Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. PENDAHULUAN
Berkembangnya filsafat dan ilmu, tidak pernah lepas dari peristiwa yang telah
terjadi sebelumnya. Namun, filsafat dan ilmu itu berbeda. Filsafat merupakan dasar
dari ilmu pengetahuan saat ini. Karakteristik cara berpikir filsafat adalah sifatnya yang
menyeluruh, sangat mendasar dan spekulatif. Sifat yang menyeluruh maksudnya
mempertanyakan hakikat keberadaan dan kebenaran tentang keberadaan itu sendiri
sebagai satu kesatuan secara keseluruhan. Untuk memahami keberadaan dan
kebenaran itu, diperlukan ilmu pengetahuan yang mana ilmu pengetahuan
merupakan hasil dari cabang ilmu dari filsafat.
Ilmu pengetahuan, sebagai cabang dari filsafat berkembang pesat hingga saat ini.
Banyak ilmu-ilmu baru bermunculan yang menyesuaikan perkembangan zaman, dan
teknologi yang berkembang pesat sehingga mampu mengubah perilaku masyarakat,
baik positif dan negatif. Untuk mengatasi dampak negatif, ilmu pengetahuan
diperlukan seperti ilmu etika, agama dan hukum. Mereka saling berhubungan untuk
menyeimbangkan kehidupan masyarakat saat ini.
Menurut Immanuel Kant (1724-1804) dalam Amsal Baktiar (2004), filsafat adalah
ilmu dasar sebagai pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan yaitu:
1. Apa yang dapat kita ketahui (dijawab oleh metafisika)
2. Apa yang boleh kita kerjakan (dijawab oleh etika/norma)
3. Sampaidimanakah pengharapan kita (dijawab oleh agama)
4. Apakah yang dinamakan manusia (dijawab oleh antropologi)
Dari penjabaran diatas dapat diketahui bahwa filsafat adalah induk dari sebuah
ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu kontemporer dan klasik berkembang sehingga manusia
modern dapat menikmatinya seperti sekarang sekaligus dengan buahnya yaitu
teknologi. Topik ini menarik untuk dibahas, agar kita sebagai manusia mampu
memahami ilmu etika, agama dan hukum agar diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
2. PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Filsafat
Menurut Ismail dan Mutawalli (2003), filsafat berasal dari dua kata Yunani yaitu
philo dan Sophia. Philo berarti cinta, sedangkan shopia berarti bijaksana. Cinta
artinya hasrat yang besar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya
kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Dengan demikian, filsafat
berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati. Secara
etimologis, filsafat merupakan suatu usaha berpikir secara radikal atau menyeluruh,
berpikir dengan keingintahuan sedalam-dalamnya. Kegiatan tersebut diharapkan
dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang universal dari kenyataan khusus, dari
yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
Menurut The Huijbers dalam Muhammda (2006), menjelaskan filsafat sebagai
kegiatan intelektual yang metodis, sistematis, dan secara reflektif menangkap makna
hakiki keseluruhan yang ada. Objek filsafat bersifat universal dan mencakup segala
sesuatu yang dialami manusia. Filsafat dapat dilihat dari unsur-unsurnya sebagai
berikut:
a. Kegiatan intelektual (pemikiran)
b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi)
c. Segala fakta dan gejala (objek)
d. Dengan cara refleksi, metodis, dan sistematis (metode)
e. Untuk kebahagiaan manusia (tujuan)
Untuk membedakan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya, atau cabang ilmu
dengan cabang lainnya, dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: ontologis, epistemologis,
dan aksiologis. Ontologis artinya objek yang dikaji, dari segi filsafat, ontologis adalah
2
segala sesuatu yang bersifat fisik dan nonfisik, baik yang dapat direkam melalui indra
maupun yang tidak. Dari segi ilmu, ontologis adalah segala sesuatu yang bersifat fisik
dan yang dapat direkam melalui indera. Epistemologis dari segi filsafat adalah
pendekatan yang bersifat reflektif atau rasional-deduktif. Sedangkan epistemologis
dari segi ilmu adalah pendekatan ilmiah yang menggunakan dua pendekatan deduktif
dan induktif secara saling melengkapi. Aksiologis dari segi filsafat adalah bermanfaat,
tetapi tidak secara langsung bagi umat manusia sedangkan dari segi ilmu bermakna
sangat konkret, langsung dapat dimanfaatkan bagi kepentingan umat manusia.
2.2 Hakikat Agama
Menurut Ismail dan Mutawalli (2003), agama adalah satu bentuk ketetapan ilahi
yang mengarahkan mereka yang berakal dengan pilihan mereka sendiri terhadap
ketetapan ilahi tersebut kepada kebaikan hidup di dunia dan kebahagian hidup di
akhirat. Agama memiliki beberapa unsur-unsur penting seperti hubungan manusia
dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transendental, yang ilahi Tuhan Yang Maha
Esa, berisi pedoman tingkah laku (dalam bentuk larangan dan perintah), nilai-nilai dan
norma-norma yang diwahyukan langsung oleh Ilahi melalui nabi-nabi, untuk
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan hidup kekal di akhirat. Unsur-unsur utama
dalam agama yaitu:
1. Adanya kitab suci
2. Kitab suci yang ditulis oleh Nabi berdasarkan wahyu yang diturunkan langsung
dari Tuhan
3. Ada suatu lembaga yang membina, menuntun umat manusia, dan menafsirkan
kitab suci bagi kepentingan umatnya.
4. Setiap agama berisi ajaran dan pedoman tentang (1) dogma, doktrin, atau
filsafat tentang ketuhanan,(2) Susila, moral, atau etika,(3) ritual, upacara atau tata
cara beribadat,(4) tujuan agama.
Dogma atau filsafat ketuhanan merumuskan tentang hakikat Allah (Tuhan) yang
dikenal, dialami, diyakini dan dipercaya serta kehendak-Nya bagi umat manusia dan
dunia. Tujuannya adalah untuk meyakinkan umat manusia bahwa ada kekuatan tak
terbatas (Tuhan YME) yang merupakan sumber segala keberadaan (eksistensi),
sekaligus yang mengatur seluruh keberadaan ini.
2.3 Hakikat Etika
Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan,atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang baik
dan yang buruk (Kanter,2001). Istilah lain dari etika adalah Susila. Su artinya baik,
dan sila artinya kebiasaan atau tingkah laku. Jadi, Susila berarti kebiasaan atau
3
tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Etika sebagai ilmu disebut tata Susila,
yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang
harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta hubungan yang baik antara sesama
manusia (Suhardana,2006). Etika merupakan ilmu yang sifatnya praktis, normatif dan
fungsional sehingga dengan demikian merupakan suatu ilmu yang langsung berguna
dalam pergaulan hidup sehari-hari. Etka juga dapat menjadi asas untuk norma-norma
dalam suatu kehidupan, sekaligus memberi penilaian terhadap corak perbuatan
seorang sebagai manusia.
Etika dapat dilihat dari dua hal berikut: (1) etika sebagai praksis. Berarti sama
dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan
norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat.(2) etika sebagai ilmu
atau tata susila adalah pemikiran/penilaian moral. Etika sebagai pemikiran moral bisa
saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat
kritis, metodis, dan sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja mencoba
merumuskan suatu teori, konsep, asas, atau prinsip-prinsip tentang perilaku manusia
yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut dianggap baik atau
tidak baik, mengapa menjadi baik itu sangat bermanfaat, dan sebagainya.
2.4 Hakikat Nilai
Sesuatu yang memiliki nilai berarti berharga. Berharga dalam hal ini adalah
tergantung dari setiap penilaian manusia itu sendiri. Bisa saja berharga karena hal
tersebut disukai, diinginkan, berguna dan juga dihargai. Dan juga nilai mempengaruhi
perilaku manusia dalam bertindak atau berbuat sesuai dalam kehidupan. Seperti
penilaian baik atau buruknya sesuatu, penting atau kurang penting, apa yang lebih
baik atau kurang baik dan apa yang lebih benar atau kurang benar. Semua ini
tergantung pada manusia itu sendiri.
Misalnya seorang seniman akan memaknai bahwa nilai estetika adalah nilai
yang paling tinggi. Kemudian pelaku bisnis akan menganggap bahwa hal yang
memiliki nilai uang atau nilai ekonomis adalah yang paling penting. Dan di Indonesia
sendiri nilai tertinggi adalah nilai Ketuhanan yang mana tercantum pada pancasila.
Nilai Ketuhanan adalah nilai yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh warga
Indonesia.
Berikut adalah nilai menurut para ahli :
1. Menurut Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal
yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna dan dihargai sehingga
dapat menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu. Nilai juga merupakan
4
sesuatu yang memberi makna dalam hidup, yang memberi titik tolak, isi, dan tujuan
dalam hidup.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) merumuskan nilai sebagai
standar atau ukuran (normal) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu. Ada
nilai materialistis yang berkaitan dengan ukuran harta pada diri kita, ada nilai
kesehatan yang mengungkapkan tentang signifikasi kesehatan dalam pandangan
kita, ada nilai ideal yang mengungkapkan tentang kedudukan keadilan dan kesetiaan
dalam hati kita, serta ada nilai nilai-nilai sosiologis yang menunjukkan signifikasi
kesuksesan dalam kehidupan praktis dan nilai-nilai yang lain.
3. Max Scheller dalam kaelan menyebutkan hirarki nilai tersebut terdiri atas (Sofyan
Sauri dan Herlan Firmansyah: 2010: 9)
- Nilai kenikmatan, yaitu nilai yang mengenakan atau tidak mengenakan, berkitan
dengan indra manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita.
- Nilai kehidupan, yaitu nilai yang penting bagi kehidupan
- Nilai kejiwaan, yaitu nilai yang tidak bergantung pada keadaan jasmani maupun
lingkungan.
- Nilai kerohanian, yaitu maralitas nilai dari yang suci dan tidak suci.
Pendapat Max Scheller mengenai nilai dapat dirangkum sebagai berikut:
- Ia membantah anggapan Immanuel Kant bahwa hakikat moralitas terdiri atas
kehendak untuk memenuhi kewajiban. Kewajiban bukanlah unsur primer, melainkan
mengikuti apa yang bernilai.
- Nilai-nilai itu bersifat material (berisi, lawan dari formal) dan apriori.
- Harus dibedakan dengan tajam Antara nilai-nilai itu sendiri (werte, values) dan apa
yang bernilai/realitas bernilai (gutter, goods).
- Cara menangkap nilai bukan dengan pikiran, melainkan dengan suatu perasaan
intensional (tidak dibatasi denagn perasaan fisik atau emosional, melainkandengan
keterbukaan hati atau budi).
- Ada empat gugus nilai yang mandiri dan jelas berbeda Antara satu dengan lainnya,
yaitu: (1) gugus nilai-nilai sekitar yang enak dan yang tidak enak, (2) gugus nilai-nilai
vital sekitar yang luhur dan yang hina, (3) gugus nilai-nilai rohani, (4) gugus nilai-nilai
tetinggi sekitar yang kudus dan yang profane yang dihayati manusia dalam
pengalaman religius. Hierarki sekitar gugus nilai ini bersifat apriori, artinya terlepas
dari segala pengalaman.
- Pada gugus ketiga (nilai-nilai rohani) dan gugus keempat (sekitar nilai-nilai yang
kudus). Ada tiga macam nilai rohani, yaitu: (1) nilai estetik, (2) nilai-nilai yang benar
5
dan yang tidak benar, dan (3) nilai-nilai pengertian kebenaran murni, yaitu bernilainya
pengetahuan karena pengetahuan itu sendiri dan bukan karena ada manfaatnya.
- Corak kepribadian, baik orang per orang maupun sebuah komunitas, akan
ditentuakan oleh nilai-nilai mana yang dominan.
Dari penjelasan tentang nilai tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan tiga hal, yaitu:
Nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu (benda, orang, hal)
Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain nilai uang (ekonomis) yang sudah
cukup dikenal.
Gugus-gugus nilai itu membentuk semacam hierarki dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi.
2.5 Hubungan Agama, Etika, dan Nilai
Agama, etika dan nilai tidak dapat dipisahkan. Tidak ada agama yang tidak
mengajarkan nilai etika atau moralitas. Semua agama mengajarkan umatnya untuk
melakukan segala hal yang berkenan di hadapan Tuhan-Nya. Itu artinya semua
manusia harus melakukan hal yang tidak bertentangan dengan hukum dari agama
yang dianutnya. Jika semua manusia melakukan yang sesuai dengan hukum agama,
secara otomatis mereka telah melakukan nilai-nilai etika atau moralitas yang berguna
bagi semua orang dan akan menjadi modal mereka untuk memperoleh hidup kekal di
dunia Akhirat nantinya.
Nilai etika adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan
baik atau buruk dari manusia atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih
terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Dan semua agama dalam kitab
sucinya masing-masing mengajarkan tentang tiga hal pokok, yaitu :
1. Hakikat Tuhan
2. Etika, tata susila
3. Ritual, tata cara beribadat.
Kualitas manusia tidak hanya ditentukan dari kualitas mereka melakukan
peribadatan (hubungan manusia dengan Tuhan) tetapi juga dari kualitas moral/etika
(manusia dengan manusia dan juga alam sekitar). Dapat dikatakan jika nilai ibadah
yang kita lakukan akan menjadi sia-sia apabila tidak diikuti dengan nilai-nilai moral.
Dan juga tujuan semua agama adalah untuk merealisasikan nilai tertinggi dalam
hidup, yaitu hidup kekal di akhirat. Pencapaian nilai-nilai kehidupan duniawi (nilai-nilai
yang lebih rendah) bukan merupakan tujuan akhir, tapi dijadikan sebagai tujuan
sementara dan dianggap sebagai alat untuk mendukung pencapaian tujuan akhir
(nilai tertinggi kehidupan).
6
2.6 Hukum, Etika, dan Etiket
Hukum, etika, dan etiket merupakan istilah yang sama-sama mengatur manusia
dalam berperilaku dan bertindak dalam kehidupan.
No Hukum Etika Etiket
.
1. Persamaan : Sama-sama mengatur perilaku manusia
2. Perbedaan :
A. Sumber hukum : Sumber Etika : Sumber Etiket :
Negara, pemerintah Masyarakat Golongan masyarakat
B. Sifat pengaturan : Sifat pengaturan : Sifat pengaturan :
Tertulis berupa Undang- Ada yang lisan Lisan
undang, peraturan (berupa adat
pemerintah, dan kebiasaan) dan ada
sebagainya yang tertulis
(berupa kode etik)
C. Objek yang diatur : Objek yang diatur : Objek yang diatur :
Bersifat lahiriah (misalnya Bersifat rohaniah, Bersifat lahiriah,
hukum warisan, hukum misalnya : perilaku misalnya tata cara
agraria, hukum tata etis (jujur, tidak berpakaian (untuk
negara) dan rohaniah menipu, pesta, sekolah,
(misalnya : hukum bertanggung jawab) pertemuan resmi,
pidana) dan perilaku tidak berkabung dan lain-
etis (korupsi, lain), tata cara
mencuri, berzina) menerima tamu, tata
cara berbicara dengan
orang tua, dan
sebagainya.
7
a. Soedarsono (2002) : Kepribadian didefinisikan sebagai totalitas kejiwaan
seseorang yang menampilkan sisi yang didapat dari keturunan, pendidikan,
pengalaman hidup, dan lingkungan. Karakter adalah sisi kepribadian yang di dapat
daru pengalaman, pendidikan, dan lingkungan sehigga bisa dikatakan bahwa karakter
adalah bagian dari kepribadian.
b. Cloud (2007) : mendifinisikan karakter sebagai kemampuan untuk memenuhi
tuntutan kenyataan.
c. Ezra (2006) : hampir sama dengan Cloud ia mengatakan bahwa karakter adalah
culture untuk sebuah kesuksesan.
d. Lilik Agung (2007) : mendefinikan karakter sebagai kompetensi yang harus dimiliki
oleh seseorang yang berkaitan dengan kinerja terbaik agar ia mampu menghadapi
tantangan realita/kenyataan yang selalu berubah dan mampu meraih kesuksesan.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Karakter adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang. Kompetensi ini
mencakup pengembangan secara seimbang dan utuh ketiga lapisan, yaitu : fisik
(body), pikiran (mind), dan jiwa (spiritual).
- Karakter menentukan keberhasilan seseorang.
- Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari melalui pendidikan dan pelatihan.
- Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan oleh tingkat kecocokan karakter yang
dimiliki dengan tuntutan kenyataan.
Menurut chopra (2005) ia mengatakan bahwa karakter yang dimiliki oleh
mereka yang telah mencapai tingkat kesadaran spiritual sebenarnya sama persis
dengan karakter yang dimiliki oleh sel tubuh manusia.10 karakter sel menurut chopra
yang dapat dijadikan sebagai karakter umat manusia:
1. Ada maksud lebih tinggi. Setiap sel menyadari bahwa masing-masing sel bekerja
bukan untuk kepentingan sendiri. Sikap mementingkan diri sendiri bukanlah pilihan.
2. Kesatuan. Semua sel saling berhubungan dan berkomunikasi. Menarik diri
bukanlah pilihan.
3. Kesadaran. Sel-sel beradaptasi dari saat ke saat. Terperangkap dalam keadaan
kaku bukanlah pilihan.
4. Penerimaan. Setiap sel saling mengenal satu dengan yang lainnya sebagai bagian
yang sama pentingnya. Berfungsi sendiri bukanlah pilihan.
5. Kreatifitas. Walaupun sel mempunyai fungsi unik, namun mereka mampu
menemukan cara-cara baru yang kreatif. Berpegang kepada perilaku lama bukanlah
pilihan.
8
6. Keberadaan. Sel-sel patuh kepada siklus universal berupa adanya saat
istirahatdan saat aktif dalam kegiatannya. Terlalu aktif atau agresif bukanlah pilhan.
7. Efisiensi. Dalam menjalankan fungsinya sel-sel mengeluarkan energi sekecil
mungkin. Menumpuk/menimbun makanan, udara, dan air berlebihan bukanlah pilihan.
8. Pembentukan ikatan. Karena kesamaan genetika, sel-sel itu tahu bahwa mereka
itu pada dasarnya sama, saling tergantung dan saling membutuhkan. Bagi mereka
menjadi sel buangan bukanlah pilihan.
9. Memberi. Kegiatan sel yang utama adalah memberi dan memelihara integritas sel-
sel lainnya. Hanya menerima bukanlah pilihan.
10. Keabadian. Sel-sel berproduksi untuk meneruskan pengetahuan, pengalamann,
dan talenta mereka tanpa menahan apa pun untuk generasi sel berikutnya. Jurang
antar generasi bukanlah pilihan.
2.7.2 Kecerdasan, Karakter, dan Etika
Wahyuni Nafis (2006) melalui pemhamannya menyebutkan tiga jenis
kecerdasan dengan tiga golongan etika.
3 golongan etika Karakter utama
Teo etika 1. Takwa (pasrah diri)
Saling ketergantungan masalah aku 2. Ikhlas (tulus
dengan tuhan. 3. Tawakal (tahan uji)
Sosio etika 4. Silaturahmi (tali kasih)
Ketergantungan masalah aku dengan 5. Amanah (integritas)
orang lain 6. Husnuzan (baik sangka)
Psiko etika 7. Tawaduk (berilmu)
Kemandirian masalah aku dengan aku 8. Syukur
9. Sabar
9
ketergantungan dengan sel lainnya) Etika
EQ Memberi ( membantu integritas sel lainnya)
Pembentukan ikatan (kesadaran bahwa
keunikan/perbedaan fungsi setiap sel tidaklah
meniadakan kesamaan identitas mereka)
Maksud yang lebih tinggi (mengabdi kepada Teo
tubuh atau tidak mementingkan diri sendiri) Etika
Kesatuan (semua sel menyadari
SQ kebersamaan mereka)
Kreatifitas (menemukan cara baru)
Keberadaan (semua sel patuh pada siklus
hidup universal)
10
membatasi kajiannya hanya pada lapisan pikiran (mental atau emosional) dan tidak
ada upaya untuk masuk lebih dalam ke ranah roh (kesadaran spiritual atau
transendental). Sementara itu, ajaran agama yang seharusnya dapat dijadikan
panduan dalam pengembangan atau olah batin, dalam perjalanannya sering kali
pengajarannya lebih bersifat indoktrinasi, sekadar menjalankan praktik berbagai ritual,
serta kurang mengedepankan pendekatan melalui proses nalar, pengamalan, dan
pengalaman langsung melalui refleksi diri. Akibatnya, ajaran agama yang mulia itu
tidak mampu memberikan pencerahan kepada umatnya. Hal ini mudah dilihat pada
kehidupan sehari-hari saat ini. Walaupun hampir sebagian besar umat manusia di
dunia mengaku telah menganut salah satu agama tertentu, namun berbagai
kejahatan justru makin menjadi-jadi.
Akhir-akhir ini, banyak pakar dari berbagai latar keilmuan mulai berani dan
tertarik untuk menyelami ranah spiritual dari pendekatan yang lebih rasional. Mereka
menulis ulang dengan kemasan baru dari berbagai buku atau literatur kuno yang
telah ada sejak zaman dahulu yang ditulis oleh praktisi keagamaan dan praktisi
spiritual di negara-negara Timur, seperti India, Cina, dan negara-negara Arab.
2.7.5 Pikiran, Meditasi, dan Gelombang Otak
Olah pikir (brainware management) adalah konsep dan keterampilan untuk
mengatur gelombang otak manusia yang paling sesuai dengan aktivitasnya sehingga
bisa mencapai hasil optimal. Otak memancarkan gelombang sesuai dengan tingkat
keadaan pikiran atau kejiwaan seseorang.
Nama Ciri-ciri
Kognitif, analisis, logika, otak kiri, konsentrasi,
prasangka, pikiran sadar, aktif, cemas, was-was,
Beta (14-100 Hz)
khawatir, stres, fight or flight, disease, cortisol,
norepinephrine
Khusyuk, relaksasi, meditatif, focus-alertness,
superlearning, akses nurani bawah sadar, ikhlas,
Alpha (8-13,9 Hz)
nyaman, tenang, santai, istirahat, puas, segar, bahagia,
endorphine, serotonin
Sangat khusyuk, deep-meditation, problem solving,
Theta (4-7,9 Hz)
mimpi, intuisi, nurani bawah sadar, ikhlas, kreatif,
11
integratif, hening, imajinatif, catecholamines, AVP
Tidur lelap, non physical state, nurani bawah sadar
Delta (0,1-3,9 Hz) kolektif, tidak ada pikiran dan perasaan, cellular
regeneration, HGH
Gelombang beta terjadi ketika pikiran berada dalam keadaan aktif. Dalam
keadaan aktif, otak mengeluarkan hormon kortisol dan norepinephrine yang
menyebabkan timbulnya rasa cemas, khawatir, gelisah, dan sejenisnya. Oleh karena
itu, pikiran harus dilatih untuk memasuki gelombang alpha untuk membangun
karakter positif. Latihan meditasi, yoga, zikir, retret, dan sejenisnya efektif untuk
memasuki gelombang alpha.
2.7.6 Model Pembangunan Manusia Utuh
Terdapat dua model yang menjelaskan hakikat keberadaan manusia, yaitu:
- Model hakikat manusia tidak utuh, pola hidup masyarakat modern dewasa ini
dilandasi oleh paradigma hakikat manusia tidak utuh. Pada model ini, tujuan manusia
hanya mengejar kekayaan, kesenangan, dan kekuasaan duniawi. Kecerdasan yang
dikembangkan hanya IQ dan kesehatan fisik sehingga praktis kurang atau bahkan
lupa mengembangkan EQ dan SQ. Dengan kata lain, manusia telah bertindak secara
tidak etis dalam kehidupan mereka sehari-hari. Berbagai persoalan muncul sebagai
akibat dari tindakan tidak etis atau kealpaan mengembangkan EQ dan SQ tersebut,
antara lain: meluasnya korupsi, kejahatan, kesenjangan orang kaya dan miskin,
kegelisahan, ketakutan, kemarahan, depresi, anarkisme, dan sebagainya.
12
- Model hakikat manusia utuh
Paradigma hakikat manusia seutuhnya perlu dikembangkan melalui
pengembangan sikap dan perilaku hidup etis dalam arti luas, yaitu dengan
memadukan dan menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik, pengetahuan
intelektual (psiko etika), kematangan emosional dan kerukunan sosial (sosio
etika), dan kesadaran spiritual (teo etika). Pelatihan dan praktik meditasi, zikir, dan
retret akan mengembangkan lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi
pengembangan intelektual melalui iptek dan kesehatan fisik yang diperoleh
melalui olah raga dan makanan sehat.
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
Filsafat membahas sesuatu lebih kepada melihat kebenaran yang diukur,
apakah sesuatu itu logis atau bukan. Filsafat merupakan proses pencarian kebenaran
yang dilandaskan pada kemampuan akal. Sedangkan, agama tidak selalu mengukur
kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu
memperhatikan aspek logisnya. Namun, jika dipahami dengan seksama, kita akan
mengerti jika filsafat dan agama memiliki keterkaitan satu sama lain. Bahkan, filsafat
digunakan sebagai alat untuk mencari pengetahuan tentang agama. Dalam hal ini
filsafat Ketuhanan meyakini jika ada kekuatan tak terbatas (Tuhan YME) yang
mengatur segala kehidupan manusia. Dengan pemahaman yang mendalam
mengenai filsafat Ketuhanan, manusia diharapkan mampu berjalan dengan nilai-nilai
Ketuhanan di muka bumi dengan menyebarkan kebaikan dan tidak berbuat
keburukan. Serta mampu menjadi manusia yang juga berguna bagi orang-orang
disekitarnya dengan berperilaku sesuai dan etis kepada sesamanya. Karena sebagai
manusia kita dibekali dengan hati, akal, dan pikiran yang sempurna lebih dari makhluk
lain yang ada di bumi.
14
4. Referensi
Agoes.E, Ardana.C. 2014. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat
15