Anda di halaman 1dari 7

[LAPORAN KASUS]

Penatalaksanaan dan Pencegahan Tinea Korporis


pada Pasien Wanita dan Anggota Keluarga
Minerva Nadia Putri, Fitrianisa Burmana, Azelia Nusadewiarti
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai lesi inflamasi maupun non inflamasi pada kulit yang
tidak berambut (glabrous skin) yaitu seperti pada bagian muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Penegakan
diagnosis tinea korporis berdasarkan dari gambaran klinis, status lokalis dan pemeriksaan penunjang. Kasus ini akan
membahas identifikasi faktor risiko dan klinis serta penatalaksanaan dan pencegahan tinea korporis pada wanita usia 42
tahun berdasarkan patient-centered dan family approach. Studi ini merupakan laporan kasus dengan data didapatkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan kunjungan ke rumah dan rekam medis pasien. Kasus, wanita usia 42 tahun
bekerja sebagai wiraswasta, hidup dalam keluarga inti, aktifitas harian ringan, kebersihan diri dan lingkungan baik, dan
hubungan antar anggota keluarga baik. Keluhan gatal dan kemerahan di sekitar lipatan ketiak, lipatan payudara dan di
sekitar perut sejak kurang lebih 2 minggu. Setelah dilakukan intervensi secara holistik dengan metode edukasi didapatkan
penurunan gejala klinis dan perubahan perilaku dengan menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan. Simpulan,
pelayanan kedokteran keluarga efektif dalam penatalaksanaan tinea korporis. Provider tidak hanya menyelesaikan masalah
klinis tetapi juga menanggulangi risiko internal, eksternal, psikososial, dan lingkungan.

Kata kunci : pelayanan dokter keluarga, perubahan perilaku, tinea korporis

The Implementation and Prevention Tinea Corporis


in Women and Family Members
Abstract
Tinea corporis is a superficial dermatophyte infection characterized by inflammatory or non-inflammatory lesions of the
skin that is not haired (glabrous skin) that is like on the face, neck, body, arms, legs and gluteal. The diagnosis of tinea
corporis is based on clinical features, localist status and investigation. This case report will address the identification of risk
and clinical factors as well as the management and prevention of tinea corporis in 42-year-old women based on patient-
centered and family approach. This study is a case report with data were obtained through anamnesis, physical
examination and home visits and patient medical records Cases, 42-year-old woman working as an entrepreneur, living in a
main family, light daily activities, good personal hygiene and environment, and good family relationships. Complaints of
itching and redness around the folds of the armpit, breast folds and around the abdomen since approximately 2 weeks.
After a holistic intervention with educational methods, clinical symptoms and behavioral changes have been derived by
maintaining personal hygiene and the environment. Conclusion, family medicine services are effective in managing tinea
corporis. Providers not only solve clinical problems but also cope with internal, external, psychosocial, and environmental
risks.

Keywords : behavior alteration, family care medicine, tinea corporis

Korespondensi : Fitrianisa Burmana, S.Ked, alamat: jl. Brigjen Saptadji Hadiprawira No.8 Cilendek, Kota Bogor, Jawa Barat,
HP 081284384809, email: fitrianisaburmana@ymail.com

Pendahuluan Penyakit infeksi jamur, masih memiliki


Kulit adalah organ tubuh yang terletak prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia,
paling luar dan membatasinya dari lingkungan mengingat negara kita beriklim tropis yang
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang mempunyai kelembapan tinggi.1
esensial dan vital serta merupakan cermin Pada zaman sekarang ini, dengan
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat berkembangnya kebudayaan dan perubahan
kompleks, elastik dan sensitif, bervariasi pada tatanan hidup dari waktu ke waktu, sedikit
keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan banyak mempengaruhi pola penyakit.2 Data
juga sangat bergantung pada lokasi tubuh.1 epidemiologis menunjukkan bahwa penyakit
Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, kulit karena jamur superfisial (dermatomikosis
virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain. superfisialis) merupakan penyakit kulit yang

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 103


Fitrianisa, Azelia, Minerva | The Implementation and Prevention Tinea Corporis in Women and Family Members

banyak dijumpai pada semua lapisan benda yang mengandung jamur, misalnya
masyarakat, baik di pedesaan maupun handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur,
perkotaan, tidak hanya di negara berkembang dan lain-lain.1,5
tetapi juga di negara maju. Insidensi Penegakan diagnosis tinea corporis
dermatomikosis di berbagai rumah sakit berdasarkan dari gambaran klinis, status
pendidikan dokter di Indonesia menunjukkan lokalis dan pemeriksaan penunjang.
angka persentase yang bervariasi mulai dari Gambaran klinis berupa rasa gatal pada lesi
yang terendah yaitu di Kota Semarang terutama saat berkeringat. Keluhan gatal
(2,93%), Kota Surabaya (4,8%), Kota Padang tersebut memacu pasien untuk menggaruk
(27,6), Kota Surakarta (82,6 %). 3,4 lesi yang pada akhirnya menyebabkan
Dermatofita merupakan kelompok perluasan lesi terutama di daerah yang
jamur yang memiliki kemampuan untuk lembab.1 Pada status lokalis biasanya
melekat pada keratin dan menggunakannya ditemukan bentuk yang khas berupa lesi
sebagai sumber nutrisi yang memungkinkan anuler dengan skuama eritema pada daerah
jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan tepi, dimana pada daerah tepi ini dapat
yang mengandung keratin, seperti stratum berupa vesikuler dan berkembang secara
korneum epidermis, rambut dan kuku. sentrifugal. Tengah lesi dapat berskuama atau
Penyakit ini dapat menyerang semua umur bahkan menyembuh. Pemeriksaan penunjang
tetapi lebih sering menyerang anak-anak. untuk menegakkan diagnosis tinea korporis
Dermatofitosis adalah salah satu infeksi dapat dengan pemeriksaan mikroskopik
yang paling sering terjadi di dunia. Distribusi, langsung, kultur dan biopsi.6,7
spesies penyebab, dan bentuk infeksi yang Penulisan laporan kasus ini untuk
terjadi bervariasi pada daerah geografis, membahas penerapan pelayanan dokter
lingkungan dan budaya yang berbeda. keluarga berbasis evidence based medicine
Dermatofita berkembang pada suhu 25-28⁰C pada pasien dengan mengidentifikasi faktor
dan timbulnya infeksi pada kulit manusia risiko, masalah klinis, serta penatalaksanaan
didukung oleh kondisi yang panas dan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian
lembab. Karena alasan ini, infeksi jamur masalah pasien dengan pendekatan patient
superfisial relatif sering pada negara tropis centered dan family approach.
pada populasi dengan status sosioekonomi
rendah yang tinggal di lingkungan yang sesak Metode
dan hygiene yang rendah.1 Studi ini merupakan laporan kasus.
Tinea korporis adalah infeksi Data primer diperoleh melalui autoanamnesis
dermatofita superfisial yang ditandai lesi dari pasien dan alloanamnesis dari anggota
inflamasi maupun non inflamasi pada kulit keluarga, pemeriksaan fisik dan kunjungan ke
yang tidak berambut (glabrous skin) yaitu rumah pasien. Data sekunder didapat dari
seperti pada bagian muka, leher, badan, rekam medis pasien. Penilaian berdasarkan
lengan, tungkai dan gluteal. Tinea korporis diagnosis holistik dari awal, proses, dan akhir
didapatkan lebih banyak pada Laki-laki pasca studi secara kualitiatif dan kuantitatif.
pubertas dibanding wanita, dapat terjadi pada
semua usia, biasanya mengenai usia 18-25 Hasil
tahun serta 40-50 tahun. Tinea korporis juga Ny.T, 42 tahun, seorang ibu rumah
bisa didapatkan pada pekerja yang tangga, datang dengan keluhan gatal dan
berhubungan dengan hewan-hewan. Maserasi kemerahan di sekitar lipatan ketiak, lipatan
dan oklusi kulit lipatan menyebabkan payudara dan disekitar perut sejak kurang
peningkatan suhu dan kelembaban kulit lebih 2 minggu sebelum datang ke Puskesmas.
sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. Gatal terjadi sepanjang hari dan gatal semakin
Penularan juga dapat terjadi melalui kontak bertambah pada saat pasien berkeringat dan
langsung dan kontak tidak langsung. Kontak bila setelah bekerja membuat tempe
langsung bisa didapatkan dari individu yang dirumahnya. Menurut pasien gatal tidak
terinfeksi atau kontak tidak langsung melalui dipengaruhi makanan yang dikonsumsi setiap

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 104


Fitrianisa, Azelia, Minerva | The Implementation and Prevention Tinea Corporis in Women and Family Members

harinya. Pada awalnya terdapat bercak merah normal. Tekanan vena jugular tidak
bulat pada daerah tersebut dan terasa sangat meningkat. Pada pemeriksaan dada
gatal, namun semakin hari bercak kemerahan didapatkan gerak dada dan fremitus taktil
semakin melebar hingga warna berubah simetris, tidak didapatkan rhonki dan
menjadi merah kehitaman. wheezing, kesan dalam batas normal.
Sebelumnya pasien pernah mengalami Pemeriksaan jantung tidak ditemukan
keluhan yang sama sekitar 4 bulan yang lalu, kelainan, kesan dalam batas normal.
namun keluhan gatal pasien berkurang Abdomen datar dan supel, tidak didapatkan
setelah pasien berobat ke bidan dan diberikan organomegali ataupun ascites, kesan dalam
obat. Keluhan yang serupa juga dialami oleh batas normal.
suami pasien namun pada suami pasien Pada pemeriksaan status lokalis pada
terjadi keluhan di tempat predileksi yang axila dextra (ketiak kanan) terdapat makula
berbeda yaitu pada selangkangan. Namun eritema hiperpigmentasi berbatas tegas
suami pasien tidak pernah pergi berobat disertai plaque eritema. Pada axila sinistra
untuk mengobati keluhannya. (ketiak kiri) terdapat makula hiperpigmentasi
Pola pengobatan pasien ini bersifat dengan tepi vesikuler dengan skuama halus,
preventif yakni pasien berobat kontrol untuk eritema. Pada regio thorakal (lipatan
mencegah adanya keluhan. Namun pada payudara) terdapat lesi makula eritema
anggota keluarga mencari pelayanan hiperpigmentasi, polisiklik soliter. Pada
kesehatan jika sakit saja. daerah tepi lesi terdapat skuama halus,
Data primer diperoleh melalui sedangkan pada daerah tengah lesi lebih
anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis tenang (central healing).
dari anggota keluarga), pemeriksaan fisik, dan Dari data keluarga didapatkan pasien
kunjungan rumah untuk melengkapi data adalah anak kelima dari delapan bersaudara.
keluarga, data okupasi. dan psikososial serta Bentuk keluarga pasien adalah keluarga inti.
lingkungan. Penilaian dilakukan berdasarkan Hubungan antar anggota keluarga baik,
diagnosis holistik dari awal, proses, dan akhir penyelesaian masalah dengan diskusi
studi secara kuantitatif dan kualitatif. keluarga. Hubungan pasien dengan anak-
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anaknya baik serta harmonis. Dukungan
penampilan sesuai usia, Keadaaan umum keluarga diberikan untuk memotivasi pasien
tampak sakit ringan. Suhu 36,6oC, tekanan memeriksakan kesehatannya ke puskesmas
darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi dengan Jarak rumah ke puskesmas ± 500
84x/menit, frekuensi napas 16x/menit. Mata, meter.
telinga, dan hidung, kesan dalam batas

Genogram :

Gambar 1. Genogram Keluarga Ny. T

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 105


Fitrianisa, Azelia, Minerva | The Implementation and Prevention Tinea Corporis in Women and Family Members

Family Map:

Gambar 2. Family map Keluarga Ny. T

Data Lingkungan Rumah didapatkan: (1) Kurangnya pengetahuan


Pasien tinggal di perumahan permanen tentang tinea (ICD-10-Z 55.9), (2) Kurang
milik sendiri di daerah kumuh berukuran 8 m x memperhatikan anggota keluarga dengan
6 m bersama dengan 3 anggota keluarga (lihat gejala yang sama, (3) Kurangnya pengetahuan
genogram). Dinding terbuat dari bata beralpis pasien tentang kebersihan diri.
semen dan sudah di cat dengan lantai Aspek resiko eksternal didapatkan : (1)
keramik. Kondisi rumah kurang bersih terlihat Kurangnya kesadaran terhadap pencegahan
dari semua kamar tidur yang tidak dirawat, penyakit (ICD-10-Z 55.9), (2) Status pendidikan
memiliki 2 buah kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 orang tua rendah (ICD-10-Z551), (3) Kurang
ruang TV, 1 dapur dan 1 toilet. Penerangan menjaga higienitas personal dan keluarga
dalam rumah cukup dengan listrik dan (ICD-10-Z912), (3) Faktor pekerjaan yang
ventilasi cukup, sinar matahari masuk ke mengakibatkan pasien keringat berlebih.
kamar tidur. Sumber air minum dari air sumur Derajat fungsional 1 yaitu mampu
yang dimasak, limbah dialirkan ke melakukan aktivitas seperti sebelum sakit
penampungan. Terdapat tempat sampah di (tidak ada kesulitan).
dapur. Kondisi rumah secara keseluruhan Intervensi yang dilakukan secara non-
cukup. Pendapatan keluarga yang didapatkan medikamentosa yaitu:
dari uang berjualan tempe ± Rp.2.000.000/ 1. Edukasi kepada pasien mengenai
bulan. penyakit pasien,
Pada diagnostik holistik awal 2. Penyuluhan higiene perorangan, keluarga
didapatkan aspek personal (1) Alasan dan lingkungan serta pola hidup bersih
kedatangan: Bercak disertai rasa yang sangat dan sehat,
gatal pada kedua ketiak, lipat payudara dan 3. Edukasi kepada pasien untuk rajin
perut yang semakin hari semakin meluas sejak mengganti baju terutama bila beraktifitas
2 minggu yang lalu, (2) Kekhawatiran: takut yang menimbulkan keringat banyak,
keluhannya bertambah berat dan meluas selalu mencuci baju setelah 1 kali
keseluruh badan dan menularkan ke anggota pemakaian, tidak bertukar handuk atau
keluarga yang lain, (3) Harapan: Keluhan dapat pakaian, mengganti sprei tempat tidur,
hilang dan pasien dapat sembuh dari penyakit tidak menumpukkan pakaian diatas
tersebut, sehingga dapat nyaman beraktivitas tempat tidur dan melakukan penjemuran
seperti biasa. pakaian di tempat yang cukup terkena
Aspek klinik didapatkan : Tinea Korporis cahaya matahari, serta mengganti sabun
(ICD-10-B35.4). Aspek resiko internal padat dengan sabun cair,

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 106


Fitrianisa, Azelia, Minerva | The Implementation and Prevention Tinea Corporis in Women and Family Members

4. Edukasi kepada pasien tentang lama diusia produktif.8 Pasien datang ke Puskesmas
pengobatan dan bagaimana cara Way Kandis dengan keluhan gatal dan
pengunaan obat, kemerahan di sekitar lipatan ketiak, lipatan
5. Konseling kepada pasien untuk payudara dan daerah perut sejak 2 minggu
melakukan tindakan pencegahan yang lalu. Gatal terjadi sepanjang hari dan
penyakit. gatal semakin bertambah pada saat pasien
Adapun intervensi yang dilakukan berkeringat dan bila setelah bekerja membuat
secara medikamentosa yaitu: (1). Griseofulvin tempe di rumahnya. Gatal tidak dipengaruhi
tablet 3x125 mg selama 3 minggu, (2). oleh makanan yang dikonsumsi oleh pasien.
Ketokonazole 2% kream 2x sehari selama 3 pada axila dextra (ketiak kanan) terdapat
minggu . makula eritema hiperpigmentasi berbatas
Dilakukan intervensi terhadap faktor tegas disertai plaque eritema. pada axila
internal dan eksternal sebanyak 3 kali sinistra (ketiak kiri) terdapat makula
kunjungan rumah. Intervensi meliputi: (1) hiperpigmentasi dengan tepi vesikuler dengan
Memberikan edukasi pada pasien tentang skuama halus, eritema. Pada regio thorakal
penyakit tinea korporis, (2) Mengidentifikasi (lipatan payudara) terdapat lesi makula
faktor–faktor yang menyebabkan masalah eritema hiperpigmentasi, polisiklik soliter.
kesehatan pada pasien dan anggota keluarga Pada daerah tepi lesi terdapat skuama halus,
berupa tinea korporis, (3) Memberikan sedangkan pada daerah tengah lesi lebih
edukasi kepada pasien tentang pengobatan tenang (central healing). Dari data yang
tinea korporis serta pencegahannya agar tidak didapatkan dari anamnesa dan pemeriksaan
berulang, (4) Konseling mengenai perilaku fisik tersebut dapat diketahui bahwa pasien
hidup bersih dan sehat. tersebut mengalami infeksi jamur superfisial
Pada diagnosis akhir studi didapatkan yaitu tinea korporis.9
aspek personal: (1) Alasan kedatangan: Pada pasien ini dilakukan intervensi
kontrol penyakit di kulit, (2) Kekhawatiran: sebanyak 3 kali, dimana pada kunjungan
kekhawatiran pasien sudah berkurang, (3) pertama dilakukan perkenalan dengan pasien
Harapan: penyakit tidak muncul kembali. Pada dan keluarganya dan meminta izin untuk
aspek klinik didapatkan: Tinea korporis (ICD- dilakukan pembinaan serta melakukan
10 B35.4). anamnesa secara keseluruhan kepada pasien
Pada aspek resiko internal didapatkan : dan anggota keluarganya. Berdasarkan
(1) Meningkatnya pengetahuan tentang pertemuan pertama didapatkan bahwa pasien
penyakit tinea, (2) Meminum obat secara beserta suami pasien terkena tinea korporis
teratur hingga selesai dan kembali kontrol ke akibat higienitas tubuh yang kurang terjaga
puskesmas, (3) Rajin mengganti baju terutama dan sanitasi lingkungan yang terganggu.
bila beraktifitas yang menimbulkan keringat Pasien jarang mengganti baju bila berkeringat
banyak, dan mandi 3x sehari. banyak. Luasnya lesi dan perjalanan penyakit
Aspek resiko eksternal: (1) Kesadaran pada kasus ini kemungkinan terjadi karena
terhadap pencegahan penyakit semakin beberapa hal, yaitu higine personal yang
meningkat, (2) Termotivasinya keluarga untuk kurang, ini terlihat dari kebiasaan
mengingatkan pasien minum obat hingga menggunakan handuk bersama, kebiasaan
habis, (3) Menjaga higienitas dengan mandi jarang menggati pakaian bila berkeringat,
teratur dan sering mengganti pakaian, (4) penggunaan pakaian yang tertutup dalam
Menempatkan lokasi penjemuran baju di waktu yang lama dan penjemuran yang
tempat yang cukup terkena sinar matahari kurang terkena cahaya dan hanya pakaian
dan seluruh pakaian di setrika. tertentu saja yang disetrika. Kemudian
Derajat fungsional 1, yaitu mampu dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
melakukan aktivitas seperti sebelum sakit dimana ditemukan dengan jelas central
(tidak ada kesulitan) healing pada lesi tersebut. Saya memberikan
media intervensi berbentuk kalendar dengan
Pembahasan menyisipkan catatan edukasi mengenai tinea
Pada pasien Ny. T dengan usia 42 tahun korporis serta perilaku hidup bersih dan sehat
dilakukan pembinaan dengan pelayanan di rumah tangga. Media tidak hanya diberikan
dokter keluarga yang berarti pasien masih tetapi juga dijelaskan kepada pasien beserta

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 106


Fitrianisa, Azelia, Minerva | The Implementation and Prevention Tinea Corporis in Women and Family Members

keluarga pasien dari setiap poin yang ada pada secara bergantian, tidak menggunakan handuk
media intervensi. Setelah 1 minggu dilakukan secara bersamaan, mencuci pakaian serta
penjelasan mengenai penyakit tinea korporis mengganti seprai secara rutin. Higienitas
dan perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tubuh dan sanitasi lingkungan yang terjaga
tangga, setelah itu didapati perubahan bentuk dapat mempercepat penyembuhan pasien.
lesi, dan lesi sudah terlihat tenang. Keluhan Higienitas personal dan lingkungan yang baik
gatal pada pasien serta suami pasien juga dapat mengontrol dan mencegah kejadian
sudah berkurang. tinea. Sebuah penelitian menyimpulkan
Penatalaksanaan pada tinea korporis bahwa higienitas personal yang sederhana
juga dapat diberikan secara non dan pendidikan kesehatan yang baik tanpa
medikamentosa adalah sebagai berikut yaitu obat lebih efektif dan lebih murah daripada
gunakan handuk tersendiri untuk menggunakan farmakoterapi dalam
10
mengeringkan bagian yang terkena infeksi pengobatan tinea cruris.
atau bagian yang terinfeksi dikeringkan Pengobatan dapat diberikan melalui
terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi topikal dan sistemik. Terapi topikal
ke bagian tubuh lainnya, jangan mengunakan direkomendasikan untuk infeksi lokal karena
handuk, baju, atau benda lainnya secara dermatofit yang hidup pada jaringan kulit.
bergantian dengan orang yang terinfeksi, cuci Preparat yang sering digunakan yaitu
handuk dan baju yang terkontaminasi jamur golongan imidazol, allilamin, siklopirosolamin,
dengan air panas untuk mencegah dan kortikosteroid. Ketokonazol merupakan
penyebaran jamur tersebut, menjemur turunan imidazol sintetik yang bersifat lipofilik
pakaian dibawah sinar matahari, setrika dan larut dalam air pada pH asam.
semua pakaian yang sudah dicuci dan yang Ketokonazol digunakan untuk pengobatan
sudah dijemur, ganti pakaian bila tubuh sudah dermatofita, pitiriasis versikolor, kutaneus
berkeringat untuk menghindari berkembang kandidiasis, dan dapat juga untuk pengobatan
biaknya jamur pada tubuh, membersihkan dermatitis seboroik. Ketokonazol 2% kream
kulit setiap hari menggunakan sabun dan air digunakan untuk infeksi jamur di kulit yang
untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran agar tidak berambut seperti dermatofita, dengan
jamur tidak mudah tumbuh, memakai pakaian dosis dan lamanya pengobatan tergantung
yang dapat menyerap keringat, hindari dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama
penggunaan baju dan sepatu yang dapat 2-4 minggu dan dioleskan 1-2 kali sehari.11,12
menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan Pada tinea korporis terapi sistemik yang
wool dan bahan sintetis yang dapat paling banyak digunakan yaitu griseofulvin,
menghambat sirkulasi udara, sebelum ketokonazol, flukonazol, itrakonazol, dan
menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih amfoterisin B. Obat tinea korporis yaitu
dahulu dan bersihkan debu-debu yang griseofulvin merupakan obat yang bersifat
menempel pada sepatu, hindari kontak fungistatik.11 Lama pemberian griseofulvin
langsung dengan orang yang mengalami pada tinea korporis adalah setelah sembuh
infeksi jamur. Gunakan sandal yang terbuat klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif,
dari bahan kayu dan karet, mengganti sabun kebanyakan para ahli menggunakan waktu 3-4
padat menjadi sabun cair. minggu dari pemakaian gliseofulvin. Obat ini
Pasien serta suami pasien diberikan diberikan bila lesi luas atau bila dengan
edukasi mengenai penyakitnya serta faktor pengobatan topikal tidak ada perbaikan. Pada
yang memudahkan terjadinya penyakit. Pada kasus yang resisten terhadap Griseofulvin
pasien ini, ditekankan mengenai pentingnya dapat diberikan derivat azol seperti
menjaga kebersihan diri/hygiene, terutama itrakonazol, dan flukonazol.11,12
mengganti baju setelah beraktifitas yang Pada pasien diberikan obat antifungi
menimbulkan keringat banyak, seperti sehabis topikal berupa krim ketokonazol 2% yang
melakukan pekerjaannya sebagai pembuat digunakan 2 kali sehari dan obat antifungi
tempe. Hal ini penting untuk dilakukan untuk sistemik berupa griseofulvin 125 mg 3 kali
mencegah suasana tubuh lembab yang sehari dan dikonsumsi selama 3 minggu.
mendukung pertumbuhan jamur. Setelah 1 minggu menggunakan griseofulvin
Di samping itu, diedukasikan pula pasien tidak mengeluh gatal lagi dan pada
terkait menghindari penggunaan pakaian pemeriksaan lokalis tidak ditemukan adanya

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 107


Fitrianisa, Azelia, Minerva | The Implementation and Prevention Tinea Corporis in Women and Family Members

makula eritematosa, lesi hiperpigmentasi, Simpulan


skuama dan central healing menghilang. Diagnosis Dermatofitosis pada kasus ini
Pasien Ny.T memiliki rumah yang tidak sudah sesuai dengan beberapa teori dan
terlalu jauh dengan puskesmas, sehingga telaah kritis dari penelitian terkini.
pasien tidak kesulitan untuk mencari
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien
pengobatan bila keluhan muncul kembali.
Pasien sudah cukup mengerti mengenai sudah sesuai dan telah terjadi perubahan
pencegahan yang harus dilakukan agar prilaku pada Ny.T dan Tn. Muh. Perbaikan lesi
penyakitnya tidak kambuh lagi, salah satunya pada Ny. T terlihat setelah diberi
dengan sering mengganti baju bila sudah penatalaksanaan, intervensi dan menjaga
berkeringat berlebih, tidak memakai handuk higienitas tubuh dan lingkungannya. Begitu
secara bersamaan dan sering mengganti sprei pula pada Tn.Muh Perbaikan lesi pada Tn.
tempat tidur. Infeksi tinea dapat bersifat akut
Muh terlihat setelah diberi penatalaksaan,
atau menahun, bahkan merupakan penyakit
yang dapat berlangsung seumur hidup. Maka intervensi dan menjaga higienitas tubuh dan
dari itu, kepada pasien dan keluarganya lingkungannya. Pada kasus ini pelayanan
diberikan pula edukasi dan semangat agar kedokteran keluarga efektif dalam
saling memberi dukungan dalam menjaga penatalaksanaan tinea korporis. Provider tidak
higienitas tubuh dan lingkungan satu sama hanya menyelesaikan masalah klinis tetapi
lain dan untuk mencegah terjadinya juga menanggulangi risiko internal, eksternal,
kekambuhan atau munculnya kasus baru pada
psikososial, dan lingkungan.
keluarga.

Daftar Pustaka 6. Jihan R. Tinea korporis et kruris kronis


1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan isebabkan oleh trichophyton tonsurans
kelamin edisi V. Jakarta; Fakultas pada pasien obesitas. Jakarta: FKUI; 2013.
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 7. Rushing ME. Tinea corporis. US: Medical
2. Siregar RS. Atlas berwarna saripati College of Georginia; 2009.
penyakit kulit. Edisi 3. Jakarta. EGC; 2016. 8. Moriarty B, Hay R, Jones RM. The
3. Duarsa W. Pedoman diagnosi dan terapi diagnosis and management of tinea. BMJ.
penyakit kulit dan kelamin. Fakultas 2012; 345(7):e4380
Kedokteran Universitas Udayana, 9. Tarwoto, Wartonah. Kebutuhan dasar
Denpasar; 2010.
manusia dan proses keperawatan Edisi 4.
4. Kumar K. Clinico-mycological profile of
Jakarta : Salemba Medika; 2010.
dermatophytic skin infections in a tertiary
10. Jean B, Jorizzo, Joseph L, Rapini, Roland P.
care center-a cross sectional study. Sri
Dermatology (2nd ed.). St.Louis Mosby
Ramachandra J Med; 2007. Elsevier. 2007; p. 1135.
5. Arif R, Dirmawati K, Safruddin A. Tinea 11. Sularsito, Adi A. Dermatologi praktis.
corporis and tinea cruris caused by Jakarta: Perkumpulan Ahli Dermatologi
trychophyton mentagrophytes type dan Venereologi Indonesia; 2006.
glanular in asthma bronchiale patient. 12. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan
Makassar; Medical Faculty of Hasanuddin kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
University; 2013. Universitas Indonesia; 2010.

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 108

Anda mungkin juga menyukai