bidang Kesehatan

Oleh: Ade Heryana, S.St, M.KM

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan.
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. i

BAB 1 – Mengapa Kepemimpinan Berfikir Sistem ? ………………….. 1

BAB 2 – Teori Sistem …………………………………………………………. 4

BAB 3 – Konsep Sistem ……………………………………………………… 10

BAB 4 – Karakteristik Sistem ………………………………………………. 16

BAB 5 – Berfikir Sistem ……………………………………………………… 37

BAB 6 – Kepemimpinan ……………………………………………………… 46

BAB 7 – Kepemimpinan Berfikir Sistem …………………………………. 52

BAB 8 – Organisasi Pembelajar: Organisasi sebagai Wujud Sistem . 56

BAB 9 – Kepemimpinan Organisasi Pembelajar ……………………….. 75

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 80

Korespondensi : heryana@esaunggul.ac.id

Nomor HP/WA : 082227019062

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. i
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 1 – Mengapa Kepemimpinan Berfikis Sistem?

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sudah berjalan sejak tahun
2014 lalu ternyata dalam implementasinya banyak mengalami hambatan.
Hambatan bukan hanya dari sisi internal, melainkan juga dari faktor
eksternal. Sebagai suatu sistem yang mengintegrasikan pelayanan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan kepesertaan (masyarakat), SJSN
melibatkan berbagai pihak baik dari bidang kesehatan, keuangan, sosial,
dan sebagainya. Sukses pelaksanaan SJSN membutuhkan pemimpin yang
mengerti keseluruhan aspek yang terkait pelayanan dan pembiayaan
kesehatan. Dalam memutuskan dan menangani permasalahan, pemimpin
tersebut tidak hanya mampu menganalisis bagian-bagian dari masalah
(berfikir secara reduksionis) namun juga secara holistik, atau disebut
dengan Berfikir Sistem.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa sebagai tenaga
kesehatan (atau calon tenaga kesehatan) perlu mempelajari kepemimpinan,
padahal sebenarnya sudah dinyatakan kompeten di bidangnya? Untuk
menjawab ini penulis mengutip pendapat Frank J. Lexa dalam bukunya
“Leadership Lessons for Health Care Providers” bahwa terdapat beberapa
alasan bagi tenaga kesehatan untuk mempelajari kepemimpinan (Lexa,
2017):
1. Industri kesehatan mengalami perubahan yang cepat meliputi aspek
pelayanan, cara pembayaran, teknologi, dan kebijakan. Kondisi ini
tentu membutuhkan kemampuan memimpin yang kuat untuk
membawa organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan
2. Industri kesehatan memiliki pelayanan yang kompleks dengan tingkat
tekanan dari masyarakat yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan pemimpin
yang memiliki strategi dan taktik untuk terus berkembang dalam
kondisi seperti ini.
3. Kepemimpinan memiliki daya magis dalam menghasilkan kinerja
organisasi atau kelompok yang baik.
Lalu bagaimana dengan tenaga kesehatan masyarakat? Memimpin dan
berfikir sistem merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki para
ahli kesehatan masyarakat saat ini. Dalam Blue Print Uji Kompetensi
Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia yang disusun oleh Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan
Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI), ditetapkan ada 8
(delapan) kompetensi sarjana Kesehatan Masyarakat, yakni: 1) Kemampuan
untuk melakukan kajian dan analisis; 2) Kemampuan untuk merencanakan
dan terampil mengembangkan kebijakan kesehatan; 3) Kemampuan untuk
melakukan komunikasi; 4) Kemampuan untuk memahami budaya lokal; 5)
Kemampuan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat; 6) Memahami
dasar-dasar ilmu kesehatan masyarakat; 7) Kemampuan untuk

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 1
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

merencanakan dan mengelola sumber dana; dan 8) Kemampuan untuk


memimpin dan berfikir sistem (IAKMI & AIPTKMI, 2012).
Penjelasan tersebut menurut penulis cukup memberikan jawaban kenapa
tenaga kesehatan khususnya ahli kesehatan masyarakat perlu mempelajari
ilmu kepemimpinan. Bahkan lebih jauh ahli kesehatan masyarakat perlu
dibekali dengan kemampuan berfikir sistem sebagai bekal dalam
melakukan kegiatan untuk peningkatan derajat kesehatan di komunitas.
Sebelum pembaca mempelajari lebih dalam tentang kepemimpinan berfikir
sistem, penulis ingin menjelaskan tentang hubungan berbagai konsep
dalam mempelajari sistem. Konsep-konsep tersebut adalah konsep sistem,
berfikir sistem, pendekatan sistem dan rekayasa sistem. Keempat konsep
ini berbeda namun memiliki keterkaitan satu sama lain (lihat gambar 1).
Konsep sistem merupakan sarana untuk mengidentifikasikan masalah
kompleks. Berfikir sistem menggunakan Konsep Sistem untuk memahami
isu-isu atau entitas yang kompleks. Lalu Pendekatan Sistem menggunakan
teknik Berfikir Sistem untuk memecahkan permasalahan yang kompleks.
Akhirnya Rekayasa Sistem menggunakan Pendekatan Sistem untuk
menangani kompleksitas dengan pendekatan rekayasa (Aslaksen, 2013).
Dalam sudut pandang penulis, rekayasa sistem merupakan salah satu
kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin dengan karakter
berfikir sistem. Seringkali ketidakmampuan pemimpin dalam memahami
rekayasa sistem meyebabkan kegagalan organisasi dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan. Misalnya panjangnya antrian
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang berakibat pada penurunan
kepuasan pasien disebabkan lemahnya manajemen dalam merekayasa
sistem untuk mempercepat waktu pelayanan. Pengurangan waktu
pelayanan merupakan salah satu solusi untuk memperpendek antrian,
misalnya dengan penambahan petugas atau penerapan teknologi. Namun
dikhawatirkan dengan penambahan sumberdaya akan terjadi inefisiensi.
Rekayasa sistem mendorong manajemen untuk menghasilkan sistem
pelayanan kesehatan yang efisien dengan merekomendasikan alokasi
sumberdaya berdasarkan analisis sistem yang terukur. Berbagai studi
tentang optimalisasi sistem memberikan rekomendasi alokasi sumberdaya
(manusia dan alat) untuk menghasilkan pelayanan yang efektif dan efisien.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 2
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Konsep
• Sarana/tools untuk mengidentifikasi masalah kompleks
sistem

• Cara berfikir untuk memahami isu atau entitas yang


Berfikir kompleks, menggunakan Konsep Sistem
sistem

• Teknik pemecahan masalah yang kompleks, menggunakan


Pendekatan teknik Berfikir Sistem
sistem

• Proses untuk menangani masalah kompleks dengan


Rekayasa pendekatan rekayasa, menggunakan Pendekatan Sistem
sistem

Gambar 1.1. Hubungan Konsep Sistem, Berfikir Sistem, Pendekatan


Sistem dan Rekayasa Sistem
Sistematika penulisan pada buku ajar mengikuti kerangka yang diberikan
Alaksen (2013) yang dimulai dengan pembahasan tentang konsep sistem
dan teori sistem, berfikir sistem, kepemimpinan berfikir sistem dan diakhiri
dengan pembahasan kompleksitas dalam organisasi..

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 3
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 2 – Teori Sistem

PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda-beda tentang sistem.
Misalnya pada sistem pelayanan kesehatan, bagi mereka yang aktif dalam
membela hak-hak anak memandang sistem tersebut harus ramah terhadap
anak. Bagi orang-orang yang berfokus pada kesehatan lansia,
mengharapkan sistem pelayanan kesehatan harus mengutamakan lansia.
Persepsi si A tentang perilaku si B, akan berbeda dengan persepsi si C
tentang perilaku si B. Dengan demikian teori sistem berupaya menjelaskan
konsep dari sistem.
Apa yang menyebabkan teori sistem muncul? Teori sistem lahir karena
gagalnya pendekatan reduksionis dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan yang semakin kompleks. Pendekatan reduksionis adalah
cara untuk mengatasi masalah dengan membagi-bagi permasalahan
tersebut menjadi elemen-elemen yang lebih kecil tanpa adanya hubungan di
antara berbagai elemen tersebut. Pendekatan ini mirip dengan pendekatan
mekanis. Teori sistem telah ada sejak tahun 1930-1940an dan melihat
permasalahan tidak secara mekanis dan terpecah-pecah, melainkan
memandangnya sebagai satu kesatuan yang utuh. Tokoh teori sistem yang
berpengaruh antara lain Norbert Wiener yang menggagas aplikasi sistem
pada teknik Komunikasi dan Kontrol (Sibernetika), dan Ludwig von
Bertalanffy yang mengaplikasikan sistem pada ilmu biologi dan melahirkan
General System Theory (Leveson, 2011).
Hester & Kevin mendefinisikan teori sistem sebagai berikut: “a unified group
of specific propositions which are brought together to aid in understanding
systems, thereby invoking improved explanatory power and interpretation
with major implications for systems practitioners” (Hester & Kevin, 2014),
atau terjemahan secara bebas Teori Sistem adalah sekumpulan pernyataan
yang berfungsi membantu pemahaman tentang “Sistem”, sehingga dapat
meningkatkan penjelasan dan pemahaman bagi praktisi di bidang sistem.
Teori sistem merupakan sudut pandang teoritis yang menganalisis suatu
entitas secara utuh dan bukan hanya menjumlahkan bagian-bagian dari
entitas yang terpisah. Fokus teori sistem adalah pada interaksi dan
hubungan antar bagian untuk mendapatkan pemahaman tentang
organisasi, fungsi dan hasil dari suatu entitas (Mele & Pels, 2010). Misalnya
ketika mengevaluasi penerapan Germas, bukan hanya menggabungkan
upaya yang dilakukan antar sektor melainkan mengevaluasinya dengan
melihat keterkaitan antar sector dalam menggerakkan Germas.
Lebih lanjut Hester & Kevin (2014) mengelompokkan teori sistem ke dalam
6 (enam) jenis yaitu: 1) General system theory (GST); 2) Living system theory;
3) Mathematical models theory; 4) Cybernetics; 5) Social system theory; dan 6)
Philosophical system theory.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 4
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

GENERAL THEORY OF SYSTEM (GTS)


Teori ini dipelopori oleh Ludwig von Bertalanfy tahun 1956, yang berfokus
pada interaksi dalam sistem. Tokoh-tokoh lainnya antata lain Kenneth
Boulding, Anatol Rapport, dan Ralph Gerard. Para penganut teori ini
membentuk komunitas yang disebut dengan International Society for System
Science (ISSS).
Teori ini pada mulanya digunakan untuk membantu seseorang dalam
membuat perencanaan dan pengambilan keputusan secara umum. Namun
dalam perjalanannya konsep GTS digunakan juga dalam disiplin ilmu
lainnya, salah satunya dalam ilmu biologi.
Menurut GTS, sistem merupakan interaksi elemen-elemen yang kompleks.
Teori ini juga menghasilkan konsep sistem terbuka, sistem tertutup dan
sistem terisolasi. Prinsip umum dalam GTS, setiap sistem memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Holism (menyeluruh)
b. Boundaries (membatasi diri dengan aturan)
c. Hierarchy (kepatuhan terhadap tingkatan sistem)
d. Mutuality (saling ketergantungan antar elemen)
e. Equilibrium (cenderung mencari keseimbangan)
f. Equifinality (mencapai tujuan dengan berbagai cara)
g. Entropy (mengalami perubahan yang berulang)

LIVING SYSTEM THEORY (LST)


Living system theory merupakan sumbangan ilmu Biologi dan Sosiologi
terhadap teori sistem. Kontributor utama teori ini adalah James Grier Miller
(1916-2002). Miller mendeskripsikan sistem kehidupan menurut aspek
pengorganisasian, cara kerja, perkembangannya hingga mati. LST
menganggap sistem kehidupan sebagai sistem yang terbuka (open system)
yaitu menerima umpan balik (masukan) dari lingkungan. Teori ini
menghasilkan pemikiran bahwa sistem terbentuk oleh komponen dalam
dirinya dan juga pengaruh dari lingkungan.
Teori LST memberikan kontribusi berupa “8 levels of living system” yang
membagi sistem kehidupan dalam delapan tingkatan yaitu: 1) cell (sel); 2)
Organ; 3) Organism (organisme); 4) Group (kelompok); 5) Organization; 6)
Community (komunitas); 7) Society (peradaban); dan 8) Supranational
system (sistem supranasional). Tingkatan sistem kehidupan ini
digambarkan dalam bentuk piramida, dimulai dari sel sebagai area terkecil
hingga supranasional sebagai area sistem yang paling besar.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 5
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Cell

Organ

Organism

Group

Organization

Community

Society

Supranational system

Gambar 2.1. Piramida “8 Levels of Living System”

MATHEMATICAL MODELS THEORY


Kontributor utama teori ini adalah Mesarovic, Wymore, dan Klir. Para
penggagas teori ini menggunakan model-model persamaan matematika
yang kaku untuk menjelaskan sebuah sistem, termasuk melibatkan
pendekatan aksioma matematika ke dalam teori sistem.
Misalnya untuk menjelaskan kondisi status gizi seseorang apakah
termasuk obesitas atau tidak, penjelasannya menggunakan rumus Indeks
Massa Tubuh (IMT) yaitu IMT= BB/(TB)2 , dimana BB adalah berat badan
dalam kg dan TB adalah tinggi badan dalam cm. Seseorang dalam kondisi
obesitas jika IMT > 25 kg/cm2. Sehingga rumus matematika ini
menjelaskan hasil dari sistem metabolisme gizi dalam tubuh yang
direpresentasikan dalam indeks massa tubuh sebagai perbandingan antara
berat badan terhadap kuadrat tinggi badan. Contoh lainnya adalah
menggunakan model persamaan matematika dengan persamaan regresi
linier y = a + bX1 + bX2 + bX3 + e, dimana y = pemanfaatan pelayanan
kesehatan, a = bilangan konstanta, b = koefisien regresi, X1 = sikap
terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, X2 = jarak pelayanan
kesehatan dengan tempat tinggal, X3 = penghasilan, dan e = tingkat error.

CYBERNETICS (SIBERNETIKA)
Diperkenalkan tahun 1972 oleh Beer. Kontributor utama teori ini adalah
Norbert Wiener (1894-1964). Kata “cybernetics” sendiri berasal dari bahasa
Yunani “kybernetes” yang artinya pilot atau pengemudi.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 6
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Teori sibernetika menggunakan konsep regulasi (kebijakan) dan komando


(perintah) dalam menjelaskan sistem. Regulasi dan komando dipahami
penganut teori ini sebagai Komunikasi dan Kontrol, yang menghasilkan
Umpan Balik (feedback). Kontribusi dari teori ini adalah robot yang
dijalankan dengan komunikasi (berbentuk bahasa program) dan kontrol
(berupa panel-panel pengontrol gerak). Teori ini kemudian dikembangkan
oleh Ashby (seorang dokter) dalam menjelaskan sistem tubuh manusia, dan
Jay Forrester dalam mengembangkan dinamika sistem (system dynamics)
untuk menjelaskan sistem yang sangat kompleks.
Pengontrolan kedisiplinan lalu lintas menggunakan CCTV pada lampu
merah di beberapa kota di Indonesia akhir-akhir ini merupakan salah satu
bentuk sibernetik. Pada sistem ini ada Kontrol (berupa layar pengendali di
ruang kontrol) dan Komunikasi (penyampaian informasi oleh operator
mengenai pelanggaran lalu lintas oleh pengemudi).

SOCIAL SYSTEM THEORY


Kontributor utama teori Sistem Sosial adalah Talcott Parsons (1902-1979),
dan Niklas Luhmann (1927-1988). Kedua penggagas teori ini menggunakan
konsep hubungan antar manusia (HAM) untuk membentuk elemen
struktural sistem sosial. Kontribusi teori sistem sosial adalah menghasilkan
dasar-dasar untuk menganalisis hubungan manusia dengan organisasi
berdasarkan sistem (ecological system).
Dalam memandang hubungan antar manusia, kedua tokoh ini memiliki
pandangan berbeda. Perbedaan tersebut diantaranya adalah:
 Menurut Talcott, sistem sosial ditentukan oleh kegiatan atau
aktivitas manusia; sedangkan
 Menurut Luhman, sistem sosial tidak mungkin hanya terbentuk oleh
aktivitas manusia saja, namun membutuhkan proses komunikasi.

PHILOSOPHICAL SYSTEM
Kontributor teori ini adalah Ervin Laszlo dan Mario Bunge. Kontribusi
kedua tokoh ini adalah sebagai berikut:
1. Kontribusi Ervin Laszlo, antara lain:
a. Mengembangkan mengembangkan “bahasa” sistem. Bahasa
sistem ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman antar
disiplin ilmu. Bahasa tersebut terdiri dari dua yaitu “konsep
khusus” dan “terminologi khusus”
b. Memastikan agar praktisi sistem tidak gagal dalam
mengkomunikasikan idenya. Kegagagalan terebut disebabkan
oleh lemahnya pemahaman akan disiplin ilmu tertentu. Dengan
demikian menurut Lazlo, seluruh ilmu pengetahuan membentuk
sebuah sistem yang disebut dengan sistem filosofi.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 7
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

2. Kontribusi Mario Bunge:


a. Menyatakan bahwa “mekanisme” merupakan bagian dari sistem
dan tidak dapat dipisahkan, sehingga setiap sistem
memanfaatkan mekanisme tersebut untuk mencapai tujuan
(Bunge’s utilization of mechanism). Mekanisme ini disebut juga
dengan “Proses” yang merupakan bagaian dari sistem.
b. Kontribusi pemikiran Bunge menguatkan pemikiran bahwa
„Sistem‟ merupakan sesuatu yang unik, dapat berkembang, dan
filosofis.
Menurut teori ini suatu ilmu dapat dipelajari, jika memiliki tiga elemen
berikut:
a. Systems epistemology (Epistemologi). Sebuah ilmu dapat dipelajari
jika memiliki cara untuk menginterpretasikan suatu realitas pada
masyarakat, dan memberikan pemetaan terhadap posisi ilmu
pengetahuan.
b. Systems ontology (Ontologi). Sebuah ilmu dapat dipelajari jika
memiliki elemen-elemen dari ilmu pengetahuan yang berisi istilah-
istilah (vocabulary) untuk memahaminya.
c. Systems axiology (Aksiologi). Sebuah ilmu dapat dipelajari jika dapat
menerangkan nilai-nilai dan pilihan-pilihan yang diberikan oleh ilmu
pengetahuan, atau menerangkan manfaat dari ilmu pengetahuan.

LATIHAN SOAL
1. Untuk merencanakan dan memutuskan jenis tindakan yang
diberikan kepada pasien, seorang dokter memanfaatkan sistem
telemedicine (wawancara jarak jauh dengan pasien di luar kota).
Apakah teori sistem yang sesuai dengan pemanfaatan telemedicine
tersebut?
A. Mathematical system theory
B. General system theory
C. Living system theory
D. Social system theory
E. Cybernetics

2. Dokter ahli forensik melakukan identifikasi terhadap identitas mayat


korban kecelakaan dengan memeriksa sel terkecil pada tubuh.
Setelah sel teridentifikasi, maka dapat diketahui jenis organ tubuh.
Dari jenis organ tersebut diharapkan dapat diketahui identitas
orangnya, yang dicocokkan dengan keterangan-keterangan dari
keluarga yang kehilangan orang, masyarakat dan seterusnya.
Apakah nama teori sistem yang sesuai dengan kondisi tersebut?
A. Cybernetics
B. Living system theory
C. Social system theory
D. Mathematical system theory

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 8
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

E. Philosophical system theory

3. Mahasiswa yang baru saja menyelesaikan penelitian melaporkan


kondisi sistem jaminan kesehatan di sebuah wilayah. Sistem tersebut
digambarkan sebagai fungsi dari pendapatan ditambah motivasi
ditambah faktor kebijakan, atau ditulis Y = a + bX1 + bX2 + bX3.
Apakah nama teori sistem yang sesuai dengan kondisi tersebut?
A. Cybernetics
B. Social system theory
C. General system theory
D. Philosophical system theory
E. Mathematical system theory

4. Mulai Oktober 2017 diterapkan sistem CCTV di setiap lampu merah


di DKI Jakarta untuk mengetahui pengendara yang melanggar lalu
lintas dan sebagai upaya agar pengendara tertib lalu lintas. Bila ada
pengendara yang melanggar, sistem yang terhubung dengan Pusat
Kontrol memberi informasi pelanggaran. Petugas mengkomunikasi
agar pengendara mematuhi lalu lintas. Apakah nama teori sistem
yang sesuai dengan kondisi tersebut?
A. Cybernetics
B. Social system theory
C. Living system theory
D. General system theory
E. Philosophical system theory

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 9
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 3 – Konsep Sistem

PENDAHULUAN
Pertengahan September 2017, dunia kesehatan Indonesia dikejutkan
dengan peredaran obat PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol) secara
ilegal serta dikonsumsi secara bebas oleh remaja di salah satu kota besar.
Ternyata peredaran obat PCC sudah menjalar ke berbagai kota lain.
Seorang pengamat melihat bahwa peredaran obat PCC terjadi secara
sistemik, hal ini dilihat dari besarnya jumlah obat PCC yang beredar,
besarnya nilai transaksi yang konon mencapai puluhan milyar per bulan,
serta sasarannya kepada para remaja. Untuk itu diusulkan agar
pemerintah melakukan pendekatan secara sistem, bukan secara parsial.
Salah satu pendekatan sistem adalah memberikan edukasi tentang
penggunaan obat kepada masyarakat.
Kondisi di atas memberi pemahaman kepada kita bahwa permasalahan
yang sudah terjadi secara sistemik, maka penyelesaian terbaik dilakukan
dengan pendekatan sistem. Misalnya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah solusi
sistematis yang diperkuat dengan Undang-undang No.40 tahun 2004 untuk
mencapai Universal Health Coverage (UHC), karena akses terhadap
pelayanan kesehatan bukan hanya masalah sehat atau sakit tetapi
menyangkut masalah ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Demikian
pula program Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) yang digerakkan
oleh lintas kementerian merupakan pendekatan sistemik untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat.
Kehidupan manusia (dan kita tentunya) terhubung sepenuhnya dengan
sistem, baik sistem manusia (human system) maupun sistem yang dibuat
oleh manusia (man-made system). Saat Anda keluar rumah menuju kampus
dengan memesan ojek online, maka Anda terhubung dengan sistem aplikasi
ojek online. Saat Anda dibonceng oleh ojek online, Anda tergabung dalam
sistem lalu lintas darat di kota Anda. Saat Anda tiba dan memasuki gedung
kampus, Anda tergabung dalam sistem yang ada di gedung tersebut seperti
kelistrikan, pendingin udara, dan sebagainya. Saat Anda naik ke lantai atas
gedung, Anda menggunakan sistem lift gedung. Saat Anda masuk kelas
untuk belajar, Anda tergabung dengan sistem akademik kampus. Bahkan
Anda akan tergabung dengan sistem manusia yang terdiri dari seorang
teman, atau sekelompok teman, atau satu kelas mahasiswa.
Permasalahan sistem yang ada di sekitar manusia lambat laun menjadi
besar dan berubah dari semula sederhana menjadi kompleks. Agar dapat
memecahkan masalah tersebut dibutuhkan tools atau sarana yang
memungkinkan manusia dapat memahami kompleksitas permasalahan.
Sarana tersebut adalah konsep sistem.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 10
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

SEJARAH DAN DEFINISI SISTEM


Istilah “sistem” sebenarnya sudah ada sejak jaman Yunani Kuno. Pada saat
itu istilah ini dipakai dalam bidang musik. Sehingga pengertian “sistem”
pada masa itu adalah sekumpulan interval, skala atau sederetan not yang
dikembangkan dengan interval tertentu. Dalam bahasa Latin, sistem bukan
saja diartikan sebagai kumpulan not namun juga identik dengan “allness”
atau “wholeness” atau “universe”1. Selanjutnya sejak abad 17 istilah sistem
digunakan dalam bahasa Inggris dengan pengertian yang berbeda-beda
mulai dari yang berkaitan dengan alam semesta, proses berkumpul secara
berurutan, hingga proses yang berlangsung secara sistematik (Aslaksen,
2013).
Pengertian sistem semakin berkembang sejalan dengan konsep bahwa
“segala suatu di dunia ini saling berhubungan”. Sehingga lahirlah General
System Theory yang digagas oleh Ludwig von Bertalanfy. Menurut
Bertalanfy sistem adalah “… an entity that maintains its existence through
the mutual interaction of its parts to achieve” (Batle-Fisher, 2015). Secara
bebas dapat diartikan sistem adalah suatu entitas yang berusaha menjaga
keberadaannya dengan melakukan hubungan yang menguntungkan
dengan elemen-elemennya untuk mencapai tujuan. Sistem pelayanan
kesehatan di klinik berusaha mencapai tujuan yaitu mencapai efisiensi
yang optimal dengan melakukan koordinasi antar bagian dari pelayanan di
klinik seperti poli dokter umum, radiologi, laboratorium klinik, keuangan,
administrasi, dan pemasaran. Dalam hal ini, klinik merupakan entitas.
Definisi sistem lainnya dijelaskan oleh World Health Organization (WHO).
WHO mendefinisikan sistem dengan penekanan pada pendekatan dalam
memecahkan masalah. Dalam laporannya WHO mendefinisikan sistem
sebagai berikut “… an approach to problem solving that views "problems" as
part of a wider, dynamic system” (World Health Organization, 2009).
Terjemahan secara bebas definisi tersebut adalah sistem merupakan suatu
pendekatan untuk memecahkan masalah, dengan menempatkan atau
memposisikan “masalah” sebagai bagian dari permasalahan yang lebih luas
yang besifat dinamis. Misalnya masalah kepatuhan ibu hamil dalam
menjalankan pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care/ANC) merupakan
bagian dari permasalahan sosial dan budaya yang ada di keluarga dan
wilayahnya. Artinya masalah kepatuhan itu bukan hanya dilekatkan pada
si ibu hamil sendiri. Contoh lainnya adalah penyebaran penyakit
leptospirosa merupakan masalah yang diturunkan dari masalah lingkungan
dan ekologis yang lebih luas seperti kebiasaan buang sampah, banjir,
lingkungan kumuh dan sebagainya.

1
Allness = segenap, keseluruhan. Wholeness = keutuhan, sesuatu yang utuh. Universe = alam
semesta, jagad raya

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 11
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

ASAL MULA SISTEM


Sistem berhubungan erat dengan kegiatan manusia sehari-hari.
Kemunculan sistem disebabkan oleh aktivitas manusia yang tiap hari
semakin bertambah dan semakin kompleks.
Bayangkan lingkungan Rumah Tangga (RT) tempat Anda dilahirkan. Coba
Anda bandingkan keadaannya dengan keadaan saat ini. Jumlah penduduk
semakin bertambah karena kelahiran dan adanya pendatang. Jumlah
rumah makin bertambah, sehingga makin sempitnya ruang publik.
Lapangan sepakbola yang luas berubah menjadi lapangan futsal yang lebih
sempit. Kondisi ini menimbulkan berbagai masalah seperti kejahatan.
Akhirnya diterapkan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) di
kampung-kampung untuk mencegah kejahatan.
Pertambahan penduduk berpengaruh kepada sistem transportasi. Warga
membutuhkan transportasi yang cepat, murah, dan dengan pelayanan yang
baik. Maka muncullah sistem aplikasi ojek online yang dilengkapi dengan
pemesanan makanan, pengiriman barang, bahkan jasa pijat secara online.
Termasuk juga upaya mengintegrasikan sistem transportasi antar kota,
seperti yang dilakukan oleh pemerintah kota DKI Jakarta dengan wilayah
Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang menggunakan TransJ.
Saat Anda pertama kali masuk kuliah permasalahan pembelajaran masih
sederhana. Namun saat menginjak semester lima, enam dan seterusnya
akan timbul kebingungan/kekacauan akibat banyaknya kegiatan, tugas,
masalah akademis dan sebagainya. Ketika itu pula Anda secara otomatis
membentuk sebuah “sistem” untuk mengatasi permasalahan kuliah.
Begitu pula ketika sebuah posyandu pertama kali berdiri dengan jumlah
kader dan pengunjung yang belum banyak, permasalahan belum terasa
kompleks. Namun pelayanan posyandu berangsur kompleks seiring dengan
penambahan jumlah pengunjung, jenis pengunjung (bukan hanya ibu
hamil dan bayi namun lansia, remaja dsb), jenis pelayanan, jumlah kader.
Kompleksitas ini menyebabkan posyandu membentuk sistem yang akan
mengendalikan pelayanan kesehatan.
Pelayanan di Puskesmas sejak adanya Jaminan Kesehatan Nasional
semakin ramai. Warga yang tadinya jarang ke pelayanan kesehatan,
semakin dimudahkan untuk berobat dengan adanya BPJS Kesehatan.
Kondisi ini menimbulkan antrian pasien yang panjang, dan akhirnya dibuat
sistem aplikasi pendafatran pasien BPJS Kesehatan (disebut P-Care) untuk
mengatasi masalah ini.
Kemunculan sistem dalam kehidupan manusia tidak terjadi begitu saja.
Sistem lahir atau timbul karena adanya kompleksitas permasalahan.
Sistem timbul karena adanya mess (kekacauan atau situasi yang
membingungkan). Situasi mess ini lama kelamaan semakin membesar dan
saling berkaitan satu sama lain (Hester & Kevin, 2014). Secara grafis
digambarkan sebagai berikut:

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 12
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Gambar 3.1. Kompleksitas Masalah diatasi dengan Berfikir Sistem.


Sumber: (Hester & Kevin, 2014)

JENIS SISTEM
Hampir setiap waktu kita mendengarkan dan bahkan mengucapkan kata
“sistem”. Bahkan sering seseorang menyalahkan “sistem” jika mengalami
satu kejadian atau mendapatkan satu kegagalan. Kata “sistem” hampir
dipakai di seluruh aktivitas manusia dan pada berbagai level kehidupan.
Misalnya sistem pendidikan, sistem transportasi, sistem tata surya, sistem
ekologi, sistem angkasa, dan sebagainya (Aslaksen, 2013).
Dilihat dari subyeknya, terdapat dua jenis sistem yaitu: (1) Sistem manusia
(human system); dan (2) Sistem buatan manusia (man-made system). Sistem
manusia terdiri dari subsistem-subsistem yang membetuk manusia dan
menyebabkan manusia dapat berinteraksi dengan sistem manusia lainnya.
Subsistem tersebut antara lain sistem pernafasan, sistem pencernaan,
sistem syaraf, sistem peredaran darah, sistem reproduksi, sistem hormonal,
dan sebagainya. Manusia dalam kehidupannya dapat menciptakan sistem
yang dibentuk untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan.
Sistem informasi dibuat manusia untuk mengolah berbagai data sehingga
menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan. Sistem kesehatan
diciptakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan pada masyarakat
seperti akses pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan
sebagainya.
Dilihat dari interaksinya dengan lingkungan, sistem juga terbagi atas (1)
Sistem yang terbuka (open system); dan (2) Sistem yang tertutup (closed
system). Sistem tertutup ditandai dengan tidak adanya interaksi elemen-
elemen sistem dengan lingkungan luar. Hampir seluruh sistem buatan
manusia dapat bersifat tertutup, tergantung pada desain yang ditentukan
oleh pembuatnya. Sistem akuntansi pada sebuah perusahaan karena
mengandung data keuangan yang sangat rahasia, dapat dibuat tertutup
dari lingkungan luar. Sementara sistem manusia yaitu manusia itu sendiri

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 13
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

merupakan sistem yang terbuka dan dipengaruhi oleh lingkungan.


Ungkapan manusia adalah makhluk sosial menguatkan pernyataan bahwa
manusia adalah sistem yang terbuka. Secara grafis sistem tertutup dan
terbuka disajikan pada gambar 3.2.

Lingkungan Input Input Lingkungan

Proses Proses

Output Output

Gambar 3.2. Sistem Tertutup (kiri) dan Sistem Terbuka (kanan)

Dari gambar terlihat bahwa sistem tertutup “menolak” informasi atau


umpan balik dari lingkungan, sedangkan sistem terbuka selalu menerima
informasi dan umpan balik dari lingkungan. Sifat ketertutupan dan
keterbukaan sistem mempengaruhi karakteristik sistem yang akan dibahas
secara lengkap pada sub topik berikutnya.
Disamping sistem terbuka dan tertutup, ada juga sistem yang terisolasi
(isolated system). Pada sistem ini pertukaran atau interaksi antar elemen
(input-proses-output) tidak terjadi atau mengalami kemacetan (Mele & Pels,
2010). Contohnya pada unit pelayanan kesehatan di puskesmas yang tidak
mampu mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM) disebabkan oleh
interaksi yang buruk antar bagian dari sistem pelayanannya.

LATIHAN SOAL
5. Sebuah sistem umumnya terdiri dari elemen yang terdiri dari
sumberdaya untuk menggerakkan sistem untuk mencapai tujuan.
Apakah nama elemen tersebut?
A. Input
B. Proses
C. Output
D. Impact
E. Outcome

6. Setiap sistem memiliki elemen yang merupakan bagian yang


mengkonversi masukan menjadi hasil. Apakah nama elemen
tersebut?
A. Input

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 14
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

B. Proses
C. Output
D. Impact
E. Outcome

7. Setiap sistem menghasilkan keluaran yang sifatnya langsung saat itu


atau jangka pendek dari sebuah proses. Apakah nama elemen
tersebut?
A. Input
B. Proses
C. Output
D. Impact
E. Outcome

8. Selain menghasilkan keluaran yang sifatnya jangka pendek, sebuah


sistem juga menghasilkan keluaran yang bersifat jangka menengah.
Apakah nama elemen tersebut?
A. Input
B. Proses
C. Output
D. Impact
E. Outcome

9. Sebuah sistem pada akhirnya menghasilkan keluaran yang memiliki


dampak jangka panjang. Apakah nama elemen tersebut?
A. Input
B. Proses
C. Output
D. Impact
A. Outcome

10. Sebuah organisasi memiliki permasalahan yang terlalu kompleks dan


bersifat tidak random, sehingga harus diselesaikan dengan system
thinking. Apakah nama kategori sistem tersebut?
A. Unorganized complexity
B. Unorganized simplicity
C. Organized complexity
D. Organized simplicity
E. Simplicity system

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 15
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 4 – Karakteristik Sistem

PENDAHULUAN
Sistem memiliki karakter atau ciri-ciri yang sudah diterima secara umum
oleh khalayak. World Health Organization (2009) memaparkan karakteristik
dari sistem antara lain:
1. Self-organizing artinya sistem mampu mengorganisasi dirinya sendiri
2. Constantly changing artinya sistem mengalami perubahan secara
konstan
3. Tighly linked artinya elemen-elemen dalam sistem terhubung satu
sama lain secar ketat
4. Governed by feedback artinya sistem membutuhkan umpan balik
untuk bertindak
5. Non-linier artinya sistem berjalan atau bergerak dengan pola tidak
linier atau looping
6. History dependent artinya performa atau kinerja sistem tergantung
kepada kondisi yang dialami sebelumyna
7. Counter-intuitive artinya sistem tidak memilih atau mengambil
keputusan secara intuisi
8. Resistant to change artinya sistem dapat beradaptasi atau tahan
terhadap segala macam perubahan.
Penjelasan karakter sistem secara lengkap dilakukan oleh Hester & Kevin
(2014) dalam bentuk aksioma sistem (system axiom). Aksioma merupakan
pernyataan-pernyataan yang telah diterima kebenarannya dan tidak
dibutuhkan pembuktian. Adapun karakter atau aksioma sistem tersebut
tersebut dijelaskan berikut ini.

A. Centrality axiom
Aksioma ini menganggap sistem terdiri dari dua hal yang terpisah yaitu
1) emergence & hierarchy; dan 2) communication & control.
1. Prinsip emergence & hierarchy
Prinsip emergence menyatakan bahwa seluruh bagian dari sistem
pada dasarnya merupakan penjumlahan dari subsistem-subsistem
yang ada di bawahnya sehingga akan mengalami perkembangan.
Suatu subsistem memiliki arti bagi sistem jika ikut berkontribusi
dan bukan hanya bagian dari sistem saja. Penerapan prinsip ini
telah digunakan dalam penjelasan fenomena alam (pola cuaca, bola
salju, bukit pasir), hingga masalah-masalah sistem sosial (bahasa,
sistem lalu lintas, aplikasi/software, dan sebagainya).

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 16
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Sistem

Subsistem Subsistem Subsistem


1 2 3
Sistem = subsistem 1 + subsistem 2 + subsistem 3
Subsistem 3 tidak berarti bagi sistem karena tidak memiliki kontribusi

Gambar 4.1. Prinsip Emergence

Sedangkan prinsip hierarchy menyatakan bahwa keseluruhan sistem


dibentuk dari subsistem di bawahnya. Subsistem terbentuk dari sub
subsistem, dan seterusnya. Lihat gambar 4.2 berikut.

Level 1 Sistem
Desain sistem

Analisis sistem
Subsistem Subsistem
Level 2 1 2

Level 3 Sub
subsistem 1.1
Sub
subsistem 1.2
Sub
subsistem 2.1

Gambar 4.2. Prinsip Hierarchy


Berdasarkan prinsip hierarchy maka terdapat dua implikasi dalam
mempelajari sistem:
a. Dalam merancang suatu sistem, sebaiknya perancangan dimulai
dari sistem yang tertinggi hirarkinya; dan
b. Dalam menganalisis sistem, sebaiknya sistem dipecah-pecah
menjadi subsistem yang kecil, kemudian subsistem tersebut
dipahami, dan akhirnya membentuk sistem kembali.
2. Prinsip communication & control
Prinsip communication & control menyatakan bahwa Komunikasi dan
Kontrol mempengaruhi kinerja operasional suatu sistem.
Komunikasi berfungsi sarana penyampaian dan pelaporan kinerja

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 17
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

sistem, sedangkan Kontrol berfungsi untuk menjaga sistem agar


tetap beradaptasi dengan lingkungan dan tetap dapat beroperasi.
Sistem pemantauan pelanggaran lalu lintas dengan CCTV
merupakan salah satu contoh sistem dengan Komunikasi dan
Kontrol. Fungsi kontrol dijalankan oleh CCTV yang memantau
perilaku pengendara agar sistem lalu lintas tetap teratur dan tertib.
Sedangkan fungsi Komunikasi dijalankan oleh Speaker yang
menyampaikan informasi agar pengendara mematuhi aturan lalu
lintas.
B. Contextual axiom
Aksioma centrality pada prinsipnya menjelaskan bahwa sistem
mendapat informasi dari lingkungan dan faktor-faktor di sekelilingnya.
Aksioma sentralitas terdiri dari 3 prinsip yaitu Holism, Darkness, dan
Complementary.
1. Prinsip Holism
Prinsip holism menyatakan bahwa untuk memahami suatu sistem
maka jangan hanya melihat pada fungsi dari bagian-bagian sistem
saja melainkan pada keseluruhan sistem tersebut. Misalnya Anda
ditugaskan oleh dosen mempelajari sistem pencernaan, maka
sebaiknya jangan hanya mempelajari fungsi mulut, tenggorok,
lambung, dan usus saja. Namun Anda sebaiknya mempelajari
hubungan antar organ-organ tersebut sehingga terbentuk sistem
pencernaan.
2. Prinsip Darkness
Prinsip darkness menyatakan bahwa tidak ada sistem yang dapat
diketahui secara keseluruhan (100%) oleh manusia karena adanya
keterbatasan daya observasi. Misalnya ketika seseorang ditugaskan
untuk menginvestigasi sistem pelayanan rawat jalan di Rumah
Sakit, maka tidak mungkin orang tersebut mampu mengobservasi
seluruh sistem. Prinsip ini secara tidak langsung menyatakan
bahwa manusia harus bekerjasama dalam mempelajari suatu
sistem.
3. Prinsip Complementary
Prinsip complementary menyatakan bahwa setiap orang harus
memahami berbagai sudut pandang orang lain dalam mempelajari
suatu sistem. Misalnya ketika seorang dokter akan memahami
sistem keselamatan dan kesehatan kerja di suatu perusahaan maka
ia tidak bisa menggunakan sudut pandang medis saja melainkan
harus memahami sudut pandang dalam lain dalam penerapan K3.
C. Goal axiom
Aksioma Goal menyatakan bahwa setiap sistem memiliki perilaku dan
menggunakan cara-cara tertentu untuk mencapai tujuan spesifik.
Sistem pelayanan rawat inap di RS A berbeda dengan sistem pelayanan

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 18
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

rawat inap di RS B dalam mencapai tujuannya melayani pasien dengan


baik dan berkualitas.
Aksioma tujuan (goal axiom) terdiri dari enam prinsip yaitu 1)
Equifinality; 2) Multifinality; 3) Purposive behavior; 4) Satificing; 5) Finite
causality; dan 6) Viability.
1. Prinsip Equifinality
Prinsip equifinality umumnya terjadi pada sistem manusia atau
sistem yang terbuka. Prinsip ini menyatakan bahwa sistem akan
mencapai tujuan yang sama meskipun berasal dari asal (origin) yang
berbeda (lihat gambar 4.3). Misalnya dua orang perawat yang
bekerja pada satu klinik akan memiliki tujuan yang sama yaitu
mendapat penghasilan meskipun mereka berasal dari perguruan
tinggi yang berbeda.

Gambar 4.3. Prinsip Equifinality pada Sistem.


Sumber: (Hester & Kevin, 2014) hal. 60-61

2. Prinsip Multifinality
Prinsip multifinality umumnya terjadi pada sistem buatan manusia
atau sistem yang tertutup. Prinsip ini menyatakan bahwa sistem
tertutup (sistem buatan manusia) akan mencapai tujuan yang
berbeda meskipun berasal dari titik/tempat yang sama (lihat gambar
3.6). Misalnya pada sistem transportasi Bis Antar Kota dengan
beberapa jalur pelayanan yang memiliki tujuan berbeda-beda
meskipun berasal dari satu terminal. Lalu pada sistem distribusi
makanan di rumah sakit dari satu lokasi yaitu instalasi gizi yang
disalurkan ke berbagai ruang rawat inap.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 19
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Gambar 4.4. Prinsip Equifinality dan prinsip Multifinality


(Sumber: Hester & Adams, 2014:60-61)

3. Prinsip Purposive Behavior


Prinsip purposive behavior menyatakan bahwa untuk mencapai
tujuannya, setiap prinsip memiliki perilaku atau aksi yang berbeda-
beda. Khusus untuk sistem tertutup atau sistem yang dibuat oleh
manusia, perilaku untuk mencapai tujuan (purposive behavior)
diturunkan dari visi, misi, tujuan dan sasaran.
Misalnya untuk mencapai tujuan Puskesmas dalam menjalankan
Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Usaha Kesehatan Pribadi
(UKP) dijalankan dengan berbagai upaya (perilaku). Upaya ini
mengacu pada visi, misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan
untuk Puskesmas tersebut.
4. Prinsip Satisficing
Prinsip satisficing menyatakan bahwa setiap sistem memiliki
ukuran/dimensi untuk mencapai tujuannya. Pada sistem terbuka
(pada manusia) ukuran pencapaian tujuan adalah yang paling
memuaskan, sedangkan pada sistem tertutup (buatan manusia)
ukuran tujuan yang akan dicapai adalah yang paling optimal.
Setiap manusia sesuai dengan kodratnya ingin mencapai tujuan
hidup, yang biasanya untuk mencapai kepuasan yang diinginkan.
Ketika seorang mahasiswa Kesmas belajar di perguruan tinggi
tujuannya adalah menjadi sarjana kesehatan masyarakat. Setelah
menjadi sarjana, ia ingin bekerja untuk mendapatkan penghasilan.
Setelah bekerja, ingin mencapai posisi puncak di perusahaan, dan
seterusnya hingga dirinya merasakan kepuasan.
Sementara pada sistem tertutup, karena sistem ini dibuat oleh
manusia, umumnya tujuan yang dicapai merupakan subyektifitas
dari si pembuatnya, yaitu mencapai kondisi seoptimal mungkin.
Konsep optimal sebenarnya merujuk pada pencapaian hasil yang

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 20
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

telah ditetapkan standar pencapaiannya dengan sumberdaya yang


terbatas. Misalnya sistem perparkiran di Mall ketika telah
kendaraan yang parkir di gedung telah memenuhi kuota yang
ditentukan, maka sistem akan menolak bila ada kendaraan yang
akan parkir.
5. Prinsip Finite Causality
Prinsip finite causality menyatakan bahwa hasil yang didapat sebuah
sistem akan terbatas (finite) karena untuk mencapai tujuan setiap
sistem memiliki keterbatasan. Prinsip ini merupakan pembatas dari
prinsip satisficing di atas yang menyatakan manusia mencapai
tujuan yang memuaskan, sementara secara alamiah setiap manusia
memiliki keterbatasan.
Implikasi dari prinsip ini adalah setiap sistem memiliki standar
pencapaian yang berbeda-beda disesuaikan dengan
kemampuan/spesifikasinya. Sistem pengolahan limbah di RS tipe A
memiliki tujuan yang berbeda dengan RS tipe B. Sistem proteksi
kecelakaan pada perusahaan minyak dan gas yang memiliki risiko
tinggi, akan berbeda dengan sistem proteksi kecelakaan pada
perusahaan yang melayani jasa perkantoran.
6. Prinsip Viability
Prinsip viability menyatakan bahwa terdapat dua dimensi yang
saling bertentangan pada suatu sistem yaitu perubahan (change)
dan pengawasan (control). Setiap sistem secara dinamis akan
mengalami perubahan dan tidak bisa lepas dari perubahan akibat
lingkungan sekitarnya. Namun perubahan ini harus dikendalikan
(kontrol) agar tidak memberikan akibat negatif bagi sistem. Misalnya
sistem sanitasi air bersih di suatu perusahaan misalnya, akan
menyesuaikan dengan perubahan jika musim kemarau datang.
Untuk mengatasi ini perusahaan kemungkinan akan memperdalam
sumur pompa artesis atau membeli air bersih dari perusahaan jasa
air. Penerapan salah satu alternatif ini harus dilakukan pengawasan
agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Misalnya
dengan melakukan Amdal, atau melakukan pengendalian mutu
terhadap air bersih yang telah dibeli.
Perubahan (change) yang dialami sistem mengikuti ketentuan
berikut yang saling bertentangan yaitu:
 Setiap sistem harus memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
tujuannya masing-masing (disebut prinsip Otonomi), namun
 Setiap sistem harus bergabung dengan sistem lain untuk
mencapai tujuannya karena tidak dapat berjalan secara
sendirian (disebut prinsip Integrasi).
Misalnya setiap poli rawat jalan di rumah sakit harus mampu
melayani pasiennya dengan baik, namun masing-masing poli tidak

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 21
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

bisa bekerja sendiri. Poli tersebut harus bekerjasama dengan poli


rawat jalan lain, atau dengan poli rawat inap, bahkan dengan unit
penunjang medis lainnya seperti laboratorium, apotik, radiologi, dan
sebagainya.
Pengawasan (control) yang dialami sistem mengikuti ketentuan
berikut yang saling bertentangan yaitu:
 Setiap sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
(disebut prinsip Adaptasi), namun
 Setiap sistem ketika menjalankan penyesusian akan mengalami
ketidakstabilan (disebut prinsip Stabilitas)
Misalnya ketika manajemen pelayanan RS memutuskan mengganti
aplikasi pendaftaran pasien dengan sistem baru, maka sistem
pelayanan akan mengalami “ketidakstabilan” atau gangguan atau
error yang harus diatasi oleh bagian pelayanan.

D. Operational Axiom
Aksioma operasional menjelaskan tentang pencapaian kinerja
operasional suatu sistem. Menurut aksioma ini ketika menilai/melihat
kinerja operasional suatu sistem, maka harus dilihat secara natural (in
situ). Aksioma ini terdiri dari tujuh prinsip yaitu 1) Dynamic equilibrium;
2) Relaxation time; 3) Basins of stability; 4) Self-organization; 5)
Homeostatis dan Homeorhesis; 6) Suboptimization; dan 7) Redundancy.
1. Prinsip Dynamic Equilibrium
Prinsip dynamic equilibrium menyatakan bahwa jika sistem
berinteraksi dengan lingkungan dari luar maka akan terjadi reaksi
dari sistem tersebut kemudian secara berangsur akan mengalami
keseimbangan (kembali ke titik awal). Lihat gambar 3.7 dibawah.
Misalnya sebuah sistem pelayanan radiologi di RS yang mengalami
gangguan pada alat pembaca hasil exposure secara digital akan
mengalami ketidakstabilan (dalam bentuk pelayanan menjadi lama).
Lamanya pelayanan akan terjadi selama alat tersebut diperbaiki
atau menggunakan backup alat lain. Setelah alat diperbaiki, maka
sistem pelayanan kembali ke titik semula (waktu pelayanan menjadi
normal).

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 22
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Sistem 1 Sistem 2
(Awal) (tidak stabil)

Sistem kembali ke keseimbangan semula

Gambar 4.5. Sistem akan Kembali ke Titik Awal ketika Bereaksi

2. Prinsip Relaxation Time


Prinsip relaxation time menyatakan bahwa sistem akan memiliki
waktu memperbaiki diri, jika waktu yang dibutuhkan untuk kembali
menjadi stabil lebih pendek dibandingkan rata-rata waktu
datangnya gangguan terhadap sistem (lihat gambar 3.8).

T2
Sistem 1 Sistem 2
(Awal) (tidak stabil)

T1

Sistem kembali ke keseimbangan semula

Gambar 4.6. Sistem akan Kembali ke Titik Awal ketika Bereaksi


Pada gambar 4.6 terlihat ada dua jenis waktu, yaitu T1 (waktu yang
dibutuhkan oleh sistem untuk kembali ke titik
semula/stabil/seimbang), dan T2 (rata-rata waktu timbulnya
gangguan ke dalam sistem). Jika T1 > T2, maka sistem memiliki
relaxation time. Namun jika T1 < T2, maka sistem tidak memiliki
relaxation time atau tidak memiliki waktu untuk recovery terhadap
gangguan.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 23
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Pada contoh sistem pelayanan radiologi di atas, misalnya waktu


yang dibutuhkan untuk memperbaiki alat adalah 1 jam (T1). Bila 30
menit kemudian datang kembali gangguan pada sistem atau T2
(misalnya Sistem Informasi RS di bagian radiologi error) maka sistem
pelayanan tidak memiliki waktu relaxation time karena T1 < T2.
Namun jika gangguan berikutnya datang 5 jam kemudian (T2) maka
sistem pelayanan memiliki relaxation time yang cukup karena T1 >
T2.
Prinsip relaxation time digunakan pula dalam menganalisis sistem
antrian di pelayanan. Misalnya pada pendafataran pasien BPJS
Kesehatan di RSUD, jika rata-rata waktu melayani pendaftaran
pasien BPJS adalah 15 menit (T1) dan rata-rata jeda waktu
kedatangan antar pasien BPJS Kesehatan ke bagian pendaftaran
adalah 10 menit (T2) maka sistem akan mengalami ketidakstabilan
(berbentuk antrian pasien yang panjang) karena T1 < T2. Namun jika
rata-rata waktu kedatangan pasien adalah 30 menit, maka sistem
pendaftaran tidak akan mengalami antrian karena T1 < T2.
3. Prinsip Basins of Stability
Prinsip basin of stability menyatakan bahwa setiap sistem memiliki
sarana/wadah untuk menampung kondisi stabilitas, yakni sistem
akan melakukan evaluasi untuk mengantisipasi timbulnya
gangguan. Salah satu cara untuk menghindari ketidakstabilan
misalnya dengan menjaga agar proses terjadi secara berurutan.
Misalnya pada antrian pasien pendaftaran terjadi komplain terhadap
lamanya waktu tunggu pelayanan. Saat sistem pendaftaran sedang
stabil (tidak ada pasien yang mengantri) manajer pelayanan akan
mengevaluasi permasalahan waktu tunggu yang lama. Ternyata
diperoleh akar masalahnya adalah antrian yang tidak sesuai nomor
urut sehingga pasien yang seharusnya dilayani sesuai nomor
uurutnya diambil alih antrian pelayanannya oleh pasien lain.
Berdasarkan hal tersebut manajer pelayanan memutuskan untuk
menjaga agar antrian pelayanan sesuai dengan urutan yang datang
pertama atau First Serve First Order (FSFO).
4. Prinsip Self-organization
Prinsip self-organization menyatakan bahwa setiap sistem mampu
mengorganisasikan dirinya (yaitu menentukan struktur dan
performanya sendiri). Atas dasar hal tersebut, seringkali terjadi
praktisi sistem (orang yang mendesain sistem atau orang yang
bekerja dengan sistem) mengalami kesulitan untuk memodifikasi
sistem karena ada “kekuatan” self-organization.
Misalnya pemerintah dan BPJS Kesehatan ingin agar sistem
pembayaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional oleh peserta
mandiri berjalan dengan lancar, sehingga berbagai intervensi dan
metode digunakan agar mereka mau membayar tepat waktu. Namun

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 24
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

upaya ini ternyata sulit, karena sistem sosial yang ada pada
masyarakat telah terbentuk dengan kuat, misalnya kebiasaan
masyarakat yang tidak peduli dengan risiko sakit yang dihadapinya
atau keyakinan bahwa sakit ada di tangan Yang Maha Kuasa
sehingga pasrah saja dan tidak perlu membayar iuran BPJS
Kesehatan.
5. Prinsip Homeostatis dan Homeorhesis
Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa setiap sistem akan menjaga
stabilitasnya jika mengalami gangguan. Prinsip ini menyatakan
bahwa sistem akan membentuk sistem pertahanan di dalam yang
tidak terlihat secara kasat mata oleh manusia. Sistem pertahanan
tersebut ada dua bentuk yaitu hoemostatis (yang sifatnya tidak
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar) dan homeorhesis (yang sifatnya
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar).
Prinsip homeostatis terjadi di dalam sistem dan tidak berhubungan
dengan lingkungan sehingga prinsip ini menjelaskan kepada kita
kenapa suatu sistem terlihat stabil atau tidak mengalami
perubahan, padahal di dalamnya sedang terjadi perubahan.
Misalnya sebuah sistem kelistrikan gedung yang berpotensi
menimbulkan kebakaran. Sepintas terlihat sistem ini aman, namun
pekerja yang bertanggung jawab terhadap keselamatan gedung
sering tidak menyadari bahwa arus listrik yang mengalir pada
instalasi bisa melebihi kemampuannya. Sistem kelistrikan akan
menyesuaikan kondisi ini dengan memutus aliran listrik secara
otomatis melalui sekring listrik. Namun jika sistem pengaman tidak
mampu, maka potensi kebakaran bisa terjadi. Aplikasi prinsip
homeostatis juga bisa diterapkan pada manusia yang terlihat sehat-
sehat saja, padahal sistem dalam tubunya sedang menyesuaikan diri
dengan gaya hidupnya yang tidak sehat, seperti sistem tubuh
manusia sedang “mati-matian” menahan serangan asap rokok yang
mengandung zat nikotin dan racun lainnya.
Prinsip homeorhesis berbeda dengan homeostatis karena pengaruh
faktor-faktor di luar lingkungan sehingga perubahan yang terjadi
pada sistem bersifat dinamis. Misalnya pada sistem pelayanan
promosi kesehatan PHBS kepada masyarakat akan berjalan dinamis
mengikuti kultur dan karakteristik masyarakat yang akan dilayani.
Prinsip homeorhesis pada manusia akan tampak nyata pada sistem
perilaku seseorang sesuai dengan teori Stimulus Respon (S-R).
Perilaku seseorang merupakan stimulus terhadap respon yang
timbul di sekitarnya, sehingga misalnya Anda akan ikut melakukan
pemeriksaan dini kanker serviks jika teman atau orangtua Anda
juga memeriksakan dirinya.
6. Prinsip Suboptimization
Prinsip suboptimization menerangkan bahwa sistem tidak akan
mencapai hasil yang optimal meskipun susbsistem yang ada di

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 25
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

bawahnya telah mencapai titik optimal. Misalnya pada sistem


pelayanan rawat inap di rumah sakit masih sering terjadi keluhan
pasien, meskipun kepala pelayanan sudah meyakini bahwa SDM
telah terlatih, sarana sudah memadai, anggaran cukup, standar
prosedur telah lengkap, dan proses berjalan lancar.
7. Prinsip Redundancy
Setiap sistem membutuhkan sumberdaya untuk mencapai
tujuannya. Prinsip ini menerangkan bahwa sistem yang memiliki
duplikasi (redundancy) sumberdaya atau “energi cadangan” agar
bisa berjalan dengan baik. Misalnya sebuah program kesehatan
yang baik harus dibuat dengan beberapa opsi misalnya Plan A, Plan
B, bahkan Plan C. Diharapkan dengan adanya redundancy, program
tetap berjalan ketika rencana yang sudah disiapkan gagal.

E. Viability axiom
Untuk menjamin agar suatu sistem berjalan dengan baik (sesuai
dengan aksioma operasional di atas), maka paramater-parameter kunci
pada sistem tesebut harus dikendalikan. Aksioma ini terdiri dari lima
prinsip yaitu: 1) Requisite variety; 2) Requisite hierarchy; 3) Feedback; 4)
Circular causality; dan 5) Recursion.
1. Prinsip requisite variety
Setiap sistem memiliki elemen-elemen yang disebut dengan Input-
Proses-Output. Output dari sistem dapat bervariasi tergantung
bagaimana interaksi antara Input dan Proses.
Pada sistem terbuka (manusia), variasi dari ouput sistem tidak
terbatas. Perilaku manusia tidak dapat ditentukan hanya 1, 2, atau
3 saja tetapi tidak terbatas sehingga lebih sulit bagi praktisi sistem
untuk memahami perilaku orang dibanding mesin/alat. Keinginan
manusia juga tidak bisa dibatasi dengan variasi yang terbatas.
Variabilitas yang terhingga ini bisa menimbulkan dampak negatif
jika tidak menyesuaikan dengan kemampuan sistem. Ada dua cara
untuk menghindari efek negatif ini yaitu dengan:
a. Menentukan batas-batas sistem. Untuk mengatasi keinginan
manusia yang tidak terbatas, maka diterapkan alokasi/budget
dana seperti plafon kartu kredit.
b. Membuat kebijakan atau peraturan. Untuk mengatasi dampak
negatif akibat perilaku manusia yang tidak terbatas jumlahnya
maka dibuat aturan atau kebijakan, misalnya untuk membatasi
perilaku tidak aman (unsafe act) saat bekerja di ketinggian maka
dibuat tata tertib atau standar prosedurnya.
Pada sistem tertutup atau sistem yang dibuat oleh manusia, output
sistem dapat ditentukan atau dibatasi sesuai dengan keinginan.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 26
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Misalnya untuk menghindari ketidaknyamanan pada ruang


pendaftaran, maka sistem pelayanan pendaftaran bisa dirancang
dengan membatasi pasien hingga 100 orang per hari.
2. Prinsip requisite hierarchy
Kadang suatu sistem berjalan tanpa ada kebijakan yang mengatur
atau membatasi outptu sistem. Untuk mengatasi hal ini, prinsip
requisite hierarchy menyatakan bahwa pengaturan output sistem
akan dijalankan secara alamiah berdasarkan prinsip hirarki pada
sistem. Perilaku subsistem yang berada level rendah akan mengikuti
perilaku yang diterapkan oleh sistem di atasnya.
Implikasi dari prinsip ini adalah keteladanan pemimpin akan
menentukan perilaku orang-orang di bawahnya. Misalnya perilaku
unsafe act akan dijalankan oleh pekerja jika manajemen perusahaan
memiliki komitmen yang tinggi terhadap K3.
3. Prinsip feedback
Untuk mencapai kinerja sistem yang optimal maka dibutuhkan
umpan balik (feedback) bagi sistem tersebut. Feedback (baik pada
sistem terbuka dan tertutup) digunakan sebagai kontrol terhadap
perilaku sistem sehingga dapat menangkal gangguan yang tidak
diharapkan. Prinsip feedback digunakan sebagai dasar dalam
sibernetika. Monitoring dan Evaluasi (Monev) pada suatu program
kesehatan merupakan contoh prinsip feedback.

Gambar 4.7. Sistem membutuhkan Umpan Balik (Feedback)


4. Prinsip circular causality
Prinsip circular causality menjelaskan bahwa setiap sistem akan
memberikan dampak kepada sistem lainnya. Sistem A akan
berdampak pada sistem B. Sistem B akan berdampak pada sistem
C. Sistem C akan berdampak pada sistem A dan seterusnya.
Permasalahan yang terjadi pada Jaminan Kesehatan merupakan
contoh circular causality. Rendahnya kualitas pelayanan
menyebabkan peserta JKN mandiri (yang membayar iuran secara
mandiri atau tidak ditanggung pemerintah) merasa dirugikan
sehingga tidak ada kemauan untuk membayar.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 27
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

5. Prinsip recursion
Prinsip recursion menerangkan bahwa karakteristik sistem atau
regulasi sistem pada level teratas dipengaruhi oleh karakteristik dan
regulasi sistem level di bawahnya. Prinsip ini merupakan
pendekatan bottom-up pada sistem. Karakteristik pelayanan sebuah
Rumah Sakit ditentukan oleh karakteristik pelayanan dari unit-unit
pelayanan yang ada.

F. Design axiom
Aksioma rancangan (design) berlaku hanya pada sistem tertutup yang
menyatakan bahwa sistem tertutup dapat direncanakan, diarahkan,
dan dikembangkan dengan cara memodifikasi sumberdaya yang dimiliki
atau dengan memodifikasi hubungan antar elemen dalam sistem.
Aksioma rancangan terdiri dari empat prinsip: 1) Requisite parsimony; 2)
Requiste saliency; 3) Minimum critical specification; dan 4) Pareto.
1. Prinsip requisite parsimony
Prinsip requisite parcimony menyatakan bahwa setiap sistem
memiliki keterbatasan dalam mengendalikan berbagai parameter
dalam sistem seperti: tujuan, sasaran, konsep, hirarki, konfigurasi,
tingkat desain dan sebagainya. Jumlah ideal parameter tersebut
antara angka 5 sampai dengan 9. Hal ini berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Miller yang menyatakan bahwa rata-rata jumlah
obyek yang bisa diperhatikan dan diingat secara cepat oleh manusia
secara optimal adalah 7 (law of requisite parsimony).
2. Prinsip requisite saliency
Prinsip requisite saliency menjelaskan bahwa sistem memiliki
“atribut-atribut” yang merupakan ciri khas dari sistem tersebut.
Atribut tersebut memiliki ranking atau tingkatan yang berbeda pada
setiap sistem.
Misalnya sistem pengolahan limbah di RS memiliki atribut antara
lain efisien, bersih, efektif, dinamis, dan simpel. Di antara lima
atribut tersebut ternyata atribut “simpel” yang berada di urutan
pertama. Hal seperti ini berlaku juga pada sistem lainnya.
3. Prinsip minimum critical specification
Seperti diketahui bahwa setiap sistem memiliki tujuan dan sasaran
spesifik yang harus dijalankan. Menurut prinsip minimum critical
specification, tujuan dan sasaran sistem tersebut harus ditetapkan
seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan sistem. Misalnya saat
seseorang ingin melakukan medical check up maka ia akan memilih
pemeriksaan yang sesuai dengan kemampuan finansialnya.
4. Prinsip pareto

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 28
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Prinsip pareto menyatakan sistem memiliki hukum/aturan natural


yang menggambarkan bahwa pada hampir seluruh sistem
menghasilkan 80% output yang dihasilkan oleh 20% input, dan
menghasilkan 20% output yang dihasilkan oleh 80% input.
Misalnya pada sistem inventory obat di apotik. Sebanyak 80% nilai
inventory berasal dari jenis obat mahal yang jumlahnya hanya
sekitar 20% dari seluruh item obat. Demikian pula sebaliknya.

Gambar 4.8. Prinsip/Hukum Pareto


G. The information axiom
Menurut aksioma ini, suatu sistem akan menciptakan, memproses,
mentransfer, dan memodifikasi informasi yang masuk. Prinsip ini
berupaya menjelaskan bagaimana informasi mempengaruhi sistem.
Aksioma informasi terdiri dari tiga prinsip yaitu: 1) Information
redundancy; 2) Redundancy of potential command; dan 3) Finagle’s Laws
of Information.
1. Prinsip information redundancy
Informasi yang masuk pada suatu sistem akan mengalami
pengulangan atau duplikasi. Duplikasi informasi bisa memberi
dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah informasi
tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi segala macam
kesalahan dalam sistem. Namun dampak negatifnya adalah akan
terjadi pemborosan ruang informasi (dikenal dengan spam).
2. Prinsip redundancy of potential command
Prinsip ini menjelaskan bahwa duplikasi yang terjadi pada sistem
bukan hanya informasi (yang berasal dari luar sistem) namun juga
terjadi pada perintah/command (yang berasal dalam sistem). Pada
setiap sistem akan terjadi duplikasi perintah yang terjadi secara
serial, dan ini akan mengefektifkan kinerja sistem.
3. Prinsip Finagle’s laws of information

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 29
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Prinsip ini menjelaskan bahwa sistem yang mengalami kekacauan


atau berada dalam kompleksitas yang tinggi umumnya hampir tidak
membutuhkan data/informasi yang akurat dalam pengambilan
keputusan. Ketika sedang terjadi bencana alam, maka sistem
pelayanan kesehatan tidak membutuhkan metode untuk
pengumpulan informasi sesuai aturan/kebijakan, namun
membutuhkan kecepatan tim dalam menangani masalah kesehatan
akibat bencana.

LATIHAN SOAL
1. Jaminan Kesehatan Nasional merupakan subsistem dari Sistem
Kesehatan Nasional (SKN). JKN bersama-sama dengan subsistem
lain (SDM, Pembiayaan, dsb) bergabung membentuk SKN, dan turut
berkontribusi terhadap SKN. Apakah nama prinsip sistem dalam
aksioma sentralitas yang menggambarkan kondisi tersebut?
A. Communication
B. Emergence
C. Hierarchy
D. Control
E. Holism

2. Sistem akademik di perguruan tinggi terdiri dari subsistem registrasi


mahasiswa dan subsistem pembelajaran mahasiswa. Subsistem
pembelajaran mahasiswa terdiri dari sub subsistem absensi, sub
subsistem perkuliahan, dan sebagainya. Menurut prinsip ini, dalam
mendesain sistem akademik maka dimulai dari level teratas dan
dilanjutkan ke level terbawah. Dalam menganalisis dilakukan
sebaliknya. Apakah nama prinsip sistem dalam aksioma sentralitas
yang menggambarkan kondisi tersebut?
A. Communication
B. Emergence
C. Hierarchy
D. Control
E. Holism

3. Seorang supervisor baru saja mendapat promosi menjadi Manajer


K3. Tiga bulan pertama masa orientasi ia lakukan dengan memahami
Sistem Manajemen K3 secara keseluruhan, bukan hanya bagian-
bagian terpisah saja. Apakah nama prinsip sistem dalam aksioma
kontekstual yang menggambarkan kondisi tersebut?
A. Complementary
B. Multifinality
C. Equifinality
D. Darkness
E. Holism

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 30
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

4. Meskipun telah tiga bulan menjalankan masa orientasi sebagai


manajer K3, namun tidak seluruh Sistem Manajemen K3 yang dapat
dipahami, disebabkan keterbatasan observasi. Apakah nama prinsip
sistem dalam aksioma kontekstual yang menggambarkan kondisi
tersebut?
A. Complementary
B. Multifinality
C. Equifinality
D. Darkness
E. Holism

5. Pimpinan Rumah Sakit mengumpulkan seluruh dokter spesialis yang


berpraktik untuk membahas clinical path way atau penatalaksanaan
penyakit gagal ginjal dari berbagai sudut pandang medis. Apakah
nama prinsip sistem dalam aksioma kontekstual yang
menggambarkan kondisi tersebut?
A. Complementary
B. Multifinality
C. Equifinality
D. Darkness
E. Holism

6. Seluruh mahasiswa yang berasal dari berbagai sekolah menengah


dan mengambil studi Kesehatan Masyarakat di Universitas Esa
Unggul, pada akhirnya memiliki tujuan yang sama yaitu lulus
sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat. Apakah nama prinsip sistem
dalam aksioma tujuan (goal axiom) yang menggambarkan kondisi
tersebut?
A. Purposive behavior
B. Finite causality
C. Multifinality
D. Equifinality
E. Satisficing

7. Sistem Informasi Apotik merupakan sistem aplikasi yang dibuat


manusia untuk memudahkan pelayanan di unit farmasi. Sistem ini
biasanya dibuat oleh satu perusahaan jasa pembuat aplikasi. Saat
aplikasi tersebut sampai dan diinstall oleh apotik, maka tujuannya
bisa berbeda-beda. Ada yang memang digunakan untuk
mempercepat pelayanan, ada yang hanya untuk mengetahui stok
saja, atau hanya mengetahui harga obat saja. Apakah nama prinsip
sistem dalam aksioma tujuan (goal axiom) yang menggambarkan
kondisi tersebut?
A. Purposive behavior
B. Finite causality
C. Multifinality
D. Equifinality
E. Satisficing

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 31
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

8. Klinik A menerapkan pendaftaran pasien secara online untuk


mempercepat proses pendaftaran. Ternyata hal tersebut merupakan
kegiatan yang dilakukan klinik berdasarkan visi, misi dan tujuan
perusahaan yaitu menjadi klinik yang terdepan dalam pelayanan
online. Apakah nama prinsip sistem dalam aksioma tujuan (goal
axiom) yang menggambarkan kondisi tersebut?
A. Purposive behavior
B. Finite causality
C. Multifinality
D. Equifinality
E. Satisficing

9. Rumah Sakit A menerapkan sistem insentif/bonus bagi karyawan


bagian marketing dengan maksimal insentif adalah Rp 2.000.000 per
bulan. Meskipun karyawan telah melebihi target penjualan, insentif
yang diterima tetap Rp 2.000.000,- per bulan. Sebagai manusia,
karyawna bagian marketing memiliki tujuan yang sebesar-besarnya,
sedangan sistem insentif tidak memungkinkan memenuhi keinginan
karyawan karena dibuat dengan tujuan yang optimal. Apakah nama
prinsip sistem dalam aksioma tujuan (goal axiom) yang
menggambarkan kondisi tersebut?
A. Purposive behavior
B. Finite causality
C. Multifinality
D. Equifinality
E. Satisficing

10. Kepala Puskesmas A mengevaluasi pencapaian program Kesehatan


Lingkungan di wilayah kerjanya. Hasil evaluasi menunjukkan
cakupan program unit Kesling berhasil mencapai 100% karena
melakukan sinergi dengan unit lain. Meskipun unit Kesling memiliki
otonomi untuk menyelesaikan tugasnya, namun unit ini dalam
menjalankan tugas selalu terintegrasi dengan unit/sistem lain.
Apakah nama prinsip sistem dalam aksioma tujuan (goal axiom) yang
menggambarkan kondisi tersebut?
A. Purposive behavior
B. Finite causality
C. Multifinality
D. Equifinality
E. Viability

11. Unit farmasi Puskesmas A sedang menerapkan uji coba sistem


pemesanan obat. Sebelumnya sistem pemesanan menggunakan
metode pesanan bulanan, sekarang menggunakan metode pesanan
minimum stock. Kondisi ini menyebabkan ketidakstabilan pada
sistem pemesanan di unit farmasi. Apakah nama prinsip sistem

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 32
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

dalam aksioma tujuan (goal axiom) yang menggambarkan kondisi


tersebut?
A. Purposive behavior
B. Finite causality
C. Multifinality
D. Equifinality
E. Viability

12. Sistem pendaftaran pasien di laboratorium klinik A sedang


mengalami “gangguan” dari luar yaitu ada perubahan aplikasi
registrasi. Perubahan aplikasi ini menyebabkan sistem pendaftaran
mengalami ketidakstabilan selama kurang lebih 1 bulan. Namun
setelah dilakukan evaluasi, sistem telah mengalami kestabilan.
Apakah nama prinsip sistem dalam aksioma operasional (operational
axiom) yang menggambarkan kondisi tersebut?
A. Relaxation time
B. Self-organization
C. Basins of stability
D. Dynamic equilibrium
E. Homeostatis dan Homerhesis

13. Akibat pemberlakuan JKN, Puskesmas menerima kunjungan pasien


berpuluh-puluh kali lipat dari biasanya. Untuk mengatasi hal ini
pimpinan menerapkan program kerja magang bagi
pelajar/mahasiswa agar dapat membantu kekurangan SDM di
puskesmas. Keputusan pimpinan Puskesmas ini merupakan reaksi
agar sistem kerja tetap stabil. Apakah nama prinsip sistem dalam
aksioma operasional (operational axiom) yang menggambarkan
kondisi tersebut?
A. Relaxation time
B. Self-organization
C. Basins of stability
D. Dynamic equilibrium
E. Homeostatis dan Homerhesis

14. Sistem perparkiran di Rumah Sakit A tetap tidak mampu


menampung dan memberi kenyamanan kepada pengunjung. Padahal
pada bulan ini telah dilakukan berbagai perbaikan pada seluruh
subsistem perparkiran. Meski subsistem telah mencapai hasil
optimal, namun ternyata secara keseluruhan sistem tidak berjalan
optimal. Apakah nama prinsip sistem dalam aksioma operasional
(operational axiom) yang menggambarkan kondisi tersebut?
A. Suboptimization
B. Self-organization
C. Basins of stability
D. Dynamic equilibrium
E. Homeostatis dan Homerhesis

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 33
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

15. Pengunjung di restoran A akhir-akhir ini menurun. Hal ini


disebabkan menu makanan di rumah makan cepat saji tersebut
menurut konsumen membosankan. Manajer restoran memutuskan
menambah jenis menu makanan agar konsumen tertarik. Menurut
aksioma sistem, sebuah sistem tertutup dapat didesain dengan
keragaman yang terbatas. Apakah nama prinsip sistem dalam
aksioma viabilitas (viability axiom) yang menggambarkan kondisi
tersebut?
A. Requisite hierarchy
B. Circular causality
C. Requisite variety
D. Recursion
E. Feedback

16. Departemen pemeliharaan alat kesehatan Rumah Sakit A bekerja


dalam 3 shift untuk menjada agar Genset selalu dalam keadaan
menyala. Untuk menentukan siapa yang bertugas jaga pada shift
malam tidak ada aturan yang pasti, namun berdasarkan senioritas.
Artinya sistem pembagian shift pada departemen tersebut ditentukan
berdasarkan keinginan senior. Apakah nama prinsip sistem dalam
aksioma viabilitas (viability axiom) yang menggambarkan kondisi
tersebut?
A. Requisite hierarchy
B. Circular causality
C. Requisite variety
D. Recursion
E. Feedback

17. Divisi keuangan sebuah Rumah Sakit sedang melakukan monitoring


dan evaluasi terhadap proses klaim BPJS. Kegiatan ini merupakan
salah satu metode untuk mengontrol perilaku dalam sistem
keuangan dalam bentuk umpan balik. Apakah nama prinsip sistem
dalam aksioma viabilitas (viability axiom) yang menggambarkan
kondisi tersebut?
A. Requisite hierarchy
B. Circular causality
C. Requisite variety
D. Recursion
E. Feedback

18. Bagian K3 sebuah perusahaan bermaksud mengubah standar


prosedur keselamatan kerja. Namun hal ini dilakukan tanpa
melakukan koordinasi dengan bagian lain. Bagian K3 tidak
menyadari bahwa perubahan yang dilakukan oleh suatu sistem akan
mempengaruhi sistem lain dan seterusnya. Apakah nama prinsip
sistem dalam aksioma viabilitas (viability axiom) yang
menggambarkan kondisi tersebut?
A. Requisite hierarchy

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 34
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

B. Circular causality
C. Requisite variety
D. Recursion
E. Feedback

19. Manajer pelayanan RS bermaksud merancang sistem pelayanan baru


yaitu Hemodialisa (Cuci Darah). Untuk menentukan berapa jumlah
mesin cuci darah agar efektif dapat diawasi oleh kepala ruangan
menggunakan prinsip yang menyatakan bahwa sasaran yang ada
pada sistem sebaiknya terbatas pada angka 5 sampai 9. Apakah
nama prinsip sistem dalam aksioma desain (design axiom) yang
menggambarkan kondisi tersebut?
A. Minimum critical specification
B. Requisite parsimony
C. Requisite saliency
D. Feedback
E. Pareto

20. Klinik A dan Klinik B saling berkompetisi untuk melayani pasien.


Klinik A memiliki kelebihan dalam pendaftaran online, sedangkan
klinik B kelebihannya dalam kecanggihan alat. Menurut aksioma
sistem, setiap sistem memiliki atribut-atribut dengan ranking
(urutan) yang berbeda-beda. Apakah nama prinsip sistem dalam
aksioma desain (design axiom) yang menggambarkan kondisi
tersebut?
A. Minimum critical specification
B. Requisite parsimony
C. Requisite saliency
D. Feedback
E. Pareto

21. Gudang farmasi sebuah rumah sakit telah melakukan inventarisasi


obat dan alkes. Ternyata sekitar 80% nilai obat/alkes berasal dari
20% jenis obat/alkes yang memang memiliki harga mahal.
Sedangkan sekitar 20% nilai obat/alkes berasal dari 80% jenis obat
yang murah. Apakah nama prinsip sistem dalam aksioma desain
(design axiom) yang menggambarkan kondisi tersebut?
A. Minimum critical specification
B. Requisite parsimony
C. Requisite saliency
D. Feedback
E. Pareto

22. Kepala laboratorium klinik A menerima telepon bahwa telah terjadi


kebakaran di gudang bahan-bahan kimia. Dalam keadaan darurat, ia
langsung memerintahkan seluruh karyawan keluar dari gedung
mengikuti jalur evakuasi yang sudah ditentukan. Pada kondisi
demikian ia tidak memperhitungkan kerugian akibat perusahaan

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 35
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

berhenti beroperasional. Apakah nama prinsip sistem dalam aksioma


informasi (information axiom) yang menggambarkan kondisi
tersebut?
A. Redundancy of potential command
B. Finagle‟s law of information
C. Information redundancy
D. Requisite saliency
E. Pareto

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 36
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 5 – Berfikir Sistem

KONSEP BERFIKIR SISTEM

Berbagai kompleksitas dan karakteristik sistem yang sudah dijelaskan di


awal membawa kita pada sebuah pemikiran yang menyeluruh terhadap
suatu masalah menggunakan konsep sistem yang sudah kita pelajari di
awal bab ini. Pemikiran yang melibatkan seluruh elemen dalam suatu
sistem ini disebut dengan Berfikir Sistem atau System Thinking. Istilah-
istilah yang sering digunakan dan memiliki kesamaan dengan berfikir
sistem antara lain complexity thinking (berfikir kompleks), loop thinking
(berfikir non-linier), dan holism thinking (berfikir holistik).
Berfikir sistem diterapkan untuk menggantikan pemikiran reduksionis yang
sudah lama berkembang sebelum abad 20. Terdapat perbedaan prinsip
antara pemikiran reduksionis dengan berfikir sistem. Gambar berikut
mendeskripsikan perbedaan tersebut (Shaked & Schechter, 2017).

Pendekatan Reduksionis Berfikir Sistem

• Suatu komponen dapat • Suatu komponen terbentuk


dipecah-pecah ke dalam adari bagian-bagian yang saling
beberapa bagian, dan bagian berhubungan
tersebut dapat digabungkan • Bagian-bagian tersebut terkait
kembali dan saling mempengaruhi
• Bagian-bagian tersebut saling secara kompleks
bekaitan (sebab-akibat) • Karakteristik komponen tidak
• Karakteristik komponen ada tergambarkan dalam bagian-
dalam masing-masing bagian bagian

Gambar 5.1. Perbedaan Pendekatan Reduksionis dengan Berfikir Sistem


Berfikir sistem pertama kali diperkenalkan oleh Barry Richmond pada
tahun 1994 dan mendefinisikan berfikir sistem sebagai ilmu dan seni
tentang bagaimana menginterpretasikan perilaku secara reliabel dengan
mengembangkan pemahaman yang mendalam terhadap struktur yang
melandasi perilaku tersebut. Menurut Richmond orang yang berfikir sistem
layaknya seperti individu yang dapat melihat hutan dan pohon dalam
secara bersamaan (Arnold & Wade, 2015).
Arnold & Wade berupaya mendefinisikan berfikir sistem melalui studi
literatur terhadap para ahli di bidang ini. Hasil studi mereka menghasilkan

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 37
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

definisi berfikir sistem sebagai berikut: kemampuan untuk mengidentifikasi


dan memahami sistem, memprediksi perilaku sistem, dan merancang
modifikasi sistem untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Arnold & Wade,
2015).
Berfikir sistem yang mulai dikembangkan pada awal abad 20, pertama kali
diaplikasikan pada bidang teknik, ekonomi, dan ekologi. Masalah pada
bidang kesehatan juga lambat laun disadari memiliki karakteristik yang
kompleks dan seperti fenomena gunung es sehingga diperlukan berfikir
sistem untuk menanganinya. Beberapa penggunaan berfikir sistem pada
bidang kesehatan masyarakat antara lain:
1. Pada pemberantasan penyakit yaitu awal tahun 2000-an diaplikasikan
pada masalah-masalah kesehatan seperti tobacco control, obesitas, dan
TBC, digunakan untuk membantu menimimalisir penyebaran virus
H5N1 atau flu burung (Shaked & Schechter, 2017), menghentikan
wabah scabies di bangsal perawatan di Taiwan menggunakan tools Root
Cause Analysis atau RCA (Chuang, Howley, & Lin, 2015)
2. Pada bidang K3 yaitu dalam proses safety inspection di lokasi
konstruksi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Brazil (Saurin,
2016), dan dalam mengevaluasi penerapan K3 pada tingkat mikro, meso
dan makro (Niskanen, Louhelainen, & Hirvonen, 2016). Penerapan
berfikir sistem cenderung mendapat perhatian yang tinggi dalam K3,
dan bersinergi dengan konsep budaya keselamatan, iklim keselamatan,
rekayasa ketahanan kerja, makro ergonomic, sistem sosio-teknik, dan
sistem manajemen keselamatan (Goh, Love, & Dekker, 2014).
3. Pada manajemen bencana yaitu dalam menganalisis ketahanan
terhadap bencana pada masyarakat pedesaan di Zimbabwe (Mavhura,
2017)
4. Pada peningkatan penerapan patient safety dengan melakukan
intervensi program pendidikan berfikir sistem (System Thinking
Education Program/STEP) pada perawat di rumah sakit (Tetuan et al.,
2017).
Konsep tentang berfikir sistem hadir berdasarkan pepatah yang
menyatakan bahwa “the whole is greater than the sum of its parts”. Artinya
ketika elemen-elemen dalam organisasi/sistem digabungkan maka akan
menghasilkan penjumlahan yang lebih besar. Secara matematis dapat
diekspresikan sebagai berikut: 5 + 6 + 7 + 8 > 26, hasil dari penjumlahan
menggunakan tanda “>” bukan “=” yang menunjukkan lebih besar dari.
Dalam konteks organisasi, jika beberapa orang dengan kualitas yang
berbeda berkumpul membentuk organisasi maka kualitas yang dihasilkan
tidak linier.

a. Karakter dan Tingkatan Berfikir Sistem


Berfikir sistem bukanlah metode yang harus dijalani secara runut dan
baku, namun merupakan sebuah karakter atau perilaku yang
mencerminkan pemecahan masalah secara menyeluruh. Berfikir sistem

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 38
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

memiliki karakteristik yang membedakannya dengan pendekatan yang


berlawanan dengannya yaitu berfikir reduksionis. Penulis mengutip
berbagai karakter dalam berfikir sistem dan dibandingkan dengan cara
berfikir yang biasa saja atau usual approach sebagai berikut:
Tabel 5.1. Perbandingan Usual Approach dan Systems Thinking
Approach
USUAL APPROACH SYSTEMS THINKING APPROACH
 Memfokuskan permasalahan  Melihat masalah sebagai akibat
pada saat ini saja atau pada dari pola perilaku sepanjang masa
waktu tertentu saja (static (dynamic thinking)
thinking)
 Melihat perilaku yang terjadi  Berupaya agar perilaku dalam
dalam sistem merupakan akibat sistem memberikan pengaruh
dari lingkungan luar (Systems- positif bagi lingkungan luar
as-effect thinking) (systems-as-cause thinking)
 Meyakini bahwa untuk  Meyakini bahwa untuk memahami
memahami sesuatu dibutuhkan sesuatu dibutuhkan pengetahuan
pengetahuan setiap detail dari masalah secara kontekstual dan
masalah (tree-by-tree thinking) menyeluruh (forest thinking)
 Mengidentifikasi faktor-faktor  Berfokus pada akibat dari masalah
yang mempengaruhi dan dan memahami bagaimana hal
berhubungan dengan suatu tersebut bisa terjadi (operational
masalah (factors thinking) thinking)
 Memandang sebab-akibat terjadi  Memandang sebab-akibat terjadi
dalam satu arah, tanpa dalam proses yang selalu
memperhatikan ketergantungan berputar/siklus (loop thinking)
antar factor (straight-line
thinking)
 Cenderung menghambat pada  Cenderung mendorong pada
proses kemajuan kemajuan
 Setiap elemen organisasi berdiri  Setiap elemen organisasi tergantug
sendiri satu sama lain
 Saling menyalahkan jika ada  Fokus pada penyelesaian masalah
permasalahan
 Dalam pengambilan keputusan,  Dalam pegambilan keputusan tetap
tidak mengakomodir mempertimbangkan pemikiran/ide
pemikiran/ide yang tidak biasa yang tidak biasa
 Tidak memiliki pedoman/arahan  Menggunakan pemetaan dan
dalam menunjukkan dan simulasi dalam menunjukkan dan
memahami masalah memahami masalah
 Sistem terpisah dengan individu  Menempatkan diri sebagai bagian
dari sistem
Sumber: (World Health Organization, 2009), (Batle-Fisher, 2015)
Namun demikian terdapat perbedaan pengertian antara berfikir sistem
dengan berfikir sistematik, meskipun keduanya terlihat mirip. Berfikir

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 39
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

sistematik dianalogikan dengan otak kiri yang identik dengan logika,


urutan, rasional, analitis, obyektif, dan terpisah-pisah. Sedangkan berfikir
sistem identik dengan otak kanan dengan karakteristik yang bersifat
random, intuisi, holistik, sintesa, subyektif, dan menyeluruh. Secara
terperinci perbedaan tersebut dideskripsikan pada tabel 4 berikut (Hester &
Kevin, 2014).
Tabel 5.2. Perbedaan Berfikir Sistematik vs Berfikir Sistem
Elemen Berfikir Sistematik Berfikir Sistem
 Subyek Alat/mesin Sistem
 Unit analisis Masalah Kompleksitas
 Proses berfikir Telah optimal Telah memuaskan
berhenti jika
 Tujuan akhir Memecahkan Menigkatkan
masalah pemahaman
 Filosofi yang Reduksionis Konstruktivis &
melandasi Reduksionis
 Epistemologi Analisis Analisis dan Sintesis
 Lingkup disiplin Multi dan inter Trans-disiplin
disiplin
 Pendekatan Perspektif Eksploratori

Tingkat berfikir sistem seseorang dapat diukur berdasarkan karakter


yang dimilikinya. Karakter yang dimaksud adalah kecenderungan individu
untuk berfikir reduksionis hingga berfikir sistem. Adapun rincian karakter
tersebut adalah sebagai berikut (Castelle & Jaradat, 2016):
Tabel 5.3. Rincian Karakter Berfikir Sistem
Cenderung berfikir Cenderung berfikir
No Jenis Karakter
sistem jika reduksionis jika
1 Kompleksitas: Complexity (C) Simplicity (S)
kenyamanan  Terbiasa dengan  Menghindari
individu dalam ketidakpastian ketidakpastian
menghadapi  Bekerja dengan  Bekerja dengan
permasalahan yang masalah masalah yang
kompleks multidimensional linier
 Menyukai pencarian  Menyukasi solusi
solusi terbaik
 Mengeksplorasi  Mengeksplorasi
lingkungan sekitar masalah dalam
skala kecil
2 Otonomi: Integration (G) Autonomy (A)
kecenderungan  Menjaga  Menjaga otonomi
menghadapi keterhubungan secara lokal
penggabungan global  Cenderung tidak
berbagai sistem atau  Cenderung bergantung pada

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 40
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Cenderung berfikir
Cenderung berfikir
No Jenis Karakter
sistem jika
reduksionis jika
sistem internal bergantung padasistem saat
sistem saat mengambil
mengambil keputusan
keputusan dan
dan menunjukkanmenunjukkan
kinerja secara global
kinerja secara
lokal
3 Interaksi: skala Interconnectivity (I) Isolation (N)
individu dalam  Cenderung  Cenderung
bekerjasama dengan berinteraksi secara berinteraksi
individu lain global secara lokal
 Mengikuti rencana  Mengikuti
umum rencana detail
 Bekerja dengan tim  Bekerja individu
 Kurang menyukai  Menyukai
pendekatan pendekatan
hubungan sebab- hubungan sebab-
akibat dalam akibat dalam
menyelesaikan menyelesaikan
masalah masalah
4 Perubahan: Holism (H) Reductionism (R)
kecenderungan  Fokus perhatian pada  Fokus perhatian
menerima perubahan keseluruhan pada bagian
 Menyukai gambaran tertentu
umum  Menyukai analisis
 Tertarik pada ide-ide terhadap bagian-
konseptual dan bagian tertentu
abstrak  Tidak tertarik
pada ide-ide
konseptual dan
abstrak
5 Ketidakpastian: Emergence (E) Stability (T)
pilihan individu  Bekerja sesuai dengan  Bekerja mengikuti
ketika harus kondisi yang ada perencanaan yang
memutuskan  Fokus pada detail
sesuatu dengan keseluruhan  Fokus pada detail
pengetahuan yang  Tidak masalah  Tidak menyukai
kurang dengan ketidakpastian
ketidakpastian  Meyakini bahwa
 Meyakini bahwa lingkungan kerja
lingkungan kerja dapat
merupakan sesuatu dikendalikan
yang sulit dikontrol  Menyukai
 Menyukai masalah- masalah-masalah
masalah subyektif oyektif dan teknis
dan non-teknis

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 41
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Cenderung berfikir Cenderung berfikir


No Jenis Karakter
sistem jika reduksionis jika
6 Sudut pandang Embracement of Resistence of
hirarki sistem: cara Requirement (Y) Requirement (V)
individu dalam  Menggunakan sudut  Menggunakan
menyelesaikan pandang multidisiplin sudut pandang
masalah dalam dalam yang terbatas
sistem kompleks mempertimbangkan dalam
sesuatu mempertimbangk
 Mengajukan an sesuatu
permintan di bawah  Mengajukan
spesifikasi permintan
 Fokus kepada melebihi
kekuatan dari luar spesifikasi
 Menyukai  Fokus kepada
perencanaan jangka kekuatan dari
panjang dalam
 Terbuka dengan  Menyukai
pilihan lain perencanaan
 Bekerja optimal pada jangka pendek
lingkungan yang  Tertutup dengan
berubah-ubah pilihan lain
 Bekerja optimal
pada lingkungan
yang stabil
7 Fleksibilitas: Flexibility (F) Rigidity (D)
kecenderung  Mengakomodasi  Tidak menyukai
individu menghadapi perubahan perubahan
perubahan rencana  Menyukai  Menyukai
perencanaan yang perencanaan yang
fleksibel tetap
 Terbuka terhadap ide-  Tertutup terhadap
ide baru ide-ide baru
 Tidak menyukai  Menyukai
rutinitas rutinitas

Terdapat empat tingkatan yang dimiliki individu dalam berfikir sistem yaitu:
(1) Berfikir sistem tingkat rendah atau berfikir reduksionis; (2) Berfikir
sistem tingkat menengah; (3) Berfikir sistem tingkat menengah-tinggi; dan
(4) Berfikir sistem tingkat tinggi dan holistic. Keempat tingkatan ini
merupakan hasil pemetaan terhadap rincian karakter berfikir sistem sesuai
tabel 5 yang dideskripsikan pada diagram kartesian (gambar 5.2). Dari
diagram diperoleh informasi bahwa:

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 42
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Midle-high
Holistic
holistic
system
system
thinker
thinker
(CGIYEHF)
(CAIYEHF)

Middle Reductionist
system system
thinker thinker
(CAIVTRD) (SANVTRD)

Gambar 5.2 Tingkatan Berfikir Sistem


a. Tingkat berfikir sistem rendah jika memiliki karakter: Simplicity (S),
Autonomy (A), Isolation (N), Resistance of requirement (V), Stability (T),
Reductionist (R), dan Rigidity (D).
b. Tingkat berfikir sistem menengah jika memiliki karakter: Complexity (C),
Autonomy (A), Interconnectivity (I), Resistance of requirement (V), Stability
(T), Reductionist (R), dan Rigidity (D)
c. Tingkat berfikir sistem menengah-tinggi jika memiliki karakter:
Complexity (C), Autonomy (A), Interconnectivity (I), Embracement of
requirement (Y), Emergence (E), Holism (H), dan Flecibility (F)
d. Tingkat berfikir sistem tinggi dan holistik jika memiliki karakter:
Complexity (C), Integration (G), Interconnectivity (I), Embracement of
requirement (Y), Emergence (E), Holism (H), dan Flecibility (F)

LATIHAN SOAL
1. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan obat ilegal, sebuah
sekolah menengah pertama menerapkan sosialisasi tentang
penggunaan dan peredaran obat ilegal yang dilakukan secara
sistemik. Selama ini sekolah hanya menggunakan pendekatan yang
tidak menyeluruh. Apakah nama pendekatan tersebut?
A. Holism
B. Empiris
C. Filosofis
D. Matematis
E. Reduksionis

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 43
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

2. Sebuah lemari es akan memompa gas freon secara otomatis ke dalam


alat pendingin untuk menstabilkan suhu di dalamnya, dengan
demikian siste lemari dapat mengelola secara mandiri. Apakah nama
karateristik sistem tersebut?
A. Tighly linked
B. Self-organizing
C. Counter-intuitive
D. History dependent
E. Governed by feedback

3. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja sebaiknya diselesaikan


dengan sebuah sistem yang disebut Sistem Manajemen K3. Hal ini
disebabkan keselamatan dan kesehatan kerja selama ini merupakan
fenomena gunung es yang melihat sebuah masalah pada puncak
permukaannya saja. Apakah nama puncak masalah yang dimaksud?
A. Mental models
B. Kejadian/event
C. Kepercayaan dan nilai-nilai
D. Pola perilaku/pattern of behavior
E. Strtuktur sistem/structure of system

4. Seorang manajer klinik sedang mengevaluasi masalah absensi


karyawan yang tidak memuaskan. Ia melihat bahwa masalah ini
merupakan akibat dari perilaku yang terus-menerus berlangsung
dan dibiarkan. Apakah nama karakter berfikir sistem tersebut
menurut WHO?
A. Systems-as-cause thingking
B. Operational thinking
C. Dynamic thinking
D. Forest thinking
E. Loop thinking

5. Pimpinan sebuah Rumah Sakit sedang melakukan kegiatan Bhakti


Sosial pada warga masyarakat di sekitar rumah sakit dengan
memberikan pemeriksaan kesehatan gratis. Apakah nama karakter
berfikir sistem tersebut menurut WHO?
A. Systems-as-cause thingking
B. Operational thinking
C. Dynamic thinking
D. Forest thinking
E. Loop thinking

6. Pimpinan ruang keperawatan sedang menginvestigasi penyebab


terjadinya insiden kecelakaan jatuhnya pasien dari tempat tidur. Ia
berusaha memahami konteks masalah secara keseluruhan. Apakah
nama karakter berfikir sistem tersebut menurut WHO?
A. Systems-as-cause thingking
B. Operational thinking

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 44
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

C. Dynamic thinking
D. Forest thinking
E. Loop thinking

7. Dalam rangka efisiensi, pimpinan sebuah apotik menganalisis output


yang dihasilkan serta berusaha memahami kenapa output tersebut
bisa terjadi. Apakah nama karakter berfikir sistem tersebut menurut
WHO?
A. Systems-as-cause thingking
B. Operational thinking
C. Dynamic thinking
D. Forest thinking
E. Loop thinking

8. Seorang kader yang dipercaya memimpin Posyandu melihat bahwa


penyebab ibu hamil malas memeriksakan kesehatannya secara rutin
karena kurangnya dukungan keluarga. Karena malas memeriksa
kesehatan, maka banyak ibu hamil memiliki risiko tinggi saat
melahirkan. Risiko yang tinggi bisa menyebabkan kematian, dan
seterusnya dan seterusnya. Apakah nama karakter berfikir sistem
tersebut menurut WHO?
A. Systems-as-cause thingking
B. Operational thinking
C. Dynamic thinking
D. Forest thinking
E. Loop thinking

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 45
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 6 – Kepemimpinan

KONSEP KEPEMIMPINAN
Ketika berbicara tentang kepemimpinan, kita tentu mengaitkannya dengan
manajemen. Padahal dalam beberapa hal keduanya memiliki pengertian
berbeda. Manajemen lebih berorientasi kepada tugas bedasarkan
rasionalitas, birokrasi, dan pemenuhan kontrak kerja. Sedangkan
kepemimpinan lebih berorientasi kepada pencapaian tujuan berdasarkan
nilai-nilai, idealis, visi, symbol-simbol, dan perubahan emosional. Meskipun
berbeda, ada anggapan bahwa kesuksesan seseorang dalam memimpin
membutuhkan kesuksesan dalam mengelola (manage) organisasi, serta
kepemimpinan dan manajemen saling melengkapi (Antonakis & Day, 2018).
Misalnya seorang manajer klinik dihadapkan pada permasalahan karyawan
dengan prestasi tinggi namun sering terlambat ke kantor. Dari sudut
pandang manajemen, tindakan karyawan ini salah meskipun memiliki
prestasi yang baik. Namun dari sudut pandang kepemimpinan, tindakan
karyawan yang sering terlambat ini belum tentu salah.
Definisi kepemimpinan sendiri yang dikutip dari berbagai literatur memiliki
perbedaan pengertian dan sudut pandang. Definisi pertama menurut
Emmerling, Canboy, Serlavos, & (Foguet, 2015) yang menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi dan
memudahkan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi maupun
anggotanya. Definisi ini melihat kepemimpinan sebagai proses menjalankan
kepemimpinan.
Definisi lain penulis kutip dari Antonakis & Day (2018) yang mendefinisikan
kepemimpinan bukan hanya sebagai proses dalam memimpin namun juga
sebagai ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah proses, kepemimpinan adalah
tindakan mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan yang terjadi
antara pimpinan dengan bawahan, dengan pengikut kelompok, atau dengan
institusi. Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, kepemimpinan adalah ilmu
yang secara sistematik mempelajari proses dan hasil dari tindakan
memimpin, yang tergantung kepada sifat dan perilaku pemimpin, interpretasi
orang terhadap karakter pemimpin, dan atribut yang diberikan orang
terhadap hasil dari kepemimpinan. Sehingga menurut Antonakis & Day,
dalam kepemimpinan ada 3 hal yang dipelajari:
a. Proses dan tindakan memimpin berdasarkan sifat dan perilaku
pimpinan. Misalnya: ilmu kepemimpinan mempelajari apa yang
dilakukan seorang kepala puskesmas yang memiliki sifat dermawan
serta sering membantu masyarakat kecil
b. Proses dan tindakan memimpin berdasarkan interpretasi orang lain
terhadap karakteristik pemimpin. Misalnya: kepemimpinan kepala
puskesmas dipelajari melalui persepsi bawahannya terhadap karakter
yang ada pada pimpinannya

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 46
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

c. Proses dan tindakan memimpin berdasarkan atribut yang diberikan


orang terhadap hasil kepemimpinannya. Misalnya: kepemimpinan
kepala puskesmas dipelajari melalui kepuasan pihak lain terhadap
pecapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) organisasi yang
dipimpinnya. Pihak lain tersebut bisa atasan kepala puskesmas, teman
sejawat, bawahan atau masyarakat yang terkait.

Definisi terakhir penulis kutip dari ahli kepemimpinan Peter G. Northouse


yang menjelaskan kepemimpinan lebih komprehensif ke dalam empat aspek
sebagai berikut (Northouse, 2016):
1. Kepemimpinan sebagai proses, artinya dalam kepemimpinan bukan
hanya menyangkut sifat dan karakter yang ada pada pimpinan,
melainkan terdapat juga kondisi-kondisi saling menguntungkan antara
pimpinan degan pengikutnya.
2. Kepemimpinan melibatkan pengaruh, artinya kepemimpinan
merupakan cara untuk mempengaruhi pengikut.
3. Kepemimpinan terjadi dalam kelompok, artinya kepemimpinan
membutuhkan wadah untuk mengimplementasikannya yaitu kelompok
atau organisasi, baik organisasi dalam skala kecil, menengah maupun
besar.
4. Kepemimpinan fokus pada tujuan. Tujuan tersebut bukan hanya yang
diharapkan oleh kelompok namun juga oleh individu.

PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
Kebutuhan yang tinggi terhadap kepemimpinan menyebabkan
dikembangkannya pendekatan-pendekatan untuk memahami apa itu
kepemimpinan. Terdapat tiga pendekatan yang dianut para ahli dalam
menjelaskan kepemimpinan yaitu: (1) pendekatan klasik, (2) pendekatan
kontekstual, dan (3) pendekatan identitas (Gardner & Carlson, 2015).
Perbedaan ketiganya akan dijelaskan berikut ini. Ketiga pendekatan ini
dideskripsikan pada tabel 5 berikut.
Tabel 6.1. Tiga Pendekatan Kepemimpinan
Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
Kepemimpinan Kepemimpinan Kepemimpinan
merupakan kualitas diperoleh seseorang diperoleh ketika
kepribadian seseorang jika ada kesesuaian bawahannya
yang berbeda dari antara individu orang mendapatkan
kebanyakan orang lain tersebut dengan kesamaan “identitas”
atau leadersip as lingkungannya atau dengan kelompok dan
charisma (charismatic leadership as bawahan tersebut
leadership). Misalnya: contingency bertindak sesuai
seorang ulama (contingency dengan identitas
memimpin kegiatan leadership). Misalnya: tersebut atau

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 47
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
sosialisasi imunisasi keputusan untuk leadership as identity
karena memiliki mengangkat putra representation.
karisma yang membuat daerah sebagai Misalnya: seorang
masyarakat mau pimpinan sebuah staff LSM yang
mendengarkan. puskesmas didasarkan mantan penderita HIV
atas kesesuaian bersedia diarahkan
karakter dengan oleh pimpinannya
wilayahnya. karena organisasi
tersebut bertujuan
menanggulangi
penularan HIV
Kepemimpinan Kepemimpinan Kepemimpinan
merupakan kualitas diperoleh seseorang diperoleh seseorang
kecerdasan seseorang melalui proses ketika bawahannya
yang memungkinkan perubahan sosial yaitu merasakan bahwa
dirinya dapat pengikutnya mau kesamaan identitas
mempengaruhi orang bertindak hanya untuk sosial yang
lain atau leadership as menjalankan perintah diyakininya terdapat
intelligence (intelligence pimpinannya jika dalam kelompok
leadership). Misalnya: terjadi kondisi yang bukan hanya terjadi
seorang dokter yang saling menguntungkan tetapi juga
diangkat menjadi ketua atau leadership as diimplementasikan
tim penanganan kasus transaction dalam aktivitas
penyakti menular (transactional organisasi sehari-hari
karena kemampuan leadership). Misalnya: atau leadership as
akademik di bidang ini. seorang bawahan identity realization.
hanya mau mejalankan Misalnya: staff LSM
tugas ketika pimpinan (contoh di atas)
memerintah dengan bukan hanya mau
memberikan imbalan. diarahkan tetapi juga
menjalankan
tugasnya dengan
kesungguhan
Kepemimpinan muncul
karena pimpinan
bekerjasama dengan
bawahan untuk
memuaskan apa yang
mereka inginkan dan
butuhkan, serta terjadi
saling mendukung
antara pimpinan-
bawahan atau leadersip

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 48
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
as transformation
(transformational
leadership). Misalnya:
pimpinan program
Kesling di puskesmas
bersama dengan staff
lainnya sama-sama
melakukan tugas
dengan kesadaran
untuk meningkatkan
kualitas hidup
masyarakat

Disamping ketiga pendekatan di atas, para ahli yang melakukan studi


tentang kepemimpinan terbagi ke dalam 9 (sembilan) aliran atau mazhab
yang ada sejak tahun 1900an hingga kini. Beberapa aliran kepemimpinan
ini ada yang sudah tidak aktif hingga sekarang, ada yang hilang tetapi
kemudian aktif kembali, dan ada yang tetap aktif bertahan hingga
sekarang. Aliran-aliran tersebut dideskripsikan pada tabel 6 berikut.
Tabel 6.2. Sembilan Aliran Pendekatan Kepemimpinan (1900 – 2020)
Aliran Penjelasan
Trait (sifat)  Muncul tahun 1900an dengan fokus studi
atau „Great kepemimpinan pada sifat dan pengungkapan
Man‟ teori kisah/pengalaman orang yang dianggap berhasil dalam
memimpin. Sifat tersebut misalnya kecerdasan dan
keinginan mendominasi. Menurut aliran ini:
kepemimpinan tidak dapat dikembangkan karena
merupakan bakat yang dibawa sejak lahir.
 Tahun 1960-1970 aliran ini sempat menghilang karena
adanya studi lain yang menyatakan pendekatan sifat
tidak relevan dengan kondisi sebenarnya.
 Namun sejak tahun 1990an hingga saat ini aliran trait
aktif kembali melalui studi kepemimpinan yang lebih
maju dan dapat membuktikan bahwa sifat (kecerdasan,
kestabilan emosi, kepribadian) berkaitan dengan
kepemimpinan seseorang.
Behavioral  Muncul tahun 1940an dengan fokus studi kepada
(Perilaku) gaya/perilaku pemimpin.
 Menurut aliran ini kepemimpinan merupakan proses
saling mempengaruhi yang menguntungkan, dan hasil
pemikirannya adalah adanya perbedaan antara
kepemimpinan demokratis dengan otoriter, adanya

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 49
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Aliran Penjelasan
faktor konsiderasi (dukungan, personal) dan faktor
pencetus (arahan, tugas) dalam kepemimpinan,
 Sejak tahun 1990an aliran ini sudah tidak aktif karena
berbagai penelitian yang menunjukkan gaya
kepemimpinan tidak relevan dengan hasil yang didapat
atau kenyataannya. Hal ini merupakan pencetus
lahirnya aliran baru yaitu contingency
Contingency  Muncul tahun 1960an yang mengkritisi aliran
(kesesuaian) behavioral dengan pendekatan kontinjensi atau
kepemimpinan didasarkan pada kondisi situasional
(situasional leadership). Aliran ini melakukan diagnosis
terhadap stuasi spesifik dan kebutuhan bawahan
 Dari aliran ini muncul pemikiran/konsep kepemimpinan
yaitu hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas, dan
posisi kekuasaan pemimpin berkaitan dengan efektifitas
dalam memimpin. Konsep lainnya adalah peran
pemimpin sebagai sarana untuk mencapai tujuan, teori
Substitusi Kepemimpinan, gaya pengambilan keputusan
 Namun tahun 2010an muncul studi baru yang
menyebabkan aliran ini tidak aktif kembali
Contextual  Muncul tahun 1960an berbarengan dengan aliran
(kontekstual) contingency.
 Aliran ini mempelajari kepemimpinan dalam sudut
pandang yang lebih luas dan mendalam (kontekstual),
seperti mempelajari aspek kebudayaan, tingkatan
hirarkis pemimpin, faktor gender, karateristik
organisasi, dan kondisi krisis.
 Hasil pemikiran aliran ini adalah teori transactional
leadership (kepemimpinan dengan motivasi) dan
transformational leadership (pemimpin sebagai role
model, inspiratory, dan penyemangat
 Berbeda dengan aliran contingency, aliran ini mulai
tahun 1990an terus menunjukkan eksistensi dan aktif
hingga saat ini
Skeptics  Muncul tahun 1970an merupakan aliran yang
(skeptis) mengkritik ilmu kepemimpinan dan studi-studinya
 Aliran ini mengkritik keabsahan kuesioner dalam
penelitian kepemimpinan, yang berdampak pada
validitas teori kepemimpinan, hasil studi kepemimpinan
yang tidak relevan dengan keberhasilan organisasi, dan
sebagainya
 Kritik ini direspon oleh para peneliti kepemimpinan,
dengan salah satunya membuat kuesioner yang berbeda
untuk lokasi yang memiliki karakteristik beragam
 Akhirnya sejak tahun 1990an aliran ini sudah tidak
aktif

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 50
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Aliran Penjelasan
Relational  Muncul tahun 1970an setelah saat contingency
(hubungan) berkembang
 Fokus studi pada hubungan antara pimpinan dengan
bawahan, sehingga memunculkan teori kepemimpinan
seperti Leader-Member Exchange (LMX) theory, teori
shared leadership, teori servant leadership
 Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2000,
namun sejak tahun 2010an aktif kembali hingga kini
dengan berbagai penemuan
New  Muncul tahun 1970an ketika studi tentang
leadership kepemimpinan meredup dan menciptakan cara berfikir
(kebaruan (paradigm) yang baru
kepemimpin  Melahirkan teori kepemimpinan seperti: charismatic
an) leadership, visionary leadership, transformational
leadership
 Mulai 1980an terus aktif sampai sekarang dan
merupakan topik yang paling banyak diteliti saat ini
Information-  Muncul tahun 1980an
processing  Fokus pada pemahaman tentang bagaimana dan
(informasi- mengapa pengaruh dalam kepemimpinan dilegitimasi
proses) oleh proses menyesuaikan antara karakter personal
pemimpin dengan harapan awal ketika memiliki
pemimpin
 Sejak tahun 1990an hingga sekarang terus aktif
Biological/ev  Muncul tahun 2010an sebagai aliran yang
olutionary menggunakan pendekatan ilmu biologi dan evolusi,
(biologis/evol disebut juga pendekatan perkembangan dan
usi) pengalaman individu
 Menurut aliran ini, kepemimpinan lahir karena proses
evolusi dalam bentuk kemampuannya untuk tetap
bertahan yang dipengaruhi karakter fisik pemimpin
(gen, hormon, neuroscience, penampilan fisik, dan
sebagainya).
 Studi aliran ini terus aktif sampai sekarang
Sumber: (Antonakis & Day, 2018) dan (Emmerling et al., 2015)
Seluruh pendekatan kepemimpinan yang telah dijelaskan sebelumnya
merupakan teori tentang bagaimana munculnya kemampuan memimpin
pada individu. Dengan demikian seluruh pendekatan tersebut saling
melengkapi, atau tidak berarti bahwa pendekatan yang satu lebih baik
dibandingkan dengan pendekatan yang lain.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 51
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 7 – Kepemimpinan Berfikir Sistem

PENDAHULUAN
Kompleksitas masalah kesehatan (termasuk dalam kesehatan masyarakat)
melahirkan pendekatan kepemimpinan yang dapat memberikan solusi
pemecahannya yaitu Kepemimpinan Berfikir Sistem (System Thinking
Leadership). Kepemimpinan berfikir sistem merupakan perpaduan antara
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin, antara
lain:
a. Memecahkan masalah-masalah kompleks dalam organisasi dengan
pendekatan sistem
b. Melakukan rekayasa sistem sehingga dapat mengaplikasikan
rekomendasi pemecahan masalah
c. Mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pemecahan masalah
Sesuai dengan pembahasan pada sub bab tentang Berfikir Sistem, dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan berfikir sistem merupakan karakter
yang sebaiknya dimiliki individu untuk menghadapi permasalahan yang
kompleks. Dengan kata lain kepemimpinan berfikir sistem bukan
merupakan pendekatan baru dalam sub bidang ilmu kepemimpinan. Dalam
berbagai artikel penelitian kepemimpinan, tidak disebutkan bahwa
kepemimpinan berfikir sistem merupakan salah satu pendekatan
kepemimpinan.
Namun demikian dalam lingkup kesehatan dan pelayanan kesehatan
kepemimpinan berfikri sistem dapat diidentikkan dengan kepemimpinan
transformatif. Awalnya kepemimpinan dalam pelayanan kesehatan
menerapkan tipe kepemimpinan karismatik yang tinggi dan memiliki
potensi untuk bertindak arogan serta tidak terbantahkan dalam proses
pengambilan keputusan. Kondisi demikian sudah tidak relevan dengan
organisasi pelayanan kesehatan saat ini dengan interaksi yang lebih
kompleks dan melibatkan berbagai tenaga kesehatan dengan latar belakang
yang berbeda-beda (Kumar & Kiljee, 2015).
Pelayanan kesehatan yang modern dengan demikian membutuhkan
kepemimpinan transformatif (transformational leaderhisp). Jenis
kepemimpinan ini berusaha menempatkan kepentingan tenaga kesehatan
lain di atas kepentingan dirinya sendiri, sehingga pemimpin bertindak
sebagai agent of changes. Kepemimpin transformatif juga melibatkan tim
kesehatan dalam merumuskan visi bersama, dan mendorong bawahan
dalam memimpin dalam proses perubahan. Dari sinilah, muncul model
kepemimpinan pada pelayanan kesehatan yang memungkinan seluruh
anggota tim dengan latar belakang yang berbeda menjadi pimpinan, dan
terdiri dari sembilan dimensi:

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 52
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

1. Memimpin dengan rasa peduli yaitu mendorong tim untuk saling


memberikan dukungan dan membentuk lingkungan kerja yang
memiliki rasa kepedulian (leading with care dimension)
2. Menginformasikan visi organisasi yaitu kemampuan dalam
berkomunikasi secara kredibel dan terpercaya, menyampaikan tujuan
jangka panjang organisasi secara jelas dan menginspirasi dalam
membentuk kepercayaan diri anggota tim (sharing the vision dimension)
3. Melibatkan anggota tim yaitu membangun kepercayaan dalam tim dan
mendukung partisipasi dalam menciptakan kreasi (engaging the team
dimension)
4. Saling berhubungan dalam mencapai hasil yaitu melibatkan diri dan
beradaptasi dengan yang lain untuk mengembangkan pendekatan
kolaboratif dalam bekerja dan membangun komitmen yang
berkesinambungan (influencing with results dimension)
5. Mengevaluasi informasi yang diterima yaitu berupaya menghimpun
informasi dari berbagai sumber dan membangun konsep-konsep baru
secara kreatif (evaluating information dimension)
6. Menginsipirasi dalam pencapaian tujuan bersama yaitu disamping
berupaya mengikuti prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang sudah
ditetapkan bersama, pemimpin juga memiliki keberanian untuk
mengambil risiko secara pribadi untuk menghasilkan kemanfaatan
dalam pelayanan (inspiring shared purpose dimension)
7. Menghubungkan atau membuat keterkaitan antar pelayanan yang
diberikan yaitu pemimpin berupaya agar bagian-bagian yang berbeda
dalam sistem organisasi saling terhubung, memahami politik organisasi
dan mengadopsi pendekatan-pendekatan dari luar organisasi yang
terbukti berhasil (connecting our service dimension)
8. Mengembangkan kemampuan seluruh anggota tim yaitu memberikan
kesempatan kepada anggota tim untuk berkembang sehingga dapat
meningkatkan kapabilitas tim dalam jangka panjang (developing
capability dimension)
9. Memiliki ekspektasi yang jelas, berupaya memberikan perbaikan yang
berkseinambungan dan menciptakan pola pikir untuk menciptakan
perubahan yang inofatif (holding to account dimension).
Untuk menjalankan atau menerapkan kepemimpinan berfikir sistem,
Centre for Strategic Management telah membuat daftar tentang bagaimana
mewujudkan seorang pemimpin yang mengarahkan organisasi dengan
pendekatan berfikir sistem. Tabel berikut meringkas pemikiran dari Center
for Strategic Management tersebut (Partner of The Centre for Strategic
Management, 2004).
Tabel 7.1. Lima Puluh Hal yang Harus Diterapkan dalam Kepemimpinan
Berfikir Sistem
No Keterampilan Kegiatan
1 Perencanaan Membuat perecanaan dan
memperbaharui perencanaan jika terjadi
perubahan lingkungan

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 53
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

No Keterampilan Kegiatan
2 Berfikir sistem Melakukan obervasi terhadap lingkungan
organisasi
Menentukan visi/tujuan yang ideal
Memberikan umpan balik terhadap hasil
Mengukur kondisi yang ada saat ini
Menyusun strategi dan menjalankan
segera (just do it)
Menerima masukan dari luar
3 Tanggap terhadap Mengetahui kapasitas diri sendiri
perubahan
Membangun hubungan dengan orang lain
Memahami tim dengan keterampilan dan
pengalaman yang berbeda
Membangun kolaborasi dengan tim yang
multifungsi
Melakukan intergrasi dengan pihak di
luar organisasi
Melakukan pembelajaran tentang
kesuksesan secara global
4 Penguasaan diri (self Menentukan visi pribadi
mastery)
Menyeimbangkan antara fisik dan
mental/emosional
Menanamkan mental pemberani
Membiasakan untuk bersikap tenang
Melakukan obervasi terhadap diri sendiri
5 Membangun hubungan Memupuk kepedulian terhadap orang lain
interpersonal
Menjalankan komunikasi yang efektif
Memberikan pengarahan dan pelatihan
Mengelola konflik secara efektif
Mendukung inovasi dan kreativitas
6 Mendorong Menjadi anggota yang energik dan efektif
pemberdayaan tim
Menjalankan rapat secara efektif
Menjaga perkataan
Melibatkan setiap anggota dalam “tim
kerja”
Bertindak secara intens dengan penuh
kesadaran
7 Kolaborasi lintas Menerapkan kelompok kerja lintas
fungsional fungsional
Mengintegrasikan proses bisnis
Menjalankan berfikir sistem dan
pembelajaran

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 54
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

No Keterampilan Kegiatan
Melayani unit/pihak lain dengan nilai-
nilai
Mengelola proses yang dijalankan anggota
tim
8 Integrasi tujuan Mempertimbangkan keinginan
organisasi konsumen/stakeholder
Memastikan pihak lain menerima pesan
dengan baik
Mensosialisasikan rencana organisasi
Memimpin budaya yang menerima
perubahan
Merancang struktur perubahan secara
efektif
9 Strategi positioning Mengeksplor lingkungan global
Meninjau kembali perencanaan
strategis/bisnis
Membangun jaringan dan mengelola
aliansi
Memposisikan organisasi dalam pasar
Menanamkan kepedulian terhadap isu-isu
internasional
10 Pengendalian emosi Mengetahui gaya kepemimpinan diri
sendiri
Membangun hubungan yang saling
mempercayai
Menciptakan ketergantungan antar unit
dalam organisasi
Melibatkan anggota tim untuk
menciptakan nilai-nilai lintas fungsional
Menyampaikan arahan dan nilai-nilai
yang berlaku umum
Membangun sinergi untuk menghasilkan
winning team
11 Servant leadership Mendahulukan kepentingan anggota dan
organisasi

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 55
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 8 – Organisasi Pembelajar: Organisasi sebagai


Wujud Sistem

ORGANISASI SEBAGAI SISTEM


Organisasi tersusun atas elemen-elemen, hubungan antar elemen, dan
struktur yang umumnya membentuk unit-unit dalam organisasi.
Pembentukan dan pengembangan struktur organisiasi merupakan hasil
dari cara berfikir yang sistematik (Ahmady, Mehrpour, & Nikooravesh,
2016). Hal ini menunjukkan bahwa organisasi merupakan wujud metafisik
dari sistem.
Dalam pendekatan sistem, organisasi merupakan sistem yang terbuka dan
penggabungan antara sistem sosial dan teknis. Pada tahun 1966 Katz &
Kanz menerapkan konsep sistem terbuka ke dalam organisasi. Organisasi
dianggap sebagai bangunan sistem yang dibentuk oleh interaksi antara
input-output. Evaluasi terhadap output menghasilkan “energi” agar tetap
terjadi interaksi input-output (Mele & Pels, 2010). Organisasi juga menurut
Emery & Trist (1960) merupakan sistem yang mempertemukan bidang
sosial dan teknis atau disebut dengan Sosio-Technical system. Menurut
pemikiran ini organisasi terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen
sosial yaitu manusia, dan komponen teknis yaitu teknologi dan mesin (Mele
& Pels, 2010).
Ketika memandang organisasi sebagai sebuah sistem maka kemampuan
memimpin berfikir sistem harus diterapkan untuk mencapai tujuan secara
optimal. Di dalam organisasi terdapat permasalahan-permasalahan yang
berkembang menjadi kompleks dan rumit sehingga harus diselesaikan
dengan pendekatan sistem.
Perkembangan kompleksitas masalah dalam sistem dijelaskan oleh Gerald
Weinberg dalam bukunya An introduction to General System Thinking (1975)
yang membagi permasalahan sistem dalam organisasi dalam tiga kategori
yaitu 1) Organized simplicity; 2) Unorganized complexity; dan 3) Organized
complexity. Ketiga kategori sistem tersebut disajikan pada gambar berikut
ini (Leveson, 2011). Dari grafis terlihat bahwa permasalahan pada
organisasi memiliki dua dimensi yakni tingkat keacakan/random dan
tingkat kompleksitas/kesulitan. Tingkat random masalah menjelaskan
bahwa permasalahan pada organisasi akan mengalami penambahan
variasi/jenis sehingga organisasi akan cenderung bersifat acak dalam
mengendalikannya. Sedangkan tingkat kompleksitas masalah
menunjukkan bahwa permasalahan dalam organisasi akan mengalami
keterkaitan satu sama lain. Sehubungan dengan hal tersebut menurut
Leveson (2011) dalam system organisasi kemungkinan akan terjadi tiga
kondisi sebagai berikut:

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 56
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Waktu (t)

2. Unorganized complexity

Tingkat random masalah

3. Organized complexity

1. Organized simplicity

Tingkat kompekslitas masalah Waktu (t)

Gambar 8.1. Tiga Kategori Permasalahan dalam Sistem Organisasi


menurut Weinberg (1975) dalam Leveson (2011)

a. Masalah sederhana dan terkendali (Organized simplicity)


Pada kondisi ini, permasalahan belum bervariasi atau cenderung
homogen, dengan tingkat kompleksitas masih rendah. Organisasi dapat
menyelesaikan permasalahan pada kondisi ini dengan mudah, sehingga
dengan pendekatan reduksionis dapat diselesaikan.
Misalnya saat sebuah unit rawat jalan di RS yang baru saja dibuka,
tingkat random dan kompleksitasnya masih rendah dan mudah
dikendalikan oleh manajemen RS. Lambat laun sejalan dengan
perkembangan unit rawat jalan RS tersebut (yang ditandai dengan
penambahan pasien, jenis pelayanan, jumlah SDM, serta jumlah
sarana) permasalahan akan menjadi lebih heterogen dan kompleks.
Pada kondisi demikian, organisasi akan mengalami dua kemungkinan
yaitu 1) organisasi yang tidak dapat mengendalikan permasalahan
(unorganized complexity); dan 2) organisasi yang dapat mengendalikan
permasalahan (organized complexity).
b. Masalah kompleks dan tidak terkendali (Unorganized complexity)
Pada kondisi ini organisasi tidak mampu mengendalikan tingkat
random dan kompleksitas masalah. Umumnya yang dilakukan pelaku

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 57
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

organisasi pada kondisi ini adalah hanya melakukan pencatatan untuk


mengitung kuantitas permasalahan. Organisasi tidak melakukan
pengendalian atau analisis sehingga permasalahan dalam organisasi
memiliki potensi mengganggu aktivitas. Misalnya pada contoh unit
rawat jalan RS di atas, kondisi unorganized complexity terjadi ketika
pengelola dan petugas hanya melakukan pencatatan untuk mengetahui
jumlah kunjungan pasien atau jumlah kasus tanpa dilakukannya
analisis dalam rangka pengendalian ke depannya.
c. Masalah kompleks dan terkendali (Organized complexity)
Pada kondisi ini, organisasi bukan hanya melakukan pencatatan
namun juga melakukan analisis untuk menentukan jenis pengendalian
yang akan dilakukan. Dalam melakukan analisis masalah tersebut,
organisasi melihat permasalahan secara menyeluruh dari berbagai
aspek dan sudut pandang. Pada kondisi ini organisasi sudah
menerapkan pengendalian masalah secara holistic atau yang disebut
dengan system thinking (berfikir system). Misalnya pada contoh unit
rawat jalan RS di atas, pengelola atau kepala unit melakukan analisis
jumlah pasien untuk menentukan metode pengendaliannya agar tingkat
kepuasan pelayanan tidak menurun.
Perkembangan masalah organisasi dari sederhana menjadi kompleks
tersebut menghasilkan sistem organisasi yang kompleks. Seperti apakah
ciri-ciri sistem organisasi yang kompleks? Terdapat tujuh atribut dari
sistem yang kompleks yaitu (Castelle & Jaradat, 2016):
1. Kompleksitas (complexity), yaitu dalam sistem organisasi yang kompleks
terdapat keterhubungan yang tinggi antara sistem individu dengan
komponen teknis atau non-teknis dari sistem organisasi. Misalnya:
terdapat satu pekerjaan atau tugas yang membutuhkan interaksi yang
intens antara pekerja dengan alat kerjanya.
2. Integrasi (integration), yaitu proses elemen-elemen atau komponen-
komponen dalam sistem organisasi merupakan bagian integral dari
keseluruhan sistem yang menghasilkan sesuatu yang baru. Hasil
tersebut melebihi proses yang dilakukan masing-masing individu.
Misalnya: bila seorang karyawan yang mampu melayani seratus pasien
digabung dengan karyawan lain dengan kemampuan yang sama, maka
jika dijalankan dalam sistem organisasi yang kompleks hasilnya akan
melayani lebih dari dua ratus pasien.
3. Keterhubungan (interconnectivity), yaitu dalam sistem organisasi yang
kompleks terdapat sudut pandang yang secara potensial berbeda,
konflik pendapat, interaksi antara sistem perangkat keras dengan
komponen perangkat lunak, identitas sosial manusia dan kebudayaan,
interaksi antar manusia, serta pertambahan informasi dan orang-orang.
4. Ambiguitas (ambiguity), yaitu dalam sistem organisasi yang kompleks
terdapat pemahaman tentang perilaku dan struktur sistem yang sulit
diketahui, yang disebabkan oleh rendahnya perhatian terhadap fondasi
sistem (tujuan, batasan, struktur), yang dapat menimbulkan keraguan

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 58
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

dalam mengambil keputusan, bertindak, dan menginterpreasi


permasalahan.
5. Perkembangan (emergence), yaitu perilaku dan pola-pola dalam sistem
organisasi yang kompleks tidak dapat diprediksi dengan tepat, serta
tidak dapat dikaitkan dengan unsur-unsur sistem. Perilaku dan pola-
pola tersebut tampak nyata hanya ketika sistem beroperasional. Hal ini
disebabkan adanya ketidakpastian, tingkat interaksi yang tinggi,
ambiguitas, dan kompleksitas. Misalnya: manajemen ingin mengetahui
pola perilaku pasien dalam mengantri. Perilaku ini hanya dapat dilihat
saat terjadi pelayanan kepada pasien saja.
6. Ketidakpastian (uncertainty), perilaku dan pola-pola dalam sistem
organisasi yang kompleks sulit dipahami dan diantisipasi. Hal ini
disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak
tepat. Ketidakpastian dapat meningkatkan kompleksitas dan kejadian-
kejadian yang tidak biasa.
7. Pengembangan secara evolusi (evolutionary development), yaitu dalam
sistem organisasi yang kompleks terdapat sudut pandang berbeda-beda
dari stakeholders dan shareholders yang secara langsung atau tidak
langsung berkaitan dengan sistem, sehingga dapat menyebabkan proses
evolusi organisasi secara terus menerus.

LEARNING ORGANIZATION
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan organisasi
mengalami transformasi yang cukup radikal. Michael J. Marquardt dalam
bukunya berjudul “Building the Learning Organization” menggambarkan
transformasi organisasi dalam tabel 7.1 berikut (Marquardt, 2002).
Tabel 8.1. Transformasi Organisasi
Dimensi Old New
Tugas utama/penting Mengutamakan Mengutamakan
kebutuhan fisik kebutuhan mental
anggotanya anggotanya
Hubungan kerja Berlandaskan pada Dilaksanakan secara
hirarki dalam organisasi satu per satu (Peer to
peer)
Level organisasi Banyak tingkatan dalam Tingkatan dalam
organisasi organisasi sedikit
Struktur organisasi Menggambarkan fungsi Menggambarkan unit
dari unit dalam organisasi yang
organisasi multidisiplin
Batas-batas organisasi Memiliki garis batas Garis batas antar unti
yang tetap tidak jelas
Motivasi kompetisi Anggota organisasi Mengutamakan
berkompetisi dengan outsourcing & kerjasama
pola pertumbuhan dalam kompetisi
vertikal
Gaya manajemen Gaya kepemimpinan Gaya kepemimpinan
cenderung otokratik cenderung partisipatif

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 59
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Dimensi Old New


Budaya Mengaplikasikan budaya Antara pimpinan dan
kepatuhan tehadap anggota terikat
pimpinan komitmen untuk
pencapaian hasil
Orang-orang Memiliki latar belakang Memiliki latar belakang
yang homogen beragam
Fokus strategi Mengandalkan ffisiensi Mengandalkan inovasi
organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi

Tabel 8.1 menunjukkan bahwa perkembangan organisasi ke depan akan


lebih mengedapankan kemampuan mengelola mental, hubungan yang tidak
hirarkis, level organisasi yang tidak banyak, strukturnya multidisiplin,
batas-batas organisasi tidak jelas, mengedepankan kerjasama dan
outsourcing, gaya manajemen yang patisipatif, budaya yang mengutaman
komitmen dan hasil, pekerja yang beragam, dan mementingkan inovasi
dibanding efisiensi. Bentuk organisasi yang dapat mengakomodir kondisi
tersebut adalah Organisasi Pembelajar (Learning Organization).
Organisasi pembelajar (OP) atau Learning Organization merupakan solusi
bentuk organisasi yang disarankan untuk menghadapi kompleksitas dalam
organisasi. Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan reduksionis
(pendekatan yang membagi-bagi permasalahan ke dalam bagian-bagian
yang kecil, kemudian dirangkai kembali) sudah kurang relevan pada era
keterbukaan informasi saat ini. Dunia semakin terkoneksi secara masif dan
permasalahan semakin kompleks dan dinamis. Tidak terkecuali pada
bidang kesehatan. Website konsultasi dokter sekarang banyak ditemukan
sejak bisnis start-up menjamur, sehingga pasien tidak perlu datang ke
pelayanan kesehatan jika sekedar menanyakan kondisi kesehatan.
Organisasi pembelajar memiliki karakteristik sebagai berikut (Senge, 1990):
a. Anggotanya secara terus menerus mengembangkan kemampuan
dirinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pada era OP,
pemimpin mendukung pengikutnya untuk mengembangkan diri dan
berkreasi sesuai minatnya. Paradigma kepemimpinan yang
menghambat kreativitas pengikutnya sudah mulai ditinggalkan.
Google merupakan salah satu contoh perusahaan yang menerapkan
ciri-ciri organisasi pembelajar seperti ini, sehingga tumbuh menjadi
perusahaan yang besar dan mendunia.
b. Menerima pemikiran yang bersifat baru dan ekspansif. Pemimpin
pada era OP tidak mengekang pemikiran yang “nyeleneh”, justru
memeliharanya agar menjadi sesuatu yang produktif atau
berdampak positif. Paradigma kepemimpinan yang mengekang ide-
ide baru tidak akan terjadi pada organisasi pembelajar. Kalau kita
buka aplikasi perusahaan ojek online Go-jek maka muncul jenis
layanan/jasa yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh pelanggan atau
pesaing perusahaan ini. Awalnya hanya Go-ride dan Go-car, kini ada
Go-box, Go-send, Go-food, Go-massage dan sebagainya. Ada pula

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 60
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

layanan Go-med yang merupakan kolaborasi Gojek dengan 1000


apotek di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Bahkan perusahaan
ini berencana bekerjasama dengan kementerian keuangan untuk
melayani jasa pembayaran pajak. Inovasi produk/jasa ini tidak
mungkin ada jika organisasi mengekang kreativitas anggotanya.
c. Anggotanya diberi kebebasan menyampaikan pendapat/aspirasi
sehingga terjadi dialog. Pimpinan Organisasi Pembelajar tidak
melarang anggotanya bersama-sama menyampaikan aspirasi. Justru
aspirasi tersebut didengarkan dan dikembangkan ke arah yang
positif. Organisasi Pembelajar dihuni oleh pemimpin yang ingin
“mendengarkan” pengikutnya, bukan pemimpin yang ingin
“didengarkan” perintahnya. Sebagai contoh walikota Kediri secara
berkala pada tahun 2017 mengadakan acara “Kopi Tahu” sebagai
upaya untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Acara ini diadakan
secara berkala dan bergantian di kantor kelurahan yang ditunjuk.
Disamping itu dari kegiatan ini masyarakat dapat mengetahui
program-program yang diberikan oleh walikota seperti pelayanan
kesehatan, layanan psikolog gratis, dan beasiswa.
d. Anggotanya secara terus menerus mempelajari pembelajaran
yang dilakukan secara bersama-sama dan membentuk komunitas
pembelajar. Pada Organisasi Pembelajar, anggotanya secara
sukarela belajar bersama-sama (tidak individual) untuk
mendapatkan pembelajaran dalam rangka menyelesaikan masalah
mereka. Dalam kegiatan penelitian yang penulis ikuti tentang
penggunaan aplikasi P-Care BPJS Kesehatan di Puskesmas terdapat
salah satu Puskesmas yang secara sadar membentuk tim yang
secara bersama-sama mempelajari aplikasi tersebut, tanpa
menunggu sosialisasi atau pelatihan dari BPJS Kesehatan. Kondisi
ini membutuhkan pemimpin yang mampu mengajak dan mendorong
pengikutnya untuk belajar bersama-sama. Berbagai organisasi saat
ini cenderung melakukan pembelajaran secara bersama-sama
membentuk wadah yang disebut dengan Komunitas Pembelajar
(learning community).
Terlihat bahwa konsep Organisasi Pembelajar sangat menarik dan
mengesankan. Organisasi Pembelajar lahir untuk menggantikan
pendekatan klasik yang disebut dengan Controlling Organization atau
Organisasi Pengawasan yang syarat dengan pengendalian kepada bawahan.
Lalu apakah Organisasi Pembelajar dapat dijalankan? Senge (1990)
menyatakan secara psikologis ada dua alasan kenapa Organisasi
Pembelajar sangat mungkin dijalankan, antara lain:
1. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang senang belajar atau
makhluk pembelajar. Sejak lahir manusia belajar jalan, meraih
benda, berbicara, hingga ia bekerja dan telah lansia tetap melakukan
pembelajaran.
2. Pada dasarnya bagi manusia belajar bukanlah kebutuhan,
melainkan kecintaan terhadap obyek yang dipelajari. Kecintaan
terhadap pembelajaran menyebabkan manusia memiliki pengalaman

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 61
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

hidup yang dijadikan sebagai masukan untuk pencapaian tujuan.


Pengalaman-pengalaman yang dijalankan oleh orang/kelompok ini
sebenarnya adalah organisasi pembelajar.
Ketika mendengar teman baik Anda tidak lulus dalam satu mata kuliah,
tentu kita membayangkan kemalangan menimpa teman tersebut. Kegagalan
dalam belajar merupakan hal yang selalu dihindari oleh manusia termasuk
oleh Organisasi Pembelajar. Kegagalan ini disebut juga Learning Disability.
Ada organisasi yang sukses melakukan pembelajaran, tetapi banyak juga
yang gagal menjalankan pembelajaran. Seperti apa ciri-ciri organisasi yang
gagal dalam pembelajaran tersebut? Peter Senge menyebut ada tujuh
karakteristik organisasi yang gagal dalam pembelajaran:
a. Anggota organisasi hanya memikirkan tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing (I am on my position).
Menurut Senge (1990) kondisi ini dianalogikan dengan ungkapan “i am
on my position”. Setiap orang dalam organisasi dituntut untuk dapat
menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Namun organisasi tidak
mungkin menghindar dari perubahan di luar dirinya. Sehingga menurut
prinsip viablity dalam sistem (Hester & Kevin, 2014), setiap sistem dan
subsistem dalam organisasi harus bergabung dengan sistem dan
subsistem lain untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian organisasi yang gagal menjadi pembelajar, sebagian
besar anggotanya tidak mau memikirkan tujuan perusahaan yang lebih
luas. Misalnya seorang manajer pelayanan di RS sering mengalami
kesulitan menghadapi petugas kesehatan yang hanya mementingkan
posisinya dirinya saja. Dengan alasan kompetensi, tidak jarang petugas
kesehatan menolak menggantikan sementara petugas kesehatan yang
kebetulan sakit dan tidak hadir. Bahkan beberapa petugas kesehatan
tidak mau mempelajari disiplin dan area kerja di luar dirinya.
b. Anggota organisasi menganggap orang-orang di luar
lingkungan/komunitasnya adalah musuh atau pihak yang harus
dikalahkan (the enemy out there).
Organisasi Pembelajar merupakan sistem organisasi yang terbuka dan
dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian, orang-
orang yang berada di luar organisasi dengan berbagai perilakunya (ada
yang berkontribusi positif dan negatif) tidak bisa diabaikan. Organisasi
Pembelajar berupaya mendapatkan kontribusi positif dari orang-orang
di luar atau lingkungan sekitarnya.
Pada organisasi yang tidak melakukan pembelajaran, sebagian
anggotanya hanya berfokus pada posisi mereka sendiri, tidak
menyadari bahwa apa yang dilakukannya bisa mempengaruhi orang
lain di luar kelompoknya. Kemudian ketika apa yang dilakukan mereka
memberi dampak negatif bagi diri mereka sendiri, hal itu menurutnya
disebabkan orang lain di luar kelompok. Senge (1990) menganalogikan

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 62
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

kondisi ini dengan sebutan “the enemy out there” yang sebenarnya
merupakan konsekuensi dari sikap “i am on my position”.
Seringkali anggota kelompok membentuk “benteng” untuk melindungi
dirinya dan kelompok dari orang luar yang mereka anggap musuh.
Paradigma ini menyebabkan organisasi menjadi sekumpulan orang-
orang yang secara eksklusif hanya menerima masukan dari dalam
kelompoknya saja. Orang-orang yang ada di luar kelompok harus
dikalahkan dan mengikuti “permainan” mereka yang ada dalam
kelompok. Banyak organisasi dan perusahaan yang akhirnya tidak
mampu bertahan karena melihat organisasi/perusahaan lain sebagai
musuh bukan sebagai mitra.
c. Anggota organisasi terlihat seolah-olah proaktif namun sebenarnya
merupakan reaksi terhadap perlakuan yang diterima dirinya
(illusion taking charge).
Sikap reaktif pada dasarnya adalah tindakan yang bersifat pasif bukan
proaktif. Anggota yang reaktif umumnya hanya mementingkan
kepentingan dirinya. Misalnya terdapat anggota yang diam saja ketika
kebijakan yang menguntungkan dirinya diberlakukan, namun ketika
kebijakan tersebut mengganggu kepentingannya ia bertindak reaktif
yang “dibungkus” seolah-olah proaktif.
Proaktif merupakan prasyarat yang harus dimiliki Organisasi
Pembelajar. Sekali lagi, proaktif berbeda dengan reaktif yang lebih
bersifat pasif. Namun bila proaktif dilakukan karena untuk
menjatuhkan orang lain (“enemy out there”) maka hal ini bisa dikatakan
sebagai reaktif. Terdapat keinginan orang untuk beraksi namun tanpa
disadari membiarkan masalah menjadi sulit ditangani. Reaktif dianggap
juga memiliki kesamaan dengan defensif atau cenderung bertahan dan
menolak segala masukan. Organisasi yang bersifat reaktif hanya akan
menghabiskan energi dan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai
kesia-siaan. Senge (1990) menganalogikan kondisi ini dengan ungkapan
“the illusion taking charge”.
Sejak digulirkan Dana Desa oleh pemerintah, telah terbentuk Satgas
Dana Desa yang mengaudit penggunaan dana tersebut agar sesuai
dengan peruntukannya yang dilakukan secara acak. Pendekatan
selama ini dalam penggunaan dana adalah reaktif, yaitu pemerintah
memeriksa/mengaudit setelah ada laporan. Kalaupun dilakukan
audit/pengawasan secara proaktif tujuannya bukan untuk
memperbaiki sistem, tetapi lebih kepada reaksi terhadap situasi.
Hal ini juga terjadi pada pengawasan ketenagakerjaan termasuk
penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan.
Seorang anggota DPR dalam acara talkshow di TV mengkritik bahwa
pengawasan yang dilakukan Kemenaker terhadap penerapan K3
bersifat reaktif karena menunggu laporan dari perusahaan. Salah satu
dampak dari pengawasan yang reaktif adalah terbakarnya salah satu
pabrik petasan yang menyebabkan puluhan pekerja meninggal.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 63
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

d. Anggota organisasi hanya memikirkan akibat jangka pendek saja


dan malas menlaah akar penyebabnya (the fixation event).
Organisasi Pembelajar yang berlandaskan pemikiran sistem menyadari
bahwa setiap kejadian tidak datang dengan sendirinya, melainkan
timbul karena ada kejadian sebelumnya. Prinsip circular causality pada
sistem menyatakan bahwa setiap sistem akan memberikan dampak
kepada sistem lainnya. Sistem A akan berdampak pada sistem B.
Sistem B akan berdampak pada sistem C. Sistem C akan berdampak
pada sistem A dan seterusnya.
Organisasi yang tidak melakukan pembelajaran, sebagian anggotanya
hanya memikirkan penyelesaian masalah dalam jangka pendek.
Disamping itu bila ada permasalahan, tidak mau memikirkan akar
penyebabnya. Senge (1990) menganalogikan kondisi ini dengan
ungkapan “the fixation of event”.
Program kesehatan yang dijalankan suatu organisasi sering dijalankan
tanpa perencanaan jangka panjang. Ada anggapan bahwa masalah-
masalah kesehatan dapat diatasi hanya dengan memberi penyuluhan
kepada masyarakat atau petugas/kader kesehatan. Padahal
penyuluhan merupakan intervensi jangka pendek yang harus
ditindaklanjuti dengan upaya-upaya lainnya seperti pemberdayaan
masyarakat. Sehingga timbul kesalahpahaman bahwa pemberdayaan
masyarakat hanyalah kegiatan memberikan penyuluhan saja, tanpa
melakukan pendampingan agar masyarakat mampu menyelesaikan
masalahnya sendiri. Terdapat pula kecenderunagn program kesehatan
yang dijalankan “as usual” atau hanya menggugurkan kewajiban saja
dan malas melakukan evaluasi serta perencanaan yang sifatnya jangka
panjang.
Contoh lain pada dunia akademik. Seringkali mahasiswa saat
menjelang ujian memohon “kisi-kisi” soal. Diharapkan agar dosen
memberitahu jenis pertanyaan yang akan keluar saat ujian sehingga
mahasiswa hanya fokus belajar pada kisi-kisi tersebut. Pembelajaran
adalah proses yang panjang. Seorang bijak mengatakan “ketika tujuan
belajar adalah memperoleh nilai A, maka Anda hanya dapat nilai A.
Tetapi Anda akan mendapat hikmah dari ilmu, jika tujuan belajar Anda
adalah memperoleh ilmu”. Begitu pula, pemimpin yang terjebak pada
pemikiran jangka pendek akan kehilangan momentum untuk
memajukan organisasinya.
e. Anggota organisasi terlena dalam zona nyaman (the parable of
boiled frog).
Zona yang nyaman menyebabkan anggota organisasi tidak memiliki ide-
ide dan pemikiran yang kreatif serta tidak menerima perubahan.
Misalnya: terdapat unit pelayanan kesehatan yang tidak mau menerima
penerapan sistem layanan secara online karena dianggap akan
mempersulit diri.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 64
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Prinsip dynamic equilibrium pada sistem menjelaskan bahwa setiap


organisasi akan mengalami “gangguan” dari luar dan akan kembali ke
kondisi stabil. Meski dalam kondisi stabil, kondisi di luar sistem tetap
dinamis dan akan terus mengalami perubahan. Organisasi pembelajar
berusaha melakukan inovasi dan keluar dari kondisi stabil atau “zona
nyaman”.
Kita bisa belajar dari kondisi yang dihadapi katak. Seekor katak akan
lompat ketika dimasukkan ke dalam panci berisi air panas. Namun
katak akan terlena ketika dimasukkan ke dalam panci berisi air dingin,
kemudian dipanaskan di atas kompor. Katak yang nyaman dengan air
dingin tidak menyadari bahwa air tersebut lama-kelamaan mendidih
dan akhirnya tidak sanggup untuk melompat. Katak ini terjebak dalam
zona nyaman. Sehingga Senge (1990) menganalogikan kondisi ini
dengan ungkapan “the parable of boiled frog”.
Saat berkumpul dengan teman dalam organisasi sering terlontar kata-
kata “mumpung masih lama, santai saja”. Pada akhirnya tidak disadari
bahwa waktu berjalan terus dan kita tidak memiliki waktu untuk
mempersiapkan diri. Akhirnya menghadapi satu peristiwa dengan
modal apa adanya. Sebaiknya jangan terlalu lama memelihara zona
nyaman.
Sebelum diterapkan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS
Kesehatan, Universal Health Coverage (UHC) atau kondisi yang
menunjukkan seluruh rakyat Indonesia mendapatan akses terhadap
pelayanan kesehatan sangat rendah. Kondisi saat itu menggambarkan
pelayanan kesehatan hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki
uang. Berpuluh-puluh tahun penyelenggara pelayanan kesehatan
(terutama RS) berada dalam comfort zone yaitu melayani upaya
pengobatan (kuratif) kepada masyarakat yang memiliki sumberdana,
dengan mengesampingkan upaya promotif dan preventif. Dampaknya
derajat kesehatan masyarakat terutama pada rakyat miskin masih
rendah.
f. Anggota organisasi menerapkan pengalaman dari luar tanpa
melakukan analisis terhadap ketersesuaian dengan lingkungan
organisasi (the delusion of learning from experience).
Prinsip information redundancy pada sistem menyatakan bahwa
organisasi akan “dibanjiri” dengan duplikasi informasi yang bisa
memberi dampak negatif dan positif. Jika bisa dikelola dengan baik
maka informasi ini akan membawa pengaruh positif bagi organisasi.
Informasi-informasi tersebut timbul akibat adanya kegiatan yang
dilakukan organisasi, yang disebut dengan pengalaman. Organisasi
Pembelajar berusaha mendapatkan pembelajaran dari pengalaman yang
didapat dan diupayakan diperolah secara langsung. Namun demikian,
tidak selamanya tindakan yang dilakukan berdasarkan pengalaman
akan membawa dampak yang baik bagi orang lain.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 65
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Seringkali organisasi mengambil pelajaran dari pengalaman organisasi


lainnya, bukan pengalaman secara langsung. Pemimpin kadang tidak
mau atau malas melakukan kajian mendalam sebelum pengalaman
orang lain diterapkan di organisasinya. Senge (1990) menganalogikan
kondisi ini dengan ungkapan “the delussion of learning from experience”.
Apa yang terbaik bagi organisasi lain, belum tentu baik bagi organisasi
sendiri.
Seringkali untuk menyikapi kegagalan di unit pelayanan yang
dipimpinnya, seorang manajer unit mengambil jalan pintas dengan
meng-copy paste keberhasilan yang dilakukan oleh pelayanan lain
tanpa mau melakukan uji kelayakan. Padahal keberhasilan tersebut
belum tentu dapat diterapkan dan memberikan hasil yang sama pada
organisasi yang dipimpinnya.
g. Anggota organisasi mengandalkan atau mempercayakan seluruh
pencapaian tim kepada jajaran pimpinan dan manajemen (the myth
of management team).
Dalam pendekatan sistem, terdapat prinsip yang disebut dengan
suboptimization. Menurut prinsip ini meskipun organisasi memiliki tim
yang dianggap optimal, namun hasilnya belum tentu maksimal. Sebuah
organisasi yang berisi jajaran manajemen yang cerdas, berpengalaman,
dan ahli di bidangnya sering dianggap sebagai “dream team”.
Kenyataannya ini adalah mitos yang menyesatkan. Senge (1990)
menganalogikan kondisi ini dengan ungkapan “the myth of management
team”.
Pelayanan kesehatan yang dikelola oleh manajemen yang dianggap
canggih (berisi orang-orang cerdas lulusan universitas ternama,
berpengalaman di perusahaan multinasional) seringkali kandas di
tengah jalan. Program kesehatan yang didesain oleh konsultan
berpengalaman di luar negeri sering dianggap akan membawa hasil
yang memuaskan. Budaya “mencitrakan” tim manajemen sebagai the
dream team tidak mencerminkan Organisasi Pembelajar, karena
kemauan belajar atau mengembangkan diri pada pengikutnya yang
berada di level bawah menjadi rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh
lemahnya rasa memiliki anggota terhadap organisasinya atau gaya
kepemimpinan otoriter yang dijalankan sehingga keterlibatan anggota
sangat kurang.

KEBUTUHAN LEARNING ORGANIZATION


Marquardt (2002) mengidentifikasi ada delapan hal yang melatarbelakangi
perlunya atau dibutuhkannya organisasi pembelajar, antara lain:
1. Globalisasi dan ekonomi global
Tidak dapat dihindari bahwa era globalisasi sudah menguasai hidup
masyarakat. Saat ini lebih mudah mendapatkan teman atau kolega dari

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 66
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

berbagai belahan dunia berkat perkembangan teknologi informasi.


Organisasi di bidang kesehatan tidak bisa lepas dari globalisasi yang
terjadi di bidang kesehatan. Globalisasi bukan hanya menyangkut
kemudahan tenaga kesehatan asing bekerja di Indonesia, atau namun
juga terjadi perubahan pada pola penyakit.
Akhir Oktober 2017 Indonesia menyelenggarakan Konferensi Kesehatan
Global yang lebih menitikberatkan pada keamanan terhadap serangan
emerging infectious disease untuk mencegah penyebaran penyakit
infeksi dari satu belahan dunia ke belahan dunia lain, dan untuk
pertama kalinya pertahanan terhadap penyakit menular melibatkan
militer. Sebuah studi kolaborasi antara WHO, World Bank, dan WMO
mengatakan bahwa perubahan iklim menjadi salah satu masalah
kesehatan global, antara lain gelombang panas (heat wave). Pemanasan
global bukan hanya menyebabkan kematian akibat suhu yang tinggi,
namun juga menyebabkan penyebaran penyakit seperti DBD,
schistosomiasis, polusi udara akibat pembakaran bahan bakar fosil,
dan kegagalan panen.
Dengan demikian, globalisasi berkontribusi terhadap adanya
kompleksitas dan kejadian-kejadian yang sulit dikontrol yang hanya
dapat diatasi dengan cara berfikir sistem dalam organisasi pembelajar.
2. Teknologi
Perubahan teknologi yang cepat menyebabkan tempat kerja menjadi
lebih virtual dibanding fisik. Tahun 1990an sudah diramalkan bahwa
pada abad 21 akan ada virtual office yaitu kantor yang dapat
dikendalikan dari belahan dunia dengan teknologi internet. Proses
rekrutmen dan seleksi juga terjadi secara virtual melalui aplikasi atau
email dan calon karyawan tidak perlu menginjak gedung kantor.
Teknologi telemedicine juga telah mengubah konsultasi dokter dengan
pasien menjadi virtual. Beberapa rumah sakit dan klinik swasta di
Jakarta telah mengaplikasikan teknologi ini. Beberapa pekerjaan medis
saat ini sudah mengandalkan teknologi robotic untuk akurasi dan
kecepatan tindakan. Bukan tidak mungkin, sebagian fungsi tenaga
kesehatan masyarakat dalam pengawasan kondisi kesehatan di
berbagai lingkungan akan digantikan dengan teknologi drone.
Perubahan teknologi meyebabkan pemimpin organisasi bukan hanya
dapat mengelola sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya, akan
tetapi harus mampu mengelola berbagai ilmu pengetahuan secara
efisien dalam organisasi pembelajar.
3. Pergeseran radikal pada dunia kerja
Dunia kerja telah mengalami perubahan yang radikal. Banyak
perusahaan yang menggunakan telekonferensi untuk melakukan
kegiatan pertemuan atau meeting di kantor, sehingga memangkas biaya
transportasi. Beberapa perusahaan menawarkan teknologi webinar

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 67
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

yaitu seperangkat alat yang digunakan untuk menyelenggarakan


seminar atau pelatihan jarak jauh.
Perkembangan ke depan, kunci utama keberhasilan bisnis pada
perusahaan bukan lagi pada modal usaha, sumberdaya manusia, atau
fasilitas. Namun keberhasilan tersebut akan diukur dari pengetahuan
(knowledge), informasi, dan ide-ide yang dimiliki perusahaan. Ke depan,
makin dibutuhkan pelayanan kesehatan yang spesifik pada bidang
tertentu. Akan banyak dibutuhkan rumah sakit khusus dan klinik-
klinik khusus, sehingga saat ini bermunculan Klinik Hemodialisa,
Klinik Sunat, Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, dan sebagainya.
4. Meningkatnya pengaruh pelanggan
Di masa mendatang, peran pelanggan akan semakin sentral. Organisasi
atau perusahaan yang mengabaikan kebutuhan pelanggan akan
ditinggalkan secara perlahan-lahan. Bahkan dalam pelayanan BPJS
Kesehatan, ada kebijakan yang membebaskan pasien memilih
pelayanan kesehatan dan pindah ke pelayanan kesehatan jika kurang
puas dalam pelayanan. Dampaknya kebutuhan akan mutu pelayanan
semakin meningkat. Pemerintah melalui Kemenkes menerapkan
akreditasi sebagai standar mutu bagi seluruh pelayanan kesehatan
termasuk Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah.
Implikasinya adalah organisasi harus memperolah informasi yang
sebanyak-banyaknya tentang kualitas pelayanan melalui penggalian
atau survey kepuasan. Setiap ada keluhan pasien, organisasi pelayanan
kesehatan harus mengambil pelajaran dan melakukan continues
improvement atau perbaikan terus menerus.
5. Berkembangnya pemikiran bahwa ilmu pengetahuan dan
pembelajaran sebagai aset organisasi
Nilai perusahaan saat ini dinilai bukan dari aset fisik seperti modal,
peralatan, gedung dan sebagainya, melainkan pada pengelolaan
knowledge yang menghasilkan inovasi dan kemauan karyawannya
untuk melakukan pembelajaran. Dengan demikian kunci bersaing ada
pada inovasi.
Majalah Forbes merilis 10 besar orang kaya di Amerika Serikat pada
tahun 2018 yang lima diantaranya adalah pemilik perusahaan yang
mengandalkan inovasi yaitu Bill Gates (Microsoft), Jeff Bezos (Amazon),
Mark Zuckerberg (Facebook), Larry Page (Google), dan Sergey Brin
(Google). Hal ini menunjukkan adanya transformasi bahwa perusahaan
besar telah bergeser dari perusahaan manufaktur yang mengandalkan
aset fisik (Toyota, Hewlett Packard, Exxon, dsb) ke perusahaan start-up
yang mengandalkan aset mental seperti inovasi.
6. Perubahan pada peran dan harapan pekerja
Dunia sedang mengalami perubahan dari era industri ke era ilmu
pengetahuan yang berdampak pada peran dan harapan tenaga kerja.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 68
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Pekerja makin memiliki kebebasan untuk menentukan hak dan


kesejahteraannya. Dalam sejarah ketenagakerjaan di Indonesia, baru
beberapa tahun ini ada kewajiban seluruh perusahaan mendaftarkan
karyawannya menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan, termasuk
penetapan hari libur nasional pada setiap tanggal 1 Mei.
Adanya BPJS Ketenagakerjaan juga menuntut perusahaan atau
organisasi menerapkan learning organization seperti adanya upaya
untuk lebih meningkatkan kompetensi dokter perusahaan dalam
mendiagnosa penyakit akibat kerja. Kosekuensinya dokter perusahaan
harus benar-benar paham dan mau mempelajari kriteria umum
penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pajanan di lingkungan
kerja.
7. Keragaman dan mobilitas di tempat kerja
Globalisasi yang terjadi pada saat ini menyebabkan tingginya
keanekaragaman pekerja dari berbagai latar belakang seperti
kewarganegaraan, pendidikan, budaya, dan sebagainya, tidak terkecuali
pada tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan asing yang masuk ke
Indonesia saat ini masih didominasi oleh tenaga medis dokter.
Implikasinya adalah perusahaan atau organisasi harus mampu
menampung perbedaan-perbedaan yang ada pada tenaga kerja mereka.
Dikembangkan budaya untuk saling mengenal dan memahami latar
belakang masing-masing pekerja. Hal ini akan terjadi bila perusahaan
menerapkan learning organization.
8. Peningkatan perubahan dan kompleksitas yang cepat
Prof Rhenald Khasali akhir-akhir ini sering menjelaskan tentang era
disruptif yaitu era yang mengharuskan setiap perusahaan melakukan
hal yang bersifat sustaining inovation atau inovasi yang dapat
menciptakan pasar (pelanggan) baru. Dengan demikian perusahaan
harus terbuka dengan segala perubahan. Ciri-ciri era disruption adalah
perubahan yang datang begitu cepat dan permasalahan yang semakin
kompleks.
Learning organizaton yang baik dikelola oleh pemimpin yang mau
menghadapi perubahan dan ada kemauan untuk bekerja dengan
kompleksitas yang tinggi. Hal ini disebabkan mereka yang mengelola
learning organization merupakan orang-orang yang sadar akan
pentingnya informasi dan pembelajaran, sehingga mereka selalu siap
dengan kondisi apapun.

MODEL LEARNING ORGANIZATION


Melihat kondisi-kondisi yang menuntut kebutuhan akan Organisasi
Pembelajar tersebut, maka perlu disusun model organisasi yang tepat.
Menurut Marquardt (2002) model Organisasi Pembelajar terdiri dari lima
subsistem yang saling berhubungan satu sama lain yaitu learning

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 69
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

(pembelajaran), organization (organisasi), people (orang-orang), technology


(teknologi), dan knowledge (pengetahuan/sains). Lihat gambar 7.2 berikut.

Organization

Knowl
People
edge

Technology

Gambar 8.2. Model Sistem Organisasi Pembelajar

1. Subsistem Learning (Pembelajaran)


Susbsistem ini merupakan subsistem utama dari sistem organisasi
pembelajaran. Aktivitas pembelajaran dapat dilakukan oleh 3 level yang
berbeda yaitu:
a. Pembelajaran level individu (individual learning)
Pembelajaran yang dilakukan oleh individu umumnya berupa
peningkatan keterampilan, pemahaman, pengetahuan, sikap dan
nilai-nilai yang dibutuhkan, dan diperoleh melalui belajar mandiri,
instruksi berbasis teknologi, dan observasi.

b. Pembelajaran level kelompok/tim (group or team learning)


Pembelajaran yang dilakukan oleh kelompok/tim meliputi
peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang
diperoleh melalui atau bersama dengan kelompok/tim.

c. Pembelajaran level organisasi (organizational learning)


Pembelajaran yang dilakukan pada level organisasi digambarkan
melalui peningkatan kemampuan secara intelektual atau
produktivitas melalui komitmen untuk perbaikan
berkesinambungan dalam organisasi.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 70
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Pendekatan pembelajaran dapat dilakukan dengan tiga metode berikut:


 Adaptive learning yaitu cara pembelajaran berdasarkan pengalaman
dan kemudian melakukan modifikasi berdasarkan pengalaman
tersebut. Misalnya seorang anggota organisasi pernah mengepalai
suatu program kesehatan, maka ia dapat mensintesis
pengalamannya tersebut menjadi suatu pembelajaran.
 Anticipatory learning yaitu proses pembelajaran yang diperoleh
dengan membuat peramalan/prediksi terhadap berbagai kejadian di
masa depan. Misalnya: membuat prediksi tentang penyebaran
penyakit Kaki Gajah dan mengambil pembelajaran dari hasil
peramalan tersebut.
 Action learning yaitu proses pembelajaran berdasarkan kegiatan yang
dilakukan saat ini. Misalnya: dengan melakukan evaluasi program
STBM maka akan dhasilkan pembelajaran tentang budaya
masyarakat serta intervensi yang terbaik.
Dalam hal ini adal lima keterampilan yang dibutuhkan untuk memulai
atau memaksimalkan Organisasi Pembelajaran, yakni: systems thinking
(berfikir sistem), mental models (model mental), personal mastery
(penguasaan diri), self-directed learning (pembelajaran mandiri), dan
dialogue (dialog). Pembahasan secara lengkap tentang keterampilan ini
akan dijelaskan pada bab Kepemimpinan Organisasi Pembelajar.
2. Subsistem Organisasi

Organisasi merupakan subsistem dari learning organization yang


sebagai wadah bagi berjalannya Organisasi Pembelajar. Subsistem ini
terdiri dari empat komponen: visi, budaya, strategi, dan struktur.
Visi memberi arahan kemana organisasi akan berjalan. Dalam
menjalankan tugas dan kegiatanya, organisasi tidak lepas dari budaya
yang berlaku seperti segala nilai-nilai, kepercayaan, tradisi, ritual, atau
adat istiadat. Untuk menjalankan visi, organisasi juga membutuhkan
strategi yang merupakan rencana aksi, metodologi, taktik, dan langkah-
langkah yang harus diambil. Strategi tersebut dijalankan oleh seluruh
departemen, level, atau bagian dalam organisasi yang disebut dengan
struktur.
3. Subsistem people (orang-orang atau personel)
Subsistem ini adalah para stakeholder yang memiliki kepentingan
dengan organisasi, yang terdiri dari: karyawan, pelanggan, partner
bisnis, supplier, komunitas, dan manajemen/pimpinan. Sehingga
subsistem people merupakan orang-orang yang menggerakkan atau
berperilaku agar Organisasi Pembelajar dapat berjalan.
4. Subsistem knowledge (pengetahuan)
Subsistem ini berfungsi mengelola pengetahuan/ilmu pengetahuan
yang dibutuhkan dan dihasilkan oleh organisasi. Subsistem knowledge

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 71
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

yang terdiri dari enam elemen, antara lain: acquition (akuisisi), creation
(kreasi), storage (penyimpanan), analysis and data mining (analisa dan
pengolahan data), transfer and dissemination (transfer dan
penyampaian), dan application and validation (aplikasi dan validasi).
 Acquition adalah proses mengumpulkan data dan informasi yang ada
baik dari dalam atau luar perusahaan. Misalnya: Puskesmas
melakukan kegiatan observasi lapangan untuk mengetahui
prevalensi penyakit tidak menular pada masyarakat perkotaan dan
dibarengi dengan analisis terhadap kunjungan pasien di poli
Penyakit Tidak Menular (PTM).
 Creation adalah proses penciptaan pengetahuan dari berbagai riset
atau studi. Misalnya: Misalnya: perguruan tinggi bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan melakukan penelitian bersama untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab masyarakat tidak melakukan
pembayaran iuran JKN. Dari studi ini bukannya dihasilkan
pengetahuan dalam rangka pembelajaran, namun juga dihasilkan
usulan intervensi agar masyarakat rutin membayar iuran JKN.
 Storage adalah proses memberi identitas/kode dan menempatkan
berbagai ilmu pengetahuan agar dapat dengan mudah diakses oleh
karyawan atau anggota organisasi. Misalnya: peran perpustakaan
yang ada di rumah sakit besar atau beberapa perusahaan yang
peduli dengan pengelolaan informasi pengetahuan (knowledge
management) memberi kesempatan pada karyawan untuk mengakses
ilmu pengetahuan dalam rangka pembelajaran.
 Transfer and dissemination adalah proses perpindahan informasi dan
ilmu pengetahuan baik secara mekanis, elektronis atau interpersonal
baik yang intens maupun tidak intens pada organisasi. Untuk
menjalankan proses ini organisasi dapat melakukannya dengan
melakukan pertemuan rutin membahas perkembangan terkini dalam
bidang yang digeluti organisasi tersebut.
 Application and validation adalah penggunaan dan penilaian ilmu
pengetahuan oleh anggota organisasi. Misalnya: organisasi
menerapkan metode penilaian anggota/karyawan yang terbaru serta
dilakukan penilaian (validasi) apakah metode tersebut cocok
digunakan dalam lingkup organisasi.
5. Subsistem teknologi
Subsistem teknologi berfungsi memberikan dukungan, dan sebagai alat
dalam mengintegrasikan jaringan teknologi dan informasi yang
memungkinkan terjadinya akses dan pertukaran informasi dan
pembelajaran. Teknologi dalam Organisasi Pembelajar digunakan
untuk:
a. Mengelola ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan teknologi
berbasis komputer dengan mengumpulkan, koding, menyimpan,
dan mentransfer informasi dalam organisasi dan dunia luar
b. Meningkatkan pembelajaran yang meliputi pelatihan dengan
menggunakan video, audio, dan multimedia berbasis komputer.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 72
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

LATIHAN SOAL
1. Identifikasi sebuah organisasi yang ada di sekitar Anda (misal: kampus,
perusahaan, organisasi kemahasiswaan) apakah telah sesuai dengan
paradigma organisasi saat ini, seperti yang dirumuskan oleh Marquardt
(2002).
Nama Organisasi: .................................................................
Dimensi Keterangan
Tugas utama/penting
Hubungan kerja
Level organisasi
Struktur organisasi
Batas-batas organisasi
Motivasi kompetisi
Gaya manajemen
Budaya
Orang-orang
Fokus strategi

2. Isilah dengan Benar pada pernyataan di bawah ini jika sesuai dengan
ciri-ciri Organisasi Pembelajar, dan Salah jika tidak sesuai dengan ciri-
ciri Organisasi Pembelajar
a. Karyawan sebuah Puskesmas selalu aktif mengikuti pelatihan yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Setempat (................)
b. Kepala Dinas Kesehatan kota A selalu menolak usulan yang
diberikan oleh bawahannya (.................)
c. Dalam rapat rutin bulanan, manajer SDM sebuah RS selalu
meminta pada Supervisor menyampaikan permasalahan yang
dihadapi (............)
d. Staff bagian keuangan di sebuah klinik berpendapat bahwa untuk
mempelajari program/aplikasi akuntansi yang baru harus diberikan
oleh instruktur handal (...........)

3. Cocokkan pernyataan di kolom kiri tabel dengan pernyataan di kolom


kanan tabel yang sesuai
Tim K3 perusahaan yakin akan
tercapai zero accident pada tahun I’m on my position
ini karena dipimpin oleh manajer

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 73
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

K3 yang pintar dan berpengalaman


Seorang pegawai Puskesmas
pemegang program Pencegahaan
Penyakit Menular tidak pernah
The enemy out there
memonitor kondisi lingkungan
karena angka kesakitan diare
menurun
Apotik ABC mengadopsi pemakaian
sistem informasi apotik mengikuti
apotik pesaing yang ada The ilussion taking charge
didekatnya tanpa
memperhitungkan kemampuannya
Karyawan bagian pelayanan rawat
jalan tidak mau peduli dengan
The fixation of event
pasien yang menggunakan
pelayanan rawat inap
Pimpinan bagian keselamatan kerja
di RS selalu mencari-cari siapa
yang salah jika ada kecelakaan The parable of boiled frog
kerja, tanpa mau menginvestigasi
penyebabnya
Karyawan bagian lab. klinik
menyalahkan bagian Customer
The delussion of learning from
Service jika ada komplain hasil
experience
pemeriksaan yang lama, yang
disebabkan oleh mesin yang rusak
Seorang petugas kurir tanpa
diperintah langsung mengantar
barang ke rumah pelanggan yang The myth of management team
dekat, karena takut mendapat
tugas mengantar yang jauh

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 74
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

BAB 9 – Kepemimpinan Organisasi Pembelajar

Senge (1990) mempelajari dengan baik proses penemuan pesawat terbang


oleh Wright bersaudara, dan dimulainya pembuatan pesawat secara
komersial oleh perusahaan manufaktur besar, McDonald Douglas.
Perusahaan ini menghasilkan pesawat dengan merek dagang “DC” dan
“Boeing”. Senge melihat bahwa terciptanya pesawat komersil tersebut
diperoleh melalui disiplin Organisasi Pembelajar (disciplines of organization
learning).
Untuk itu dibutuhkan karakter kepemimpinan yang dapat mengakomodir
penerapan Organisasi Pembelajar. Karakteristik organisasi pembelajar
menurut Senge (1990) ada lima yaitu: 1) Systems thinking; 2) Personal
mastery; 3) Mental models; 4) Shared vision; dan 5) Team learning.
Kelima karakter tersebut pada dasarnya adalah disiplin. Mengapa disebut
“disiplin” ? Seperti dinyatakan Peter Senge, istilah “disiplin” mengacu
kepada tindakan-tindakan dan tuntunan yang selalu dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi bukan suatu perbuatan yang dilakukan untuk
tujuan tertentu saja. Ketika mahasiswa ingin menjalankan pembelajaran
hanya menjelang ujian akhir saja, maka hal ini bukan disiplin. Displin
pembelajar dijalankan kapan saja, tanpa memandang adanya kegiatan
ujian akhir.

SYSTEM THINKINGS (BERFIKIR SISTEM)


Karakter ini sudah dibahas secara mendalam pada Bab 4 tentang Berfikir
Sistem. Berfikir sistem adalah melihat permasalahan sebagai keseluruhan
dalam sistem organisasi atau tidak terpecah-pecah menjadi bagian atau
elemen yang lebih kecil.
Konsep tentang berfikir sistem hadir berdasarkan pepatah yang
menyatakan bahwa “the whole is greater than the sum of its parts”. Artinya
ketika elemen-elemen dalam organisasi/sistem digabungkan maka akan
menghasilkan penjumlahan yang lebih besar. Secara matematis dapat
diekspresikan sebagai berikut: 5 + 6 + 7 + 8 > 26, hasil dari penjumlahan
menggunakan tanda “>” bukan “=” yang menunjukkan lebih besar dari.
Dalam konteks organisasi, jika beberapa orang dengan kualitas yang
berbeda berkumpul membentuk organisasi maka kualitas yang dihasilkan
tidak linier.

PERSONAL MASTERY (PENGUASAAN DIRI)


Organisasi pembelajar dapat berjalan jika digerakkan oleh pemimpin yang
dapat menguasai diri atau mampu mengontrol dirinya sendiri untuk
berbuat baik. Seseorang yang mampu menguasai diri umumnya paham
akan kekuatan dan kelemahan dirinya, sehingga mampu menangkap

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 75
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

peluang serta menahan ancaman yang datang pada dirinya dan organisasi.
Pengusaan diri memerlukan satu kemampuan yang disebut dengan
kecerdasan emosional, bukan hanya kecerdasan intelektual saja.
Dalam bukunya yang berjudul “Fifth Discipline”, Peter M. Senge (1990)
menyatakan bahwa kemampuan personal mastery merupakan disiplin
utama yang harus dimiliki pemimpin untuk menjalankan kepemimpinan
berfikir sistem. Personal Mastery juga merupakan dasar-dasar dalam
membentuk organisasi pembelajar.
Personal mastery terdiri dari dua kata yaitu Personal dan Mastery yang
keduanya memiliki arti berbeda. Dalam kamus Oxford Online kata
“Personal” mengandung pengertian sebagai berikut: 1) kepemilikan atau
sesuatu yang mempengaruhi seseorang, bukan orang lain, termasuk
perbuatan atau sesuatu yang dihasilkan oleh seseorang, serta 2) kehidupan
pribadi dan emosional seseorang, termasuk karakter, penampilan yang
sifatnya tertutup. Sementara kata “Mastery” mengandung arti sebagai
berikut: 1) pengetahuan dan kemampuan yang lengkap pada suatu obyek
atau kegiatan tertentu; dan 2) kemampuan mengawasi seseorang atau
sesuatu.
Sehingga menurut Senge (1990) pengertian mastery bukan hanya mampu
mendominasi keadaan namun juga memiliki tingkat kemampuan khusus.
Seseorang yang master dalam ilmu kesehatan masyarakat bukan berarti ia
menguasai orang-orang dengan kemampuan biasa, namun memiliki tingkat
kemampuan yang lebih tinggi. Personal mastery menurut Senge (2009)
adalah kemampuan seseorang untuk:
1. Secara terus-menerus menentukan dan menghayati visi pribadinya
2. Mengumpulkan energi pribadi
3. Mengembangkan kesabaran
4. Melihat tujuan secara obyektif
Orang yang memiliki personal mastery yang tinggi selalu mengutamakan
perkembangan pribadi dan selalu melakukan pembelajaran. Sehingga
karakteristik seseorang yang memilki personal mastery tinggi antara lain:
a. Selalu memulai dengan memikirkan apa yang sudah ia lakukan
untuk orang lain (introspeksi diri), dibanding memikirkan kesalahan
orang lain. Tanpa adanya personal mastery, maka seseorang akan
menjadi reaktif dan selalu berfikir bahwa kesalahan pasti datang
akibat perbuatan orang lain.
b. Ketika mendapat masalah, yang pertama kali dipelajari adalah
kenapa ia berada dalam lingkaran masalah ini. Kondisi ini
memungkinkan dirinya dapat mengatasi masalah dengan segera.
c. Berusaha untuk jujur dalam melihat permasalahan. Dirinya tidak
terlibat dalam kepura-puraan, seolah-olah segalanya sudah berjalan
dengan baik.
d. Mampu menciptakan dan menjaga tekanan/kecenderungan untuk
berkreasi atau creative tension.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 76
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

e. Secara terus menerus mengembangkan kemampuan untuk


menghasilkan sesuatu yang diinginkannya dalam hidup, yang
merupakan pengertian hakiki dari “Learning”.
Untuk mewujudkan personal mastery pada diri seseorang dibutuhkan
usaha yang keras. Berbagai hambatan akan dihadapi seseorang baik secara
personal maupun organisasi untuk menjalani personal mastery. Hambatan-
hambatan tersebut antara lain:
1. Pandangan sinisme (cynicism). Terdapat beberapa orang yang
memiliki pandangan sinis terhadap personal mastery. Biasanya
adalah dari orang-orang yang mengalami frutrasi akibat idenya tidak
terwujud dalam perusahaan. Disamping itu sinisme muncul dari
orang-orang yang telah nyaman dengan manajemen yang ada.
2. Takut dengan perubahan. Salah satu hambatan utama dalam
penerapan personal mastery adalah takut akan berbagai peruabahan
yang akan terjadi. Takut akan perubahan umumnya ada pada orang-
orang yang tidak memiliki kesiapan diri dan kurang meningkatkan
kompetensi dirinya.
Untuk mewujudkan pribadi yang memiliki disiplin personal mastery,
beberapa hal berikut ini sebaiknya dijalankan yaitu memiliki visi pribadi
dan menjaga kreativitas.
Visi pribadi adalah tujuan hidup yang datang dari dalam pribadi seseorang.
Misalnya “saya ingin menghabiskan masa tua saya dengan selalu
bersedekah” atau “saya akan terus mencari ilmu dan membagi keilmuan
saya kepada siapapun”. Berbeda dengan goals atau sasaran yang timbul
karena adanya tuntutan dari lingkungan, personal vision ada karena murni
dari keinginan pribadi. Ketika seseorang memutuskan untuk melanjutkan
perguruan tinggi sebagai syarat mendapatkan pekerjaan, maka itu adalah
goals/sasaran, bukan personal vision. Seseorang telah memiliki personal
vision jika telah memiliki tujuan hidup yang memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Timbul dari dalam pribadi, bukan karena tuntutan lingkungan atau
seseorang
b. Selalu terfokus pada tujuan tersebut, meski megalami hamba
c. Dapat tercapai dan konkret
Antara visi yang akan dicapai dengan kondisi saat ini terdapat kesenjangan
yang disebut dengan creative tension. Seseorang yang memiliki personal
mastery berupaya agar tetap menjaga jarak antara visi dengan kondisi saat
ini, karena dalam creative tension terdapat energi untuk mencapai visi
seseorang. Seorang mahasiswa memiliki visi menjadi sarjana dengan nilai
terbaik. Saat di pertengahan kuliah, ia mengalami berbagai macam kendala
sehingga memperlebar creative tension (jarak antara visi dengan kondisinya
saat ini). Untuk mencapai visinya tersebut ada dua kemungkinan yang bisa
dilakukan. Pertama, mengejar ketertinggalan jarak dengan berupaya lebih
keras. Atau kedua, merendahkan level visinya menjadi sarjana dengan nilai
yang cukup memuaskan. Lihat gambar 9.1 berikut.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 77
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Gambar 9.1. Creative Tension (Jarak antara Visi dengan Realtitas Saat
Ini). Sumber: (Senge, 1990)

Gambar 9.2. Pilihan dalam Creative Tension. Sumber: (Senge, 1990)

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 78
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

MENTAL MODEL (PEMODELAN OLEH MENTAL)


Setiap individu memiliki asumsi-asumsi dan pengalaman yang baik untuk
mempersepsikan lingkungan dan dirinya sendiri. Asumsi-asumsi dan
pengalaman tersebut secara akumulatif tersimpan dalam benak/pikiran
seseorang. Mental model menggambarkan asumsi-asumsi dan pengalaman
tentang diri kita sendiri, orang lain, institusi, lingkungan dan setiap hal
dalam dunia yang dibawa ke dalam otak/benak seseorang. Bila model
mental pemimpin terhadap organisasi dan pengikutnya baik, maka
organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya akan baik.

SHARED VISION (VISI BERSAMA)


Pemimpin Organisasi Pembelajar selalu memiliki “mimpi” yang jaraknya
melebihi mimpi pengikutnya, yang disebut dengan visi. Visi tersebut tidak
boleh disimpan dalam pikiran pemimpin saja, namun harus disampaikan
agar dapat dipahami arah organisasi yang dipimpin dan menghasilkan visi
yang dibangun secara bersama oleh anggota kelompok (shared vision).
Kemampuan membangun visi bersama merupakan syarat utama
membentuk Organisasi Pembelajar.

TEAM LEARNING (KOMUNITAS PEMBELAJAR)


Komunitas pembelajar terbentuk karena adanya dialog. Dalam dialog,
setiap anggota kelompok tidak hanya menggunakan asumsi-asumsi dalam
pemikiran mereka, namun juga terdorong untuk berfikir besama-sama.
Pemimpin sebaiknya mau melakukan dialog untuk memotivasi anggota
kelompok menjadi individu pembelajar. Dengan demikian pemimpin pada
Organisasi Pembelajar memiliki karakter yang mampu mendorong
pengikutnya untuk terus belajar dan melakukan pembelajaran secara
bersama-sama dalam organisasi, dengan mengembangkan dialog antara
pimpinan dengan pengikutnya

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 79
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

DAFTAR PUSTAKA
Ahmady, G. A., Mehrpour, M., & Nikooravesh, A. (2016). Organizational
Structure. In 3rd International Conference on New Challenges in
Management and Organization: Organization and Leadership (pp. 455–
462). Dubai: Elsevier.
Antonakis, J., & Day, D. D. (2018). The Nature of Leadership (3rd ed.).
California: SAGE Publications.
Arnold, R. D., & Wade, J. P. (2015). A Definition of System Thinking: A
System Approach. In 2015 Conference on System Engineering Research
(pp. 669–678). New Jersey: Elsevier.
Aslaksen, E. W. (2013). The System Concept and Its Application to
Engineering. New York: Springer.
Batle-Fisher, M. (2015). Application of System Thinking to Health Policy &
Public Health Ethics Public Health and Private Illness. Switzerland:
Springer.
Castelle, K. M., & Jaradat, R. M. (2016). Development of an Instrument to
Assess Capacity for Systems Thinking. In C. H. Dagli (Ed.), Complex
Adaptive Systems (pp. 80–86). Los Angeles: Elsevier.
Chuang, S., Howley, P. P., & Lin, S.-H. (2015). Implementing Systems
Thinking for Infection Prevention: The Cessation of Repeated Scabies
Outbreaks in a Respiratory Care Ward. American Journal of Infection
Control, 43(5), 499–505.
Emmerling, R., Canboy, B., Serlavos, R., & Foguet, J. M. (2015). Leadership
Education: Theory and Practice. In International Encyclopedia of Social
Science and Behavioral Sciences (12th ed., pp. 655–663). New York:
Elsevier Ltd.
Gardner, W. L., & Carlson, J. D. (2015). Authentic Leadership. In
International Encyclopedia of The Social & Behavioral Sciences. Oxford:
Elsevier Ltd.
Goh, Y. M., Love, P., & Dekker, S. (2014). Editorial for Special Issue -
“Systems Thinking in Workplace Safety dan Health.” Accident Analysis
and Prevention, 68, 1–4.
Hester, P. T., & Kevin, M. A. (2014). Systemic Thinking: Fundamentals for
Understanding Problem and Messes. Switzerland: Springer
International.
IAKMI & AIPTKMI. (2012). Blue Print Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan
Masyarakat Indonesia. Jakarta: PP IAKMI.
Kumar, R. D. C., & Kiljee, N. (2015). Leadership in Healthcare. Anesthesia
and Intensive Care Medicine. https://doi.org/http://
dx.doi.org/10.1016/j.mpaic.2015.10.012

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 80
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.
Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan | Ade Heryana, S.St, M.KM

Leveson, N. G. (2011). Engineering a Safer World: Systems Thinking Applied


to Safety. Vasa. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Lexa, F. J. (2017). Leadership Lessons for Health Care Providers. London:
Elsevier Ltd.
Marquardt, M. J. (2002). The Learning Organization: Mastering the 5
Elements for Corporate Learning. Palo Alto: Davies-Black Publishing.
Mavhura, E. (2017). Applying a Systems-thinking Approach to Community
Resilience Analysis using Rural Livelihoods: The Case of Muzarabani
District, Zimbabwe. International Journal of Disaster Risk Reduction, 25,
248–258.
Mele, C., & Pels, J. (2010). A Brief Review of Systems Theories and Their
Managerial Applications. Service Science, 2(1/2), 126–135.
Niskanen, T., Louhelainen, K., & Hirvonen, M. L. (2016). A System Thinking
Approach of Occupational Safety and Health Applied in Micro-, Meso-,
and Macro-levels: A Finnish Survey. Safety Science, 82, 212–227.
Northouse, P. G. (2016). Leadership: Theory and Practice (7th ed.). London:
SAGE Publications.
Partner of The Centre for Strategic Management. (2004). 50 One-Minute Tips
for Leader: The System Thinking Approach. (S. Haines, Ed.) (1st ed.).
California: SystemsThinkingPress.
Saurin, T. A. (2016). Safety Inspection in Construction Sites: A System
Thinking Perspective. Accident Analysis and Prevention, 93, 240–250.
Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning
Organization. New York: Doubleday.
Shaked, H., & Schechter, C. (2017). System Thinking for School Leaders:
Holistic Leadership for Excellence in Education. Switzerland: Springer
International.
Tetuan, T., Ohm, R., Kinzie, L., McMaster, S., Moffitt, B., & Mosier, M.
(2017). Does System Thinking Improve the Perception of Safety Culture
and Patient Safety? Journal of Nursing Regulation, 8(2), 31–39.
World Health Organization. (2009). Systems Thinking for Health Systems
Strengthening. Geneva: World Health Organization Press.

Untuk sitasi gunakan format berikut:


Heryana, A. (2019). Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. 81
Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.

Anda mungkin juga menyukai