LP Eka
LP Eka
A. DEFINISI
§ Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam jiwa penderita.Efusi pleura
yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura
dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung,
pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003)
§ Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga pleural, antara lapisan
visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
§ Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa
adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
B. KLASIFIKASI
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh
darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan
onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat (atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a. Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
d. Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya:
a. Payah jantung
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi aliran
limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
d. LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
b. Infark paru
c. Pneumonia
d. Pleuritis virus
C. ETIOLOGI
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi
kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig(tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior
a. Gagal jantung
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura vicelaris, karena di
antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura
tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan
selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis
dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik
dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan
cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi.
Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid
sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah
infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran
nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas
membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan
dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan
kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein
yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini
biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian
sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi
bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan
beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat
, pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain
hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
PATHWAY
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,setelah cairan cukup
banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderitaakan sesak napas
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeridada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi mpenumpukan cairan pleural
yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karenacairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba
dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk
garis melengkung(garis Ellis Damoiseu)
5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani dibagian atas garis Ellis
Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi
lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
F. KOMPLIKASI
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena
pulmonalis)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura,
yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor
3. USGdada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa
dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap
contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh
lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto
thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura
sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus
yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan
pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi
dilakukan pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan glucose
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi infeksi
bakteri
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan tersebut
merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan
gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor
lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya
ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-
alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi
tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal. Tekanan
negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula
atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya
gangguan pada hemodinamik.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok
:
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan anemia,
hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif sebagai faktor yang
menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali
pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga mempunyai
efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan cairan karena malignancy adalah karena erosi
pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen
mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak
memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya
cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan fungsi
vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
4. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction
dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga plera.
b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam
waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan
batuk dan sesak. Kerugian :
a. Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe
dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada
tumor mediastinum..
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa berat
pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti batuk, sesak nafas,
nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung,
trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai
penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang
kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
- Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan
bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
- Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan
dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
- Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi
pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen.
- Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan
umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
- Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS.
- Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
- Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
- Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
- Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
- Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang
antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
- Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu
pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
- Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh
rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke
medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
- Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin
tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
- Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio
claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung.
- Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan
teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
- Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung
III yang merupakan gejala payah jantung serta
4) Sistem Pencernaan
- Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol
atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali per menit.
- Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
- Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
- Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah
composmentis atau somnolen atau comma
6) Sistem Muskuloskeletal
- Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime.
- Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara
kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
- Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada pasien
dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
- Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian
texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan
membran alveolar kapiler
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan keinginan
makan sekunder akibat dyspnea
Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan
pengobatan
3. RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NOC
NIC
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
NOC :
v Aspiration Control
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
NIC :
Airway suction
§ Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
§ Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi
O2, dll.
Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2.
Pola Nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan)
NOC :
v Respiratory status : Ventilation
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Terapi Oksigen
§ Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
3.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan
membran alveolar kapiler
NOC :
Kriteria Hasil :
v Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
NIC :
Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Respiratory Monitoring
· Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
· Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
· Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
· Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
4.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan keinginan
makan sekunder akibat dyspnea
NOC :
Kriteria Hasil :
NIC :
Nutrition Management
§ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
§ Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
§ Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Nutrition Monitoring
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan
pengobatan
NOC :
Kriteria Hasil :
v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
v Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
· Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
· Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
· Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
· Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
· Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
· Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
· Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
· Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 8 April 2012 pada http://doc-
alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan-klasifikasi-efusi-pleura.html
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention
Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed 8 Vol 1.
Jakarta: EGC.
1 comment:
AnonymousJuly 4, 2014 at 10:33 PM
their infancy, but a large number of affiliates are already using this method to stay connected with their
customers and to promote special offers.
Feel free to surf to my web-site ... simpsons tapped out unlimited donuts android; ,
Reply
Home
Author
Enkmilenia@gmail.com
wiwing setiono
wiwing setiono.skep.ns
Powered by Blogger.