KM
[Draft]
Kepemimpinan
Berfikir Sistem
Aplikasi pada Bidang Kesehatan
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. i
Korespondensi : heryana@esaunggul.ac.id
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sudah berjalan sejak tahun
2014 lalu ternyata dalam implementasinya banyak mengalami hambatan.
Hambatan bukan hanya dari sisi internal, melainkan juga dari faktor
eksternal. Sebagai suatu sistem yang mengintegrasikan pelayanan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan kepesertaan (masyarakat), SJSN
melibatkan berbagai pihak baik dari bidang kesehatan, keuangan, sosial,
dan sebagainya. Sukses pelaksanaan SJSN membutuhkan pemimpin yang
mengerti keseluruhan aspek yang terkait pelayanan dan pembiayaan
kesehatan. Dalam memutuskan dan menangani permasalahan, pemimpin
tersebut tidak hanya mampu menganalisis bagian-bagian dari masalah
(berfikir secara reduksionis) namun juga secara holistik, atau disebut
dengan Berfikir Sistem.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa sebagai tenaga
kesehatan (atau calon tenaga kesehatan) perlu mempelajari kepemimpinan,
padahal sebenarnya sudah dinyatakan kompeten di bidangnya? Untuk
menjawab ini penulis mengutip pendapat Frank J. Lexa dalam bukunya
“Leadership Lessons for Health Care Providers” bahwa terdapat beberapa
alasan bagi tenaga kesehatan untuk mempelajari kepemimpinan (Lexa,
2017):
1. Industri kesehatan mengalami perubahan yang cepat meliputi aspek
pelayanan, cara pembayaran, teknologi, dan kebijakan. Kondisi ini
tentu membutuhkan kemampuan memimpin yang kuat untuk
membawa organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan
2. Industri kesehatan memiliki pelayanan yang kompleks dengan tingkat
tekanan dari masyarakat yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan pemimpin
yang memiliki strategi dan taktik untuk terus berkembang dalam
kondisi seperti ini.
3. Kepemimpinan memiliki daya magis dalam menghasilkan kinerja
organisasi atau kelompok yang baik.
Lalu bagaimana dengan tenaga kesehatan masyarakat? Memimpin dan
berfikir sistem merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki para
ahli kesehatan masyarakat saat ini. Dalam Blue Print Uji Kompetensi
Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia yang disusun oleh Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan
Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI), ditetapkan ada 8
(delapan) kompetensi sarjana Kesehatan Masyarakat, yakni: 1) Kemampuan
untuk melakukan kajian dan analisis; 2) Kemampuan untuk merencanakan
dan terampil mengembangkan kebijakan kesehatan; 3) Kemampuan untuk
melakukan komunikasi; 4) Kemampuan untuk memahami budaya lokal; 5)
Kemampuan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat; 6) Memahami
dasar-dasar ilmu kesehatan masyarakat; 7) Kemampuan untuk
Konsep
• Sarana/tools untuk mengidentifikasi masalah kompleks
sistem
PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda-beda tentang sistem.
Misalnya pada sistem pelayanan kesehatan, bagi mereka yang aktif dalam
membela hak-hak anak memandang sistem tersebut harus ramah terhadap
anak. Bagi orang-orang yang berfokus pada kesehatan lansia,
mengharapkan sistem pelayanan kesehatan harus mengutamakan lansia.
Persepsi si A tentang perilaku si B, akan berbeda dengan persepsi si C
tentang perilaku si B. Dengan demikian teori sistem berupaya menjelaskan
konsep dari sistem.
Apa yang menyebabkan teori sistem muncul? Teori sistem lahir karena
gagalnya pendekatan reduksionis dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan yang semakin kompleks. Pendekatan reduksionis adalah
cara untuk mengatasi masalah dengan membagi-bagi permasalahan
tersebut menjadi elemen-elemen yang lebih kecil tanpa adanya hubungan di
antara berbagai elemen tersebut. Pendekatan ini mirip dengan pendekatan
mekanis. Teori sistem telah ada sejak tahun 1930-1940an dan melihat
permasalahan tidak secara mekanis dan terpecah-pecah, melainkan
memandangnya sebagai satu kesatuan yang utuh. Tokoh teori sistem yang
berpengaruh antara lain Norbert Wiener yang menggagas aplikasi sistem
pada teknik Komunikasi dan Kontrol (Sibernetika), dan Ludwig von
Bertalanffy yang mengaplikasikan sistem pada ilmu biologi dan melahirkan
General System Theory (Leveson, 2011).
Hester & Kevin mendefinisikan teori sistem sebagai berikut: “a unified group
of specific propositions which are brought together to aid in understanding
systems, thereby invoking improved explanatory power and interpretation
with major implications for systems practitioners” (Hester & Kevin, 2014),
atau terjemahan secara bebas Teori Sistem adalah sekumpulan pernyataan
yang berfungsi membantu pemahaman tentang “Sistem”, sehingga dapat
meningkatkan penjelasan dan pemahaman bagi praktisi di bidang sistem.
Teori sistem merupakan sudut pandang teoritis yang menganalisis suatu
entitas secara utuh dan bukan hanya menjumlahkan bagian-bagian dari
entitas yang terpisah. Fokus teori sistem adalah pada interaksi dan
hubungan antar bagian untuk mendapatkan pemahaman tentang
organisasi, fungsi dan hasil dari suatu entitas (Mele & Pels, 2010). Misalnya
ketika mengevaluasi penerapan Germas, bukan hanya menggabungkan
upaya yang dilakukan antar sektor melainkan mengevaluasinya dengan
melihat keterkaitan antar sector dalam menggerakkan Germas.
Lebih lanjut Hester & Kevin (2014) mengelompokkan teori sistem ke dalam
6 (enam) jenis yaitu: 1) General system theory (GST); 2) Living system theory;
3) Mathematical models theory; 4) Cybernetics; 5) Social system theory; dan 6)
Philosophical system theory.
Cell
Organ
Organism
Group
Organization
Community
Society
Supranational system
CYBERNETICS (SIBERNETIKA)
Diperkenalkan tahun 1972 oleh Beer. Kontributor utama teori ini adalah
Norbert Wiener (1894-1964). Kata “cybernetics” sendiri berasal dari bahasa
Yunani “kybernetes” yang artinya pilot atau pengemudi.
PHILOSOPHICAL SYSTEM
Kontributor teori ini adalah Ervin Laszlo dan Mario Bunge. Kontribusi
kedua tokoh ini adalah sebagai berikut:
1. Kontribusi Ervin Laszlo, antara lain:
a. Mengembangkan mengembangkan “bahasa” sistem. Bahasa
sistem ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman antar
disiplin ilmu. Bahasa tersebut terdiri dari dua yaitu “konsep
khusus” dan “terminologi khusus”
b. Memastikan agar praktisi sistem tidak gagal dalam
mengkomunikasikan idenya. Kegagagalan terebut disebabkan
oleh lemahnya pemahaman akan disiplin ilmu tertentu. Dengan
demikian menurut Lazlo, seluruh ilmu pengetahuan membentuk
sebuah sistem yang disebut dengan sistem filosofi.
LATIHAN SOAL
1. Untuk merencanakan dan memutuskan jenis tindakan yang
diberikan kepada pasien, seorang dokter memanfaatkan sistem
telemedicine (wawancara jarak jauh dengan pasien di luar kota).
Apakah teori sistem yang sesuai dengan pemanfaatan telemedicine
tersebut?
A. Mathematical system theory
B. General system theory
C. Living system theory
D. Social system theory
E. Cybernetics
PENDAHULUAN
Pertengahan September 2017, dunia kesehatan Indonesia dikejutkan
dengan peredaran obat PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol) secara
ilegal serta dikonsumsi secara bebas oleh remaja di salah satu kota besar.
Ternyata peredaran obat PCC sudah menjalar ke berbagai kota lain.
Seorang pengamat melihat bahwa peredaran obat PCC terjadi secara
sistemik, hal ini dilihat dari besarnya jumlah obat PCC yang beredar,
besarnya nilai transaksi yang konon mencapai puluhan milyar per bulan,
serta sasarannya kepada para remaja. Untuk itu diusulkan agar
pemerintah melakukan pendekatan secara sistem, bukan secara parsial.
Salah satu pendekatan sistem adalah memberikan edukasi tentang
penggunaan obat kepada masyarakat.
Kondisi di atas memberi pemahaman kepada kita bahwa permasalahan
yang sudah terjadi secara sistemik, maka penyelesaian terbaik dilakukan
dengan pendekatan sistem. Misalnya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah solusi
sistematis yang diperkuat dengan Undang-undang No.40 tahun 2004 untuk
mencapai Universal Health Coverage (UHC), karena akses terhadap
pelayanan kesehatan bukan hanya masalah sehat atau sakit tetapi
menyangkut masalah ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Demikian
pula program Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) yang digerakkan
oleh lintas kementerian merupakan pendekatan sistemik untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat.
Kehidupan manusia (dan kita tentunya) terhubung sepenuhnya dengan
sistem, baik sistem manusia (human system) maupun sistem yang dibuat
oleh manusia (man-made system). Saat Anda keluar rumah menuju kampus
dengan memesan ojek online, maka Anda terhubung dengan sistem aplikasi
ojek online. Saat Anda dibonceng oleh ojek online, Anda tergabung dalam
sistem lalu lintas darat di kota Anda. Saat Anda tiba dan memasuki gedung
kampus, Anda tergabung dalam sistem yang ada di gedung tersebut seperti
kelistrikan, pendingin udara, dan sebagainya. Saat Anda naik ke lantai atas
gedung, Anda menggunakan sistem lift gedung. Saat Anda masuk kelas
untuk belajar, Anda tergabung dengan sistem akademik kampus. Bahkan
Anda akan tergabung dengan sistem manusia yang terdiri dari seorang
teman, atau sekelompok teman, atau satu kelas mahasiswa.
Permasalahan sistem yang ada di sekitar manusia lambat laun menjadi
besar dan berubah dari semula sederhana menjadi kompleks. Agar dapat
memecahkan masalah tersebut dibutuhkan tools atau sarana yang
memungkinkan manusia dapat memahami kompleksitas permasalahan.
Sarana tersebut adalah konsep sistem.
1
Allness = segenap, keseluruhan. Wholeness = keutuhan, sesuatu yang utuh. Universe = alam
semesta, jagad raya
JENIS SISTEM
Hampir setiap waktu kita mendengarkan dan bahkan mengucapkan kata
“sistem”. Bahkan sering seseorang menyalahkan “sistem” jika mengalami
satu kejadian atau mendapatkan satu kegagalan. Kata “sistem” hampir
dipakai di seluruh aktivitas manusia dan pada berbagai level kehidupan.
Misalnya sistem pendidikan, sistem transportasi, sistem tata surya, sistem
ekologi, sistem angkasa, dan sebagainya (Aslaksen, 2013).
Dilihat dari subyeknya, terdapat dua jenis sistem yaitu: (1) Sistem manusia
(human system); dan (2) Sistem buatan manusia (man-made system). Sistem
manusia terdiri dari subsistem-subsistem yang membetuk manusia dan
menyebabkan manusia dapat berinteraksi dengan sistem manusia lainnya.
Subsistem tersebut antara lain sistem pernafasan, sistem pencernaan,
sistem syaraf, sistem peredaran darah, sistem reproduksi, sistem hormonal,
dan sebagainya. Manusia dalam kehidupannya dapat menciptakan sistem
yang dibentuk untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan.
Sistem informasi dibuat manusia untuk mengolah berbagai data sehingga
menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan. Sistem kesehatan
diciptakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan pada masyarakat
seperti akses pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan
sebagainya.
Dilihat dari interaksinya dengan lingkungan, sistem juga terbagi atas (1)
Sistem yang terbuka (open system); dan (2) Sistem yang tertutup (closed
system). Sistem tertutup ditandai dengan tidak adanya interaksi elemen-
elemen sistem dengan lingkungan luar. Hampir seluruh sistem buatan
manusia dapat bersifat tertutup, tergantung pada desain yang ditentukan
oleh pembuatnya. Sistem akuntansi pada sebuah perusahaan karena
mengandung data keuangan yang sangat rahasia, dapat dibuat tertutup
dari lingkungan luar. Sementara sistem manusia yaitu manusia itu sendiri
Proses Proses
Output Output
LATIHAN SOAL
5. Sebuah sistem umumnya terdiri dari elemen yang terdiri dari
sumberdaya untuk menggerakkan sistem untuk mencapai tujuan.
Apakah nama elemen tersebut?
A. Input
B. Proses
C. Output
D. Impact
E. Outcome
B. Proses
C. Output
D. Impact
E. Outcome
PENDAHULUAN
Sistem memiliki karakter atau ciri-ciri yang sudah diterima secara umum
oleh khalayak. World Health Organization (2009) memaparkan karakteristik
dari sistem antara lain:
1. Self-organizing artinya sistem mampu mengorganisasi dirinya sendiri
2. Constantly changing artinya sistem mengalami perubahan secara
konstan
3. Tighly linked artinya elemen-elemen dalam sistem terhubung satu
sama lain secar ketat
4. Governed by feedback artinya sistem membutuhkan umpan balik
untuk bertindak
5. Non-linier artinya sistem berjalan atau bergerak dengan pola tidak
linier atau looping
6. History dependent artinya performa atau kinerja sistem tergantung
kepada kondisi yang dialami sebelumyna
7. Counter-intuitive artinya sistem tidak memilih atau mengambil
keputusan secara intuisi
8. Resistant to change artinya sistem dapat beradaptasi atau tahan
terhadap segala macam perubahan.
Penjelasan karakter sistem secara lengkap dilakukan oleh Hester & Kevin
(2014) dalam bentuk aksioma sistem (system axiom). Aksioma merupakan
pernyataan-pernyataan yang telah diterima kebenarannya dan tidak
dibutuhkan pembuktian. Adapun karakter atau aksioma sistem tersebut
tersebut dijelaskan berikut ini.
A. Centrality axiom
Aksioma ini menganggap sistem terdiri dari dua hal yang terpisah yaitu
1) emergence & hierarchy; dan 2) communication & control.
1. Prinsip emergence & hierarchy
Prinsip emergence menyatakan bahwa seluruh bagian dari sistem
pada dasarnya merupakan penjumlahan dari subsistem-subsistem
yang ada di bawahnya sehingga akan mengalami perkembangan.
Suatu subsistem memiliki arti bagi sistem jika ikut berkontribusi
dan bukan hanya bagian dari sistem saja. Penerapan prinsip ini
telah digunakan dalam penjelasan fenomena alam (pola cuaca, bola
salju, bukit pasir), hingga masalah-masalah sistem sosial (bahasa,
sistem lalu lintas, aplikasi/software, dan sebagainya).
Sistem
Level 1 Sistem
Desain sistem
Analisis sistem
Subsistem Subsistem
Level 2 1 2
Level 3 Sub
subsistem 1.1
Sub
subsistem 1.2
Sub
subsistem 2.1
2. Prinsip Multifinality
Prinsip multifinality umumnya terjadi pada sistem buatan manusia
atau sistem yang tertutup. Prinsip ini menyatakan bahwa sistem
tertutup (sistem buatan manusia) akan mencapai tujuan yang
berbeda meskipun berasal dari titik/tempat yang sama (lihat gambar
3.6). Misalnya pada sistem transportasi Bis Antar Kota dengan
beberapa jalur pelayanan yang memiliki tujuan berbeda-beda
meskipun berasal dari satu terminal. Lalu pada sistem distribusi
makanan di rumah sakit dari satu lokasi yaitu instalasi gizi yang
disalurkan ke berbagai ruang rawat inap.
D. Operational Axiom
Aksioma operasional menjelaskan tentang pencapaian kinerja
operasional suatu sistem. Menurut aksioma ini ketika menilai/melihat
kinerja operasional suatu sistem, maka harus dilihat secara natural (in
situ). Aksioma ini terdiri dari tujuh prinsip yaitu 1) Dynamic equilibrium;
2) Relaxation time; 3) Basins of stability; 4) Self-organization; 5)
Homeostatis dan Homeorhesis; 6) Suboptimization; dan 7) Redundancy.
1. Prinsip Dynamic Equilibrium
Prinsip dynamic equilibrium menyatakan bahwa jika sistem
berinteraksi dengan lingkungan dari luar maka akan terjadi reaksi
dari sistem tersebut kemudian secara berangsur akan mengalami
keseimbangan (kembali ke titik awal). Lihat gambar 3.7 dibawah.
Misalnya sebuah sistem pelayanan radiologi di RS yang mengalami
gangguan pada alat pembaca hasil exposure secara digital akan
mengalami ketidakstabilan (dalam bentuk pelayanan menjadi lama).
Lamanya pelayanan akan terjadi selama alat tersebut diperbaiki
atau menggunakan backup alat lain. Setelah alat diperbaiki, maka
sistem pelayanan kembali ke titik semula (waktu pelayanan menjadi
normal).
Sistem 1 Sistem 2
(Awal) (tidak stabil)
T2
Sistem 1 Sistem 2
(Awal) (tidak stabil)
T1
upaya ini ternyata sulit, karena sistem sosial yang ada pada
masyarakat telah terbentuk dengan kuat, misalnya kebiasaan
masyarakat yang tidak peduli dengan risiko sakit yang dihadapinya
atau keyakinan bahwa sakit ada di tangan Yang Maha Kuasa
sehingga pasrah saja dan tidak perlu membayar iuran BPJS
Kesehatan.
5. Prinsip Homeostatis dan Homeorhesis
Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa setiap sistem akan menjaga
stabilitasnya jika mengalami gangguan. Prinsip ini menyatakan
bahwa sistem akan membentuk sistem pertahanan di dalam yang
tidak terlihat secara kasat mata oleh manusia. Sistem pertahanan
tersebut ada dua bentuk yaitu hoemostatis (yang sifatnya tidak
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar) dan homeorhesis (yang sifatnya
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar).
Prinsip homeostatis terjadi di dalam sistem dan tidak berhubungan
dengan lingkungan sehingga prinsip ini menjelaskan kepada kita
kenapa suatu sistem terlihat stabil atau tidak mengalami
perubahan, padahal di dalamnya sedang terjadi perubahan.
Misalnya sebuah sistem kelistrikan gedung yang berpotensi
menimbulkan kebakaran. Sepintas terlihat sistem ini aman, namun
pekerja yang bertanggung jawab terhadap keselamatan gedung
sering tidak menyadari bahwa arus listrik yang mengalir pada
instalasi bisa melebihi kemampuannya. Sistem kelistrikan akan
menyesuaikan kondisi ini dengan memutus aliran listrik secara
otomatis melalui sekring listrik. Namun jika sistem pengaman tidak
mampu, maka potensi kebakaran bisa terjadi. Aplikasi prinsip
homeostatis juga bisa diterapkan pada manusia yang terlihat sehat-
sehat saja, padahal sistem dalam tubunya sedang menyesuaikan diri
dengan gaya hidupnya yang tidak sehat, seperti sistem tubuh
manusia sedang “mati-matian” menahan serangan asap rokok yang
mengandung zat nikotin dan racun lainnya.
Prinsip homeorhesis berbeda dengan homeostatis karena pengaruh
faktor-faktor di luar lingkungan sehingga perubahan yang terjadi
pada sistem bersifat dinamis. Misalnya pada sistem pelayanan
promosi kesehatan PHBS kepada masyarakat akan berjalan dinamis
mengikuti kultur dan karakteristik masyarakat yang akan dilayani.
Prinsip homeorhesis pada manusia akan tampak nyata pada sistem
perilaku seseorang sesuai dengan teori Stimulus Respon (S-R).
Perilaku seseorang merupakan stimulus terhadap respon yang
timbul di sekitarnya, sehingga misalnya Anda akan ikut melakukan
pemeriksaan dini kanker serviks jika teman atau orangtua Anda
juga memeriksakan dirinya.
6. Prinsip Suboptimization
Prinsip suboptimization menerangkan bahwa sistem tidak akan
mencapai hasil yang optimal meskipun susbsistem yang ada di
E. Viability axiom
Untuk menjamin agar suatu sistem berjalan dengan baik (sesuai
dengan aksioma operasional di atas), maka paramater-parameter kunci
pada sistem tesebut harus dikendalikan. Aksioma ini terdiri dari lima
prinsip yaitu: 1) Requisite variety; 2) Requisite hierarchy; 3) Feedback; 4)
Circular causality; dan 5) Recursion.
1. Prinsip requisite variety
Setiap sistem memiliki elemen-elemen yang disebut dengan Input-
Proses-Output. Output dari sistem dapat bervariasi tergantung
bagaimana interaksi antara Input dan Proses.
Pada sistem terbuka (manusia), variasi dari ouput sistem tidak
terbatas. Perilaku manusia tidak dapat ditentukan hanya 1, 2, atau
3 saja tetapi tidak terbatas sehingga lebih sulit bagi praktisi sistem
untuk memahami perilaku orang dibanding mesin/alat. Keinginan
manusia juga tidak bisa dibatasi dengan variasi yang terbatas.
Variabilitas yang terhingga ini bisa menimbulkan dampak negatif
jika tidak menyesuaikan dengan kemampuan sistem. Ada dua cara
untuk menghindari efek negatif ini yaitu dengan:
a. Menentukan batas-batas sistem. Untuk mengatasi keinginan
manusia yang tidak terbatas, maka diterapkan alokasi/budget
dana seperti plafon kartu kredit.
b. Membuat kebijakan atau peraturan. Untuk mengatasi dampak
negatif akibat perilaku manusia yang tidak terbatas jumlahnya
maka dibuat aturan atau kebijakan, misalnya untuk membatasi
perilaku tidak aman (unsafe act) saat bekerja di ketinggian maka
dibuat tata tertib atau standar prosedurnya.
Pada sistem tertutup atau sistem yang dibuat oleh manusia, output
sistem dapat ditentukan atau dibatasi sesuai dengan keinginan.
5. Prinsip recursion
Prinsip recursion menerangkan bahwa karakteristik sistem atau
regulasi sistem pada level teratas dipengaruhi oleh karakteristik dan
regulasi sistem level di bawahnya. Prinsip ini merupakan
pendekatan bottom-up pada sistem. Karakteristik pelayanan sebuah
Rumah Sakit ditentukan oleh karakteristik pelayanan dari unit-unit
pelayanan yang ada.
F. Design axiom
Aksioma rancangan (design) berlaku hanya pada sistem tertutup yang
menyatakan bahwa sistem tertutup dapat direncanakan, diarahkan,
dan dikembangkan dengan cara memodifikasi sumberdaya yang dimiliki
atau dengan memodifikasi hubungan antar elemen dalam sistem.
Aksioma rancangan terdiri dari empat prinsip: 1) Requisite parsimony; 2)
Requiste saliency; 3) Minimum critical specification; dan 4) Pareto.
1. Prinsip requisite parsimony
Prinsip requisite parcimony menyatakan bahwa setiap sistem
memiliki keterbatasan dalam mengendalikan berbagai parameter
dalam sistem seperti: tujuan, sasaran, konsep, hirarki, konfigurasi,
tingkat desain dan sebagainya. Jumlah ideal parameter tersebut
antara angka 5 sampai dengan 9. Hal ini berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Miller yang menyatakan bahwa rata-rata jumlah
obyek yang bisa diperhatikan dan diingat secara cepat oleh manusia
secara optimal adalah 7 (law of requisite parsimony).
2. Prinsip requisite saliency
Prinsip requisite saliency menjelaskan bahwa sistem memiliki
“atribut-atribut” yang merupakan ciri khas dari sistem tersebut.
Atribut tersebut memiliki ranking atau tingkatan yang berbeda pada
setiap sistem.
Misalnya sistem pengolahan limbah di RS memiliki atribut antara
lain efisien, bersih, efektif, dinamis, dan simpel. Di antara lima
atribut tersebut ternyata atribut “simpel” yang berada di urutan
pertama. Hal seperti ini berlaku juga pada sistem lainnya.
3. Prinsip minimum critical specification
Seperti diketahui bahwa setiap sistem memiliki tujuan dan sasaran
spesifik yang harus dijalankan. Menurut prinsip minimum critical
specification, tujuan dan sasaran sistem tersebut harus ditetapkan
seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan sistem. Misalnya saat
seseorang ingin melakukan medical check up maka ia akan memilih
pemeriksaan yang sesuai dengan kemampuan finansialnya.
4. Prinsip pareto
LATIHAN SOAL
1. Jaminan Kesehatan Nasional merupakan subsistem dari Sistem
Kesehatan Nasional (SKN). JKN bersama-sama dengan subsistem
lain (SDM, Pembiayaan, dsb) bergabung membentuk SKN, dan turut
berkontribusi terhadap SKN. Apakah nama prinsip sistem dalam
aksioma sentralitas yang menggambarkan kondisi tersebut?
A. Communication
B. Emergence
C. Hierarchy
D. Control
E. Holism
B. Circular causality
C. Requisite variety
D. Recursion
E. Feedback
Cenderung berfikir
Cenderung berfikir
No Jenis Karakter
sistem jika
reduksionis jika
sistem internal bergantung padasistem saat
sistem saat mengambil
mengambil keputusan
keputusan dan
dan menunjukkanmenunjukkan
kinerja secara global
kinerja secara
lokal
3 Interaksi: skala Interconnectivity (I) Isolation (N)
individu dalam Cenderung Cenderung
bekerjasama dengan berinteraksi secara berinteraksi
individu lain global secara lokal
Mengikuti rencana Mengikuti
umum rencana detail
Bekerja dengan tim Bekerja individu
Kurang menyukai Menyukai
pendekatan pendekatan
hubungan sebab- hubungan sebab-
akibat dalam akibat dalam
menyelesaikan menyelesaikan
masalah masalah
4 Perubahan: Holism (H) Reductionism (R)
kecenderungan Fokus perhatian pada Fokus perhatian
menerima perubahan keseluruhan pada bagian
Menyukai gambaran tertentu
umum Menyukai analisis
Tertarik pada ide-ide terhadap bagian-
konseptual dan bagian tertentu
abstrak Tidak tertarik
pada ide-ide
konseptual dan
abstrak
5 Ketidakpastian: Emergence (E) Stability (T)
pilihan individu Bekerja sesuai dengan Bekerja mengikuti
ketika harus kondisi yang ada perencanaan yang
memutuskan Fokus pada detail
sesuatu dengan keseluruhan Fokus pada detail
pengetahuan yang Tidak masalah Tidak menyukai
kurang dengan ketidakpastian
ketidakpastian Meyakini bahwa
Meyakini bahwa lingkungan kerja
lingkungan kerja dapat
merupakan sesuatu dikendalikan
yang sulit dikontrol Menyukai
Menyukai masalah- masalah-masalah
masalah subyektif oyektif dan teknis
dan non-teknis
Terdapat empat tingkatan yang dimiliki individu dalam berfikir sistem yaitu:
(1) Berfikir sistem tingkat rendah atau berfikir reduksionis; (2) Berfikir
sistem tingkat menengah; (3) Berfikir sistem tingkat menengah-tinggi; dan
(4) Berfikir sistem tingkat tinggi dan holistic. Keempat tingkatan ini
merupakan hasil pemetaan terhadap rincian karakter berfikir sistem sesuai
tabel 5 yang dideskripsikan pada diagram kartesian (gambar 5.2). Dari
diagram diperoleh informasi bahwa:
Midle-high
Holistic
holistic
system
system
thinker
thinker
(CGIYEHF)
(CAIYEHF)
Middle Reductionist
system system
thinker thinker
(CAIVTRD) (SANVTRD)
LATIHAN SOAL
1. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan obat ilegal, sebuah
sekolah menengah pertama menerapkan sosialisasi tentang
penggunaan dan peredaran obat ilegal yang dilakukan secara
sistemik. Selama ini sekolah hanya menggunakan pendekatan yang
tidak menyeluruh. Apakah nama pendekatan tersebut?
A. Holism
B. Empiris
C. Filosofis
D. Matematis
E. Reduksionis
C. Dynamic thinking
D. Forest thinking
E. Loop thinking
BAB 6 – Kepemimpinan
KONSEP KEPEMIMPINAN
Ketika berbicara tentang kepemimpinan, kita tentu mengaitkannya dengan
manajemen. Padahal dalam beberapa hal keduanya memiliki pengertian
berbeda. Manajemen lebih berorientasi kepada tugas bedasarkan
rasionalitas, birokrasi, dan pemenuhan kontrak kerja. Sedangkan
kepemimpinan lebih berorientasi kepada pencapaian tujuan berdasarkan
nilai-nilai, idealis, visi, symbol-simbol, dan perubahan emosional. Meskipun
berbeda, ada anggapan bahwa kesuksesan seseorang dalam memimpin
membutuhkan kesuksesan dalam mengelola (manage) organisasi, serta
kepemimpinan dan manajemen saling melengkapi (Antonakis & Day, 2018).
Misalnya seorang manajer klinik dihadapkan pada permasalahan karyawan
dengan prestasi tinggi namun sering terlambat ke kantor. Dari sudut
pandang manajemen, tindakan karyawan ini salah meskipun memiliki
prestasi yang baik. Namun dari sudut pandang kepemimpinan, tindakan
karyawan yang sering terlambat ini belum tentu salah.
Definisi kepemimpinan sendiri yang dikutip dari berbagai literatur memiliki
perbedaan pengertian dan sudut pandang. Definisi pertama menurut
Emmerling, Canboy, Serlavos, & (Foguet, 2015) yang menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi dan
memudahkan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi maupun
anggotanya. Definisi ini melihat kepemimpinan sebagai proses menjalankan
kepemimpinan.
Definisi lain penulis kutip dari Antonakis & Day (2018) yang mendefinisikan
kepemimpinan bukan hanya sebagai proses dalam memimpin namun juga
sebagai ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah proses, kepemimpinan adalah
tindakan mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan yang terjadi
antara pimpinan dengan bawahan, dengan pengikut kelompok, atau dengan
institusi. Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, kepemimpinan adalah ilmu
yang secara sistematik mempelajari proses dan hasil dari tindakan
memimpin, yang tergantung kepada sifat dan perilaku pemimpin, interpretasi
orang terhadap karakter pemimpin, dan atribut yang diberikan orang
terhadap hasil dari kepemimpinan. Sehingga menurut Antonakis & Day,
dalam kepemimpinan ada 3 hal yang dipelajari:
a. Proses dan tindakan memimpin berdasarkan sifat dan perilaku
pimpinan. Misalnya: ilmu kepemimpinan mempelajari apa yang
dilakukan seorang kepala puskesmas yang memiliki sifat dermawan
serta sering membantu masyarakat kecil
b. Proses dan tindakan memimpin berdasarkan interpretasi orang lain
terhadap karakteristik pemimpin. Misalnya: kepemimpinan kepala
puskesmas dipelajari melalui persepsi bawahannya terhadap karakter
yang ada pada pimpinannya
PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
Kebutuhan yang tinggi terhadap kepemimpinan menyebabkan
dikembangkannya pendekatan-pendekatan untuk memahami apa itu
kepemimpinan. Terdapat tiga pendekatan yang dianut para ahli dalam
menjelaskan kepemimpinan yaitu: (1) pendekatan klasik, (2) pendekatan
kontekstual, dan (3) pendekatan identitas (Gardner & Carlson, 2015).
Perbedaan ketiganya akan dijelaskan berikut ini. Ketiga pendekatan ini
dideskripsikan pada tabel 5 berikut.
Tabel 6.1. Tiga Pendekatan Kepemimpinan
Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
Kepemimpinan Kepemimpinan Kepemimpinan
merupakan kualitas diperoleh seseorang diperoleh ketika
kepribadian seseorang jika ada kesesuaian bawahannya
yang berbeda dari antara individu orang mendapatkan
kebanyakan orang lain tersebut dengan kesamaan “identitas”
atau leadersip as lingkungannya atau dengan kelompok dan
charisma (charismatic leadership as bawahan tersebut
leadership). Misalnya: contingency bertindak sesuai
seorang ulama (contingency dengan identitas
memimpin kegiatan leadership). Misalnya: tersebut atau
Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
sosialisasi imunisasi keputusan untuk leadership as identity
karena memiliki mengangkat putra representation.
karisma yang membuat daerah sebagai Misalnya: seorang
masyarakat mau pimpinan sebuah staff LSM yang
mendengarkan. puskesmas didasarkan mantan penderita HIV
atas kesesuaian bersedia diarahkan
karakter dengan oleh pimpinannya
wilayahnya. karena organisasi
tersebut bertujuan
menanggulangi
penularan HIV
Kepemimpinan Kepemimpinan Kepemimpinan
merupakan kualitas diperoleh seseorang diperoleh seseorang
kecerdasan seseorang melalui proses ketika bawahannya
yang memungkinkan perubahan sosial yaitu merasakan bahwa
dirinya dapat pengikutnya mau kesamaan identitas
mempengaruhi orang bertindak hanya untuk sosial yang
lain atau leadership as menjalankan perintah diyakininya terdapat
intelligence (intelligence pimpinannya jika dalam kelompok
leadership). Misalnya: terjadi kondisi yang bukan hanya terjadi
seorang dokter yang saling menguntungkan tetapi juga
diangkat menjadi ketua atau leadership as diimplementasikan
tim penanganan kasus transaction dalam aktivitas
penyakti menular (transactional organisasi sehari-hari
karena kemampuan leadership). Misalnya: atau leadership as
akademik di bidang ini. seorang bawahan identity realization.
hanya mau mejalankan Misalnya: staff LSM
tugas ketika pimpinan (contoh di atas)
memerintah dengan bukan hanya mau
memberikan imbalan. diarahkan tetapi juga
menjalankan
tugasnya dengan
kesungguhan
Kepemimpinan muncul
karena pimpinan
bekerjasama dengan
bawahan untuk
memuaskan apa yang
mereka inginkan dan
butuhkan, serta terjadi
saling mendukung
antara pimpinan-
bawahan atau leadersip
Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
as transformation
(transformational
leadership). Misalnya:
pimpinan program
Kesling di puskesmas
bersama dengan staff
lainnya sama-sama
melakukan tugas
dengan kesadaran
untuk meningkatkan
kualitas hidup
masyarakat
Aliran Penjelasan
faktor konsiderasi (dukungan, personal) dan faktor
pencetus (arahan, tugas) dalam kepemimpinan,
Sejak tahun 1990an aliran ini sudah tidak aktif karena
berbagai penelitian yang menunjukkan gaya
kepemimpinan tidak relevan dengan hasil yang didapat
atau kenyataannya. Hal ini merupakan pencetus
lahirnya aliran baru yaitu contingency
Contingency Muncul tahun 1960an yang mengkritisi aliran
(kesesuaian) behavioral dengan pendekatan kontinjensi atau
kepemimpinan didasarkan pada kondisi situasional
(situasional leadership). Aliran ini melakukan diagnosis
terhadap stuasi spesifik dan kebutuhan bawahan
Dari aliran ini muncul pemikiran/konsep kepemimpinan
yaitu hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas, dan
posisi kekuasaan pemimpin berkaitan dengan efektifitas
dalam memimpin. Konsep lainnya adalah peran
pemimpin sebagai sarana untuk mencapai tujuan, teori
Substitusi Kepemimpinan, gaya pengambilan keputusan
Namun tahun 2010an muncul studi baru yang
menyebabkan aliran ini tidak aktif kembali
Contextual Muncul tahun 1960an berbarengan dengan aliran
(kontekstual) contingency.
Aliran ini mempelajari kepemimpinan dalam sudut
pandang yang lebih luas dan mendalam (kontekstual),
seperti mempelajari aspek kebudayaan, tingkatan
hirarkis pemimpin, faktor gender, karateristik
organisasi, dan kondisi krisis.
Hasil pemikiran aliran ini adalah teori transactional
leadership (kepemimpinan dengan motivasi) dan
transformational leadership (pemimpin sebagai role
model, inspiratory, dan penyemangat
Berbeda dengan aliran contingency, aliran ini mulai
tahun 1990an terus menunjukkan eksistensi dan aktif
hingga saat ini
Skeptics Muncul tahun 1970an merupakan aliran yang
(skeptis) mengkritik ilmu kepemimpinan dan studi-studinya
Aliran ini mengkritik keabsahan kuesioner dalam
penelitian kepemimpinan, yang berdampak pada
validitas teori kepemimpinan, hasil studi kepemimpinan
yang tidak relevan dengan keberhasilan organisasi, dan
sebagainya
Kritik ini direspon oleh para peneliti kepemimpinan,
dengan salah satunya membuat kuesioner yang berbeda
untuk lokasi yang memiliki karakteristik beragam
Akhirnya sejak tahun 1990an aliran ini sudah tidak
aktif
Aliran Penjelasan
Relational Muncul tahun 1970an setelah saat contingency
(hubungan) berkembang
Fokus studi pada hubungan antara pimpinan dengan
bawahan, sehingga memunculkan teori kepemimpinan
seperti Leader-Member Exchange (LMX) theory, teori
shared leadership, teori servant leadership
Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2000,
namun sejak tahun 2010an aktif kembali hingga kini
dengan berbagai penemuan
New Muncul tahun 1970an ketika studi tentang
leadership kepemimpinan meredup dan menciptakan cara berfikir
(kebaruan (paradigm) yang baru
kepemimpin Melahirkan teori kepemimpinan seperti: charismatic
an) leadership, visionary leadership, transformational
leadership
Mulai 1980an terus aktif sampai sekarang dan
merupakan topik yang paling banyak diteliti saat ini
Information- Muncul tahun 1980an
processing Fokus pada pemahaman tentang bagaimana dan
(informasi- mengapa pengaruh dalam kepemimpinan dilegitimasi
proses) oleh proses menyesuaikan antara karakter personal
pemimpin dengan harapan awal ketika memiliki
pemimpin
Sejak tahun 1990an hingga sekarang terus aktif
Biological/ev Muncul tahun 2010an sebagai aliran yang
olutionary menggunakan pendekatan ilmu biologi dan evolusi,
(biologis/evol disebut juga pendekatan perkembangan dan
usi) pengalaman individu
Menurut aliran ini, kepemimpinan lahir karena proses
evolusi dalam bentuk kemampuannya untuk tetap
bertahan yang dipengaruhi karakter fisik pemimpin
(gen, hormon, neuroscience, penampilan fisik, dan
sebagainya).
Studi aliran ini terus aktif sampai sekarang
Sumber: (Antonakis & Day, 2018) dan (Emmerling et al., 2015)
Seluruh pendekatan kepemimpinan yang telah dijelaskan sebelumnya
merupakan teori tentang bagaimana munculnya kemampuan memimpin
pada individu. Dengan demikian seluruh pendekatan tersebut saling
melengkapi, atau tidak berarti bahwa pendekatan yang satu lebih baik
dibandingkan dengan pendekatan yang lain.
PENDAHULUAN
Kompleksitas masalah kesehatan (termasuk dalam kesehatan masyarakat)
melahirkan pendekatan kepemimpinan yang dapat memberikan solusi
pemecahannya yaitu Kepemimpinan Berfikir Sistem (System Thinking
Leadership). Kepemimpinan berfikir sistem merupakan perpaduan antara
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin, antara
lain:
a. Memecahkan masalah-masalah kompleks dalam organisasi dengan
pendekatan sistem
b. Melakukan rekayasa sistem sehingga dapat mengaplikasikan
rekomendasi pemecahan masalah
c. Mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pemecahan masalah
Sesuai dengan pembahasan pada sub bab tentang Berfikir Sistem, dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan berfikir sistem merupakan karakter
yang sebaiknya dimiliki individu untuk menghadapi permasalahan yang
kompleks. Dengan kata lain kepemimpinan berfikir sistem bukan
merupakan pendekatan baru dalam sub bidang ilmu kepemimpinan. Dalam
berbagai artikel penelitian kepemimpinan, tidak disebutkan bahwa
kepemimpinan berfikir sistem merupakan salah satu pendekatan
kepemimpinan.
Namun demikian dalam lingkup kesehatan dan pelayanan kesehatan
kepemimpinan berfikri sistem dapat diidentikkan dengan kepemimpinan
transformatif. Awalnya kepemimpinan dalam pelayanan kesehatan
menerapkan tipe kepemimpinan karismatik yang tinggi dan memiliki
potensi untuk bertindak arogan serta tidak terbantahkan dalam proses
pengambilan keputusan. Kondisi demikian sudah tidak relevan dengan
organisasi pelayanan kesehatan saat ini dengan interaksi yang lebih
kompleks dan melibatkan berbagai tenaga kesehatan dengan latar belakang
yang berbeda-beda (Kumar & Kiljee, 2015).
Pelayanan kesehatan yang modern dengan demikian membutuhkan
kepemimpinan transformatif (transformational leaderhisp). Jenis
kepemimpinan ini berusaha menempatkan kepentingan tenaga kesehatan
lain di atas kepentingan dirinya sendiri, sehingga pemimpin bertindak
sebagai agent of changes. Kepemimpin transformatif juga melibatkan tim
kesehatan dalam merumuskan visi bersama, dan mendorong bawahan
dalam memimpin dalam proses perubahan. Dari sinilah, muncul model
kepemimpinan pada pelayanan kesehatan yang memungkinan seluruh
anggota tim dengan latar belakang yang berbeda menjadi pimpinan, dan
terdiri dari sembilan dimensi:
No Keterampilan Kegiatan
2 Berfikir sistem Melakukan obervasi terhadap lingkungan
organisasi
Menentukan visi/tujuan yang ideal
Memberikan umpan balik terhadap hasil
Mengukur kondisi yang ada saat ini
Menyusun strategi dan menjalankan
segera (just do it)
Menerima masukan dari luar
3 Tanggap terhadap Mengetahui kapasitas diri sendiri
perubahan
Membangun hubungan dengan orang lain
Memahami tim dengan keterampilan dan
pengalaman yang berbeda
Membangun kolaborasi dengan tim yang
multifungsi
Melakukan intergrasi dengan pihak di
luar organisasi
Melakukan pembelajaran tentang
kesuksesan secara global
4 Penguasaan diri (self Menentukan visi pribadi
mastery)
Menyeimbangkan antara fisik dan
mental/emosional
Menanamkan mental pemberani
Membiasakan untuk bersikap tenang
Melakukan obervasi terhadap diri sendiri
5 Membangun hubungan Memupuk kepedulian terhadap orang lain
interpersonal
Menjalankan komunikasi yang efektif
Memberikan pengarahan dan pelatihan
Mengelola konflik secara efektif
Mendukung inovasi dan kreativitas
6 Mendorong Menjadi anggota yang energik dan efektif
pemberdayaan tim
Menjalankan rapat secara efektif
Menjaga perkataan
Melibatkan setiap anggota dalam “tim
kerja”
Bertindak secara intens dengan penuh
kesadaran
7 Kolaborasi lintas Menerapkan kelompok kerja lintas
fungsional fungsional
Mengintegrasikan proses bisnis
Menjalankan berfikir sistem dan
pembelajaran
No Keterampilan Kegiatan
Melayani unit/pihak lain dengan nilai-
nilai
Mengelola proses yang dijalankan anggota
tim
8 Integrasi tujuan Mempertimbangkan keinginan
organisasi konsumen/stakeholder
Memastikan pihak lain menerima pesan
dengan baik
Mensosialisasikan rencana organisasi
Memimpin budaya yang menerima
perubahan
Merancang struktur perubahan secara
efektif
9 Strategi positioning Mengeksplor lingkungan global
Meninjau kembali perencanaan
strategis/bisnis
Membangun jaringan dan mengelola
aliansi
Memposisikan organisasi dalam pasar
Menanamkan kepedulian terhadap isu-isu
internasional
10 Pengendalian emosi Mengetahui gaya kepemimpinan diri
sendiri
Membangun hubungan yang saling
mempercayai
Menciptakan ketergantungan antar unit
dalam organisasi
Melibatkan anggota tim untuk
menciptakan nilai-nilai lintas fungsional
Menyampaikan arahan dan nilai-nilai
yang berlaku umum
Membangun sinergi untuk menghasilkan
winning team
11 Servant leadership Mendahulukan kepentingan anggota dan
organisasi
Waktu (t)
2. Unorganized complexity
3. Organized complexity
1. Organized simplicity
LEARNING ORGANIZATION
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan organisasi
mengalami transformasi yang cukup radikal. Michael J. Marquardt dalam
bukunya berjudul “Building the Learning Organization” menggambarkan
transformasi organisasi dalam tabel 7.1 berikut (Marquardt, 2002).
Tabel 8.1. Transformasi Organisasi
Dimensi Old New
Tugas utama/penting Mengutamakan Mengutamakan
kebutuhan fisik kebutuhan mental
anggotanya anggotanya
Hubungan kerja Berlandaskan pada Dilaksanakan secara
hirarki dalam organisasi satu per satu (Peer to
peer)
Level organisasi Banyak tingkatan dalam Tingkatan dalam
organisasi organisasi sedikit
Struktur organisasi Menggambarkan fungsi Menggambarkan unit
dari unit dalam organisasi yang
organisasi multidisiplin
Batas-batas organisasi Memiliki garis batas Garis batas antar unti
yang tetap tidak jelas
Motivasi kompetisi Anggota organisasi Mengutamakan
berkompetisi dengan outsourcing & kerjasama
pola pertumbuhan dalam kompetisi
vertikal
Gaya manajemen Gaya kepemimpinan Gaya kepemimpinan
cenderung otokratik cenderung partisipatif
kondisi ini dengan sebutan “the enemy out there” yang sebenarnya
merupakan konsekuensi dari sikap “i am on my position”.
Seringkali anggota kelompok membentuk “benteng” untuk melindungi
dirinya dan kelompok dari orang luar yang mereka anggap musuh.
Paradigma ini menyebabkan organisasi menjadi sekumpulan orang-
orang yang secara eksklusif hanya menerima masukan dari dalam
kelompoknya saja. Orang-orang yang ada di luar kelompok harus
dikalahkan dan mengikuti “permainan” mereka yang ada dalam
kelompok. Banyak organisasi dan perusahaan yang akhirnya tidak
mampu bertahan karena melihat organisasi/perusahaan lain sebagai
musuh bukan sebagai mitra.
c. Anggota organisasi terlihat seolah-olah proaktif namun sebenarnya
merupakan reaksi terhadap perlakuan yang diterima dirinya
(illusion taking charge).
Sikap reaktif pada dasarnya adalah tindakan yang bersifat pasif bukan
proaktif. Anggota yang reaktif umumnya hanya mementingkan
kepentingan dirinya. Misalnya terdapat anggota yang diam saja ketika
kebijakan yang menguntungkan dirinya diberlakukan, namun ketika
kebijakan tersebut mengganggu kepentingannya ia bertindak reaktif
yang “dibungkus” seolah-olah proaktif.
Proaktif merupakan prasyarat yang harus dimiliki Organisasi
Pembelajar. Sekali lagi, proaktif berbeda dengan reaktif yang lebih
bersifat pasif. Namun bila proaktif dilakukan karena untuk
menjatuhkan orang lain (“enemy out there”) maka hal ini bisa dikatakan
sebagai reaktif. Terdapat keinginan orang untuk beraksi namun tanpa
disadari membiarkan masalah menjadi sulit ditangani. Reaktif dianggap
juga memiliki kesamaan dengan defensif atau cenderung bertahan dan
menolak segala masukan. Organisasi yang bersifat reaktif hanya akan
menghabiskan energi dan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai
kesia-siaan. Senge (1990) menganalogikan kondisi ini dengan ungkapan
“the illusion taking charge”.
Sejak digulirkan Dana Desa oleh pemerintah, telah terbentuk Satgas
Dana Desa yang mengaudit penggunaan dana tersebut agar sesuai
dengan peruntukannya yang dilakukan secara acak. Pendekatan
selama ini dalam penggunaan dana adalah reaktif, yaitu pemerintah
memeriksa/mengaudit setelah ada laporan. Kalaupun dilakukan
audit/pengawasan secara proaktif tujuannya bukan untuk
memperbaiki sistem, tetapi lebih kepada reaksi terhadap situasi.
Hal ini juga terjadi pada pengawasan ketenagakerjaan termasuk
penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan.
Seorang anggota DPR dalam acara talkshow di TV mengkritik bahwa
pengawasan yang dilakukan Kemenaker terhadap penerapan K3
bersifat reaktif karena menunggu laporan dari perusahaan. Salah satu
dampak dari pengawasan yang reaktif adalah terbakarnya salah satu
pabrik petasan yang menyebabkan puluhan pekerja meninggal.
Organization
Knowl
People
edge
Technology
yang terdiri dari enam elemen, antara lain: acquition (akuisisi), creation
(kreasi), storage (penyimpanan), analysis and data mining (analisa dan
pengolahan data), transfer and dissemination (transfer dan
penyampaian), dan application and validation (aplikasi dan validasi).
Acquition adalah proses mengumpulkan data dan informasi yang ada
baik dari dalam atau luar perusahaan. Misalnya: Puskesmas
melakukan kegiatan observasi lapangan untuk mengetahui
prevalensi penyakit tidak menular pada masyarakat perkotaan dan
dibarengi dengan analisis terhadap kunjungan pasien di poli
Penyakit Tidak Menular (PTM).
Creation adalah proses penciptaan pengetahuan dari berbagai riset
atau studi. Misalnya: Misalnya: perguruan tinggi bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan melakukan penelitian bersama untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab masyarakat tidak melakukan
pembayaran iuran JKN. Dari studi ini bukannya dihasilkan
pengetahuan dalam rangka pembelajaran, namun juga dihasilkan
usulan intervensi agar masyarakat rutin membayar iuran JKN.
Storage adalah proses memberi identitas/kode dan menempatkan
berbagai ilmu pengetahuan agar dapat dengan mudah diakses oleh
karyawan atau anggota organisasi. Misalnya: peran perpustakaan
yang ada di rumah sakit besar atau beberapa perusahaan yang
peduli dengan pengelolaan informasi pengetahuan (knowledge
management) memberi kesempatan pada karyawan untuk mengakses
ilmu pengetahuan dalam rangka pembelajaran.
Transfer and dissemination adalah proses perpindahan informasi dan
ilmu pengetahuan baik secara mekanis, elektronis atau interpersonal
baik yang intens maupun tidak intens pada organisasi. Untuk
menjalankan proses ini organisasi dapat melakukannya dengan
melakukan pertemuan rutin membahas perkembangan terkini dalam
bidang yang digeluti organisasi tersebut.
Application and validation adalah penggunaan dan penilaian ilmu
pengetahuan oleh anggota organisasi. Misalnya: organisasi
menerapkan metode penilaian anggota/karyawan yang terbaru serta
dilakukan penilaian (validasi) apakah metode tersebut cocok
digunakan dalam lingkup organisasi.
5. Subsistem teknologi
Subsistem teknologi berfungsi memberikan dukungan, dan sebagai alat
dalam mengintegrasikan jaringan teknologi dan informasi yang
memungkinkan terjadinya akses dan pertukaran informasi dan
pembelajaran. Teknologi dalam Organisasi Pembelajar digunakan
untuk:
a. Mengelola ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan teknologi
berbasis komputer dengan mengumpulkan, koding, menyimpan,
dan mentransfer informasi dalam organisasi dan dunia luar
b. Meningkatkan pembelajaran yang meliputi pelatihan dengan
menggunakan video, audio, dan multimedia berbasis komputer.
LATIHAN SOAL
1. Identifikasi sebuah organisasi yang ada di sekitar Anda (misal: kampus,
perusahaan, organisasi kemahasiswaan) apakah telah sesuai dengan
paradigma organisasi saat ini, seperti yang dirumuskan oleh Marquardt
(2002).
Nama Organisasi: .................................................................
Dimensi Keterangan
Tugas utama/penting
Hubungan kerja
Level organisasi
Struktur organisasi
Batas-batas organisasi
Motivasi kompetisi
Gaya manajemen
Budaya
Orang-orang
Fokus strategi
2. Isilah dengan Benar pada pernyataan di bawah ini jika sesuai dengan
ciri-ciri Organisasi Pembelajar, dan Salah jika tidak sesuai dengan ciri-
ciri Organisasi Pembelajar
a. Karyawan sebuah Puskesmas selalu aktif mengikuti pelatihan yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Setempat (................)
b. Kepala Dinas Kesehatan kota A selalu menolak usulan yang
diberikan oleh bawahannya (.................)
c. Dalam rapat rutin bulanan, manajer SDM sebuah RS selalu
meminta pada Supervisor menyampaikan permasalahan yang
dihadapi (............)
d. Staff bagian keuangan di sebuah klinik berpendapat bahwa untuk
mempelajari program/aplikasi akuntansi yang baru harus diberikan
oleh instruktur handal (...........)
peluang serta menahan ancaman yang datang pada dirinya dan organisasi.
Pengusaan diri memerlukan satu kemampuan yang disebut dengan
kecerdasan emosional, bukan hanya kecerdasan intelektual saja.
Dalam bukunya yang berjudul “Fifth Discipline”, Peter M. Senge (1990)
menyatakan bahwa kemampuan personal mastery merupakan disiplin
utama yang harus dimiliki pemimpin untuk menjalankan kepemimpinan
berfikir sistem. Personal Mastery juga merupakan dasar-dasar dalam
membentuk organisasi pembelajar.
Personal mastery terdiri dari dua kata yaitu Personal dan Mastery yang
keduanya memiliki arti berbeda. Dalam kamus Oxford Online kata
“Personal” mengandung pengertian sebagai berikut: 1) kepemilikan atau
sesuatu yang mempengaruhi seseorang, bukan orang lain, termasuk
perbuatan atau sesuatu yang dihasilkan oleh seseorang, serta 2) kehidupan
pribadi dan emosional seseorang, termasuk karakter, penampilan yang
sifatnya tertutup. Sementara kata “Mastery” mengandung arti sebagai
berikut: 1) pengetahuan dan kemampuan yang lengkap pada suatu obyek
atau kegiatan tertentu; dan 2) kemampuan mengawasi seseorang atau
sesuatu.
Sehingga menurut Senge (1990) pengertian mastery bukan hanya mampu
mendominasi keadaan namun juga memiliki tingkat kemampuan khusus.
Seseorang yang master dalam ilmu kesehatan masyarakat bukan berarti ia
menguasai orang-orang dengan kemampuan biasa, namun memiliki tingkat
kemampuan yang lebih tinggi. Personal mastery menurut Senge (2009)
adalah kemampuan seseorang untuk:
1. Secara terus-menerus menentukan dan menghayati visi pribadinya
2. Mengumpulkan energi pribadi
3. Mengembangkan kesabaran
4. Melihat tujuan secara obyektif
Orang yang memiliki personal mastery yang tinggi selalu mengutamakan
perkembangan pribadi dan selalu melakukan pembelajaran. Sehingga
karakteristik seseorang yang memilki personal mastery tinggi antara lain:
a. Selalu memulai dengan memikirkan apa yang sudah ia lakukan
untuk orang lain (introspeksi diri), dibanding memikirkan kesalahan
orang lain. Tanpa adanya personal mastery, maka seseorang akan
menjadi reaktif dan selalu berfikir bahwa kesalahan pasti datang
akibat perbuatan orang lain.
b. Ketika mendapat masalah, yang pertama kali dipelajari adalah
kenapa ia berada dalam lingkaran masalah ini. Kondisi ini
memungkinkan dirinya dapat mengatasi masalah dengan segera.
c. Berusaha untuk jujur dalam melihat permasalahan. Dirinya tidak
terlibat dalam kepura-puraan, seolah-olah segalanya sudah berjalan
dengan baik.
d. Mampu menciptakan dan menjaga tekanan/kecenderungan untuk
berkreasi atau creative tension.
Gambar 9.1. Creative Tension (Jarak antara Visi dengan Realtitas Saat
Ini). Sumber: (Senge, 1990)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmady, G. A., Mehrpour, M., & Nikooravesh, A. (2016). Organizational
Structure. In 3rd International Conference on New Challenges in
Management and Organization: Organization and Leadership (pp. 455–
462). Dubai: Elsevier.
Antonakis, J., & Day, D. D. (2018). The Nature of Leadership (3rd ed.).
California: SAGE Publications.
Arnold, R. D., & Wade, J. P. (2015). A Definition of System Thinking: A
System Approach. In 2015 Conference on System Engineering Research
(pp. 669–678). New Jersey: Elsevier.
Aslaksen, E. W. (2013). The System Concept and Its Application to
Engineering. New York: Springer.
Batle-Fisher, M. (2015). Application of System Thinking to Health Policy &
Public Health Ethics Public Health and Private Illness. Switzerland:
Springer.
Castelle, K. M., & Jaradat, R. M. (2016). Development of an Instrument to
Assess Capacity for Systems Thinking. In C. H. Dagli (Ed.), Complex
Adaptive Systems (pp. 80–86). Los Angeles: Elsevier.
Chuang, S., Howley, P. P., & Lin, S.-H. (2015). Implementing Systems
Thinking for Infection Prevention: The Cessation of Repeated Scabies
Outbreaks in a Respiratory Care Ward. American Journal of Infection
Control, 43(5), 499–505.
Emmerling, R., Canboy, B., Serlavos, R., & Foguet, J. M. (2015). Leadership
Education: Theory and Practice. In International Encyclopedia of Social
Science and Behavioral Sciences (12th ed., pp. 655–663). New York:
Elsevier Ltd.
Gardner, W. L., & Carlson, J. D. (2015). Authentic Leadership. In
International Encyclopedia of The Social & Behavioral Sciences. Oxford:
Elsevier Ltd.
Goh, Y. M., Love, P., & Dekker, S. (2014). Editorial for Special Issue -
“Systems Thinking in Workplace Safety dan Health.” Accident Analysis
and Prevention, 68, 1–4.
Hester, P. T., & Kevin, M. A. (2014). Systemic Thinking: Fundamentals for
Understanding Problem and Messes. Switzerland: Springer
International.
IAKMI & AIPTKMI. (2012). Blue Print Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan
Masyarakat Indonesia. Jakarta: PP IAKMI.
Kumar, R. D. C., & Kiljee, N. (2015). Leadership in Healthcare. Anesthesia
and Intensive Care Medicine. https://doi.org/http://
dx.doi.org/10.1016/j.mpaic.2015.10.012