Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
AL-HAWALAH
Di Susun Oleh :
........................................
NPM. .........................
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Fiqih Muamalah.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
laporan observasi ini dapat bermanfaat dan kami minta ma’af sebelumnya kepada
Dosen, apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas
kritik dan saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
A. Pengertian Al-Hawalah.........................................................................3
C. Rukun Al-Hawalah...............................................................................6
D. Syarat Al-hawalah................................................................................7
E. Macam-Macam Hawalah......................................................................8
F. Skema Al-Hawalah...............................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat dari berbagai kontrak perjanjian yang dilakukan oleh
masyarakat maka, perjanjian yang berdasarkan syariah sangat menarik untuk
dipelajari dan didalami dasar-dasar prinsipnya. Dimasyarakat mungkin
sudahsangat biasa dengan istilah sewa menyewa, jual beli, gadai, serta hutang
piutang. Dalam produk perbankan syariah sudah sangat jelas bahwa produk-
produk yang berdasarkan prinsip tersebut merupakan produk yang sudah
menjadi cirri dari sebuah perbankan, terutama perbankan syariah. Dalam bab
ini kami akan mengupas tentang salah produk perbankan syariah yang
berdasarkan prinsip hutang piutang dan merupakan produk jasa di perbankan
syariah. Kami akan mengupas tentang produk hawalah atau biasa disebut
dengan pengalihan hutang. Hawalah merupakan suatu akad pemindahkan
hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan
muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang). Sehingga dalam
hawalah ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada
orang lain. Dan pengalihan penagihan hutang ini dibenarkan oleh syariah dan
telah dipraktekkan oleh kaum Muslimin dari zaman Nabi Muhammad SAW
sampai sekarang. Dalam al-Qur’an kaum Muslimin diperintahkan untuk saling
tolong menolong satu sama lain. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Firman
Allah : (QS.Al-Maidah: 2 )
Akad hawalah merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang
merupakan manifestasi dari semangat ayat tersebut. Untuk lebih jelasnya akan
kami sampaikan pada bab selanjutnya yang pembahasanya akan lebih rinci
dan mendalam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian al-Hiwalah?
2. Bagaimana dasar hukum al-Hawalah?
1
3. Apa saja rukun al-Hawalah?
4. Apa saja syarat al-Hawalah?
5. Apa saja macam-macam al-Hawalah?
6. Bagaimana skema al-Hawalah?
7. Bagaimana beban muhil setelah Hawalah?
8. Bagaimana aplikasi al-Hawalah dalam Perbankan Syariah?
9. Bagaimana manfaat dan risiko al-Hawalah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Hiwalah
Al-hiwalah secara bahasa artinya al-Intiqal (pindah), diucapkan, Hāla
‘anil ‘ahdi, (berpindah, berpaling, berbalik dari janji), Sedangkan secara
istilah, definisi al-Hiwalah menurut ulama Hanafiyyah adalah memindah (al-
Naqlu) penuntutan atau penagihan dari tanggungan pihak yang berutang (al-
Madin) kepada tanggungan pihak al-Multazim (yang harus membayar utang,
dalam hal ini adalah al-Muhal ‘alaihi). Berbeda dengan al-Kafalah yang
artinya adalah al-Dham-mu (menggabungkan tanggungan) di dalam
penuntutan atau penagihan, bukan al-Naqlu (memindah). Maka oleh karena
itu, dengan adanya al-hiwalah, menurut kesepakatan ulama, pihak yang
berutang (dalam hal ini maksudnya adalah al-Muhil) tidak di tagih lagi.1
Menurut Zainul Arifin hiwalah adalah akad pemindahan utang/piutang
suatu pihak kepada pihak lain. Dengan demikian di dalamnya terdapat tiga
pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi
utang (muhal atau da’in), dan pihak yang menerima pemindahan (muhal
‘alaih).2
Al-Hawalah atau al-hiwalah merupakan pemindahan kewajiban
membayar utang dari orang yang berutang kepada orang yang berutang
lainnya. Al-Hawalah juga diartikan Pengalihan kewajiban membayar utang
dari beban pihak pertama kepada pihak lain yang berutang kepadanya atas
dasar saling mempercayai. Dalam akad al-hawalah, terdapat tiga pihak yang
terkait antara lain: muhal (pemberi pinjaman), muhil (penerima pinjaman),
dan muhal alaih (penerima pinjaman dari muhil). Muhal memberikan
pinjaman kepada muhil, sementara itu muhil masih memiliki piutang pada
muhal alaih, atau muhal alaih memiliki utang kepada muhil. Pada saat muhil
1
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hal. 84-85
2
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009), hal. 153
3
tidak mampu melakukan pembayaran atas utangnya kepada muhal, maka
muhal mengalihkan utangnya kepada muhal alaih. Dengan demikian, muhal
alaih tidak harus membayar utang kepada muhil, akan tetapi membayar
utangnya kepada muhal. Dari transaksi pengalihan utang piutang ini, maka
utang muhil kepada muhal menjadi lunas, karena muhal alaih yang akan
melakukan pembayaran atas utang muhil.3
Selain itu, Pengertian lain dari Hiwalah ialah proses pemindahan
tanggung jawab pembayaran hutang dimana A mempunyai hutang ke C dan
dalam waktu yang sama B mempunyai hutang ke A atas persetujuan bersama
B melunasi hutang A ke C.
Secara Etimologi, Al-Hawalah berarti pengalihan, pemindahan,
perubahan warna kulit, memikul sesuatu diatas pundak. Sedangkan secara
terminologi Al-Hawalah didefinisikan dengan: Pemindahan kewajiban
membayar hutang dari orang membayar hutang (al Muhil) kepada orang yang
berhutang lainya (al muhtal alaih)
1. Menurut Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa Hawalah adalah:
3
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) , hal.206
4
Duniapendidikan33.blogspit.co.id, Selasa, Pukul. 13.05 WIB
4
B. Dasar Hukum Al-Hawalah
1. Al-Qur’an
Landasan syariah atas hiwalah dapat dijumpai dalam al-Qur’an,
Hadis dan Ijmak. Landasan syariah hiwalah dalam al-Qur’an Surat Al-
Baqarah: 282, yaitu :
...
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar...” (QS. A-Baqarah: 282)5
2. Hadis
Hadis Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum beroperasionalnya
kegiatan ijarah, diantaranya: “Dari Abu Hurairah r.a bersabda Rasulullah
Saw, menunda-nunda pembayaran bagi orang yang telah mampu adalah
suatu kezaliman, apabila salah seorang di antaramu diminta untuk
dialihkan pembayaran hutangnya kepada yang berkemampuan maka
terimalah.” (HR.Bukhari Muslim).6
3. Ijma’
Para ulama telah berkonsensus akan keabsahan hiwalah karena ia
merupakan proses pemindahan hutang dan bukan barang. Hal ini sejalan
dengan kaidah dasar di bidang muamalah, bahwa semua bentuk muamalah
di perbolehkan kecuali ada dalil yang tegas melarangnya. Selain itu ulama
sepakat membolehkan hiwalah. Hiwalah dibolehkan pada utang yang
tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang.
Oleh sebab itu, harus pada uang atau kewajiban finansial.7
4. Qiyas
5
Depag RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, Juz 2, (Bandung: CV Penerbit Jumanatul Ali-
art, 2005), hal. 50
6
Imam Abu Fadhili Ahmad bin Ali bin Hajar Al ’Asqalani, Bulughul Maram, (Surabaya:
Darul I’lmi. Tt). hal. 180
7
M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, (Jakarta: Sema insani, 2001), hal. 126-127
5
Menurut metodologi usul fiqh Hiwalah dapat dianalogikan dengan
al-kafalah.
Keterangan:
Dalam dunia perbankan Hiwalah dapat diterapkan dalam proses “Debt
Transfer”. Mengacu pada pengertian diatas debt transfer dapat dilakukan
karena:
a. Dapat dianggap sebagai nasabah
b. Dapat dianggap sebagai bank
c. Dapat dianggap sebagai mitra usaha nasabah
Hutang A ke C adalah transaksi yang harus dilunasi akibat
bisnis/perdagangan diantara mereka. Hutang B ke A adalah deposit
nasabah dibank atas permintaan A, B dapat melakukan pemindahbukuan
in favor of C untuk usaha ini bank dapat mengenakan fee kepada
nasabah.8
C. Rukun Al-Hawalah
Dalam transaksi perbankan, akad Al-Hawalah dapat diaplikasikan
dalam produk bank syariah asal memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan
sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa rukun al-hawalah antara lain:
1. Para pihak yang melakukan akad al-hawalah antara lain: muhal, muhil dan
muhal alaih, syarat-syarat pihak yang melakukan akad antara lain:
a. Cakap dalam melakukan hukum, baligh dan berakal. Dengan
demikian, al- hawalah tidak sah bila dilaksanakan oleh anak kecil atau
orang gila.
b. Kerelaan masing-masing yang terlibat dalam akad al-hawalah
c. Persetujuan adanya pengalihan utang dari pihak kedua yaitu muhil
kepada muhal alaih untuk membayar utangnya kepada muhal.
2. Adanya utang muhil kepada muhal. Utang piutang tersebut telah ada
sebelum akan al-hawalah dilaksanakan.
8
Muhammad, Sistem &Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press,
2008), hal.39
6
3. Adanya utang muhal alaih kepada muhil. Utang Piutang ini juga sudah
terjadi sebelum akad dilaksanakan. Jumlah utang muhil kepada muhal
dan utang muhal alaih kepada muhil jumlahnya tidak harus sama.
4. Sighat (ijab kabul), ijab kabul ini harus dinyatakan secara tertulis.
D. Syarat-Syarat Hawalah
Para ulama fiqih dari kalangan hanafi, Malaiki, Syafi’I, dan Hambali.
Berpendapat bahwa hawalah dapat syah apabila terpenuhinnya syarat-syarat
yang berkaitan dengan pihak petama pihak kedua dan pihak ketiga, serta yang
berkaitan tenang hak itu sendiri.
Syarat-syarat pihak pertama, yaitu:
a. Baliq dan berakal
b. Ada peryataan persetujuan
7
c. Ulama dari Madzhab Syafi’i menambahkan bahwa kedua utang itu mesti
sama pula waktu jatuh tempo pembayarannya.
E. Macam-Macam Hawalah
Dalam pelaksanaannya, Hawalah ada dua yaitu Hawalah Muthalaqoh
dan Muqayyadah.
1) Hiwalah Al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) yaitu pemindahan
sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua.
Contoh : Jika A berpiutang kepada B sebesar satu juta rupiah. Sedangkan
B berpiutang kepada C juga sebesar satu juta rupiah. B kemudian
memindahkan atau mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang
terdapat pada C kepada A, sebagai ganti pembayaran utang B kepada A.
Dengan demikian, hiwalah al-muqayyadah, pada satu sisi merupakan
hiwalah al-haqq, karena B mengalihkan hak menuntut piutangnya dari C
kepada A. Sedangkan pada posisi lain, sekaligus merupakan hiwalah ad-
dain, karena B mengalihkan kewajibannya membayar utang kepada A
menjadi kewajiban C kepada A.
2) Hiwalah Al-Mutlaqah (pemindahan mutlak) yaitu pemindahan utang yang
tidak ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama
kepada pihak kedua. Contoh : Jika A berutang kepada B sebesar satu juta
rupiah. C berutang kepada A juga sebesar satu juta rupiah. A mengalihkan
utangnya kepada C, sehingga C berkewajiban membayar utang A kepada
B, tanpa menyebutkan bahwa pemindahan utang tersebut sebagai ganti
dari pembayaran utang C kepada A. Dengan demikian hiwalah al-
mutlaqah hanya mengandung hiwalah ad-dain, karena yang dipindahkan
hanya utang A terhadap B menjadi utang C terhadap B.9
9
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 95-96
8
melarang hawalah semacam ini adalah karena orang yang dipindahkan
pembayaran utang (muhal alaih) tidak ada hubungannya dengan orang yang
memindahkan utang (muhil). Artinya ia tidak mempunyai kewajiban yang
harus ditanggung dan dibayarkan kepada muhil, sehingga jika hal ini terrjadi
berarti bukan hawalah, melainkan kafalah.
Ditinjau dari segi obyeknya Hiwalah dibagi 2, yaitu :
1. Hawalah Al-Haqq (pemindahan hak) Hawalah haqq adalah pemindahan
piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain atau pemindahan hak
untuk menuntut hutang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai muhil
adalah pemberi hutang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang
yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti,
yang berganti adalah piutang. Ini terjadi piutang A mempunyai hutang
kepada piutang B.
2. Hawalah Ad-Dain (pemindahan hutang) Hawalah Ad-Dain adalah
pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai hutang
kepadanya. Ini berbeda dari hiwalah haqq, karena pengertiannya sama
dengan hawalah yang telah diterangkan di depan yakni yang dipindahkan
itu kewajiban untuk membayar hutang.10
F. Skema Al-Hawalah
10
Wahbah az-Zuhaili, Op.Cit., hal. 86
9
Gambar : Skema Proses Hiwalah11
11
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008),
hal. 108
10
kebangkrutan atau meninggal dunia dan ia belum membayar kewajibannya,
maka muhal tidak boleh kembali kepada muhil. Perlu dikemukakan bahwa
akad hawalah ini mempunyai jangka waktu berlakunya. Akad Hawalah akan
berakhir apabila :
1. Salah satu pihak yang sedang melakukan akad itu membatalkan akad
hawalah sebelum akad itu berlaku secara tetap. Dengan adanya pembatalan
akad itu pihak kedua kembali berhak menuntut pembayaran utang kepada
pihak pertama.
2. Pihak ketiga telah melunasi utang yang dialihkan itu kepada pihak kedua.
3. Pihak kedua menghibahkan atau menyedahkan harta yang merupakan
utang dalam akad hawalah itu kepada pihak ketiga.
4. Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari kewajibannya untuk
membayar utang yang dialihkan itu.
5. Pihak kedua wafat, sedangkan pihak ketiga merupakan ahli waris yang
mewarisi harta pihak kedua. Dalam hal ini tentu beban utang pihak ketiga
tersebut diperhitungkan dalam pembagian warisan.12
12
fuej92.blogspot.co.id, Selasa, Pukul 14.45 Wib
13
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit., hal. 127
11
Salah satu contoh dari aplikasi modern hiwalah atau take over
(pengalihan utang) dalam perbankan yaitu adanya sistem Anjungan Tunai
Mandiri yang biasa kita kenal dengan sebutan ATM dan sistem yang lainnya.
Teknis penerapan akad hiwalah sebagai produk perbankan syaraih di
bidang jasa dapat berpedoman pada SEBI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret
2008. SEBI ini memberikan ketentuan bagi hiwalah mutlaqah maupun hiwalah
muqayyadah. Dalam pelaksanaan jasa dalam bentuk pemberian jasa
pengalihan utang atas dasar akad Hiwalah Mutlaqah berlaku persyaratan
paling kurang sebagai berikut :
1. Bank bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan utang atas utang
nasabah kepada pihak ktiga
2. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik
pemberian jasa pengalihan utang atas dasar akad hiwalah, serta hak dan
kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data
pribadi nasabah
3. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pemberian jasa pengaliah
utang atas dasar akad hiwalah bagi nasabah yang antara lain meliputi
aspek perseonal berupa analisa atas karakter dan aspek usaha antara lain
meliputi analisa kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan
prospek usaha (condition).
4. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk
perjanjian tertuliis berupa akad pengalihan utang atas dasar hiwalah
5. Nilai pengalihan utang harus sebesar nilai nominal
6. Bank menyediakan dana talangan (Qardh) sebesar nilai pengalihan utang
nasabah kepada pihak ketiga
7. Bank dapat meminta imbalan (ujrah) atau fee dalam batas kewajaran
kepada nasabah
8. Bank dapat mengenakan biaya administrasi dalam batas kewajaran kepada
nasabah.
12
Kemudian dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk akad Hiwalah
Muqayyadah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
1. Ketentuan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pemberian jasa
pengalihan utang atas dasar akad hiwalah mutlaqah sebagaimana
dimaksud pada angka 2 kecuali huruf a, f, dan g.
2. Bank bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan utang atas utang
nasabah kepada pihak ketiga, dimana sebelumnya bank memiliki utang
kepada nasabah
3. Jumlah utang nasabah kepada pihak ketiga yang bisa diambil alih oleh
bank, paling besar sebanyak nilai utang bank kepada nasabah.14
BAB III
PENUTUP
14
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hal. 155-158
15
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit., hal. 127
16
Ibid., hal. 127
13
Demikianlah makalah tentang Pemindahan utang piutang (Hawalah) yang
dapat kami uraikan, semoga memberikan manfaat bagi kita dan dapat menambah
khazanah keilmuan, khususnya mengenai bahasan dalam Fiqh Mu’amalah.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam tulisan maupun penyusunannya, karena selain kami masih dalam
tahap belajar, kami juga manusia biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi
perbaikan makalah kami selanjutmya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008
http://Duniapendidikan33.blogspit.co.id/
http://fuej92.blogspot.co.id/
Imam Abu Fadhili Ahmad bin Ali bin Hajar Al ’Asqalani, Bulughul Maram,
(Surabaya: Darul I’lmi. Tt).
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007)
15