Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH

INFARK MIOKARDIUM
Disusun untuk memenuhi tugasMataKuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu:
Andi Budiyanto,S.Kep., Ns., M.Kep.
Ilhamsyah, S.Kep., Ns., M.Kep.
Ardian, S.Kep., Ns., M. Kep.
Eva Yustilawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Musdalifah,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

Oleh:
KEPERAWATAN A
KELOMPOK 2
Ismawati (70300117006)
Nur Ainah Abni Abdullah (70300117007)
Fina Ekawati (70300117009)
Fatiha Izza Tuslamia (70300117010)
Arianti (70300117011)
Miftah Nur Sani (70300117012)

PROGRAMSTUDIS1 KEPERAWATAN
FAKULTASKEDOKERAN DANILMUKESEHATAN
UNIVERSITASISLAMNEGERIALAUDDIN MAKASSAR2020
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur timpenyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat-Nya tim penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Infark
Miokardium” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat. Timpenyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
membentuk sumber daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk watak
dan jiwa sosial, berbudaya, berakhlak dan berbudi luhur, serta berwawasan pengetahuan
yang luas dan menguasai teknologi. Makalah ini dibuat oleh tim penyusun untuk
membantu memahami materi tersebut. Mudah-mudahanmakalahini memberikan
manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan
mempermudah proses pencapaian yang telah direncanakan.
Timpenyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, segala kritikan dan saran yang membangun akan kami terima dengan lapang
dada sebagai wujud koreksi atas diri tim penyusun yang masih belajar. Akhir kata,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Samata, 24Maret 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4
A. Definisi............................................................................................................ 4
B. Etiologi............................................................................................................ 4
C. Tanda/Gejala................................................................................................... 8
D. Stadium........................................................................................................... 8
E. Patofisiologi..................................................................................................... 8
F. Penatalaksanaan Medis.................................................................................... 10
G. Pemeriksaan Laboratorium............................................................................. 12
H. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................. 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...........................................................17
BAB IV ANALISIS JURNAL ..........................................................................1
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian tahunan infark miokard (MI) untuk pria berusia antara 30-69 adalah
sekitar 600 per 100.000 dan untuk wanita sekitar 200 per 100.000. British Heart
Foundation (2004) memperkirakan bahwa ada sekitar 147.000 MI per tahun
pada pria dari semua usia di Inggris dan 121.000 pada wanita, memberikan total
268.000 kasus. Dalam Inggris, sekitar 838.000 pria dan 394.000 wanita telah
mengalami MI (British Heart Foundation, 2004). MI adalah komplikasi penyakit
jantung koroner (PJK) yang dapat dicegah. Itu tingkat kematian akibat PJK telah
menurun sejak awal 1970-an; untuk orang berusia di bawah 75, tingkat telah
turun hampir 25% sejak 1996 (Departemen Kesehatan, 2004).
Terlepas dari perbaikan ini, bila dibandingkan secara internasional,
tingkat kematian Inggris dari PJK relatif tinggi dengan lebih dari 103.000
kematian per tahun (Departemen Kesehatan, 2003). Membandingkan negara-
negara Eropa Barat, hanya Irlandia dan Finlandia memiliki tingkat kematian
yang lebih tinggi dari penyakit arteri koroner daripada Inggris (British Heart
Foundation, 2004). Angka kematian PJK bervariasi berdasarkan usia, jenis
kelamin, status sosial ekonomi, etnis dan Inggris lokasi geografis. Tingkat
kematian pada pria berusia kurang dari 75 tahun adalah tiga kali lipat setinggi
yang terjadi pada wanita, dan angka kematian di daerah makmur di Inggris
adalah setengahnya di daerah miskin (Departemen Kesehatan, 2003). Orang-
orang asal Asia Selatan miliki tingkat kematian hampir 50% lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum (Wild dan McKeigue, 1997).
Lebih dari satu juta penduduk Indonesia dansekitar 227.364 penduduk
diProvinsi JawaBarat menderita penyakit jantung koroner(PJK) pada tahun 2013
(DepartemenKesehatan Republik Indonesia, 2014).Meskipun efektivitas

3
pengobatan telahterbukti, kejadian serangan jantung berulangmasih menjadi
masalah serius pada pasieninfark miokard.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini
adalah:
1. Apa definisiInfarkMiokardium?
2. Apa etiologi InfarkMiokardium?
3. Bagaimana tanda/gejala InfarkMiokardium?
4. Bagaimana patofisiologi InfarkMiokardium?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis InfarkMiokardium?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang InfarkMiokardium?
C. Tujuan Penulisan
Dari uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui definisi InfarkMiokardium.
2. Untuk mengetahui etiologi InfarkMiokardium.
3. Untuk mengetahui tanda/gejala InfarkMiokardium.
4. Untuk mengetahui patofisiologi InfarkMiokardium.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis InfarkMiokardium.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang InfarkMiokardium.

D. Manfaat Penulisan
Dari tujuan penulisan makalah di atas, maka manfaat penulisan dari makalah ini
adalah:
1. Agar mampu memahami definisi InfarkMiokardium.
2. Agar mampu memahami etiologi InfarkMiokardium.
3. Agar mampu memahami tanda/gejala InfarkMiokardium.

4
4. Agar mampu memahami patofisiologi InfarkMiokardium.
5. Agar mampu memahami penatalaksanaan medis InfarkMiokardium.
6. Agar mampu memahami pemeriksaan penunjang InfarkMiokardium.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Infark miokard (MI) adalah kematian sel miokard yang terjadi setelah
kekurangan oksigen berkepanjangan. Ini adalah respons mematikan yang
memuncak pada iskemia miokard tanpa henti. Sel miokard mulai mati setelah
sekitar 20 menit kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel
untuk menghasilkan ATP aerobik sudah habis, dan sel-selnya gagal memenuhi
kebutuhan energinya. Tanpa ATP, pompa natrium-potassium berhenti, dan sel-
sel mengisi dengan ion natrium dan air, yang akhirnya menyebabkannya lyse
(meledak).(Lazenby, 2011).
Infark miokardium adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
suplai darah akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau
penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus. Penurunan aliran darah
koroner juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung (Smeltzer&
Bare, 2013).
B. Etiologi
Menurut Brunner&Suddarth(2015), Sebagian besar InfarkMiokard atau
serangan jantung disebabkan oleh aterosklerosis. Faktor risiko serangan
jantung dan aterosklerosis pada dasarnya sama:
1. Tingkat kolesterol darah yang sangat tinggi (hiperkolesterolemia)
2. Kadar HDL (lipoprotein densitas tinggi) rendah, yang biasa disebut
"kolesterol baik"
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
4. Diabetes
5. Riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner pada usia dini

6
6. Merokok
7. Kegemukan
8. Ketidakaktifan fisik (terlalu sedikit olahraga teratur)

Meskipun sebagian besar InfarkMiokard atau serangan jantung


disebabkan oleh aterosklerosis, ada beberapa kasus yang lebih jarang di mana
serangan jantung terjadi akibat kondisi medis lainnya. Ini termasuk kelainan
bawaan dari arteri koroner, hiperkoagulabilitas (kecenderungan peningkatan
abnormal untuk membentuk bekuan darah), penyakit kolagen vaskular, seperti
rheumatoid arthritis atau systemic lupus erythematosus (SLE, atau lupus),
penyalahgunaan kokain, spasme arteri koroner , atau embolus (gumpalan
darah perjalanan kecil), yang mengapung ke arteri koroner dan menginap di
sana.
C. Tanda/Gejala
Gejala yang paling umum dari serangan jantung adalah nyeri dada,
biasanya digambarkan sebagai menghancurkan, meremas, menekan, berat, atau
kadang-kadang, menusuk atau membakar. Nyeri dada cenderung terfokus baik
di tengah dada atau tepat di bawah pusat tulang rusuk, dan dapat menyebar ke
lengan, perut, leher, rahang bawah atau leher.
Gejala lain dapat termasuk kelemahan tiba-tiba, berkeringat, mual,
muntah, sesak napas, atau pusing. Kadang-kadang, ketika serangan jantung
menyebabkan nyeri dada, mual dan muntah yang membakar, pasien mungkin
salah mengira gejala jantungnya untuk gangguan pencernaan.
D. Patofisiologi
Infark miokardium atau biasa disebut dengan nekrosis miokardium
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada
arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak
ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis,
vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembolisis distal. Kadang-kadang

7
sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli,
atau vaskulitis (Muttaqin, 2009).
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan
kerusakan seluler yang permanen dan kematian otot atau nekrosis. Area
miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi
secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah
iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada
keadaan daerah iskemik tersebut. Bila tepi daerah yang mengelilingi area
iskemik ini mengalami nekrosis maka infark akan bertambah luas, sedangkan
perbaikan iskemia akan memperkecil area nekrosis. Infark miokardium
biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal
dinding yang bersangkutan sedangkan infark subendokardial terbatas pada
separuh bagian dalam miokardium (Muttaqin, 2009).
Infark transmural mengakibatkan nekrosis pada semua lapisan
miokardium. Karena fungsi jantung adalah sebagai pompa, upaya sistolik
untuk mengosongkan ventrikel dapat berkurang secara bermakna oleh satu
segmen dinding miokardium yang mati dan tidak berfungsi (Muttaqin, 2009).
Bila area infark transmural kecil, jaringan nekrotik mungkin “diskinetik”.
Saat dinding otot ini memompa pada fase sistolik atau rileks pada pengisian
diastolik, jaringan diskinetik tetap melakukan gerakan yang sama dengan
dinding miokardium sehat. Jika area infark trasmural besar, jaringan mati
menjadi “akinetik”, kekurangan gerak dan karena memengaruhi pemompaan
yang efisien (Muttaqin, 2009).
Kondisi hemodinamika sesudah infark miokardium bervariasi. Curah
jantung dapat berkurang sedikit atau dipertahankan dalam batas-batas normal.
Meningkatnya frekuensi jantung biasanya tak berlangsung terus-menerus
kecuali jika terjadi depresi miokardium yang hebat. Respon autonom terhadap
infark miokardium tidak selalu merupakan mekanisme saraf simpatis terhadap
sirkulasi yang terancam bahaya (Muttaqin, 2009).

8
9
10
E. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologis
Menurut Muttaqin (2009), penatalaksanaan medis (farmakologi) pada
infark miokardium, yaitu:
a. Penanganan Nyeri
Penanganan nyeri dapat berupa terapi farmakologis, antara lain:
1) Morfin Sulfat
Morfin sulfat baik melalui Intra Vena (IV) maupun Intra
Muskular (IM) dapat menghilngkan nyeri, cemas, dan
mencegah syok (Baradero, 2008). Dosis standar morfin sulfat
2-5 mg IV, diulang setiap 5-30 menit sampai nyeri menghilang.
Efek sampingnya adalah distres pernapasan (RR < 10x/menit),
hipotensi, mengantuk, retensi urin, konstipasi, konstriksi pupil,
pusing.
2) Nitrat (Nitrogliserin)
Nitrogliserin dapat menghilangkan rasa sakit (Baradero, 2008).
Dosis standar nitrogliserin 0,4 mg secara sublingual. Efek
sampingnya adalah sakit kepala, hipotensi, lemah.
3) Penghambat/penyekat beta (beta blocker)
Bertujuan untuk mengurangi kecepatan denyut jantung
sehingga kebutuhan oksigennya berkurang (Baradero, 2008).
Obat ini dipakai melalui rute oral karena dapat diabsorpsi
dengan baik. Efek sampingnya adalah hipotensi.
b. Membatasi Ukuran Infark Miokardium
Ada 4 golongan utama terapi farmakologis yang diberikan, yaitu:
1) Antikoagulan (Heparin)
Antikoagulan mencegah pembentukan bekuan darah yang
dapat menyumbat sirkulasi. Obat ini diberikan per oral atau
suntikan subkutan atau intrakutan. Dosis dewasa 5000 U per 6-

11
8 jam secara subkutan, secara intravena 5000-10.000 U/lobus
IV. Untuk anak-anak 50-100 U per 4 jam IV. Efek samping
heparin biasanya terdapat pendarahan di mulut, di hidung
(epitaksis), urin (hematurina), tempat suntikan atau infus, luka
dan kulit (purpura), darah pada tinja.
2) Trombolitik
Trombolitik sering disebut sebagai penghancur bekuan
darah, menyerang dan melarutkan bekuan darah. Dosis standar
1,5 juta units dalam 60 menit atau 4400 IU/Kg/jam selama 12-
24 jam IV. Efek sampingnya adalah pendarahan, pening,
palpitasi, mual.
3) Antilipemik
Antilipemik biasa juga disebut sebagai hipolipemik atau
antihiperlipemik berefek menurunkan konsentrasi lipid dalam
darah. Efek sampingnya adalah konstipasi, tukak peptik yang
ditandai dengan rasa tidak nyaman di saluran cerna, dan sakit
perut.
4) Vasodilator perifer
Vasodilator perifer bertujuan untuk meningkatkan dilatasi
pembuluh darah yang menyempit karena vasospasme.
2. NonFarmakologis
Menurut Mulyati (2016),Terapi diet pada Infark Miokardium dengan
Melalui tindakan-tindakan berikut, penderita dapat mencapai tujuan
gizi dengan baik:
1) Kenali kebutuhan Untuk Perubahan Permanen Pada Diet dan
Gaya Hidup Untuk Mengurangi Risiko
2) Perubahan diet dan gaya hidup yang permanen termasuk
pencapaianpengaturan berat badan, penuruna lemak dan
kolesterol diet, tidak merokok, danmengembangkan cara-

12
caramenghadapi stress. Perubahan ini mungkin lebih dapat
diterima dan kurang mengecewakan jika penderita
dikonsultasikan untuk membuat perubahan secara perlahan.
3) Kurangi Lemak dan Kolesterol Dalam Diet
National Cholesterol Edcation Program (suatu badan di
Amerika Serikat) telah mengkampanyekan bahwa individu
dengan kolesterol LDL lebih besar dari atau samadengan 160
mg/dl dan mereka dengan batas risiko tinggi kolesterol LDL yang
juga memiliki PJK definitf atau dua faktor risiko lainnya harus
mendapat terapi diet yang intensif. Program diet dua tahap untuk
mengurangi pemasukan lemak jenuh dan kolesterol telah
dikembangkan. Pemasukan lemak total juga untuk membantu
menurunkan berat badan.
4) Informasi khusus tentang setiap kelompok makanan
a) Serat
Serat larut air (Pectins, gums, mucilages, algal
polysacchari des, some hemicelluloses) pada kacang kacangan,
oats dan buah-buahan menurunkan serum kolesterol dan LDL-
C. penurunan LDL – C rata-rata sebesar 15% pasien dengan
hiperkolesterolemia dan 10% pada pasien dengan
normokolesterol ketika serat larut air ditambahkan pada
makanan rendah lemak. Serat dapat mengikat bile acids, yang
menurunkan serum kolesterol dan membuat cadangan bile
acids penuh.
b) PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid)
Mengganti lemak jenuh dengan PUFA dapat menurunkan
LDL dan HDL. Menurunkan SFA sama efektifnya dengan
menaikkan PUFA. Sumber utama omega-6 PUFA adalah
minyak sayur, salad dressing, dan margarine yang dibuat dari

13
minyak. Sumber utama omega 3 PUFA adalah minyak ikan,
kapsul minyak ikan, ikan laut (eicosapentaeonic and
docosahexaeonic acid).
c) Stanols / Sterols
Isolated dari minyak kedelai atau minyak pohon pinus
diesterifikasi dan dibuat menjadi margarine. Mengonsumsi 2-3
gram/hari dapat menurunkan kolesterol 9 –20% pada pasien
dengan hypercholesterolemia. Stanols/sterols ini merupakan
penghambat absorbs dietary cholesterol.
d) Soy Protein
Mengonsumsi protein soya akan menurunkan total
kolesterol (9%), LDL_C (13%), dan trigliserida (13%), tidak
ada efek pada HDL-C. penelitian pada pasien dengan
hypercholesterolemia asupan harian sebesar 25 gram soya akan
mengurangi LDL-C sebesar 4-8% pada pasien dengan
hypercholesterolemia.
Tantangan yang dihadapi pasien dalam melaksanakan terapi diet,
yaitu harusmengurangi jumlah makanan kesukaannya,menyediakan
waktu khusus untuk memilih dan mempersiapkan makanan sesuai diet
(Yehle, Chen, Plake, Yi & Mobley, 2012, p.5).
Keluarga bertanggungjawab dalam pemilihan makanan, memantau
asupan makanan serta mengkaji status nutrisi.(Friedman, Bowden &
Jones, 2010, p. 405). Kepatuhan diet adalah secara sederhana sebagai
perluasan perilaku individu untukmengikuti pengobatan, merubah serta
menjagagaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis (Novian, 2014,
p. 2).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q.
patologis

14
2. Enzim Jantung. : CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit. :Ketidakseimbangan  dapat  mempengaruhi  konduksi 
dan  kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
4. Sel darah putih : Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada
hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
5. Kecepatan sedimentasi : Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI ,
menunjukkan inflamasi.
6. Kimia : Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi
organ akut atau kronis
7. GDA : Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut
atau kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum : Meningkat, menunjukkan
arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9. Foto dada : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung
diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
10. Ekokardiogram : Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi,
gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi
katup.

BAB III

15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya perhatikan
kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang
diajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan tertutup, yaitu
pertanyaan yang jawabannya adalah “Ya” dan “Tidak”. Atas pertanyaan
yang dapat dijawab dengan gerakan tubuh seperti mengangguk atau
menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energi yang besar.
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan InfarkMiokardium Akut
(IMA) adalah sebagai berikut:
1. Identitas
Data biografi merupakan data yang perlu diketahui seperti nama,
umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut klien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan
pingsan.
3. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian riwayat penyakit saat ini yang mendukung keluhan utama
dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri
dada pada klien tersebut secara PQRST yang meliputi:
a. ProvokingIncident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
b. Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan, diperas, atau diremas.
c. Region: Radiation, Relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri
di atas perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada.
Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan
tangan

16
d. Severity (Scale) ofPain: klien ditanya dengan menggunakan rentang
0-4 atau 6-10 (Visual AnalogueScale-VAS) dan kilen akan menilai
seberapa berat nyeri yang diarasakan. Biasanya pada angina terjadi
skala nyeri berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau 7-9 (skala 6-10).
e. Time: sifat mula timbulnya (omset), biasanya gejala nyeri timbul
mendadak. Lama timbulnyan (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan
lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infarkmiokardium dapat timbul pada
waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan lebih berat dan berlangsung
lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infarkmiokardium meliputi
dispnea, berkeringat, ansietas, dan pingsan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Data ini diperoleh dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita nyeri dada, hipertensi, diabetes melitus, atau hiperlipidemia.
Cara mengkaji sebaiknya sekuens dan terinci.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa yang lalu yang masih relevan dengan obat-obatan antiangina seperti
nitrat dan penghambat beta serta obat-obatan antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat dan
reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
5. Riwayat Keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan penyakit yang pernah dialami
oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab
kematian. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada
usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung
iskemik pada keturunannya.
6. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.
Demikian pula dengan kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan

17
dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan
merokok dikaji dengan menanyakan kebiasaan merokok sudah berapa
lama, berapa batang perhari, dan jenis rokok.
7. Riwayat Psikososial
Perubahan integritas ego terjaddi bila klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang
tidak perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan. Gejala
perubahan integritas egoyang dapat dikaji adalah klien
menolakmenyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Perubahan interaksi sosial yang dialami klien terjadi karena stres
yang dialami klien dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan,
kesulitan ekonomi, atau kesulitan koping dengan stressor yang ada.
Sedangkan pemeriksaan fisik pada klien dengan infarkmiokard,
adalah sebagai berikut:
1. Keadaan Utama
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya
baik atau Compos Mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
2. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan
mengeluh sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya
ditemukan.sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan
disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang
meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena
terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada
saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada
infarkmiokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
3. B2 (Blood)

18
a. Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan
lokasi nyeri biasanya di daerah substernal atau nyeri di atas
perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat
terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan
tangan.
b. Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. TheIII pada IMA tanpa
komplikasi biasanya tidak ditemukan.
c. Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa
komplikasi.
d. Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
4. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya compos mentis. Tidak
ditemukan sianosis perifer. Pengakajian objektif klien, yaitu wajah
meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih, merengeng,
dan menggeliat yang merupakan respon dari adanya nyeri dada akibat
infark pada miokardium
5. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan klien. Pleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria klien dengan IMA karena merupakan tanda awal syok
kardiogenik.
6. B5 (Bowel)

19
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi
abdomen ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan
peristaltik usus yang merupakan tanda utama IMA.
7. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering
merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap,
dan jadwal olahraga tidak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan
adalah takikardi, dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
Kaji higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien
mengalami kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Biologis
2. Risiko Penurunan Curah Jantung b/d Perubahan Kontraktilitas
3. Pola Napas Tidak Efektif b/d Penurunan Energi
4. Risiko PerfusiMiokard Tidak Efektif b/d Hipoksia
5. Hipervolemia b/d Kelebihan Asupan Cairan
6. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan
7. Koping Tidak Efektif b/d Ketidakcukupan Persiapan untuk Menghadapi
Stress
8. Ansietas b/d Ancaman Terhadap Kematian
9. Defisit Pengetahuan b/d Ketidaktahuan Menemukan Sumber Informasi
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Biologis
a. Intervensi Utama
1) Manajemen Nyeri
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, krakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas,intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri

20
(3) Identifikasi respon nyeri non verbal
(4) Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan
nyeri
(5) Identifikasi pengetahuandan keyakinan tentang nyeri
(6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
(7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
(8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
(9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b) Terapeutik
(1) Berikan teknik non farmakolpgis untuk mengurangi rasa
nyeri
(2) Kompres hangat atau dingin
(3) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
(4) Fasilitasi istirahat dan tidur
(5) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c) Edukasi
(1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
(4) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian analgetik, Jika perlu
(2)
2) Pemberian Analgesik
a) Observasi
(1) Identifikasi karakteristik nyeri

21
(2) Identifikasi riwayat alergi obat
(3) Identifikasi kesesuain jenis analgetik dengan tingkat
keparahan nyeri
(4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesuai pemberian
analgesik
(5) Monitor efektifitas analgetik
b) Terapeutik
(1) Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesik optimal, jika perlu
(2) Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus
oploid untuk mempertahankan kadar dalam serum
(3) Tetapkan target efektiftas analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
(4) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
c) Edukasi
(1) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, jika perlu
b. Intervensi Pendukung
1) Aromaterapi
2) Dukungan hypnosis diri
3) Dukungan pengungkapan kebutuhan
4) edukasi efek samping obat
5) Edukasi manajemen nyeri
6) Edukasi proses penyakit
7) Edukasi teknik nafas
8) kompres dingin
9) Kompres panas

22
10) Konsultasi
11) Latihan pernapasan
12) Manajemen efek samping obat
13) Manajemen kenyamanan lingkungan
14) Manajemen medikasi
15) Manajemen sedasi
16) Manajemen terapi radiasi
17) Pemantauan nyeri
18) Pemberian obat
19) Pemberian intravena
20) Pemberian obat oral
21) Pemberian obat intravena
22) Pemberian obat topikal
23) Pengaturan posisi
24) Perawatan amputasi
25) Perawatan kenyamanan
26) Teknik distraksi
27) Teknik imajinasi terbimbing
28) terapi akupresur
29) Terapi akupuntur
30) Terapi bantuan hewan
31) Terapi humor
32) Terapi Murottal
33) Terapi musik
34) Terapi pemijatan
35) Terapi relaksasi
36) Terapi sentuhan
37) Transcutaneouselectricalnervestimulation
2. Risiko Penurunan Curah Jantung b/d Perubahan Kontraktilitas

23
a. Intervensi Utama
1) Perawatan Jantung
a) Observasi
(1) identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(2) identifikasi tanda/gejal sekunder penurunan curah jantung
(3) monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik)
(4) monitor intake dan output cairan
(5) monitor berat badan setiao hari pada waktu yang sama
(6) monitor saturasi oksigen
(7) monitor keluhan nyeri dada
(8) monitor EKG 12 sadapan
(9) monitor aritmia (kelainan dan irama)
b) Terapeutik
(1) Posiskan pasien semi Fowler atau Fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
(2) Berikan diet jantung yang sesuai
(3) Gunkanan stocking elastis atau pneumatik intermitten,
sesuai indikasi
(4) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya
hidup sehat
(5) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
(6) Berikan dukungan emosional dan spiritual
(7) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
c) Edukasi
(1) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
(2) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
(3) Anjurkan berhenti merokok
(4) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian

24
(5) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengukur intake dan
output cairan harian
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
(2) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
2) Perawatan Jantung Akut
a) Observasi
(1) Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor
pemicu dan pereda, kualitas, lokasi, radiasi, durasi dan
frekuensi)
(2) Monitor EKG 12 sadapan untuk perubah ST dan T
(3) Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
(4) Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia
(miss, kalium, magnesium serum)
(5) Monitor enzim jantung
(6) Monitor saturasi oksigen
(7) Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut
b) Terapeutik
(1) Pertahankan tirang baring minimal 12 jam
(2) Pasang akses intravena
(3) Puasakan hingga bebas nyeri
(4) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan
nyeri
(5) Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan
pemulihan
(6) Siapkan menjalani intervensi moroner perkutan, jika perlu
(7) Berikan dukungan emosional dan spiritual
c) Edukasi
(1) Anjurkan segera melaporkan nyeri dada

25
(2) Anjurkan menghindari manuver Valsava
(3) Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
(4) Ajarkan teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
(2) Kolaborasi pemberian antiangina
(3) Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
(4) Kolaborasi pemberian inotropik, jika perlu
(5) Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver
Valsava
(6) Kolaborasi pemeriksaan X-ray dada, jika perlu
(7) Kolaborasi pemberian pencegahan trombus dengan
antikoagulan, jika perlu
b. Intervensi Pendukung
1) edukasi pengukuran nadi radialis
2) edukasi rehabilitasi jantung
3) Insersi intravena
4) Manajemen alat pacu jantung permanen
5) Manajemen alat pacu jantung sementara
6) manajemen aritmia
7) Manajemen cairan
8) Manajemen elektrolit
9) Manajemen elektrolit; Hiperkalemia
10) Manajemen elektrolit; Hiperkalsemia
11) manajemen elektrolit; hipermagnesemia
12) Manajemen syok
13) Manajemen syok anafilaktik
14) Manajemen syok hipovolemik
15) Manajemen syok kardiogenik

26
16) Manajemen syok neurogenik
17) Manajemen syok obstruktif
18) Manajemen syok septik
19) Pemantauan cairan
20) Manajemen elektrolit
21) pemantauan hemodinamik invasif
22) pemantauan tanda vital
23) Manajemen elektrolit; Hipermatremia
24) Manajemen elektrolit; hipokalemia
25) Manajemen elektrolit; hipokalsemia
26) manajemen elektrolit: hipomagnesemia
27) Manajemen elektrolit: hiponatremia
28) Manajemen overdosis
29) Manajemen perdarahan pervaginam antepartum
30) Manajemen perdarahan pervaginam pasca persalinan
31) Pemberian obat
32) pemberian obat intravena
33) Pemberian produk darah
34) Pencegahan perdarahan
35) Pengambilan sampel darah arteri
36) Pengambilan sampel darah vena
37) Pengontrolan perdarahan
38) Perawatan alat topangan jantung mekanik
39) Rehabilitasi jantung
40) Terapi intravena
41) Terapi oksigen
3. Pola Napas Tidak Efektif b/d Penurunan Energi
a. Intervensi Utama
1) Manajamen Jalan Napas

27
a) Observasi
(1) monitor pola napas (Frekuensi, kedalaman, usaha napas)
(2) monitor bunyi napas tambahan
(3) monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b) Terapeutik
(1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head till dan
chin lift (Jaw-thrust jika curiga taruam servikal)
(2) Posisikan semi-Fowler atau Fowler
(3) Berikan minuman hangat
(4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
(5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
(6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
(7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
c) Edukasi
(1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
(2) Anjurkan teknik batuk efektif
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2) Pemantauan Respirasi
a) Observasi
(1) Monitor frekuensi irama, kedalam dan upaya napas
(2) Monitor pola napas
(3) Monitor kemampuan batuk efektif
(4) Monitor adanya produksi sputum
(5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
(6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
(7) Auskultasi bunyi napas

28
(8) Monitor saturasi oksigen
(9) Monirot nilai AGD
b) Terapeutik
(1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
(2) Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
(1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
b. Intervensi Pendukung
1) Dukungan emosional
2) Dukungan program kepatuhan pengobatan
3) Dukungan Ventilasi
4) Edukasi pengukuran respirasi
5) Konsultasi via telepon
6) Manajemen energi
7) Manajemen jalan napas buatan
8) Manajemen medikasi
9) Pemberian obat inahalsi
4. Risiko PerfusiMiokard Tidak Efektif b/d Hipoksia
a. Intervensi Utama
1) Manajemen Aritmia
a) Observasi
(1) Periksa onset dan pamicu aritmia
(2) Identifikasi jenis aritmia
(3) Monitor frekuensi dan durasi aritmia
(4) Monitor keluhan nyeri dada
(5) Monitor respon hemodinamik akibat aritmia
(6) Monitor satural oksigen
(7) Monitor kadar elektrolit

29
b) Terapeutik
(1) Berikan lingkungan yang tenang
(2) Pasang jalan napas
(3) Pasang akses intravea
(4) Pasang monitor jantung
(5) Rekam EKG 12 sadapan
c) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian antiaritmia
(2) Kolaborasi pemberian kardioversi
(3) Kolaborasi pemberian defibrilasi
2) Manajemen Syok Kardiogenik
a) Observasi
(1) Monitor status kardiopulmonal
(2) Monitor status oksigenasi
(3) Monitor status cairan
(4) Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
(5) Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap DOTS
(6) Monitor EKG 12 lead
(7) Monitor rongten dada
(8) Identifikasi penyebab masalah
b) Terapeutik
(1) Pertahankan jalan napas paten
(2) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94 %
(3) Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
(4) Pasang jalur IV
(5) Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
(6) Pasang selang nasogatrik untuk dekompresi lambung, jika
perlu

30
c) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian inotropik, jikaTDS 70-100 mmHg
tanpa disertai tanda/gejala syok
(2) Kolaborasi pemberian vasopresor, jika TDS 70-100
mmHg disertai tanda/gejala syok
(3) Kolaborasi pemberian vasopresor kuat, jika TDS <70
mmHg
(4) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
(5) Kolaborasi pemberian intra-aorta, jika perlu
3) Pencegahan Emboli
a) Observasi
(1) Periksa riwayat penyakit pasien secara rinci untuk melihat
faktor risiko
(2) Periksa trias Virchow (stasis vena, hiperkoagulabilitas,
dan trauma yang mengakibatkan kerusakan intima
pembuluh darah)
(3) Monitor adanya gejala batuk dari mengi, hemoplisis, nyeri
saat inspirasi)
(4) Monitor sirkulasi perifer
b) Terapeutik
(1) Posisikan anggota tubuh yang berisiko emboli 20 dertajat
di atas posisi jantung
(2) Pasangkan stickings atau alat kompresif pneumatik
intermiten
(3) Lepaskan stockings atau alat kompresif pneumatik
intermiten selama 15-20 menit setiap 8 jam
(4) Lakukan laithan rentang gerak aktif dan pasif
(5) Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
c) Edukasi

31
(1) Anjurkan melakukan fleksi dan ekstensi kaki paling
sedikit 10 kalisetiap jam
(2) Anjurkan melaporkan perdarahan yang berlebihan
(3) Anjurkan berhenti merokok
(4) Anjurkan minum obat antikoagulan sesuai dengan waktu
dan dosis
(5) Anjurkan asupan makanan yang tinggi vitamin K
(6) Anjurkan menghindari duduk dengan kaki menyilang atau
duduk lama dengan kaki terantung
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian trombolitik, jika perlu
(2) Kloborasi pemberian antikoagulan dosis rendah atau
antipaltelet dosis tinggi
(3) Kolaborasi pemberian prometazin intravena dalam larutan
NaCl 0,9 % 25 cc-50 cc dengan aliran lambat
4) Perawatan Jantung
a) Observasi
(1) identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(2) identifikasi tanda/gejal sekunder penurunan curah jantung
(3) monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik)
(4) monitor intake dan output cairan
(5) monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
(6) monitor saturasi oksigen
(7) monitor keluhan nyeri dada
(8) monitor EKG 12 sadapan
(9) monitor aritmia (kelainan dan irama)
b) Terapeutik
(1) Posiskan pasien semi Fowler atau Fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman

32
(2) Berikan diet jantung yang sesuai
(3) Gunkanan stocking elastis atau pneumatik intermitten,
sesuai indikasi
(4) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya
hidup sehat
(5) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
(6) Berikan dukungan emosional dan spiritual
(7) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
c) Edukasi
(1) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
(2) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
(3) Anjurkan berhenti merokok
(4) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
(5) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengukur intake dan
output cairan harian
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
(2) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
b. Intervensi Pendukung
1) Dukungan berhenti merokok
2) edukasi aktivitas/istirahat
3) Edukasi berat badan Efektif
4) Edukasi berhenti merokok
5) Edukasi diet 6. edukasi kesehatan
6) Edukasi pengukuran nadi radialis
7) Konseling nutrisi
8) Konsultasi via telepon
9) Manajemen berat badan
10) Manajemen cairan

33
11) Mana jemen hiperglikemia
12) Manajemen overdosis
13) Manajemen penyalahgunaan zat
14) Manajemen spesimen darah
15) Pemantauan tanda vital
16) Pemberian obat
17) Pemberian obat intravena
18) Pengambilan sampel darah vena
19) Promosi latihan fisik
20) Resusitasi cairan
21) Skrining kesehatan
22) Skrining penyalahgunaan zat
23) Surveilans
24) Terapi oksigen
5. Hipervolemia b/d Kelebihan Asupan Cairan
a. Intervensi Utama
1) ManajamenHipovolemia
a) Observasi
(1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia
(2) Monitor intake dan output cairan
b) Terapeutik
(1) Hitung kebutuhan cairan
(2) Berikan posisi modified trendelenburg
(3) Berikan asupan cairan oral
c) Edukasi
(1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
(2) Anjurkan menghindariperubahan posisi mendadak
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis

34
(2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
(3) Kolaborasi pemberian cairan koloid
(4) Kolaborasi pemberian produk darah
2) Pemantauan Cairan
a) Observasi
(1) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
(2) Monitor frekuensi napas
(3) Monitor tekanan darah
(4) Monitor berat badan
(5) Monitor waktu pengisian kapiler
(6) Monitor elastisitas atau turgor kulit
(7) Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
b) Terapeutik
(1) Alur intervasi waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
(2) Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
(1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(2) Informasikan hasil pemantauan, Jika perlu
b. Intervensi Pendukung
1) Dukungan kepatuhan program pengobatan
2) Edukasi dialisis peritoneal
3) Edukasi hemodialisis
4) Edukasi nutrisi parenteral
5) Edukasi pemberian makanan parenteral
6) Insersi intravena
7) Insersi selang nasogastrik
8) Katerisasi urine
9) Konsultasi

35
10) Manajemen asam basa
11) Manajemen cairan
12) Manajemen dialysis peritoneal
13) Manajemen elektrolit
14) Manajemen elektrolit: hiperkalemia
15) Manajemen elektrolit: hiperkalsemia
16) Manajemen elektrolit: hipermagnesemia
17) Manajemen elektrolit: hipernatremia
18) Manajemen elektrolit: hipokalemia
19) Manajemen elektrolit: hipokalsemia
20) Mana jemen elektrolit: hipomagnesemia
21) Manajemen elektrolit: hiponatremia
22) Manajemen hemodialisis
23) Manajemen medikasi
24) Manajemen nutrisi
25) Manajemen nutrisi parenteral
26) Manajemen spesimen darah
27) Pemantauan elektrolit
28) Pemantauan hemodinamik invasif
29) Pemantauan neurologis
30) Pemantauan tanda vital
31) Pemberian makanan
32) Pemberian makanan parenteral
33) Pemberian obat
34) Pemberian obat intravena
35) Pengambilan sampel darah arteri
36) Pengambilan sampel darah vena
37) Pengaturan posisi
38) Pengaturan dialisis

36
39) Perawatan kateter Sentral perifer
40) Perawatan kateter urine
41) Perawatan luka
42) Promosi berat badan
43) Terapi intravena
6. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan
a. Intervensi Utama
1) Manajemen Energi
a) Observasi
(1) identifikasi gangguan fungsi tubuh ynag mengalami
kelelahan
(2) monitor kelelahan fisik dan situasional
(3) monitor pola dan jam tidur
(4) monitor lokasi dan ketidaknyaman melakukan aktivitas
b) Terapeutik
(1) Sediakan lingkungan nyaman dana rendah stimulus
(2) Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
(3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
(4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
c) Edukasi
(1) anjurkan tirang baring lama
(2) anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
(3) anjurkan menghubungi perawat jikatanda dan gejala
kesehtaan tidak berkurang
(4) ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

37
2) Terapi Aktivitas
a) Observasi
(1) I dentifikasi defisit tingkat aktivitas
(2) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
(3) Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
(4) Identifikasi strategi meningkatkan partisiapsi dalam
aktivitas
(5) Identivikasi makna dan aktivitaas rutin
b) Terapeutik
(1) Fasilitasi fokus pada kemampuan , bukan defisit yang
dialami
(2) Sepakati komitmen untuk meningktkan frekuensi dan
rentang aktivitas
(3) Koordinasi pemilihan aktivitassesuai usia
(4) Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
c) Edukasi
(1) jelaskan metodeaktifitas fisik sehari, jika perlu
(2) ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
(3) anjurkan melakukan aktivitas fisik
(4) anjurkan terlibat aktivitas kelompok
b. Intervensi Pendukung
1) Dukungan ambulasi
2) Dukungan kepatuhan program pengobatan an
3) Dukungan meditasi
4) Dukungan pemeliharaan rumah
5) Dukungan perawatan diri
6) Dukungan spiritual
7) Dukungan tidur

38
8) Edukasi latihan fisik
9) Edukasi teknik ambulasi
10) Edukasi pengukuran nadi radialis
11) Manajemen aritmia
12) Manajemen lingkungan an
13) Manajemen medikasi
14) Manajemen mod
15) Manajemen nutrisi
16) anajemen nyeri
17) Manajemen program latihan
18) Pemantauan tanda vital
19) Pemberian obat
20) Pemberian obat inhalasi
21) Pemberian obat oral
22) Penentuan tujuan bersama
23) Promosi berat badan
24) Promosi dukungan keluarga
25) Promosi latihan fisik
26) Rehabilitasi jantung
27) Terapi aktivitas
28) Terapi bantuan hewan
29) Terapi musik
30) Terapi oksigen
31) Terapi relaksasi otot progresif

7. Koping Tidak Efektif b/d Ketidakcukupan Persiapan untuk Menghadapi


Stress
a. Intervensi Utama

39
1) Dukungan Pengambilan Keputusan
a) Observasi
(1) Identifikasi persepsi mengenai masalah dan informasi
yang memicu
b) Terapeutik
(1) Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan yang
membantu membuat pilihan
(2) Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari setiap solusi
(3) Fasilitas melihat situasi secara realistik
(4) Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang
diharapkan
(5) Fasilitas pengambilan keputusan secara kolaboratif
(6) Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak
informasi
(7) Fasilitas menjelaskan keputusan kepada orang lain
(8) Fasilitas hubungan antara pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya.
c) Edukasi
(1) Informasikan alternatif solusi secara jelas
(2) Berikan informasi yang diminta pasien
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
memfasilitasi.
2) Dukungan Pengambilan Peran
a) Observasi
(1) Identifikasi persepsi mengenai masalah dan informasi
yang memicu konflik
b) Terapeutik

40
(1) Fasilitas mengklarifikasi nilai dan harapan yang
membantu membuat pilihan
(2) Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari setiap solusi
(3) Fasilitas melihat situasi secara realistik
(4) Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang
diharapkan
(5) Fasilitas pengambilan keputusan kepada orang lain, jika
diperlu
(6) Fasilitas hubungan antarapasien, keluarga, dan tenaga
kesehatannya
c) Edukasi
(1) Informasikan alternatif sulusi secara jelas
(2) Berikan informasi yang diminta pasien
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya
3) Promosi Koping
b. Intervensi Pendukung
1) Bimbingan sistem kesehatan
2) Biofeedback
3) Dukungan belajar
4) Dukungan emosional
5) Dukungan kelompok
6) Dukungan keyakinan
7) Dukungan meditasi
8) Dukungan memaafkan
9) Dukungan pelaksanaan ibadah
10) Dukungan pengungkapan kebutuhan
11) Dukungan perasaan bersalah
12) Dukungan perlindungan penganiayaan

41
13) Dukungan sumber Financial
14) Dukungan tanggung jawab pada diri sendiri
15) Dukungan tidur
16) Dukungan krisis
17) Konseling
18) Kontrak perilaku positif
19) Limit setting
20) Manajemen demensia
21) Manajemen lingkungan
22) Manajemen mod
23) Manajemen medikasi
24) Manajemen overdosis
25) Manajemen pengendalian marah
26) Manajemen perilaku
27) Manajemen perilaku seksual
28) Manajemen putus zat
29) Manajemen waham
30) Modifikasi perilaku
31) modifikasi perilaku keterampilan sosial
32) Pelatihan pengendalian impuls
33) Pemberian obat
34) Pencegahan penyalahgunaan zat
35) Pemantauan tujuan bersama
36) Promosi Citra tubuh
37) Promosi harga diri
38) Promosi resilient
39) Promosi sistem pendukung
40) Promosi sosialisasi si
41) reduksi ansietas

42
42) Restrukturisasi kognitif
43) Seklusi
44) Teknik distraksi
45) Teknik menenangkan
46) Terapi aktivitas tas
47) Terapi bantuan hewan
48) Terapi hipnosis
49) terapi kelompok
50) Terapi keluarga
51) Terapi penyalahgunaan zat
52) Terapi relaksasi otot progresif
53) Terapi reminisensi
54) Terapi seni
8. Ansietas b/d Ancaman Terhadap Kematian
a. Intervensi Utama
1) Reduksi Ansietas
a) Observasi
(1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
(2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
(3) Monitir tanda-tanda ansietas
b) Terapeutik
(1) Ciptakan suasana terapeutik untukmenumbuhkan
kepercayaan
(2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
(3) Pahami situasi yang membuat ansietas
(4) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
(5) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan

43
(6) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
(7) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwayang
akan datang
c) Edukasi
(1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
(2) Informasi secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
(3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
(4) Anjurkan untuk melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif,sesuai kebutuhan
(5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
(6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
(7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
(8) Latih teknik relaksasi
2) Terapi Relaksasi
a) Observasi
(1) Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi atau gejala lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
(2) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
(3) Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
(4) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah latihan
b) Terapeutik
(1) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan

44
(2) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosuder
teknik relaksasi
(3) Gunakan pakaian longgar
(4) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
berirama
(5) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai
c) Edukasi
(1) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis, musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
(2) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
(3) Anjurkan mengambil posisi nyaman
(4) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
(5) Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih
(6) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
b. Intervensi Pendukung
1) Bantuan kontrol marah
2) Biblioterapi
3) Dukungan emosi
4) Dukungan hipnosis diri
5) Dukungan keyakinan
6) Dukungan memaafkan
7) Dukungan pelaksanaan ibadah
8) Dukungan proses berduka
9) Intervensi krisis
10) Konseling
11) Manajemen demensia

45
12) Persiapan pembedahan
13) Teknik distraksi
14) Teknik hypnosis
15) Teknik imajinasi terbimbing
16) Teknik menyenangkan
17) Terapi biofeedback
18) Terapi diversional
19) Terapi musik
20) Terapi penyalahgunaan zat
21) Terapi relaksasi otot progresif
22) Terapi reminiscence
23) Terapi seni
24) Terapi alidasi
9. Defisit Pengetahuan b/d Ketidaktahuan Menemukan Sumber Informasi
a. Intervensi Utama
1) Edukasi Kesehatan, Tindakan:
a) Observasi
(1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
(2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
b) Terapeutik
(1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
(2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
(3) Berikan kesempatan untuk bertanya
c) Edukasi
(1) Jelaskan faktor risiko yang dapat memengaruhi kesehatan
(2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
(3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat

46
b. Intervensi Pendukung
1) Bimbingan sistem kesehatan
2) Edukasi aktivitas/ istirahat
3) Edukasi alat bantu dengar
4) Edukasi analgesia terkontrol
5) Edukasi berat badan efektif
6) Edukasi berhenti merokok
7) Edukasi dehidrasi
8) Dialisis peritoneal
9) Edukasi diet
10) Edukasi edema
11) Edukasi samping obat
12) Edukasi fisioterapi dada
13) Edukasi hemodialisis
14) Edukasi infertilitas
15) Edukasi irigasi kandung kemih
16) Edukasi irigasi kolostomi
17) Edukasi irigasi urostomy
18) Edukasi keamanan anak
19) Edukasi keamanan bayi
20) Edukasi kelekatan ibu dan bayi
21) Edukasi Keluarga Berencana
22) Kasih keluarga: pola kebersihan
23) Edukasi kemoterapi
24) Edukasi keselamatan lingkungan
25) Edukasi keselamatan rumah
26) Edukasi keterampilan psikomotor
27) Edukasi komunikasi efektif
28) Edukasi latihan berkemih

47
29) Edukasi latihan fisik
30) Edukasi manajemen demam
31) Edukasi manajemen nyeri
32) Edukasi manajemen stres
33) Edukasi mobilisasi
34) dukasi nutrisi
35) dukasi nutrisi anak
36) Edukasi nutrisi bayi
37) Edukasi nutrisi parenteral
38) Edukasi orang tua: fase anak
39) Edukasi perawatan kulit
40) Edukasi perawatan mata
41) Edukasi perawatan mulut
42) Edukasi perawatan nefrostomi
43) Edukasi perawatan patah tulang
44) Edukasi perawatan perineum
45) Edukasi perawatan selang darah
46) Edukasi perawatan stoma
47) Edukasi perawatan trakeostomi
48) Edukasi perawatan urostomy
49) Edukasi perilaku upaya kesehatan
50) Edukasi perkembangan bayi
51) Edukasi persalinan
52) Edukasi pijat bayi
53) Edukasi pencegahan infeksi
54) Edukasi pencegahan jatuh
55) Edukasi pencegahan luka tekan
56) Edukasi pencegahan osteoporosis
57) Edukasi penggunaan alat kontrasepsi

48
58) Edukasi penggunaan alat bantu
59) dukasi pengukuran nadi radialis
60) Edukasi pengukuran respirasi
61) Edukasi pengukuran suhu tubuh
62) Edukasi pengukuran tekanan darah
63) Edukasi pengurangan risiko
64) Edukasi pola perilaku kebersihan
65) Edukasi perioperatif
66) Edukasi program pengobatan
67) Edukasi prosedur tindakan
68) Edukasi proses keluarga
69) Edukasi proses penyakit
70) Edukasi reaksi alergi
71) Edukasi rehabilitas jantung
72) Edukasi resep obat
73) Edukasi seksualitas
74) Edukasi simulasi bayi/ anak
75) Edukasi teknik adaptasi
76) Edukasi teknik ambulasi

49
BAB IV
ANALISIS JURNAL (EBP)
1. Judul Artikel
“Efektivitas Foot Hand Massage terhadap Respon Fisiologis dan Intensitas Nyeri
pada Pasien Infark Miokard Akut : Studi di Ruang ICCU RSUD Dr. Iskak
Tulungagung”
2. Kata Kunci (Keywords)
Foot Hand Massage, Nyeri, Infark Miokard Akut
3. Penulis
Awan Hariyanto, Suharyo Hadisaputro, dan Supriyadi
4. Instansi Terkait
Pemkab Trenggalek, Universitas Diponegoro Semarang, dan Poltekkes Kemenkes
Semarang
5. DOI/ISSN
-
6. Nama Jurnal dan Tahun Terbit
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Volume 2, Nomor 3, Desember
2015
7. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk membuktikan pengaruh Foot hand massage
terhadap respon fisiologis dan intensitas nyeri pada pasien infark miokard akut
8. Format Isi Artikel
P Seluruh pasien infark miokard akut yang berumur lebih dari 40
tahun yang dirawat di ruang ICCU RSUD Dr. Ishak
Tulungagung
I Intervensi Food hand massage

C Tidak ada intervensi pembanding dalam penelitian ini

O Respon fisiologis dan intensitas nyeri sebelum dan sesudah

50
dilakukan Foot hand massage

T Foot hand massage dialkukan 4 kali 20 menit dalam 2 hari

9. Telaah Step 1 (Fokus Penelitian)


Problems Berdasarkan data satatistik dari World Health
Organization (WHO) pada tahun 2015, bahwa dari
sebesar 58 juta kematian di dunia, 17,7 juta disebabkan
oleh penyakit kardiovaskuler. Salah satu penyakit yang
berkontribusi atas peristiwa tersebut adalah infark
miokard (Satyarsa & Suryantari, 2019). Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa
peringkat penyakit kardiovaskular sebagai penyebab
kematian semakin meningkat yaitu mencapai 24,4 % dan
pada tahun 2008 berdasarkan data rekam medis Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) tercatat 1065
pasien mengalami infark miokard Akut (Departement of
Cardiology and Vaskular Medicine Universitas
Indonesia, 2010 dalam Hariyanto dkk, 2015).
Infark miokardium merupakan salah satu penyakit
dengan rawat inap terbanyak di Amerika. Laju mortalitas
awal (30 hari) pada infark miokardium adalah 30%, dan
separuh kematian terjadi sebelum klien mencapai rumah
sakit. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu
penyakit jantung yang perlu mendapatkan perhatian
karena pada pasien Infark miokard akut terjadi rusaknya
jaringan jantung akibat suplai oksigen yang tidak adekuat

51
sehingga membahayakan fungsi miokard jantung sampai
terjadi kematian (Price, 2002 dalam Dasna dkk, 2015).
Infark miokard adalah (merupakan salah satu proses
kematian sel yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
patologis) yang berkembang cepat oleh karena
ketidaksinambungan antara suplai dan kebutuhan
oksigen otot-otot jantung (Satyarsa & Suryantari, 2019).
Keluhan khas infark miokardium ialah nyeri dada
retrosternal seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk,
panas atau ditindih barang berat. Nyeri dada yang
dirasakan serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan
menetap lebih dari 30 menit (Siregar, 2011 dalam Dasna
dkk, 2015). Penanganan rasa nyeri harus dilakukan
secepat mungkin untuk mencegah aktivasi saraf simpatis,
karena aktifasi saraf simpatik ini dapat menyebabkan
takikardi, vasokontriksi, dan peningkatan tekanan darah
yang pada tahap selanjutnya dapat memperberat beban
jantung dan memperluas kerusakan miokardium. Tujuan
penatalaksanaan nyeri adalah menurunkan kebutuhan
oksigen jantung dan untuk meninggkatkan suplai oksigen
ke jantung (Reza, dkk, 2011 dalam Dasna dkk, 2015).
Penanganan nyeri dengan foot hand massage sangat
efektif untuk mengatasi nyeri foot hand massage sendiri
adalah bentuk massage pada kaki atau tangan yang
didasarkan pada premis bahwa ketidak nyamanan atau
nyeri diarea spesifik kaki atau tangan berhubungan
dengan bagian tubuh atau gangguan (Stillwell, 2011
dalam Hariyanto dkk, 2015). Penelitian sebelumnya

52
tentang efektifitas massage untuk mengatasi nyeri adalah
penelitian yang dilakukan oleh Abbaspoor,et al. (2013)
menyebutkan bahwa nyeri dapat diturunkan dengan
menggunakan foot hand massage (Hariyanto dkk, 2015).
Intervention Intervensi Food hand massage
Comparison Tidak ada intervensi pembanding dalam penelitian ini
Intervention
Outcome Hasil dari penelitian menunjukkan Foot hand
massage berpengaruh terhadap respon fisiologis nyeri
(kelompok berpasangan) p-value: tekanan darah systole
0,001 diastole 0,004, nadi 0,004, respirasi 0,001, suhu
0,059, lekosit 0,001, intensitas nyeri 0,001. Kelompok
tidak berpasangan sesudah perlakuan p-value : tekanan
darah sistole 0,034, diastole 0,010 nadi 0,001, respirasi
0,024, suhu 0,557, lekosit 0,019, intensitas nyeri 0,001.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
respon fisiologis dan intensitas nyeri antara sebelum dan
setelah diberi perlakuan atau intervensi.
Time Foot hand massage dilakukan 4 kali 20 menit dalam 2hari
10. Telaah Step 2 (Validitas)
Recruitment 1. Metode Penelitian
Desain penelitian ini adalah True-experiment
dengan bentuk Randomized Pretest-Postest
Control Group Design.
2. Penentuan Sampel
Populasi studi pada penelitian ini adalah
seluruh pasien infark miokard akut akut yang
berumur lebih dari 40 tahun yang dirawat di
ruang ICCU RSUD Dr. Iskak Tulunagung
dengan jumlah 36 responden, 18 responden

53
kelompok kontrol dan 18 responden kelompok
perlakuan. Pengambilan sampel menggunakan
teknik sampling simple random sampling.
3. Kriteria Inklusi-Eksklusi:
a. Kriteria inklusi: Pasien infark miokard akut
yang berumur lebih dari 40 tahun
b. Kriteria Eksklusi: Pasien infark miokard akut
yang berumur di bawah 40 tahun.
Maintenance Pada penelitian ini intervensi food hand massage
diberikan pada pasien infark miokard selama 4 kali
20 menit dalam 2 hari bersama dengan pengobatan
standar. 18 responden kelompok perlakuan
mendapatkan intervensi bersama dengan pengobatan
dari rumah sakit. Sedangkan 18 responden kontrol
tidak mendapatkan intervensi tetapi tetap
mendapatkan standar pengobatan dari rumah sakit.
Measurement 1. Alat Pengumpul Data/Instrumen
Alat pengumpul data adalah peneliti itu
sendiri yaitu dengan cara observasi langsung.
2. Uji Statistik yang Digunakan
Untuk melihat efek terapi akupresur terhadap
respon fisiologis dan intensitas nyeri sebelum dan
sesudah diberikan terapi dilakukan analisis
bivariat kelompok berpasangan dengan
menggunakan uji paired t-tes, wilcoxon dan
untuk kelompok tidak berpasangan menggunakan
independent t-test, mann-whitney.
3. Hasil Pengukuran
Pada kelompok berpasangan didapatkan p-

54
value: tekanan darah systole 0,001 diastole 0,004,
nadi 0,004, respirasi 0,001, suhu 0,059, lekosit
0,001, intensitas nyeri 0,001. Sedangkan pada
kelompok tidak berpasangan sesudah perlakuan
p-value: tekanan darah sistole 0,034, diastole
0,010 nadi 0,001, respirasi 0,024, suhu 0,557,
lekosit 0,019, intensitas nyeri 0,001. Pada
pengukuran tekanan darah sistole dan diastol,
respirasi, nadi, leukosit dan intensitas nyeri
didapatkan p-value kurang dari 0,05 yang berarti
terdapat perbedaan antara sebelum dan setelah
perlakuan. Sedangkan pengukuran suhu
didapatkan p-value lebih dari 0,05 yang berarti
tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan
setelah perlakuan.

55
11. Telaah Step 3 (Aplikabilitas)
a. Adanya Sumber Daya Manusia
Pengaplikasian intervensi ini sangat memungkinkan untuk dilakukan dalam
pelayanan di ruang Intensive Coronary Care Unit (ICCU). Tenaga perawat
profesional yang ada di ruang ICCU dapat mengadopsi intervensi ini untuk
mengatasi masalah nyeri akut pada pasien infark miokard akut. Intervensi ini
sebaiknya dilakukan oleh seseorang yang terlatih atau harus bersertifikat atau
setidaknya pernah mendapatkan pelatihan tentang terapi foot hand massage
tersebut. Perawat dalam pelayanan pun dapat mengajarkan dan membimbing
pasien serta keluarga dalam melakukan intervensi ini.
b. Biaya
Pemberian intervensi jika ditinjau dari segi biaya juga sangat
memungkinkan. Karena hanya membutuhkan perawat itu sendiri dalam
memberikan dan mengajarkan latihan ini kepada pasien.
c. Kebijakan
Penelitian ini telah memenuhi persyaratan etik dan telah
mendapatkan ijin dari ethical clearance komisi etik Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro No 345/EC/FKM/201.
d. Hasil
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa food hand massage efektif
atau berpengaruh terhadap respon fisiologis dan intensitas nyeri pada pasien
yang infark miokard yang mengalami nyeri. Foot hand massage sangat efektif
dan dapat digunakan sebagai salah satu intervensi keperawatan non farmakologi
untuk mengatasi nyeri infark miokard akut.
12. Kelebihan dan Kekurangan Artikel
Kelebihan :
1. Penelitian ini memberikan implikasi bagi pelayanan keperawatan
2. Penelitian ini menambah jumlah riset penelitian keperawatan tentang
efektifitas penggunaan terapi komplementer sebagai terapi non farmakologi
dalam mengatasi nyeri khususnya pada pasien dengan infark miokar akut.

1
3. Hasil pengukuran tekanan darah sistole dan diastole, nadi, respirasi, leukosit,
suhu dan intensitas nyeri dijabarkan secara rinci baik pada kelompok
berpasangan maupun kelompok tidak berpasangan.
4. Peneliti memberikan saran kepada tenaga kesehatan, tempat penelitiannya
dan untuk peneliti selanjutnya.
Kekurangan :
1. Tidak terdapat langkah-langkah Prosedur Pelaksanaan Intervensi (SOP),
seperti bahan dan tata cara terapi tersebut.
2. Instrumen utama dan instrumen pendukung dalam penelitian ini tidak
dijelaskan secara rinci.
3. Peneliti tidak menjelaskan secara detail kriteria inklusi dan eksklusi pada
penelitiannya, begitu pula dengan indikasi dan kontra indikasi dilakukannya
terapi food hand massage.

2
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Infark miokardium adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
suplai darah akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis
atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus.
2. Infarkmiokard adalah salah satu penyakit jantung yang menjadi penyebab
utama kematian di Indonesia
3. Gejala yang paling umum dari serangan jantung adalah nyeri dada, biasanya
digambarkan sebagai menghancurkan, meremas, menekan, berat, atau
kadang-kadang, menusuk atau membakar.
4. Pada kasus InfarkMiokardium kita dapat melakukan terapi diet dengan
mengurangi konsumsi makanan yang berlemak dan memperbanyak
buah,serta makanan berserat.
B. Saran
1. Institusi akademis
Institusi akademis sebaiknya lebih banyak mengadakan diskusi mengenai
intervensi terhadap penanganan pada kasus-kasus pasien dengan syok
kardiogenik sehingga mahasiswa mampu meningkatkan cara berpikir kritis
dalam menerapkan intervensi inovasi sesuai dengan jurnal penelitian terbaru.
2. Perawat
Perawat lebih banyak memberikan perhatian secara maksimal sehingga
mampu meningkatkan kualitas hidup pasien untuk menghindari terjadinya syok
kardiogenik yang bisa mengakibatkan memburuknya kondisi pasien bed rest
dan memberikan pendidikan kesehatan serta motivasi sehingga dapat
berdampak positif terhadap kesehatan pasien dan keluarga.
3. Mahasiswa
Mahasiswa harus lebih banyak belajar dan mencari referensi lebih banyak,
baik dari buku maupun jurnal penelitian terbaru. Dengan begitu, mahasiswa
keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat profesional agar dapat
lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami

3
syok kardiogenik sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan emergency
untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok
kardiogenik.

DAFTARPUSTAKA

Astuti, A., & Maulani, M. (2018). FAKTOR RESIKO INFARK MIOKARD DI KOTA
JAMBI. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 3(1), 82-87.

4
Brunner & Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8 vol 2. Jakarta: EGC

Dasna, Utami, Gamya T. & Arneliwati. (2015). “Efektifitas Terapi Aroma Bunga
Lavender (Lavandula Angustifolia) terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Klien Infark
Miokard”. Diakses pada 29 Maret 2020 dari
https://www.neliti.com/publications/184221/efektifitas-terapi-aroma-bunga-lavender-
lavandula-angustifolia-terhadap-penurunan-skala-nyeri-pada-klien-infark-miokard

Lestari, J. M. E. (2018). STUDI PENGGUNAAN ANTIPLATELET PADA PASIEN


INFARK MIOKARD AKUT DI RUMAH SAKIT ISLAM AISYIYAH
MALANG (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
Santoso, J., Hariyanto, T., & Sulasmini, S. (2017). PERBEDAAN PENGETAHUAN,
SIKAP SEBELUM DAN SESUDAH KONSELING PADA KLIEN INFARK
MIOKARD DIRUANG RAWAT INAP DEWASA RUMAH SAKIT PANTI
WALUYA MALANG. Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 5(1), 20-27.

Hariyanto, A., Hadisaputro, S. & Supriyadi. (2015). “Efektivitas Foot Hand Massage
terhadap Respon Fisiologis dan Intensitas Nyeri pada Pasien Infark Miokard Akut :
Studi di Ruang Iccu RSUD Dr. Iskak Tulungagung”. Diakses pada 29 Maret 2020 dari
http://182.253.197.100/e-journal/indeks.php/jikk/article/view/293

Herliani, Y. K., Harun, H., Setyawati, A., & Fitri, S. U. R. (2019). Karakteristik dan
Efikasi Diri Keluarga Pasien dengan Infark Miokard. Jurnal Perawat Indonesia, 3(3),
201-208

Satyarsa, A. & Suryantari, S. (2019). “Potensi FuMA stem cells, kombinasi fukoidan
dan Bone Marrow Stem Cells (BMSCs), sebagai Penatalaksanaan Mutakhir pada
Infark Miokar Akut”. 2019, Vol. 10, No. 1

Anda mungkin juga menyukai