MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan
Agama Islam dengan dosen pengampu Dr. Wawan Hermawan, M.Ag., dan Usup
Romli, M.Pd.
Oleh :
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, berkat karunia dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa terlimpah curahkan kepada Baginda alam Rosululloh Muhammad
SAW.
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Seminar
Pendidikan Agama Islam, dengan judul Delik Zina : Antara Hukum Positif RUU
KUHP dengan teori Had Zina. Begitu pula bertujuan agar mahasiswa dapat
memahami dan mengetahui tentang Delik Zina baik dari sisi hukum positif
maupun hukum islam. Sehingga mahasiswa/mahasiswi dapat mengambil
kesimpulan atas apa yang kami bahas pada makalah ini dan kami pun berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya bagi
mahasiswa maupun mahasiswi jurusan Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal yang kadangkala hanya
menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran
yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah mudah-
mudahan apa yang kami susun ini menghasilkan manfaat, baik untuk pribadi,
teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi
hikmah dari judul ini sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada
i
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................3
1.4 Manfaat..............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................4
2.1 Tinjauan Umum Perzinahan.....................................................................................4
2.2 Tinjauan Umum Tentang Delik................................................................................7
2.3 Perzinahan Menurut Hukum Positif RUU KUHP....................................................9
2.3.1 Pengertian Overspel.........................................................................................9
2.3.2 Prosedur Pelaksanaan Putusan Pengadilan terhadap Pidana Penjara atau
Kurungan....................................................................................................................9
2.3.3 Pelaksanaan Pidana Penjara.............................................................................10
2.4 Perzinahan Menurut Hukum Pidana Islam.............................................................11
2.4.1 Sanksi Perzinaan.............................................................................................12
2.4.2 Teknis Pelaksanaan Sanksi..............................................................................12
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................14
3.1 Persamaan dan Perbedaan Hukum pidana islam dan Hukum Positif Indonesia
Tentang Perzinaan........................................................................................................14
3.1.1 Hukum Islam...................................................................................................14
3.1.2 Hukum Positif.................................................................................................15
3.2 Contoh Kasus Perzinahan di Indonesia..................................................................21
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................23
4.1 Kesimpulan............................................................................................................23
4.2 Saran......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................25
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
suka) maka pelaku tidak perlu dikenakan hukuman. Hal ini didasarkan pada
alasan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dan hanya menyinggung hubungan
2
2
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
4
5
Tindak pidana zina dalam hukum Islam berbeda dengan tindak pidana zina
dalam hukum konvensional. Hukum Islam menganggap setiap hubungan badan
yang diharamkan sebagai zina dan pelakunya harus dihukum, baik pelakunya
orang yang sudah menikah maupun belum, sedangkan hukum konvensional atau
hukum positif tidak menganggap setiap hubungan badan yang diharamkan sebagai
zina. Tindak pidana zina dijatuhkan kepada pelaku yang sudah bersuami atau
beristri, seperti ditetapkan dalam hukum Mesir dan Perancis. Selain dari mereka
yang sudah bersuami atau beristri, perbuatan demikian tidak dianggap zina, tetapi
bersetubuh atau merusak kehormatan. [ CITATION Mia18 \l 14345 ]
Dalam al-Qur’an,larangan zina antara lain terdapat dalam surat Al-Isra
ayat 32 sebagai berikut:
س ِبياًل
َ ٓاء
َ س َ ٱلز َن ٰ ٓى ۖ إِ َّن ُهۥ َكانَ ٰ َف ِح
َ ش ًة َو ۟ َواَل َت ْق َر ُب
ِّ وا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu yang buruk.” (Q.S. Al-Isra’:32)
6
Menurut hukum Islam, zina secara harfiah berarti Fahisyah, yaitu perbuatan
keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan
perkawinan. Terdapat pendapat lain mengenai zina, walaupun hampir sama
bahkan sama dengan yang sudah dijelaskan diatas, yaitu kata dasar dari zana-
yazni. Hubungan seksual antara laki- laki dan perempuan yang belum atau tidak
ada ikatan ”nikah”, ada ikatan nikah semu (seperti nikah tanpa wali, nikah mut’ah,
dan hubungan beberapa laki- laki terhadap hamba perempuan yang dimiliki secara
bersama) atau ikatan pemilikan (tuan atas hamba sahayanya). Para Ulama dalam
memberikan definisi zina dalam kata yang berbeda, namun mempunyai substansi
yang hampir sama, yaitu:
1. Menurut Ulama Malikiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan
mukalaf yang menyetubuhi farji anak adam yang bukan miliknya secara
sepakat (tanpa ada syubhat) dan disengaja.
2. Menurut Ulama Hanafiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan
lelaki yang menyetubuhi perempuan didalam kubul tanpa ada milik dan
menyerupai milik.
3. Menurut Ulama Syafi’iyah mendefinisikan zina adalah memasukan zakar
kedalam farji yang haram tanpa ada syubhat dan secara naluri mengundang
syahwat.
4. Menurut Ulama Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan keji
pada kubul atau dubur.
5. Menurut Ulama Zahiriyah mendefinisikna bahwa zina adalah menyetubuhi
orang yang tidak halal dilihat, padahal ia tahu hukum keharamannya atau
persetubuhan yang diharamkan.
6. Menurut Ulama Zaidiyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukan
kemaluan kedalam kemaluan orang hidup yang diharamkan, baik kedalam
kubul maupun dubur tanpa ada syubhat. [ CITATION Mia18 \l 14345 ]
Secara garis besar, pendapat-pendapat diatas dapat didefinisikan, bahwa
perzinaan adalah hubungan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang
tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan) atau perbuatan bersenggama
seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan
7
istrinya atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-
laki yang bukan suaminya. Dari definisi zina yang dikemukakan oleh para ulama
tersebut dapat diketahui bahwa unsur- unsur jarimah zina itu ada dua, yaitu:
1. Persetubuhan yang diharamkan,
2. Adanya kesengajaan atau niat yang melawan hukum.
Sebelum membedakan kedua bentuk perzinaan, harus dipahami terlebih
dahulu mengenai unsur- unsur perbuatan (jarimah) yang dapat dikenakan
hukuman (uqubah) sehingga dapat dengan jelas mengetahui ketentuan hukum atas
suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Sebagai berikut, jarimah terbagi
dalam tiga unsur:
1. Unsur formal (rukun syar’i) adalah adanya ketentuan nash yang melarang
atau memerintahkan suatu perbuatan serta mengancam pelanggarnya.
2. Unsur materiil (rukun maddi) adalah adanya tingkah laku berbentuk jarimah
yang melanggar ketentuan formal.
3. Unsur moril (rukun adabi) adalah bila pelakunya seorang mukalaf, yakni
orang yang perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dalam ilmu hukum pidana dikenal delik formil dan delik materiil. Yang
dimaksud dengan delik formil adalah delik yang perumusannya menitikberatkan
pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, di
sini rumusan dari perbuatan jelas. Adapun delik materiil adalah delik yang
perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan
pidana oleh undang-undang. Dengan kata lain, hanya disebut rumusan dari akibat
perbuatan. Misalnya Pasal 338 tentang pembunuhan.[ CITATION Gra17 \l 14345 ]
Sementara dalam kitab al-Ahkam as-Sultaniyyah, Al-Mawardi,
mengungkapkan, dalam hukum Islam, tindak pidana (delik, jarimah) diartikan
sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak atau agama yang diancam
9
oleh Allah dengan hukuman hudud (hukum atau ketetapan Allah SWT) atau takzir
(putusan hukum yang ditetapkan oleh hakim). Larangan-larangan syarak tersebut,
menurut Al-Mawardi, bisa berupa mengerjakan perbuatan yang memang dilarang
atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Abdul Qadir Audah dalam At-
Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran bil bil Qanunil Wad’iy, menegaskan,
pengertian tindak pidana menurut hukum Islam sangat sejalan dengan pengertian
tindak pidana (delik) menurut hukum konvensional kontemporer. [ CITATION
Her12 \l 14345 ]
Imam Malik dan pendapat rajih dalam mazhab hambali wanita juga
tidak dipendam sama seperti laki-laki. Dalam hukuman rajam adalah
hukuman mati dengan jalan dilempari batu atau benda lain.
3.1 Persamaan dan Perbedaan Hukum pidana islam dan Hukum Positif
Indonesia Tentang Perzinaan
14
c) Hukum positif hanya mengatur hubungan antar manusia.
Hukum yang hanya mengandalkan aspek hukuman sering
membuat penjahat untuk mencari celah pembenaran atas
perilaku buruk mereka demi terbebas dari jerat hukum.
Sedangkan dalam hukum Islam, aspek keridhoan Allah
dan takut akan murka-Nya menjadi faktor utama ketaatan.
15
15
Artinya :
dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS.Al-Isra’ : 32 ).
Al-A’raf ayat 33
Artinya :
Katakanlah : "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa
alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu
yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan)
mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".
عن عبدهللا رضي هللا عنو قال سالت رسؤالهلل صلى هللا عليو وسلم اى الذنب عندهللا اكبر قال ان
تجعل هلل ندا وىو خلقك قلت ثم اى قال ثم ان تقتل ولدك خشية ان يطعم معك قلت ثم اي قال ان تزاني
بحليلة جارك
18
Artinya :
dari Abdullah meriwayatkan, “aku bertanya, wahai Rasulullah, dosa dosa apa
yang paling besar disisi Allah?”, beliau menjawab, “kamu menjadikan
tandingan bagi Allah (berbuat syirik), padahal dialah yang telah menciptakan
kamu”, lalu aku bertanya lagi, “kemudian dosa apalagi ?”, beliau menjawab,
“kamu mebunuh anakmu karena takut kalau ia akan bersama kamu”,
kemudian aku bertanya lagi, “kemudian dosa apa lagi ?”, beliau menjawab,
“kamu berzina istri tetanggamu”. (HR.Al-Bukhori dan Ibbnu Hibban).
4.1 Kesimpulan
Islam memandang bahwa zina itu termasuk dosa besar yang harus ditindak
tanpa menunggu pengaduan dari oang yang bersangkutan. Karena sudah jelas ada
nas yang melarang tindak pidana tersebut. . Islam itu memandang bahwa zina itu
termasuk dosa besar yang harus ditindak tanpa menunggu pengaduan dari oang
yang bersangkutan. Karena sudah jelas ada nas yang melarang tindak pidana
tersebut.
Rumusan delik perzinahan (overspel) yang ada dalam KUHP hanya
memidanakan kepada para pelaku zinah yang telah sama - sama atau salah
satunya telah terikat oleh perkawinan dan tidak menjatuhi hukuman kepada
mereka yang sama - sama masih lajang, itu dirumuskan pada Pasal 284 KUHP.
Berbeda dengan rumusan perzinahan dalam Hukum Islam. Hukum Islam dalam
memberikan aturan tentang perzinahan, bahwa setiap hubungan suami istri di luar
perkawinan yang sah maka itu disebut zinah, jadi tidak ada keharusan pelakunya
atau salah satu pelaku terikat dalam perkawinan. Hukum Islam hanya
mengklasifikasikan pelaku ke dalam pelaku yang belum terikat perkawinan yang
disebut ghairu muhhsan dan pelaku sudah yang terikat dalam hubungan
perkawinan disebut muhhsan
Sanksi delik perzinahan dalam KUHP berbobot sangat ringan, karena
hanya memberikan ancaman sanksi maksimal 9 (sembilan) bulan penjara. Hukum
Islam menempatkan delik perzinaan sebagai dosa besar, sehingga ancaman
sanksinya juga maksimal, yaitu :
1. Pelaku Ghairu Muhshan (belum menikah) dihukum seratus kali dera
(cambuk) dan diasingkan selama satu tahun.
2. Pelaku Muhshan (sudah menikah) dihukum rajam sampai mati.
Meninjau kasus Bupati Kaningan yang terkait perzinaan,dapat
disimpulkan apabila ditinjau dari hukum positif, berdasarkan Pasal
284 ayat (2) KUHP yang berbunyi “tidak dilakukan penuntutan
25
melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar”
seharusnya mereka berdua dikenakan hukuman
26
27
4.2 Saran
Perzinaan itu merupakan perbuatan tercela. Perzinaan dapat terjadi selain
karena kurangnya keimanan juga karena kurang tegasnya hukum pidana yang
mengatur mengenai perzinaan ini. Oleh karena itu perlua adanya tindakan dari
pemerintah mengenai hukum perzinaan ini. Pemerintah dalam menyusun
rancangan undang-undang ada baiknya mempertimbangkan norma kesusilaan
sehingga memasukkan perluasan makna perzinaan dalam KUHP. Dalam
pembuatan Peraturan PerundangUndangan, diharapkan para perancang
memperhatikan asas kemanfaatan dari Pasal yang dirancang tersebut. Apakah
Pasal itu nantinya akan menciptakan ketertiban atau malah sebaliknya. Negara
seharusnya dapat menjaga hak-hak warga negaranya, dan mempertimbangkan
nilai-nilai agama dan budaya yang ada dalam masyarakat.
Peran dari masyarakat pun sangat dibutuhkan, perlu adanya kesadaran dari
masyarakat sendiri mengenai tindakan zina ini yang tidak dapat dibenarkan.
Selain itu diharapkan setiap warga negara Indonesia terutama yang menganut
agama Islam agar lebih dan berperan aktif dalam memberi pemahaman atas nilai-
nilai agama dan moral di semua kalangan terutama dalam keluarga dan di
kalangan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Amirrudin. (2015). Sanksi Tindak Pidana Perzinaan Menurut Kajian KUHP dan
Hukum Pidana Islam (Studi Putusan Mahkamah Agung No.726K/Pid./2008) .
Surabaya: UIN Sunan Ampel .
Nisa’, I. S. (2017). Studi Komparatif Hukum Pidana Islam dan Hukumum Positif
Tentang Delik Perzinaan . 94.
28
Ruslan, H. (2012, Januari). Hakikat Tindak Pidana Islam. Retrieved from
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/23/ly84g4-
hakikat-tindak-pidana-islam-seperti-apa-sih
29