Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

LATIHAN UNTUK MENCEGAH DAN MENGATASI INKONTINESIA


(KEGEL EXERCISE)
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik dengan
Dosen Pengampu Ahmad Kusnaeni, M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Nilam Charisma (108117001) 7. Nur Annisa (108117009)

2. Retno Hidayanti (108117003) 8. Intan Henidar P (108117010)


3. Riska Nola Y (108117004) 9. Nesia Gusti S (108117011)
4. Yessi Magna R (108117005) 10. Lulu Dwi R (108117012)
5. Dwi Utami (108117006) 11. Milania Dewi (108117013)
6. Erna Khuswatun (108117008) 12. Tria Widiastuti (108117014)

PRODI S1 KEPERAWATAN 3A

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN 2019 / 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ” LATIHAN UNTUK MENCEGAH DAN
MENGATASI INKONTINESIA (KEGEL EXERCISE) “ yang diajukan sebagai tugas pemicu
mata kuliah Keperawatan GERONTIK Dalam proses pembuatan makalah ini, penulis didukung
oleh berbagai pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250- 450 cc
(pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria.Kemudian
rangsangan tersebut diteruskan melalui medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih
yang terdapat di korteks serebral.Selanjutnya, otak memberikan impuls/ rangsangan
melalui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sacral, kemudian terjadi koneksi otot
detrusor dan relaksasi otot sfingter internal.Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi
masih tertahan sfingter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan
menyebabkan relaksasi sfingter eksternal dan urine kemungkinan dikeluarkan
(berkemih).
Persalinan dapat menyebabkan perlukaan jalan lahir yang dapat mengenai vulva,
vagina, perineum, dan uterus.Pada primigravida yang melahirkan bayi cukup bulan,
perlukaan jalan lahir tidak dapat dihindarkan.Tempat yang paling sering mengalami
perlukaan akibat persalinan adalah perineum.
Rupture perineum adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses
persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit
dilakukan penjahitan (Hamilton, 2002).
Inkontinensia urine dapat diartikan sebagai ketikmampuan pasien untuk menahan
pengeluaran air kencing. Sedangkan stress inkontinensia urine merupakan salah satu jenis
dari inkontinensia urine dimana keluarnya urine yang tidak terkontrol, terjadi bila tanpa
suatu kontraksi destruksor, tekanan intravesikal melebihi tekanan uretral maksimum pada
sress inkontinensia urine terjadi kebocoran urine dalam jumlah kecil pada pergerakan
tubuh seperti batuk, bersin, dll.

3
Dengan melihat adanya keterkaitan antara rupture perineum dengan stress
inkontinensia urine, maka penulis akan membahas tentang terapi pemenuhan kebutuhan
eliminasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu bladder training dan bagaimana cara melakukannya?
2. Apa itu kegel exercise dan bagaimana cara melakukannya?
3. Apa itu perawatan natural miss. V (vulva hygiene) dan bagaimana cara
melakukannya?
4. Apa itu rendam duduk dan bagaimana cara melakukannya?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui bladder training dan cara melakukannya.
2. Mengetahui kegel exercise dan cara melakukannya.
3. Mengetahui perawatan natural miss. V (vulva hygiene) dan cara melakukannya.
4. Mengetahui rendam duduk dan cara melakukannya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Bladder Training
Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah gangguan kontraksi uterus
yang dapat diakibatkan oleh adanya retensio urine.Retensio urine menyebabkan distensi
kandung kemih yang kemudian mendorong uterus ke atas dan ke samping.Keadaan ini
bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik yang akhirnya menyebabkan
perdarahan.
Retensio urin postpartum di sebabkan diaphoresis yang terjadi dalam 12-24 jam
postpartum. Ini merupakan salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang tertahan
selama kehamilan melalui keringat dan peningkatan produksi urine. Selama periode
postpartum, dalam sehari dapat dihasilkan lebih dari 3.000 ml urine dengan jumlah urine
setiap berkemih berkisar 500 sampai 1000 ml.
Mengatasi masalah perkemihan salah satunya dapat dilakukan dengan Bladder
Training.Bladder training merupakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk melatih
kembali kandung kemih ke pola berkemih normal dengan menstimulasi pengeluaran
urine. Pada perawatan maternitas, bladder training dilakukan pada ibu yang telah
mengalami gangguan berkemih seperti inkontinensia urine atau retensio urine, padahal
sesungguhnya bladder training dapat mulai dilakukan sebelum masalah berkemih terjadi
pada ibu postpartum, sehingga dapat mencegah intervensi invasif seperti pemasangan
kateter yang justru akan meningkatkan kejadian infeksi kandung kemih. Selama ini
apabila ibu postpartum mengalami masalah BAK, maka salah satu tindakan
penyelesaiannya adalah melalui pemasangan kateter untuk mencegah peregangan
kandung kemih yang berlebihan.Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih
untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran urine. Dengan bladder training diharapkan ibu postpartum dapat BAK
secara spontan dalam 6 jam post partum. Tujuan dari bladder training adalah melatih
kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan, mengontrol, mengendalikan, dan
meningkatkan kemampuan berkemih secara spontan.
Prosedur intervensi yang diberikan adalah sebagai berikut:

5
1. Memberikan edukasi pada klien tentang pentingnya eliminasi BAK
spontan setelah persalinan. Lalu menjelaskan pada klien bahwa
keberhasilan bladder training didukung oleh kemauan dan kesadaran klien
dalam pelaksanaannya.
2. Memberikan minum air sebanyak 200 ml.
3. Mengukur tanda vital untuk mengetahui kondisi klien, apakah kondisi
klien memungkinkan untuk dilakukan bladder training. Bladder training
dilakukan pertama kali pada 2 jam post partum.
4. Bladder training dilakukan dengan membawa klien ke toilet untuk BAK
dengan posisi duduk dengan kloset duduk. Klien diminta untuk menyiram
perineum dengan air hangat sebanyak 500 ml yang disediakan untuk
merangsang pengeluaran urine.
5. Kran air dibuka maksimal 15 menit dimulai semenjak klien berada di
toilet.
6. Mengobservasi apakah klien BAK.
7. Bila belum BAK, bladder training diulang setiap 2 jam.
8. Melakukan evaluasi setelah dilakukan intervensi, dari 2 jam postpartum
sampai 6 jam postpartum.

Posisi berbaring merupakan posisi yang tidak biasa untuk berkemih, sehingga
rangsangan berkemih tidak dapat dirasakan. Posisi duduk atau berdiri saat berkemih,
memfasilitasi kontraksi otot panggul dan intra-abdomen, mengejan, kontraksi kandung
kemih, dan control sfingter, sisa urine pada kandung kemih akan keluar dengan adanya
gaya berat.

Intervensi bladder training yang dimulai pada dua jam post partum efektif
digunakan untuk mengembalikan fungsi eliminasi BAK secar spontan pada ibu
postpartum, sehingga sangat disarankan kepada pelayanan keperawatan maternitas dapat
menerapkan intervensi ini. Selain itu, perawat harus lebih memperhatikan ibu primipara
dengan perineum yang tidak utuh dalam meningkatkan kemampuan eliminasi BAK
secara spontan dengan memotivasi dan memfasilitasi ibu postpartum untuk segera BAK
secara spontan sehingga bahaya terjadinya retensio urine postpartum dapat dicegah.

6
B. Kegel Exercise
Menurut Purnomo (2003), senam kegel adalah terapi non operatif paling popular
untuk mengatasi inkontinensia urine. Latihan ini dapat memperkuat otot-otot di sekitar
organ reproduksi dan memperbaiki tonus tersebut (Bobak, 2004).
Senam kegel membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot lurik uretra dan
periuretra.senam kegel sebaiknya dilakukan saat hamil dan setelah melahirkan untuk
membantu otot-otot panggul kembali ke fungsi normal.Apabila latihan ini dilakukan
secara teratur, latihan ini dapat membantu mencegah prolaps uterus dan sres
inkontinensia dikemudian hari (Bobak, 2004).
Senam kegel awalnya ditujukan untuk mengatasi inkontinensia (ketidakmampuan
menahan kemih) pada wanita.Inkontinensia bisa timbul pascapersalinan atau sebab
lainnya.Senam ini bertujuan untuk melatih/ menguatkan otot-otot dasar panggul (pelvic
floor muscle) (Holroyd-Leduc and Strauss, 2004).Dengan berpikir sehat dan memahami
kebutuhannya, wanita hamil dapat merencanakan dan berpartisipasi di dalam program
latihan yang aman dan efektif selama kehamilan.Senam kegel dapat membuat kehamilan
menjadi lebih menyenangkan (Mary, 2011).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rata-rata keberhasilan melatih
otot dasar panggul untuk mencegah inkontinensia urine dilaporkan sebesar 56%- 75%
(Freeman, 2004).Ibu postpartum dengan inkontinensia urine menetap selama 3 bulan
setelah melahirkan dan yang menerima latihan dasar otot panggul mengalami penurunan
kejadian daripada ibu postpartum yang tidak mendapatkan perawatan latihan (menurun
sekitar 20%) untuk melaporkan inkontinensia setelah 12 bulan. Terlihat bahwa semakin
sering dalam menjalankan program, maka efeknya semakin besar (Smith, et.,all. 2009).
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Northrup (dalam Craven dan
Hirnle) bahwa wanita yang melakukan kegel exercise secara konsisten dan benar selama
1 bulan hasilnya sangat memuaskan dan dapat mengatasi masalah inkontinensia urine.
Kegel’s exercise terbukti sangat bermanfaat untuk memulihkan inkontinensia urine,
mengendalikan perkemihan dan BAB, mengencangkan otot vagina kembali seperti
sebelum melahirkan dan meningkatkan elastisitas otot pelvic.Selain mencegah dan
mengatasi inkontinensia urine pada ibu postpartum, kegel’s exercise juga dapat dijadikan
intervensi preventif dan kuratif terhadap inkontinensia urine pada kehamilan.

7
Latihan kegel (latihan perineal) dapat dilakukan dimana saja, bahkan saat ibu
berbaring setelah pemulihan di kamar pemulihan.Mulailah berlatih walaupun belum
dapat merasakan apapun di daerah perineum.Lakukan juga latihan kegel saat berkemih,
menyusui, atau di setiap posisi nyaman.Caranya, lakukan gerakan seperti menahan buang
air kecil, tahan kontraksi 8- 10 detik, lepaskan.Ulangi beberapa kali.

Gambar 1. Senam kegel

C. Perawatan Natural Miss. V (Vulva Hygiene)


Menurut Bobak (2004) perawatan perineum pasca persalinan menambah
kenyamanan dan keamanan ibu karena dapat terhindar dari infeksi. Menurut
Prawirohardjo (2000) perawatan luka episiotomy pada ibu post partum sangat penting
agar luka dapat sembuh dan tidak terjadi infeksi. Menurut Suwiyoga (2004 dalam
Octavia 2012) perawatan perineum yang tidak benar dapat menyebabkan kondisi
perineum yang terkena lokhea dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada perineum.Munculnya infeksi pada
perineum dapat merambat saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat
mengakibatkan munculnya komplikasi.
Menurut Reeder (2011) kebanyakan dengan keluhan nyeri di daerah episiotomy
tersebut ataupun dengan alas an takut jahitan terlepas, seorang ibu pasca melahirkan takut
untuk melakukan perawatan personal hygiene yang baikl seperti mandi, cebok dan
mengganti pembalut. Pengetahuan yang salah tentang perawatan episiotomy tersebut

8
yang menyebabkan luka episiotomy semakin lama sembuhnya bahkan dapat
menyebabkan infeksi, sehingga gangguan yang tak diinginkan pada ibu pun bisa
dihindari.Pencegahan infeksi penting dilakukan selama siklus maternitas.Menurut Reeder
(2011) klien diajarkan prinsip yang tepat dalam melakukan perineum, dengan
menekankan pada tidak menyentuh atau pembalut perineum dengan jari-jari tangan dan
tidak memisahkan labia karena tindakan ini menyebabkan larutan pembersih masuk ke
dalam vagina.
Perawatan diri pada alat kelamin perempuan merupakan perawatan diri pada
organ eksterna yang terdiri atas mons veneris, terletak di depan simpisis pubis, labia
mayora, labia minora, klitoris, kemudian juga bagian yang terkait disekitarnya seperti
uretra, vagina, perineum, dan anus.

Gambar 2. Organ eksternal vagina

Vulva hygiene merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu


membersihkan vulva sendiri.Tujuannya adalah mencegah terjadinya infeksi pada vulva
dan menjaga kebersihan vulva.
Persiapan alat dan bahan:
1. Kapas sublimat atau desinfektan
2. Pinset
3. Bengkok
4. Pispot
5. Tempat membersihkan (cebok) yang berisi larutan desinfektan
6. Desinfektan sesuai dengan kebutuhan

9
7. Pengalas
8. Sarung tangan

Prosedur kerja:

1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan
3. Atur posisi pasien dengan posisi dorsal recumbent.
4. Pasang pengalas dan pispot, kemudian letakkan di bawah glutea pasien.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Lakukan tindakan perawatan kebersihan vulva dengan tangan kiri
membuka vulva memakai kapas sublimat dan tangan kanan menyiram
vulva dengan larutan desinfektan.
7. Kemudian ambil kapas sublimat dengan pinset, lalu bersihkan vulva dari
atas ke bawah. Kapas yang telah kotor dibuang ke bengkok. Hal ini
dilakukan hingga bersih.
8. Setelah selesai, ambil pispot dan atur posisi pasien.
9. Cuci tangan.

D. Rendam Duduk
Varney (2007) mengungkapkan luka harus dijaga kebersihannya dan pembalut
perineum harus diganti sesering mungkin dilakukan setiap pagi dan sore sebelum mandi,
sesudah buang air kecil atau buang air besar dan bila ibu nifas merasa tidak nyaman
karena lokhea berbau atau ada keluhan rasa nyeri. Menurut Reeder (2011) membasuh
perineum setelah berkemih dan defekasi (dari depan ke belakang, sekali usap, kemudian
tissue dibuang. Rendam duduk memberikan peredaan nyeri dan meningkatkan
drainase.Selain itu juga dapat meningkatkan sirkulasi darah ke area infeksi yang
membantu mempercepat penyembuhan.
Beberapa tindakan dapat mengurangi ketidaknyamanan atau nyeri akibat laserasi
atau luka episiotomy.Sebelum tindakan dilakukan, penting untuk memeriksa perineum
untuk menyingkirkan komplikasi seperti hematoma. Pemeriksaan ini juga
mengindikasikan tindakan lanjutan apa yang mungkin paling efektif.

10
Dilakukan pada:
1. Daerah luka sekitar anus dan genetalia
2. Jahitan epistomi pasca persalinan yang meradang
3. Pasien pasca operai hemoroidektomi.

Untuk rendam duduk , larutan yang diperlukan adalah PK dengan perbandingan


1:4.000 atau sesuai program dokter.

Prosedur Tindakan:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan


2. Cuci tangan
3. Masukkan larutan PK 1 : 4.000 pada larutan hangat untuk merendam dan
tuangkan kedalam tempat rendaman.
4. Pasang sampiran bila pasien dirawat dibangsal umum
5. Lakukan perendaman selama 5 – 10 menit. Setelah selesai, bersihkan
daerah luka dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
6. Tutup luka dan keringkan dengan kasa steril lalu pasang perban.
7. Cuci tangan setelah prosedur tindakan.
8. Catat keadaan dan reaksi kulit dan hasil rendaman
Rendam duduk dua sampai tiga kali sehari dengan menggunakan air dingin.Nyeri
postpartum hilang dengan penggunaan rendam duduk dingin termasuk penurunan respon
pada ujung saraf dan juga fase konstriksi local, yang mengurangi pembengkakan dan
spasme otot.Modifikasi dari tindakan ini adalah dengan mengalirkan air hangat diatas
perineum.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bladder training merupakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk melatih
kembali kandung kemih ke pola berkemih normal dengan menstimulasi pengeluaran
urine.
Menurut Purnomo (2003), senam kegel adalah terapi non operatif paling popular
untuk mengatasi inkontinensia urine. Latihan ini dapat memperkuat otot-otot di sekitar
organ reproduksi dan memperbaiki tonus tersebut (Bobak, 2004).
Menurut Prawirohardjo (2000) perawatan luka episiotomy pada ibu post partum
sangat penting agar luka dapat sembuh dan tidak terjadi infeksi.
Rendam duduk memberikan peredaan nyeri dan meningkatkan drainase.Selain itu
juga dapat meningkatkan sirkulasi darah ke area infeksi yang membantu mempercepat
penyembuhan.

B. Saran
Disarankan agar unit pelayanan kesehatan mengaktifkan senam kegel sebagai
bagian dari program antenatal care. Selain itu, perlu dilakukan untuk mahasiswa dan
tenaga kesehatan lainnya melakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih besar dan variable penelitian lain untuk mengetahui terapi pemenuhan kebutuhan
eliminasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/22722873/BAB_II_makalah

13

Anda mungkin juga menyukai