Anda di halaman 1dari 42

MANAJEMEN KASUS KRITIS (ASUHAN KEPERAWATAN)

SISTEM PERSARAFAN (STROKE)

Oleh :
KELOMPOK 3
1. Eka Indri Puspitasari (1801100518)
2. Roida Saputri (1801100529)
3. Siti Julaihah (1801100532)
4. Nur Lailatul Farida (1801100526)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Keperawatan Kritis dengan judul “Manajemen Kasus Kritis (Asuhan
Keperawatan) Sistem Persarafan (Stroke)”.

Malang, 13 Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera serebrovaskuler atau stroke terjadi akibat
iskemik atau perdarahan (Tambayong, 2000). Stroke
dibedakan menjadi stroke hemoragik yaitu adanya
perdarahan otak karena pembuluh darah yang pecah dan
stroke non hemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan
pada pembuluh darah otak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan selama satu
tahun di sebuah rumah sakit di Amerika, menyebutkan
bahwa dari 757 pasien penderita stroke yang terdiri dari
41,9% stroke hemoragik dan 58,1% stroke iskemik. Hal ini
menunjukkan peningkatan angka penderita stroke
hemoragik yang sangat tinggi bila dibandingkan pada
tahun 1970 dan 1980, yaitu 73% hingga 86% stroke
iskemik daan 8% sampai 18% stroke hemoragik (Shiber
dkk, 2008).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga
tersering di negara maju, setelah penyakit jantung dan
kanker (Ginsberg, 2008). Laju mortalitas pada stroke
hemoragik sangat tinggi, pada perdarahan intraserebrum
hipertensif mendekati 50%, sedangkan untuk perdarahan
subarakhnoid sekitar 50% pada bulan pertama setelah
perdarahan (Price, 2006).
Di Indonesia sendiri, stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan neurologis yang utama (Mansjoer,
2000). Kira-kira 200.000 kematian dan 200.000 orang
dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur,
tetapi yang paling sering pada usia 75-85 tahun (Muttaqin,
2008).
Saat ini, stroke tak lagi hanya menyerang kelompok
lansia, namun cenderung menyerang generasi muda yang
masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga
kota yang berkecukupan, namun juga dialami oleh warga
pedesaan yang hidup dengan keterbatasan. Hal ini dapat
terjadi karena life style atau gaya hidup yang berhubungan
dengan faktor pencetus stroke, seperti makan makanan
yang banyak mengandung lemak dan kolesterol tinggi
serta malas berolahraga.
Mengingat akibat yang ditimbulkan oleh penyakit
stroke sangat berbahaya, maka penderita stroke
memerlukan penanganan dan perawatan yang bersifat
umum, khusus, rehabilitasi, serta rencana pemulangan
klien. Usaha yang dapat dilakukan mencakup pelayanan
kesehatan secara menyeluruh, mulai dari promotif,
preventif, kuratif, sampai dengan rehabilitatif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi konsep dasar dari penyakit
Stroke?
2. Apa saja yang perlu diidentifikasi dalam konsep
keperawatan pada pasien dengan Stroke?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami hal-hal yang menjadi
konsep dasar dari penyakit Stroke
2. Mengidentifikasi hal-hal yang terdapat pada konsep
keperawatan pada pasien dengan Stroke
D. Manfaat
1. Untuk Mahasiswa
Makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi atau acuan dalam hal
pemahaman Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke
2. Untuk Institusi
Makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk dapat menambah
wawasan tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke
3. Untuk Pembaca
Makalah ini dapat dijadikan referensi untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
 Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif cepat, berapa defisit
neurologis fokal dan atau global yang 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian dan
semata-mata disebabkan oleh gangguan
pendarahan darah otak nontraumatik (Arif
Mansjoer, 2000)
 Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer
C. Suzanne, 2001)
 Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer
& Bare, 2002).
 stroke adalah setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak (Price & Wilson, 2006)
 Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika
pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran
darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia
yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak
(Wikipedia Indonesia, 2008)

Dari beberapa pengertian di atas dapat


disimpulkan bahwa stroke atau cedera serebrovaskuler
(CVA) adalah defisit neurologis yang terjadi akibat
terhentinya suplai darah ke otak yang dapat berakibat
kerusakan dan kematian sel-sel otak yang
menimbulkan gejala klinis antara lain kelumpuhan
wajah atau anggota badan yang lain, gangguan
sensibilitas, perubahan mendadak status mental,
gangguan penglihatan dan gangguan bicara.

Stroke dibedakan menjadi dua yaitu stroke infark


(nonhemoragik) dan stroke hemoragik. Pada stroke
infark, aliran darah ke otak terhenti karena
arterosklerotik atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses
arterosklerosis. Pada stroke hemoragik, pembuluh
darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak
normal dan darah yang ke luar merembes masuk ke
dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
Kurangnya aliran darah ke otak akan menyebabkan
serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusak atau
mematikan sel-sel otak, kematian jaringan otak ini
dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang
dikendalikan oleh jaringan tersebut.
2. Penyebab / Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya
diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu :
a) Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh
darah otak atau leher.
b) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau
material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain.
c) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah
serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ruang sekitar otak.

Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi


penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi.

Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000)


adalah:

a) Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras,


riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung
koroner, dan fibrilasi atrium.
b) Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus,
merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
3. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi
anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak
mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai
dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang
paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat
menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui
empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan
penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke
sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan
bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh
darah yang menekan jaringan otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan
di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula
menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan
baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas
kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan
cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan
reduksi suatu area dimana jaringan otak normal
sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang
baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur
anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi
pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah
gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan
aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole.
Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama
berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif
segala perubahan tekanan darah arteri. Berkurangnya
aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan
memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan
terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
4. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price &
Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah
kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau
salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan
atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan
melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang
jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau
mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu
mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan
terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih.
5. Penatalaksanaan Stroke
a. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum yaitu berupa tindakan
darurat sambil
berusaha mencari penyebab dan penatalaksanaan
yang sesuai denganpenyebab. Penatalaksanaan
umum ini meliputi memperbaiki jalan napas dan
mempertahankan ventilasi, menenangkan pasien,
menaikkan atau elevasi kepala pasien 30º yang
bermanfaat untuk memperbaiki drainase vena,
perfusi serebral dan menurunkan tekanan
intrakranial, atasi syok, mengontrol tekanan rerata
arterial, pengaturan cairan dan elektroklit, monitor
tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi
intrakranial, dan melakukan pemeriksaan pencitraan
menggunakan Computerized Tomography untuk
mendapatkan gambaran lesi dan pilihan pengobatan
(Affandi & Reggy, 2016).
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia
(PERDOSSI) (2011) penatalaksanaan umum lainnya
yang dilakukan pada pasien stroke yaitu meliputi
pemeriksaan fisik umum, pengendalian kejang,
pengendalian suhu tubuh, dan melakukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan yaitu berupa pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan jantung, dan neurologi. Pengendalian
kejang pada pasien stroke dilakukan dengan
memberikan diazepam dan antikonvulsan profilaksi
pada stroke perdarahan intraserebral, dan untuk
pengendalian suhu dilakukan pada pasien stroke
yang disertai dengan demam. Pemeriksaan
penunjang untuk pasien stroke yaitu terdiri dari
elektrokardiogram, laboratorium (kimia darah, kadar
gula darah, analisis urin, gas darah, dan lain-lain),
dan pemeriksaan radiologi seperti foto rontgen dada
dan CT Scan.
b. Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi yang bisa
dilakukan untuk pasien stroke yaitu pemberian cairan
hipertonis jika terjadi peninggian tekanan intra
kranial akut tanpa kerusakan sawar darah otak
(Blood-brain Barrier), diuretika (asetazolamid atau
furosemid) yang akan menekan produksi cairan
serebrospinal, dan steroid (deksametason, prednison,
dan metilprednisolon) yang dikatakan dapat
mengurangi produksi cairan serebrospinal dan
mempunyai efek langsung pada sel endotel (Affandi
dan Reggy, 2016). Pilihan pengobatan stroke dengan
menggunakan obat yang biasa direkomendasi untuk
penderita stroke iskemik yaitu tissueplasminogen
activator (tPA) yang diberikan melalui intravena.
Fungsi tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan
meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang
kekurangan aliran darah (National Stroke
Association, 2016).
Penatalaksanaan farmakologi lainnnya yang
dapat digunakan untuk pasien stroke yaitu aspirin.
Pemberian aspirin telah menunjukkan dapat
menurunkan risiko terjadinya early recurrent
ischemic stroke (stroke iskemik berulang), tidak
adanya risiko utama dari komplikasi hemoragik awal,
dan meningkatkan hasil terapi jangka panjang
(sampai dengan 6 bulan tindakan lanjutan).
Pemberian aspirin harus diberikan paling cepat 24
jam setelah terapi trombolitik. Pasien yang tidak
menerima trombolisis, penggunaan aspirin harus
dimulai dengan segera dalam 48 jam dari onset
gejala (National Medicines Information Centre, 2011).
c. Tindakan bedah
Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan
yaitu dengan pengobatan pembedahan yang tujuan
utamanya yaitu memperbaiki aliran darah serebri
contohnya endosterektomi karotis (membentuk
kembali arteri karotis), revaskularisasi, dan ligasi
arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma (Muttaqin, 2008). Prosedur carotid
endarterectomy/ endosterektomi karotis pada semua
pasien harus dilakukan segera ketika kondisi pasien
stabil dan sesuai untuk dilakukannya proses
pembedahan. Waktu ideal dilakukan
tindakanpembedahan ini yaitu dalam waktu dua
minggu dari kejadian (Scottich Intercollegiate
Guidelines Network, 2008).
Tindakan bedah lainnya yaitu decompressive
surgery. Tindakan ini dilakukan untuk menghilangkan
haematoma dan meringankan atau menurunkan
tekanan intra kranial. Tindakan ini menunjukkan
peningkatan hasil pada beberapa kasus, terutama
untuk stroke pada lokasi tertentu (contohnya
cerebellum) dan atau pada pasien stroke yang lebih
muda (< 60 tahun) (National Medicines Information
Centre, 2011).
d. Penatalaksanaan medis lain
Penatalaksanaan medis lainnya menurut
PERDOSSI (2011) terdiri dari rehabilitasi, terapi
psikologi jika pasien gelisah, pemantauan kadar
glukosa darah, pemberian anti muntah dan analgesik
sesuai indikasi, pemberian H2 antagonis jika ada
indikasi perdarahan lambung, mobilisasi bertahap
ketika kondisi hemodinamik dan pernapasan stabil,
pengosongan kandung kemih yang penuh dengan
katerisasi intermitten, dan discharge planning.
Tindakan lainnya untuk mengontrol peninggian
tekanan intra kranial dalam 24 jam pertama yaitu
bisa dilakukan tindakan hiperventilasi. Pasien stroke
juga bisa dilakukan terapi hiportermi yaitu
melakukan penurunan suhu 30-34ºC. Terapi
hipotermi akan menurunkan tekanan darah dan
metabolisme otak, mencegah dan mengurangi
edema otak, serta menurunkan tekanan intra kranial
sampai hampir 50%, tetapihipotermi berisiko
terjadinya aritmia dan fibrilasi ventrikel bila suhu
dibawah 30ºC, hiperviskositas, stress ulcer, dan daya
tahan tubuh terhadap infeksi menurun (Affandi &
Reggy, 2016).
e. Tindakan Keperawatan
Perawat merupakan salah satu dari tim
multidisipliner yang mempunyai peran penting dalam
tindakan pengobatan pasien stroke ketika dalam
masa perawatan pasca stroke. Tujuan dari perawatan
pasca stroke sendiri yaitu untuk meningkatkan
kemampuan fungsional pasien yang dapat
membantu pasien menjadi mandiri secepat mungkin,
untuk mencegah terjadinya komplikasi, untuk
mencegah terjadinya stroke berulang, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan
pasca stroke berfokus kepada kebutuhan holistik dari
pasien dan keluarga yang meliputi perawatan fisik,
psikologi, emosional, kognitif, spritual, dan sosial.
Perawat berperan memberikan pelayanan
keperawatan pasca stroke seperti mengkaji
kebutuhan pasien dan keluarga untuk discharge
planning; menyediakan informasi dan latihan untuk
keluarga terkait perawatan pasien di rumah seperti
manajemen dysphagia, manajemen nutrisi,
manajemen latihan dan gerak, dan manajemen
pengendalian diri; kemudian perawat juga
memfasilitasi pasien dan keluarga untuk
mendapatkan pelayanan rehabilitasi; dan
memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga (Firmawati, 2015).
6. Faktor Risiko
7. Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor
yang berupa karakteristik atau sifat pada seseorang yang dapat
meningkatkan kemungkinan berkembangnya suatu penyakit tertentu.
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor yang
berupa karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat diubah. Contoh
dari faktor ini yaitu usia, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, ras,
suku, dan faktor genetik (Williams, et al., 2010).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari tingkatan pertama dan
kedua. Tingkat pertama faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi,
diurutkan dari tingkat banyaknya kejadian yaitu hipertensi, diabetes
mellitus, merokok, fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel kiri.
Tingkatan Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor
yang berupa karakteristik atau sifat pada seseorang yang dapat
meningkatkan kemungkinan berkembangnya suatu penyakit tertentu.
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor yang
berupa karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat diubah. Contoh
dari faktor ini yaitu usia, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, ras,
suku, dan faktor genetik (Williams, et al., 2010).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari tingkatan pertama dan
kedua. Tingkat pertama faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi,
diurutkan dari tingkat banyaknya kejadian yaitu hipertensi, diabetes
mellitus, merokok, fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel kiri.
Tingkatan kedua yaitu terdiri dari kolesterol, hiperlipidemia, asimtomatik
karotid stenosis, sickle cell disease, terapi hormon esterogen, diet,
obesitas, alkohol, migrain, dan hiperkoagulasi. Kebanyakan dari faktor
risiko yang tingkatan kedua ini, memiliki hubungan dengan
pengembangan faktor risiko tingkat pertama, misalnya obesitas
merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dan diabetes
(Williams, et al., 2010). Faktor risiko yang umumnya menyebabkan
stroke yaitu tekanan darah tinggi (hipertensi). Tekanan darah tidak boleh
melebihi 140/90 mmHg. Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan
tingginya tekanan di dinding arteri sehingga bisa menyebabkan bocornya
arteri otak, bahkan ruptur pada arteri otak yang akan mengakibatkan
terjadinya stroke hemoragik. Tekanan darah tinggi juga bisa
menyebabkan stroke iskemik yang dikarenakan oleh adanya
atherosclerosis (Silva, et al., 2014).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
 Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
kardiovaskuler, transient ischemic attacks (TIA)
 Merokok sigaret
 Menggunakan kontrasepsi oral
 Gangguan sensorik/motorik
 Gangguan penglihatan
b. Pemeriksaan Fisik
 Tingkat kesadaran dan status mental
 Gangguan sensorik dan motorik
 Aphasia
 Penglihatan
 Fungsi saraf kranial
 Tanda-tanda vital
 Pemeriksaan darah (pembekuan darah, hitung
seldarah, Trigliserida, kolesterol, guladarah)
 CT Scan, angiogram; EKG, EEG
 Kegemukan/obesitas
c. Psikososial
 Usia
 Jenis kelamin
 Sistem dukungan
 Gaya hidup
 Strategi koping yang biasa digunakan
 Pekerjaan
 Peran dan tanggungjawab selama ini
 Reaksi emosional terhadap penyakitnya
d. Pengetahuan klien dan keluarga tentang :
 Penyebab stroke
 Faktor resiko
 Prognosa
 Tingkat pengetahuan
 Kemampuan membaca dan belajar
2. Penyimpangan KDM
NANDA NIC-NOC 2015 Jilid 3
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan menelan b/d penurunan fungsi nerfus
vagus atau hilangnya refluks muntah
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d ketidakmampuan untuk mencerna
makanan, penurunan fungsi nerfus hipoglosus
c. Hambatan mobilitas fisik b/d hemiparesis, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera
otak
d. Kerusakan integritas kulit b/d hemiparesis /
hemiplegia, penurunan mobilitas
e. Resiko jatuh b/d perubahan ketajaman penglihatan
f. Hambatan komunikasi verbal b/d penurunan fungsi
otot facial/oral
g. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d
penurunan aliran darah ke otak (aterosklerosis,
embolisme)
4. Rencana Intervensi

Diagnosa
N Tujuan dan
Keperawat Intervensi
o Kriteria Hasil
an
1 Gangguan NOC NIC
menelan b/d  Pencegahan Aspiration
penurunan aspirasi Precautions
fungsi nerfus  Status menelan : - Memantau tingkat
vagus atau tindakan pribadi kesadaran, refleks
hilangnya untuk mencegah batuk, refleks
refluks pengeluaran muntah, dan
muntah cairan dan kemampuan
partikel padat ke menelan
dalam paru - Memonitor status
 Status menelan : paru menjaga /
fase esofagus : Mempertahankan
penyaluran cairan jalan napas
atau partikel - Posisi tegak 90
padat dari faring derajat atau sejauh
ke lambung mungkin
 Status menelan : - Jauhkan manset
fase oral : trakea meningkat
persiapan, - Jauhkan pengaturan
penahanan, dan hisap yang tersedia
pergerakkan - Menyuapkan
cairan atau makanan dalam
partikel padat ke jumlah kecil
arah posterior di - Periksa tabung NG
mulut atau gastrostomy
 Status menelan : sisa sebelum makan
fase faring : - Hindari makan, jika
penyaluran cairan residu tinggi tempat
atau partikel “pewarna” dalam
padat dari mulut tabung pengisi NG
ke esofagus - Hindari cairan atau
Kriteria hasil : menggunakan zat
 Dapat pengental
mempertahankan - Penawaran makanan
makanan dalam atau cairan yang
mulut dapat dibentuk
 Kemampuan menjadi bolus
menelan adekuat sebelum menelan
 Pengiriman bolus - Potong makanan
ke hipofaring menjadi potongan-
selaras dengan potongan kecil
refleks menelan - Permintaan obat
 Kemampuan dalam bentuk obat
untuk mujarab
mengosongkan - Istirahat atau
rongga mulut menghancurkan pil
 Mampu sebelum pemberian
mengontrol mual - Jauhkan kepala
dan muntah tempat tidur
 Imobilitas ditinggikan 30
konsekuensi : sampai 45 menit
fisiologis setelah makan
 Pengetahuan - Sarankan
tentang prosedur pidato/berbicara
pengobatan patologi
 Tidak ada berkonsultasi, sesuai
kerusakan otot - Sarankan barium
tenggorok atau menelan kue atau
otot wajah, video fluoroskopi,
menelan, sesuai
menggerakkan
lidah atau refleks
muntah
 Pemulihan pasca
prosedur
pengobatan
 Kondisi
pernafasan,
ventilasi adekuat
 Mampu
melakukan
perawatan
terhadap non
pengobatan
parenteral
 Mengidentifikasi
faktor emosi atau
psikologis yang
menghambat
menelan
 Dapat
mentoleransi
ingesti makanan
tanpa tersedak
atau aspirasi
 Hidrasi tidak
ditemukan
 Kondisi
pernafasan
adekuat
 Tidak terjadi
gangguan
neurologis
2 Ketidakseim NOC NIC
bangan  Nutritional - Kaji adanya alergi
nutrisi Status : makanan
kurang dari  Nutritional - Kolaborasi dengan
kebutuhan Status : food and ahli gizi untuk
tubuh b/d Fluid menentukan jumlah
ketidakmam  Intake kalori dan nutrisi
puan untuk  Nutritional yang dibutuhkan
mencerna Status : nutrient pasien
makanan, Intake - Anjurkan pasien
penurunan  Weight control untuk meningkatkan
fungsi nerfus Kriteria hasil : intake Fe
hipoglosus  Adanya - Anjurkan pasien
peningkatan berat untuk meningkatkan
badan sesuai protein dan vitamin
dengan tujuan C
 BBI sesuai dengan - Berikan substansi
tinggi badan gula
 Mampu - Yakinkan diet yang
mengidentifikasi dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi
 Tidak ada tanda- serat untuk
tanda malnutrisi mencegah konstipasi
 Menunjukkan - Berikan makanan
peningkatan yang terpilih (sudah
fungsi dikonsultasikan
pengecapan dari dengan ahli gizi)
menelan - Ajarkan pasien
 Tidak terjadi bagaimana membuat
penurunan berat catatan makanan
badan yang harian
berarti - Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
- Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam
batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
- Monitor interaksi
anak atau orang tua
selama makan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
- Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
- Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
- Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan
intake nutrisi
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral
- Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
3 Hambatan NOC NIC
mobilitas  Joint Movement : Exercise therapy :
fisik b/d Active ambulation
hemiparesis,  Mobility Level - Monitoring vital sign
kehilangan  Self care : ADLs sebelum/sesudah
keseimbang  Transfer latihan dan lihat
an dan performance respon pasien saat
koordinasi, Kriteria hasil : latihan
spastisitas  Klien meningkat - Konsultasikan
dan cedera dalam aktivitas dengan terapi fisik
otak fisik tentang rencana
 Mengerti tujuan ambulasi sesuai
dari peningkatan dengan kebutuhan
mobilitas - Bantu klien untuk
 Memverbalisasika menggunakan
n perasaan dalam tongkat saat berjalan
meningkatkan dan cegah terhadap
kekuatan dan cedera
kemampuan - Ajarkan pasien atau
berpindah tenaga kesehatan
 Memperagakan lain tentang teknik
penggunaan alat ambulasi
 Bantu untuk - Kaji kemampuan
mobilisasi pasien dalam
(walker) mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu
pasien saat
mobilisasi dan bantu
pemenuhi kebutuhan
ADLs ps.
- Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Communication
Enhancement :
Hearing Deficit
Communication
Enhancement :
Visual Deficit
Anxiety reduction
Active listening
4 Kerusakan NOC NIC
integritas  Tissue Integrity : Pressure
kulit b/d Skin and Mucous Managemenet
hemiparesis  Membranes - Anjurkan pasien
/ hemiplegia,  Hemodyalis akses untuk menggunakan
penurunan Kriteria hasil : pakaian yang
mobilitas  Integritas kulit longgar
yang baik bisa - Hindari kerutan pada
dipertahankan tempat tidur
(sensasi, - Jaga kebersihan kulit
elastisitas, agar tetap bersih
temperatur, dan kering
hidrasi, - Mobilisasi pasien
pigmentasi) (ubah posisi pasien)
 Tidak ada setiap dua jam sekali
luka/lesi pada - Monitor kulit akan
kulit adanya kemerahan
 Perfusi jaringan - Oleskan lotion atau
baik minyak/baby oil pada
 Menunjukkan daerah yang
pemahaman tertekan
dalam proses - Monitor aktivitas dan
perbaikan kulit mobilisasi pasien
dan mencegah - Monitor status nutrisi
terjadinya cedera pasien
berulang - Memandikan pasien
 Mampu dengan sabun dan
melindungi kulit air hangat
dan Insision site care :
mempertahankan - Membersihkan,
kelembaban kulit memantau dan
dan perawatan meningkatkan proses
alami penyembuhan pada
luka yang ditutup
dengan jahitan, klip
atau straples
- Monitor proses
kesembuhan area
insisi
- Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
- Bersihkan area
sekitar jahitan atau
staples,
menggunakan lidi
kapas steril
- Gunakan preparat
antiseptic, sesuai
program
- Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program
Dialysis Acces
Maintenance
5 Resiko jatuh NOC NIC
b/d  Trauma Risk For Fall Prevention
perubahan  Injury risk for - Mengidentifikasi
ketajaman Kriteria hasil : defisit kognitif atau
penglihatan  Keseimbangan : fisik pasien yang
kemampuan dapat meningkatkan
untuk potensi jatuh dalam
mempertahankan lingkungan tertentu
ekuilibrium - Mengidentifikasi
 Gerakan perilaku dan faktor
terkoordinasi : yang mempengaruhi
kemampuan otot risiko jatuh
untuk bekerja - Mengidentifikasi
sama secara karakteristik
volunter untuk lingkungan yang
melakukan dapat meningkatkan
gerakan yang potensi untuk jatuh
bertujuan (misalnya, lantai
 Perilaku yang licin dan
pencegahan jatuh tangga terbuka)
: tindakan - Sarankan perubahan
individu atau dalam gaya berjalan
pemberi asuhan kepada pasien
untuk - Mendorong pasien
meminimalkan untuk menggunakan
faktor resiko yang tongkat atau alat
dapat memicu pembantu berjalan
jatuh - Kunci roda dari kursi
dilingkungan roda, tempat tidur,
individu atau brankard
 Kejadian jatuh : selama transfer
tidak ada kejadian pasien
jatuh - Tempat artikel
 Pengetahuan : mudah dijangkau
pemahaman dari pasien
pencegahan jatuh - Ajarkan pasien
 Pengetahuan : bagaimana jatuh
keselamatan anak untuk meminimalkan
fisik, cedera
 Pengetahuan : - Memantau
keamanan pribadi kemampuan untuk
 Pelanggaran mentransfer dari
perlindungan tempat tidur ke kursi
tingkat dan demikian pula
kebingungan Akut sebaliknya
 Tingkat agitasi - Gunakan teknik yang
 Komunitas tepat untuk
pengendalian mentransfer pasien
resiko : ke dan dari kursi
 Kekerasan roda, tempat tidur,
 Komunitas tingkat toilet, dan
kekerasan sebagainya
 Gerakan - Menyediakan toilet
terkoordinasi ditinggikan untuk
 Kecenderungan memudahkan
risiko pelarian transfer
untuk kawin - Menyediakan kursi
 Kejadian terjun dari ketinggian yang
 Mengasuh tepat, dengan
keselamatan fisik sandaran dan
remaja sandaran tangan
 Mengasuh : untuk memudahkan
bayi/balita transfer
keselamatan fisik - Gunakan rel sisi
 Perilaku panjang yang sesuai
keselamatan dan tinggi untuk
pribadi mencegah jatuh dari
 Keparahan cedera tempat tidur, sesuai
fisik kebutuhan
 Pengendalian - Memberikan pasien
risiko tergantung dengan
 Pengendalian sarana bantuan
risiko : pemanggilan
penggunaan (misalnya, bel atau
alkohol, narkoba cahaya panggilan)
 Pengendalian ketika pengasuh
risiko : tidak hadir
pencahayaan - Membantu ke toilet
sinar matahari seringkali, interval
 Deteksi risiko dijadwalkan
 Lingkungan - Menandai ambang
rumah aman pintu dan tepi
 Aman berkeliaran langkah, sesuai
 Zat penarikan kebutuhan
keparahan - Hapus dataran
 Integritas jaringan rendah perabotan
: kulit & membran (misalnya, tumpuan
mukosa dan tabel) yang
 Perilaku menimbulkan
kepatuhan visi bahaya tersandung
- Hindari kekacauan
pada permukaan
lantai
- Memberikan
pencahayaan yang
memadai untuk
meningkatkan
visibilitas
- Menyediakan lampu
malam di samping
tempat tidur
- Menyediakan
pegangan tangan
terlihat dan
memegang tiang
- Menyediakan lajur
anti tergelncir,
permukaan lantai
nontrip/tidak
tersandung
- Menyediakan
permukaan
nonslip/anti
tergelincir di bak
mandi atau pancuran
- Menyediakan kokoh,
tinja curam
nonslip/anti
tergelincir untuk
memfasilitasi
jangkauan mudah
- Pastikan pasien yang
memakai sepatu
yang pas,
kencangkan aman,
dan memiliki sol
tidak mudah
tergelincir
- Anjurkan pasien
untuk memakai
kacamata, sesuai,
ketika keluar dari
tempat tidur
- Mendidik anggota
keluarga tentang
faktor risiko yang
berkontribusi
terhadap jatuh dan
bagaimana mereka
dapat menurunkan
resiko tersebut
- Sarankan adaptasi
rumah untuk
meningkatkan
keselamatan
- Instruksikan keluarga
pada pentingnya
pegangan tangan
untuk kamar mandi
tangga, dan trotoar
- Sarankan alas kaki
yang aman
- Mengembangkan
cara untuk pasien
untuk berpartisipasi
keselamatan dalam
kegiatan rekreasi
- Lembaga program
latihan rutin fisik
yang meliputi
berjalan
- Tanda-tanda posting
untuk mengingatkan
staf bahwa pasien
yang beresiko tinggi
untuk jatuh
- Berkolaborasi
dengan anggota tim
kesehatan lain untuk
meminimalkan efek
samping dari obat
yang berkontribusi
terhadap jatuh
(misalnya, hipotensi
ortostatik dan kiprah
goyah)
- Memberikan
pengawasan yang
ketat dan/atau
perangkat menahan
(misalnya, bayi kursi
dengan sabuk
pengaman) ketika
menempatkan bayi /
anak-anak muda
pada permukaan
ditinggikan
(misalnya, meja
dankursi tinggi)
6 Hambatan NOC NIC
komunikasi  Anxiety self Communication
verbal b/d control Enhancement :
penurunan  Coping Speech Deficit
fungsi otot  Sensory - Gunakan
facial/oral function : penerjemah, jika
hearing & vision diperlukan
 Fear self control - Beri satu kalimat
Kriteria hasil : simple setiap
 Komunikasi : bertemu, jika
penerimaan, diperlukan
interpretasi dan - Konsultasikan
ekspresi pesan dengan dokter
lisan, tulisan, dan kebutuhan terapi
non verbal wicara
meningkat - Dorong pasien untuk
 Komunikasi berkomunikasi
ekspresif secara perlahan dan
(kesulitan untuk mengulangi
berbicara) : permintaan
ekspresi pesan - Dengarkan dengan
verbal dan atau penuh perhatian
non verbal yang - Berdirin didepan
bermakna pasien ketika
 Komunikasi berbicara
reseptif (kesulitan - Gunakan kartu baca,
mendengar) : kertas, pensil,
penerimaan bahasa tubuh,
komunikasi dan gambar, daftar
interpretasi pesan kosakata bahasa
verbal dan/atau asing, computer, dan
non verbal lain-lain untuk
 Gerakan memfasilitasi
terkoordinasi : komunikasi dua arah
mampu yang optimal
mengkoordinasi - Ajarkan bicara dari
gerakan dalam esophagus, jika
menggunakan diperlukan
isyarat - Beri anjuran kepada
 Pengolahan pasien dan keluarga
informasi : klien tentang penggunaan
mampu untuk alat bantu bicara
memperoleh, (misalnya, prostesi
mengatur, dan trakeoesofagus dan
menggunakan laring buatan)
informasi - Berikan pujian
 Mampu potive, jika
mengontrol diperlukan
respon ketakutan - Anjurkan pada
dan kecemasan petemuan kelompok
terhadap - Anjurkan kunjungan
ketidakmampuan keluarga secara
berbbicara teratur untuk
 Mampu memberi stimulus
memanajemen komunikasi
kemampuan fisik - Anjurkan ekspresi
yang dimiliki diri dengan cara lain
 Mampu dalam
mengkomunikasik menyampaikan
an kebutuhan informasi (bahasa
dengan isyarat)
lingkungan sosial Communication
Enhancement :
Hearing Deficit
Communication
Enhancement :
Visual Deficit
Anxiety reduction
Active listening
7 Resiko NOC NIC
ketidakefekti  Circulation status Peripheral Sensation
fan perfusi  Tissue Prefusion : Management
jaringan cerebral (Manajemen sensasi
otak b/d Kriteria hasil : perifer)
penurunan  Mendemonstrasik - Monitor adanya
aliran darah an status sirkulasi daerah tertentu yang
ke otak yang ditandai hanya peka terhadap
(ateroskleros dengan : panas/ dingin/ tajam/
is,  Tekanan systole tumpul
embolisme) dan diastole - Monitor adanya
dalam rentang paretese
yang diharapkan - Instruksikan keluarga
 Tidak ada untuk
ortostatik mengobservasi kulit
hipertensi jika ada lesi atau
 Tidak ada tanda- laserasi
tanda - Gunakan sarung
peningkatan TIK tangan untuk
(tidak lebih dari proteksi
15 mmHg) - Batasi gerakan pada
 Mendemostrasika kepala, leher dan
n kemampuan punggung
kognitif yang - Monitor kemampuan
ditandai dengan : BAB
 Berkomunikasi - Kolaborasi
dengan jelas dan pemberian analgetik
sesuai ddengan - Monitor adanya
kemampuan tromboplebitis
 Menunjukkan - Diskusikan mengenai
perhatian, penyebab perubahan
konsentrasi dan sensasi
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan
dengan benar
 Menunjukkan
fungsi sensori
motorik cranial
yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan-
gerakan
involunter
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika
pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran
darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia
yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak
(Wikipedia Indonesia, 2008)
 Diagnosa yang dapat pada pasien dengan Stroke
yaitu :
1) Gangguan menelan b/d penurunan fungsi nerfus
vagus atau hilangnya refluks muntah
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d ketidakmampuan untuk mencerna
makanan, penurunan fungsi nerfus hipoglosus
3) Hambatan mobilitas fisik b/d hemiparesis,
kehilangan keseimbangan dan koordinasi,
spastisitas dan cedera otak
4) Kerusakan integritas kulit b/d hemiparesis /
hemiplegia, penurunan mobilitas
5) Resiko jatuh b/d perubahan ketajaman
penglihatan
6) Hambatan komunikasi verbal b/d penurunan
fungsi otot facial/oral
7) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d
penurunan aliran darah ke otak (aterosklerosis,
embolisme)
B. Saran
Mahasiswa keperawatan dan seseorang yang profesinya
sebagai perawat diharapkan mampu memahami dan
menguasai berbagai hal tentang stroke seperti etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, dan lainnya, serta konsep
keperawatan bagi pasien yang menderita stroke, agar
gangguan pada sistem persarafan ini dapat teratasi
dengan baik.
Institusi pendidikan dapat menjadikanmakalah ini sebagai referensi
untuk dapat menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Stroke dan makalah ini juga dapat dijadikan
referensi untuk menambah pengetahuan bagi para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

1) Wahyu widagdo, dkk. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN Pada


kliendengangangguan system PERSARAFAN. TIM : Jakarta
2) NANDA NIC-NOC. 2015. PANDUAN PENYUSUNAN ASUHAN
KEPERAWATAN PROFESIONAL. MediAction : Jogjakarta
3) Taqiyyah dan Jauhar. 2013. ASUHAN KEPERAWATAN:
PANDUAN LENGKAP MENJADI PERAWAT PROFESIONAL.
Prestasi Pustakaraya: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai