Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN

MATA KULIAH EKONOMI PEMBANGUNAN

“ Alokasi Anggaran Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah


Guna Mensejahterahkan Masyarakat Daerah”

Dosen Pengampu :Dr. Khairuddin E. Tambunan, S.Sos.,M.Si

Disusun Oleh Kelompok 8 :

Ketua : NURBARIYA PANE (7192441004)

Sekretaris : SRI WAHYUNI (7193341034)

Anggota : NUR HALIDA (7191141017)

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah swt,
karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas rutin
dalam membuat makalah ini yang berjudul “Alokasi Anggaran Pembangunan dan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah Guna Mensejahterahkan Masyarakat Daerah”. Adapun
makalah ini kami buat guna memenuhi penyelesaian tugas mata kuliah Ekonomi
Pembangunan. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para
pembaca secara umum dan menjadi pertimbangan agar mampu memberikan yang lebih
baik lagi bagi penulis secara khusus.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, kami tentu tidak dapat
menyelasaikan sendiri tanpa bantuan dari pihak lain. Dalam pembuatan makalah ini
banyak dibantu dari pihak lain sebagai referensi. Kami juga berterima kasih kepada Dosen
Pengampu Bapak Dr. Khairuddin E. Tambunan, S.Sos.,M.Si. yang telah memberi tugas ini
sebagai bahan pembelajaran untuk kami. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati kami meminta maaf dan
kami sangat mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun agar mampu
menghasilkan mini riset yang lebih baik lagi.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan selamat membaca, semoga materi
yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2020

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULLUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)................................................................3
2.2 Pendapatan Daerah..................................................................................................................4
2.3 Belanja Daerah........................................................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah...........................................................8
3.2 Pengertian Pendapatan Daerah................................................................................................8
3.3 Pengertian Belanja Daerah......................................................................................................9
3.4 Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.................................................................9
3.5 Kendala atau Masalah yang Dihadapi Dalam Pengelokasian Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah............................................................................................................................10
BAB IVPENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................................................13
4.2 Saran......................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULLUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia untuk mencapai taraf hidup
sejahtera perlu mendapat tempat dalam perencanaan pembangunan. Dukungan dibutuhkan
dari pihak pemerintah melalui belanja pembangunan APBD. Sehingga, bertujuan untuk
melihat pengaruh anggaran daerah terhadap tingkat pembangunan manusia yang ada di
daerah tersebut. Di seluruh dunia, baik negara maju maupun berkembang senantiasa
memperhatikan pembangunan dalam negaranya. Unsur pembangunan yang mendukung
kemajuan dari sebuah negara diantaranya adalah sumberdaya manusia. Jika suatu negara
yang kaya akan sumber daya alam tetapi minim sumberdaya manusia, maka akan sulit
untuk memajukan negaranya. Tetapi sumberdaya manusia yang baik tentunya akan dapat
mengelola kekayaan yang dimiliki suatu negara dengan baik pula. Konsep pembangunan
manusia dapat diukur tingkatannya supaya dapat diterjemahkan dalam bentuk pembuatan
kebijakan pembangunan. Salah satu ukuran pembangunan manusia adalah Indeks. Dalam
perencanaan pembangunan manusia yang dilakukan suatu daerah pastinya memerlukan
dukungan terutama dari pemerintah. Dukungan tersebut dapat diwujudkan melalui alokasi
anggaran di sektor-sektor yang menunjang pembangunan manusia, diantaranya sektor
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Desentralisasi keuangan yang diberikan pemerintah
tentunya memberi ruang untuk pemerintah dapat lebih bijak mengalokasikan dana
anggaran daerah untuk keperluan pembangunan manusia di daerahnya masing-masing.
Perbedaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, bahkan kultur yang dimiliki tiap
daerah tentunya memerlukan penanganan yang berbeda. Sehingga dengan kebutuhan yang
dimiliki oleh masing-masing provinsi, tujuan pembangunan manusia melalui anggaran
yang dialokasikan oleh pemerintah dapat tercapai. Sektor-sektor penunjang pembangunan
manusia seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi juga turut mengalami
peningkatan anggaran. Sektor pendukung dimensi IPM yang terkandung dalam anggaran
belanja pembangunan seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, tentunya juga
memegang peranan. Kebutuhan yang berbeda pada tiap daerah juga membuat perbedaan
pengalokasian anggaran dan tentunya juga berimbas pada pencapaian IPM.
Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah akan
memberikan arti apabila tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.
Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan
kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan suatu
negara dalam menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam
jumlah yang banyak sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup yang mana
berdampak pula bagi penurunan tingkat pengangguran dalam jangka panjang. Semakin
tinggi pertumbuhan ekonomi di daerah, maka akan semakin meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah tersebut.
Berdasarkan hal tersebut APBD berperan dalam pengalokasian penganggaran dana
terhadap daerah. APBD adalah suatu rancangan keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
berdasarkan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Seperti
halnya dengan APBN, rencana APBD diajukan setiap tahun oleh pemerintah daerah

1
kepada DPRD untuk dibahas dan kemudian disahkan sebagai peraturan daerah. APBD
adalah suatu rancangan keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan
daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Seperti halnya dengan APBN,
rencana APBD diajukan setiap tahun oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk dibahas
dan kemudian disahkan sebagai peraturan daerah. Oleh sebab itu, DPRD serta pemerintah
daerah harus dapat selalu berupaya secara nyata serta juga dengan terstruktur untuk
menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil pada masyarakat atas dasar
potensi masing-masing daerah tersebut dan juga dapat memenuhi tuntutan terciptanya
suatu anggaran daerah yang berorientasikan pada kepentingan  akuntabilitas publik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah ?
2. Apa yang dimaksud dengan pendapatan aslidaerah ?
3. Apa yang dimaksud dengan belanja daerah ?
4. Bagaimana alokasi anggaran pendapatan dan belanja di daerah ?
5. Apa saja kendala atau masalah yang di hadapi dalam pengelokasian anggaran
pendapatan dan belanja daerah ke masyarakat ?
6. Upaya apa sajakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pengelokasian
anggaran pendapatan dan belanja daerah ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar dapat menambah pemahaman mahasiswa tentang alokasi anggaran
pendapatan dan belanja daerah
2. Agar dapat mengetahui apa itu pendapatan dan belanja daerah
3. Agar dapat mengetahui apakahalokasi anggaran pendapatan daerah sudah dapat
mensejahterakan masyarakat
4. Agar dapat mengetahui kendala atau masalah yang dihadapi dalam pengelokasian
anggaran dan pendapatan daerah ke masyarakat
5. Agar dapat mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan terkait masalah
pengelokasian anggaran tersebut.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah suatu rencana kerja
pemerintah yang dinyatakan secara kuantitatif, biasanya dlam satuan moneter yang
mencerminkan sumber-sumber penerimaan daerah dan pengemuaran untuk mmbiayai
kegiatan dan proyek daerah dalam kurun waktu satu tahun anggaran.Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.Sejalan dengan
tujuan bernegara dan juga konsisten dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).APBD merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan sebagai alat
untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Menurut Halim (2012: 10) : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama
olehPemerintah Daerah dan DPRD.

Unsur-unsur APBD menurut Halim (2012: 22) adalah :


1) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-
biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang
merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
3) Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
4) Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

Menurut Badrudin (2012: 97) : APBD adalah suatu rencana kerja pemerintah daerah
yang mencakup seluruh pendapatan atau penerimaan dan belanja atau pengeluaran
pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka mencapai sasaran
pembangunan dalam kurun waktu satu tahun yang dinyatakan dalam satuan uang dan
disetujui oleh DPRD dalam peraturan perundangan yang disebut Peraturan Daerah.
Menurut Mardiasmo (2012: 103) : APBD merupakan instrument kebijakan yang
utama bagi pemerintah daerah. Lanjutnya, anggaran daerah juga digunakan sebagai alat
untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluara, membantu pengambilan keputusan
dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan dating,
sumber pengembangan ukuran-ukuran standar evaluasi kinerja, alat bantu untuk
memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.
Menurut Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, “ Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah),
dan ditetapkan dengan peraturan daerah”.

3
APBD merupakan instrument kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah.Anggaran
daerah juga digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran.
Selain itu membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, serta
otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang.
Pada hakekatnya anggaran daerah (APBD) merupakan salah satu alat untuk
meningkatkan pelayanan public dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.Mardiasmo (2002:11)
menyatakan , bahwa salah satu aspek terpenting dari suatu pemerintah daerah yang harus
diatur dengan secara hati-hati ialah masalah pada pengelolaan keuangan dan juga
anggaran daerah. Anggaran daerah yang tercermin didalam suatu APBD adalah
suatu instrumen kebijakan utama bagi suatu pemerintah daerah, yang menduduki porsi
sentral didalam upaya pengembangan kapabilitas dan juga efektivitas pemerintah daerah
tersebut.Anggaran daerah tersebut seharusnya digunakan ialah sebagai alat untuk dapat
menentukan besarnya suatu pendapatan serta belanja, alat bantu suatu pengambilan
putusan dan juga perencanaan pembangunan dan juga alat otoritas pengeluaran pada masa
yang akan datang dan juga ukuran standar untuk dapat mengevaluasi kinerja serta juga alat
koordinasi bagi semua aktivitas diberbagai unit kerja.Selanjutnya sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 mengenai suatu Pengelolaan Keuangan Daerah
dikatakan ialah, bahwa pendapatan daerah adalah suatu hak pemerintah daerah yang diakui
ialah sebagai penambah nilai kekayaan yang bersih. Penerimaan daerah adalah suatu uang
yang masuk ke suatu daerah dalam periode tahun anggaran tertentu.

2.2 Pendapatan Daerah


Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan
pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah (Nurcholis,
2007: 182).
Menurut Mardiasmo (2011: 1), “ Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang
diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain.

1 Pendapatan Asli Daerah yang sah:


Menurut Halim (2012: 101) : “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.” Pendapatan daerah
adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dan
priode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah yang dimaksud bersumber dari pendapatan
asli daerah, dana perimbangan, dll.
Menurut Halim (2012: 101) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan
menjadi empat jenis pendapatan:

a) Pajak Daerah.
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
4
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.
Pajak kabupaten / kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah
tingkat kabupaten / kota. Pajak kabupaten / kota yang berlaku sampai saat ini, terdiri
dari:
a. Pajak hotel
b. Pajak restoran
c. Pajak hiburan
d. Pajak reklame
e. Pajak penerangan jalan
f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C

b) Retribusi daerah
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi.Terkait
dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota
meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek.

c) Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik


Daerah yang Dipisahkan
Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaa milik daerah yang
dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik
daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.
2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/ BUMN.
3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompokusaha
masyarakat.

d) Lain-lain PAD yang sah.


Pendapatan ini merupakan peneriman daerah yang bersal dari lain lain milik
pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan
daerah. Selain yang disebut di atas, Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan
berikut:
1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
2) Jasa giro.
3) Pendapatan bunga.
4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.
6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uangasing.
7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.

5
Menurut Soekarwo (2003: 95), kemandirian dalam APBD sangat terkait dengan
kemandirian PAD, sebab semakin besar sumber pendapatan yang berasal dari potensi
daerah, bukan sumber pendapatan dari bantuan, maka daerah akan semakin leluasa
untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakatnya tanpa muatan kepentingan
Pemerinah Pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Daerah.
Kemampuan daerah dalam menghasilkan Pendapatan Asli Daerah juga berhubungan
dengan kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kebijakannya sebagai
daerah otonom.Semakin besar Pendapatan Asli Daerah yang diterima, maka semakin
besar pula kewenangan pemerintah daerah dalammelaksanakan
kebijakannya.Perubahan pendapatan akan mempengaruhi belanja atau pengeluaran,
namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikandalam
belanja. Halim dan Syukriy (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah
berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara
keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total
pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar,
terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Halim dan Syukriy, 2004).

2. Dana perimbangan
Sesuai dengan undang – undang no.33 tahun 2004 disebutkan bahwa dana
perimbang merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBD yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dlam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Dana perimbangan terbagi atas dana bagi hasil (OBH) , dana alokasi umum (DAU),
dana alokasi khusus (DAK).

a) Dana bagi hasil (DBH)


Dana bagi hasil (DBH) merupakan daa yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk
mendanai kebutuhan desentralisasi.

Menurut PP No.55 Tahun 2005 Pasal 19 ayat 1,DBH terdiri atas Pajak dan Sumber
Daya Alam : Sumber-sumber penerimaan DBH adalah Pajak dan Sumber Daya
Alam (SDA). DBH yang bersumber dari pajak meliputi Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak
Penghasilan pasal 25/29 dan 21. Sementara DBH yang bersumber dari Sumber Daya
Alam meliputi kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak
bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi.

Menurut PP No. 55 Tahun 2005 Pasal 5 ayat (2), besaran dana bagi hasiladalah
sebagai berikut : Besaran dana bagi hasil penerimaan Negara dari PBB dengan
imbangan 10% untuk daerah. Besaran dana bagi hasil penerimaan Negara dari

6
BPHTB dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah.Daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
b) Dana alokasi umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan ddengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah, pengertian Dana Alokasi Umum (DAU) adalah Dana yang berasal
dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
desentrialisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari
Pendapatan dalam Negeri Neto.
Menurut Saragih (2003: 98), Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang
fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal
yang sama(horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal
dari pusat ke daerah (intergovernmentaltransfer) berfungsi sebagai factor pemerataan
fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau
keuangan daerah.

c) Dana Alokasi Khusus (DAK)


Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa Dana Alokasi
Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Khususnya untuk
membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum
mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah.

2.3 Belanja Daerah


Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam priode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah
dipergunkan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi
kewenanngan provinsi atau kabupaten / kota yang terdiri atas urusan wajib, urusan pilihan,
dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat
dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antara pemerintah
daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perumdang – undangan.

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah suatu rencana kerja
pemerintah yang dinyatakan secara kuantitatif, biasanya dlam satuan moneter yang
mencerminkan sumber-sumber penerimaan daerah dan pengemuaran untuk mmbiayai
kegiatan dan proyek daerah dalam kurun waktu satu tahun anggaran.Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.Sejalan dengan
tujuan bernegara dan juga konsisten dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).APBD merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan sebagai alat
untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Menurut Halim (2012: 10) : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama
olehPemerintah Daerah dan DPRD.
Pada hakekatnya anggaran daerah (APBD) merupakan salah satu alat untuk
meningkatkan pelayanan public dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.Mardiasmo (2002:11)
menyatakan , bahwa salah satu aspek terpenting dari suatu pemerintah daerah yang harus
diatur dengan secara hati-hati ialah masalah pada pengelolaan keuangan dan juga
anggaran daerah. Anggaran daerah yang tercermin didalam suatu APBD adalah
suatu instrumen kebijakan utama bagi suatu pemerintah daerah, yang menduduki porsi
sentral didalam upaya pengembangan kapabilitas dan juga efektivitas pemerintah daerah
tersebut.Anggaran daerah tersebut seharusnya digunakan ialah sebagai alat untuk dapat
menentukan besarnya suatu pendapatan serta belanja, alat bantu suatu pengambilan
putusan dan juga perencanaan pembangunan dan juga alat otoritas pengeluaran pada masa
yang akan datang dan juga ukuran standar untuk dapat mengevaluasi kinerja serta juga alat
koordinasi bagi semua aktivitas diberbagai unit kerja.Selanjutnya sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 mengenai suatu Pengelolaan Keuangan Daerah
dikatakan ialah, bahwa pendapatan daerah adalah suatu hak pemerintah daerah yang diakui
ialah sebagai penambah nilai kekayaan yang bersih. Penerimaan daerah adalah suatu uang
yang masuk ke suatu daerah dalam periode tahun anggaran tertentu.

3.2 Pengertian Pendapatan Daerah


Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan
pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah (Nurcholis,
2007: 182).
Menurut Mardiasmo (2011: 1), “ Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang
diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain.
Menurut Halim (2012: 101) : “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. Pendapatan daerah
8
adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dan
priode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah yang dimaksud bersumber dari pendapatan
asli daerah, dana perimbangan, dll.

3.3 Pengertian Belanja Daerah


Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam priode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah
dipergunkan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi
kewenanngan provinsi atau kabupaten / kota yang terdiri atas urusan wajib, urusan pilihan,
dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat
dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antara pemerintah
daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perumdang – undangan.

3.4 Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang mencapai triliunan
rupiah setiap tahun, pemerintah daerah sesungguhnya mampu meningkatkan kesejahteraan
rakyat.Dengan APBD sebesar Rp 40 triliun tahun ini, pemprov DKI Jakarta mestinya bisa
memakmurkan warga Ibukota. Tapi, apa yang terjadi adalah sebaliknya. Daerah selalu
mengeluhkan kekurangan dana untuk menggulirkan program-program peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Anehnya lagi, angka-angka APBD terus meningkat setiap tahun, sementara banyak
rakyat yang justru masih terus bergulat dengan kemiskinan.Lalu, di manakah
sesungguhnya letak persoalan terkait kebijakan APBD ini? Sudah bukan cerita baru lagi
bahwa ada dua “hantu” utama yang selalu menggerogoti dana APBD saban tahun, yakni
pertama, salah pengalokasian anggaran dan yang kedua adalah korupsi. Terkait yang
pertama, banyak pos yang semestinya tidak terlalu diperlukan, tapi sengaja dimasukkan
sebagai program, lengkap dengan mata anggaran yang diperlukan.Program seperti ini
terkesan mengada-ada, dan ternyata niatannya hanya untuk menghabiskan
anggaran.Kesalahan pengalokasian anggaran juga terjadi karena ketidakpahaman atau
salah penafsiran daerah terhadap peraturan perundang-undangan.Berdasarkan hasil
evaluasi Kementerian Dalam Negeri, beberapa waktu lalu, sebagian besar daerah ternyata
belum mampu menyusun APBD secara benar sesuai dengan UU No 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah maupun PP No 58/ 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.Bahkan untuk membedakan antara fungsi pemerintah pusat dan daerah saja masih
banyak yang terbalik-balik.Dalam era otonomi daerah ini, pemerintah pusat hanya
menangani enam bidang atau fungsi yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter dan fiskal, serta agama.Namun, masih banyak daerah yang ikut
membiayai institusi vertikal, yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah
pusat.Itu yang pertama.Hantu kedua yang menggerogoti dana-dana APBD adalah
korupsi.Ini malah lebih dahsyat lagi. Saat ini, nyaris tak ada lagi provinsi, kabupaten,
ataupun kota yang bebas dari cengkeraman tindak pidana korupsi. Berdasarkan data
Kementerian Dalam Negeri, sebanyak 1.095 pegawai negeri sipil (PNS) yang terjerat kasus

9
korupsi.Ini di luar korupsi yang dilakukan ratusan pejabat daerah (bupati, walikota) dengan
nilai kerugian keuangan negara mencapai triliunan rupiah. Jadi, kalau Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini merilis temuannya soal indikasi
korupsi dana APBD yang demikian dahsyat, itu adalah konfirmasi dari fakta-fakta yang
tersaji sebelumnya. Dalam rilisnya itu, PPATK menemukan transaksi mencurigakan yang
terjadi di seluruh provinsi di Indonesia sepanjang 2012. Transaksi yang terindikasi tindak
pidana korupsi terbanyak terdapat di wilayah Provinsi DKI Jakarta sejumlah 37,45%,
Kalimantan Timur 8,83%, dan Jawa Timur sebanyak 5,55%.
Kita tentu saja terenyuh menyaksikan fakta terbaru tersebut. Dengan terus disunatnya
dana-dana APBD oleh oknum penyelenggara negara di tingkat pemerintahan daerah, akan
sangat sulit bagi rakyat untuk mencapai tingkat kesejahteraannya. Padahal, dengan dana
APBD yang mencapai ratusan miliaran bahkan puluhan triliun untuk sejumlah kabupaten/
kota “gemuk”, upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat sangatlah mungkin dicapai.
Dengan APBD yang demikian besar, pemerintah provinsi/daerah pasti mampu
membangun infrastruktur, perumahan dan permukiman serta berbagai fasilitas umum dan
fasilitas sosial yang diperlukan warga. Jakarta, misalnya dengan APBD sebesar lebih dari
Rp 40 triliun dalam setahun anggaran, sudah sangatlah mampu memberikan jaminan
kesehatan dan pendidikan gratis bagi pendudukan usia sekolah. Dengan dana sebesar itu
pula, kemiskinan bisa dientaskan, pengangguran bisa diatasi, permukiman kumuh bisa
dibenahi, transportasi publik pun dapat dibangun dengan standar terbaik. Ini semua hanya
mungkin terjadi jika para pengambil kebijakan di daerah bersumpah untuk tidak korupsi
dan belajar bagaimana memanfaatkan anggaran secara baik, benar, dan bertanggung jawab.
Karena itu, tak ada lagi bentuk pertanggungjawaban terbaik dalam penggunaan dana
APBD selain mengarahkan serta memanfaatkan seluruh dana-dana tersebut untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Meningkatkan pelayanan kesehatan, memajukan
pendidikan, membangun infrastruktur dan berbagai fasilitas publik lainnya adalah tujuan
utama APBD.Dana APBD haram dipakai di luar alokasi untuk kesejahteraan rakyat,
apalagi dikorupsi untuk menggemukkan kantong-kantong pribadi.

3.5 Kendala atau Masalah yang Dihadapi Dalam Pengelokasian Anggaran


Pendapatan dan Belanja Daerah
1. Adanya Struktur Administrasi yang memusat, sehingga tidak bisa di kontrol dalam
menggunakan kekuasaannya yang dapat berakibat mengorbankan kepentingan masyarakat
luas dan terdapatnya kepentingan-kepentingan politik dan individu dari pejabat yang
memiliki kekuasaan. Dengan adanya hierarki antara pemerintahan kabupaten/kota dengan
propinsi, sesungguhnya tidak berpengaruh terhadap pengendalian yang harus dilaksanakan
oleh gubernur terhadap pemerintahan kabupaten/kota dalam kaitannya dengan pengelolaan
APBD, tetapi dengan adanya sistem sentralisasi administrasi yang mempunyai rentang
kendali dan garis komando yang panjang, sehingga menimbulkan kesulitan dalam
pengawasan dan distorsi perintah yang menyebabkan bawahan terlampau mengandalkan

10
kemampuan pimpinan dan sedikit sekali menyampaikan masalahmasalah riil yang
dijumpainya untuk dipecahkan.
2. Sistem Administrasi yang Ketinggalan Zaman adalah sistem administrasi yang masih
tradisional dengan fasilitas fisik dan teknis yang tidak memadai sehingga menghasilkan
arus informasi yang tidak sistematik, lemahnya koordinasi, kurangnya perencanaan yang
komprehensif, sulitnya pengendalian dan pengawasan, serta inefisiensi.
3. Pembengkakan Birokrasi Yaitu membentuk organisasi perangkat daerah yang banyak
jumlahnya dan kurang didasarkan pada kebutuhan nyata dari daerah menimbulkan
terjadinya pembengkakan perangkat daerah.“Dampak lebih jauh mengakibatkan sebanyak
70-80 persen APBD habis atau tersedot untuk pembiayaan birokrasi dan aparatur. Selain
itu kelemahan dengan banyaknya perangkat daerah mengakibatka prosedur yang
berlebihan akan mengakibatkan pelayanan menjadi berbelit-belit dan kurang
menguntungkan bagi masyarakat ketika dalam keadaan mendesak.
4. Kurangnya pelatihan & rendahnya pendidikan aparat. Minimnya SDM pendukung
dalam hal pelatihan dan pendidikan akan berimplikasi terhadap pengelolaan APBD
sehingga anggaran tidak dapat direalisasikan dengan baik. Faktanya: pada umumnya
anggota DPRD kurang memiliki kemampuan berkenaan dengan proses pengelolaan
APBD.
Keadaan di atas seharusnya tidak terjadi karena sebagaimana dikemukakan oleh
Yowono (2008:154) bahwa tujuan prioritas APBD adalah terpenuhinya skala kebutuhan
masyarakat yang paling penting dan paling luas jangkauannya agar alokasi sumberdaya
dapat digunakan dan dimanfaatkan secara ekonomis, efisiensi dan efektif mengurangi
tingkat resiko dan ketidak pastian serta tersusunya program dan kegiatan yang realistis.
Berdasarkan permasalahan di atas tampak bahwa arah kebijakan anggaran yang
hendak dicapai belum nampak, walaupun dalam kebijakan umum anggaran telah
ditegaskan bahwa APBD harus berorientasi pada upaya pengentasan kemiskinan dan
penyediaan lapangan kerja sehingga masyarakat daerah sejahtera.

3.6 Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah Pengelokasian


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Untuk mengatasi masalah pengelokasian anggaran ada bebarapa cara yang dapat
dilakukan yaitu Harus ada komitmen dari pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPRD) untuk meninjau ulang regulasi pusat yang menghambat daerah
mendapatkan hasil-hasil eksploitasi sumberdaya alam secara lebih adil, mengembangkan
keahlian tekhnis sumberdaya manusia dalam menggali potensi sumberdaya alam dan
mengelolanya secara lebih efisien dan efektif. Termasuk dalam hal ini adalah kebijakan
kepala daerah dalam merotasi dan memutasi pegawai harus memperhatikan keahlian teknis
pegawai yang bersangkutan. Dengan kata lain, kepala daerah tidak terlalu sering merotasi
dan memutasi pegawai yang memiliki keahlian teknis, khsususnya dalam penganggaran
serta melaksanakan pelatihan ditujukan bagi eksekutif (TAPD) dan bagi legislatif untuk

11
membangun komitmen yang lebih tinggi dalam pemenuhan nilainilai kualitas belanjda
daerah dan perumusan APBD.
Bagi Pemeritah Pusat, peninjauan kembali regulasi yang berkaitan dengan hak-hak.
daerah dalam mengelola sumberdaya alam dimaksudkan agar daerah menjadi lebih besar
kewenangannya sehingga memperoleh pendapatan dari eksploitasi sumberdaya alamnya
secara lebih adil.

12
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah suatu rencana kerja
pemerintah yang dinyatakan secara kuantitatif, biasanya dlam satuan moneter yang
mencerminkan sumber-sumber penerimaan daerah dan pengemuaran untuk mmbiayai
kegiatan dan proyek daerah dalam kurun waktu satu tahun anggaran.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan
nilai kekayaan bersih dan priode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah yang dimaksud
bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan. Sedangkan Belanja daerah
adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
dalam priode tahun anggaran yang bersangkutan.
Dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang mencapai triliunan
rupiah setiap tahun, pemerintah daerah sesungguhnya mampu meningkatkan kesejahteraan
rakyat.Tapi, apa yang terjadi adalah sebaliknya. Daerah selalu mengeluhkan kekurangan
dana untuk menggulirkan program-program peningkatan kesejahteraan rakyat.Dalam era
otonomi daerah ini, pemerintah pusat hanya menangani enam bidang atau fungsi yaitu
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, serta agama.Namun,
masih banyak daerah yang ikut membiayai institusi vertikal, yang seharusnya menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat.
Yang menjadi masalah dalam pengelokasian APBD ke masyarakat ini antara lain :
 Adanya Struktur Administrasi yang memusat
 Sistem Administrasi yang Ketinggalan Zaman
 Pembengkakan Birokrasi
 Kurangnya pelatihan & rendahnya pendidikan aparat
Upaya yang dapat dilakukan untuk masalah-masalah tersebut yaitu Harus ada
komitmen dari pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) untuk meninjau
ulang regulasi pusat yang menghambat daerah.Bagi Pemeritah Pusat, peninjauan kembali
regulasi yang berkaitan dengan hak-hak. daerah dalam mengelola sumberdaya alam
dimaksudkan agar daerah menjadi lebih besar kewenangannya sehingga memperoleh
pendapatan dari eksploitasi sumberdaya alamnya secara lebih adil.

4.2 Saran
Jika terjadi kesalahan dalam penulisan makalah ekonomi pembangunan ini kami
mohon maaf.Dimohonkan untuk memberikan kritikan dan saran agar tidak terjadi kesalahn
di pengolahan makalah selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA
Khakim, Luqman, dkk. 2011. Potensi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Kesejahteraan Masyarakat. Politeknik Negeri Semarang : Jurnal Ekonomi Pembangunan.

Girsang, Beryl.Artesian dan Tukiran. 2009. Alokasi Anggaran Daerah Pembangunan


Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 2001-2009.

https://investor.id/editorial/apbd-cukup-untuk-sejahterakan-rakyat

http://eprints.polsri.ac.id/3569/3BAB2.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai