Anda di halaman 1dari 4

Kewarganegaraan merupakan suatu hal yang berkaitan dengan identitas nasional

suatu individu di dalam negaranya. Para pahlawan bangsa indonesia rela berkorban
demi mencapai kemerdekaannya dengan melewati berbagai rintangan yang cukup
berat. Untuk menghormati dan menghargai perjuangan itulah maka dibuat hukum
negara yang berlandaskan rasa nasionalisme dan pancasila. Sehingga menjadi hukum
kewarganegaraan. Hukum kewarganegaraan dijelaskan pada pembukaan UUD 1945
pada alinea kedua dan keempat, yang mencatumkan cita - cita dan tujuan bangsa
indonesia setelah merebut kemerdekaannya. Terdapat juga pada pasal 27 ayat 1
mengenai kesamaan kedudukan semua warga negara di mata hukum dan pasal 27 ayat
3 tentang hak dan kewajiban warga negara untuk berupaya membela negaranya.

Namun masih banyak warga indonesia yang belum paham tentang hukum
kewarganegaraan. Seperti halnya kasus yang terjadi beberapa tahun lalu tentang status
kewarganegaraan. Kasus ini terjadi disaat warga negara indonesia menikah dengan
warga negara asing yang kemudian memiliki seorang anak yang harus mempunyai
status kewarganegaraannya.
Kasus Gloria, Refly: Pasal 41 Tak Berikan Perlindungan Hukum yang Adil

Edward Febriyatri Kusuma - detikNews


Selasa, 22 Nov 2016 19:17 WIB

Jakarta - Ira Hartini Natapradja Hamel terus memperjuangkan hak konstitusi


anaknya, Gloria Natapraja Hamel ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam persidangan
kali ini dia membawa pakar hukum tata negara refly Harun dan saksi WNI yang juga
pelaku perkawinan campuran, Beatrix Jansen.

Dalam paparannya Refly menjelaskan tujuan dari UU Kewarganegaraan untuk


memperoleh status kewarganegaraan. Di mana anak hasil perkawinan campur harus
memilih kewarganegaraannya sebelum berusia 18 tahun atau belum memperoleh
status warga negara.

"Memang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena


bertentangan dengan UUD 1945, tidak sekedar dinyatakan bertentangan dengan UUD
1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) sebagaimana permohonan
Pemohon," ujar Reflly dalam persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka
Barat, Jakarta Pusat, Selasa (22/11/2016).

Sebelum lahirnya UU Nomor 12 Tahun 2006, dijelaskan Refly, Indonesia menganut


asas ius sanguinis secara mutlak yaitu berdasarkan keturunan dari pihak ayah.
Sehingga anak dari hasil perkawinan campur yang lahir dari rahim WNI, maka
anaknya otomatis mengikuti kewarganegaraan ayahnya.

"Namun melalui UU Nomor 12 Tahun 2006 anak yang lahir dari ayah warga negara
asing pun diakui sebagai warga negara Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 4
huruf d UU Nomor 12 Tahun 2006 bahkan mengakui dua kewarganegaraan anak
sekaligus hingga usia 18 tahun asas kewarganegaraan ganda terbatas sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 ayat 1," beber Refly.

Kembali pada kasus Gloria, Refly mengatakan pada titik ini pasal tersebut
bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga tidak ada perlindungan dan kepastian
hukum bagi anak-anak hasil perkawinan campur.

"Pasal 41 tidak memberikan perlindungan hukum yang adil, sekali lagi, tidak
memberikan perlindungan hukum yang adil kepada anak dimaksud, termasuk Gloria
Natapradja Hamel. Seandainya pun orang tua Gloria secara sengaja tidak
mendaftarkan Gloria dalam jangka waktu yang ditentukan sehingga dalam kasus ini
Gloria tidak boleh kehilangan hak kewarganegaraan Indonesianya," papar Refly.

Refly berpandangan dalam kasus Gloria seharusnya status kewarganegaraan


ditentukan setelah dewasa. Status warga negara tidak boleh ditentukan orang lain
termasuk orang tuanya sekalipun.

"Karena Pasal 28D ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
status kewarganegaraannya. Sebagaimana telah disinggung di bagian awal, ketentuan
Pasal 41 sebaiknya dibatalkan dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat, tidak perlu dinyatakan inkonstitusionalitas," paparnya.

Sementara dalam kesaksiannya, Beatrix Jansen menjelaskan kesulitan yang


dialaminya. Wanita itu menikah dengan warga negara Australia dan memperoleh dua
anak dari hasil pernikahan.

"Kami dikaruniai dua orang anak, yang pertama laki-laki pada tahun 1998 dan
perempuan yang lahir pada tahun 2001. Saya dan keluarga memutuskan kembali ke
Indonesia pada tahun 2012 dan sekarang tinggal di Jakarta. Akan tetapi saya sama
sekali tidak pernah mendapatkan surat edaran lewat pos atau pun lewat email tentang
perubahan UU Kewarganegaraan bagi anak-anak hasil perkawinan campuran antara
WNI dan WNA," papar Betrix

Betrix sendiri mengaku sedih ketika dengar kabar tentang adanya UU


Kewarganegaraan Tahun 2006. Ketika menanyakan tentang status kewarganeraan
pada konsulat semua sudah terlambat.

"Saya mendapatkan jawaban bahwa hanya anak-anak yang lahir sesudah bulan
Agustus tahun 2006 yang berhak mendapatkan kewarganegaraan ganda terbatas. Pada
saat itu saya cukup sedih dan kecewa karena kedua anak saya lahir sebelum tahun
2006," paparnya.

Betrix mengatakan bahwa ketika pindah ke Indonesia, dirinya dan suami harus
direpotkan dengan urusan izin tinggal. Hampir selama tinggal di Indonesia izin itu
harus diperbarui.

"Saya pun harus mengurus izin tinggal terbatas yang diperpanjang setiap tahunnya
untuk suami dan anak-anak," pungkasnya.

Analisis Kasus :
Kesimpulan :

Untuk menentukan kewarganegaraan mana yang mau di anut harus


menunggu 2 anak tersebet dewasa agar bias memilih ke warganegaraan sendiri,
Karena 2 anak tersebut lahir pada tahun 1998 dan 2001 jadi tidak bisa mendapatkan
status kewarganegaraan ganda terbatas. Sedangkan untuk mendapatkan status
kewarganegaraan ganda terbatas, anak harus lahir sesudah bulan agustus tahun 2006.
Untuk itu menentukan kewarganegaraan mana yang akan di anut oleh 2 anak tersebut
harus menunggu tumbuh dewasa agar bisa memilih kewarganegaraan sendiri.

Anda mungkin juga menyukai