Anda di halaman 1dari 15

LASERASI PERINEUM

A. Pengertian Perineum
Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus yang juga berperan
dalam persalinan. Perineum yang lunak dan elastis serta cukup lebar umumnya tidak
memberikan kesukaran dalam kelahiran kepala janin. Perineum yang kaku dan tidak
elastis akan menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap
janin, juga dapat menyebabkan robekan perineum yang luas sampai tingkat III
Perineum adalah lantai pelvis dan struktur sekitarnya yang menempati pintu
bawah panggul, di sebelah anterior dibatasi oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh
tuber iskiadikum dan di sebalah posterior oleh oskoksigeus. Perienum pada pria
dibatasi oleh skrotum dan anus, sedangkan wanita oleh vulva dan anus.
Perineum adalah daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot-otot diafragma (m.levator ani, m.Coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversus profunda, m.constictor uretrehta).
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di bawah dasar
panggul. Perineum memiliki batas-batas sebagai berikut:
1. Superior : dasar panggul yang terdiri dari m. Levator ani dan m. Coccygeus.
2. Lateral : tulang dan ligamenta yang membentuk pintu bawah panggul (exitus
pelvis) yakni dari depan ke belakang angulus subpubicus, ramus ischiopubicus,
tuber ischiadicum, ligasecrotuberosom, os coccygis.
3. Inferior : kulit dan fascia.

Gambar Anatomi Perineum


B. Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, selaput dara,
serviks, portio, septum rektovaginalis akibat dari tekanan benda tumpul.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu di evaluasi yaitu sumber
dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi, sumber perdarahan dapat berasal dari
perineum, vagina, serviks dan robekan uterus, perdarahan dapat dalam bentuk
hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteli atau
pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum setelah sumber
perdarahan diketahui dengan pasti perdarahan dihentikan segera dengan
menggunakan ligase atau penyempitan pembuluh darah.
Banyak wanita mengalami robekan jalan lahir atau robekan perineum pada saat
melahirkan anak pertama. Pada sekitar separuh dari kasus-kasus tersebut, robekan ini
amat luas. Dan laserasi ini harus diperbaiki dengan cermat.

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak
terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat dapat
mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama
akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm membuka vulva
(Crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat
melewati introitus dan perineum mengurangi kemungkinan terjadinya robekan,
bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat atau bernapas dengan cepat pada
waktunya.
Wanita yang setelah melahirkan mengalami robekan pada vagina bagian dalam
dengan jahitan atau kerusakan perineum (daerah diantara vulva dan anus, yang terdiri
dari kulit dan otot).
Laserasi Perineum
Laserasi Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi.
Perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi
antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan
dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu
tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan
indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan
pada daerah perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan
mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan.
Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga bilateral.
Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani , yang terjadi pada
waktu persalinan normal ataupun persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka
pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga tidak kelihatan dari luar. Perlukaan
demikian dapat melemahkan dasar panggul, sehingga mudah terjadi prolapses
genitalis.
Perineum adalah daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot- otot diafragma pelvis (m.perinealis, m. coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversus profunda,m.constictor uretra). Perineum meregang pada
persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan
mencegah robekan.
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di bawah
dasar panggul. Daerah ini dibagi menjadi dua buah segi tiga, yaitu trigonum
urogenitalie di sebelah depan dan trigoum anale disebelah belakang. Keduanya
dipisahkan oleh sekat melintang yang dibentuk oleh mm.tranversus perinci dan basis
diaphragma urogenitale.
Banyak wanita mengalami robekan perineum pada saat melahirkan anak
pertama. Pada sekitar separuh dari kasus- kasus tersebut, robekan ini amat luas,
laserasi harus diperbaiki dengan cermat.

C. Penyebab Laserasi Perineum


1. Faktor maternal
a) Partus presipitatus
Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak
ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus
yang dapat menyebabkan persalinan di atas kendaraan, di kamar mandi, dan
tidak sempat dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir
yang luas pada serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi
perdarahan intrakranial. Pada presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan
karena janin lahir tiba-tiba dan cepat (Mochtar, 1998).
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali (JNPK-KR, 2007). Akibat dari partus presipitatus
antara lain terjadinya robekan perineum bahkan robekan serviks yang dapat
mengakibatkan perdarahan pasca persalinan, cedera kepala bayi dan depresi
bayi (Stenchever & Sorensen, 1995, Saifuddin, 2008).
b) Mengejan terlalu kuat
Pada saat persalinan diperlukan tenaga/power dari ibu bentuk dorongan
meneran. Dorongan meneran tersebut muncul bersamaan dengan munculnya
his atau kontraksi rahim. His yang bagus dapat memebuka jalan lahir dengan
cepat, namun hal ini dipengaruhi cara ibu mengejan, artinya jika hisnya bagus
tetapi ibu menerannya tidak kuat maka tidak akan terjadi pembukaan jalan lahir.
Sedangkan jika ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala yang
merupakan diameter terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi
perineum. Bila kepala telah mulai lahir, ibu diminta bernafas panjang, untuk
menghindarkan tenaga mengejan karena sinciput, muka dan dagu yang
mempunyai ukuran panjang akan mempengaruhi perineum.
c) Perineum yang rapuh dan oedema
Pada proses persalinan jika terjadi oedema pada perineum maka perlu
dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan akan terjadi
laserasi perineum (Manuaba, 1998).
d) Primipara
Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut
kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai teregang.
Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus yang pada
mulanya berbentuk bulat, kemudian berbentuk “D”. Yang tampak dalam anus
adalah dinding depan rektum. Perineum bila tidak ditahan, akan robek (=
ruptura perinei), terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan
kanan, sebaiknya dengan kain kasa steril. Robekan perineum terjadi pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya (Saifuddin, 2007).
e) Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas segi
tiga depan dan segi tiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni
distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa,
maka sudut arcus pubis mengecil (kurang dari 80 0). Agar supaya dalam hal ini
kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian
belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup
panjang persalinan pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun dengan
perlukaan luas pada perineum (Saifuddin, 2007).
f) Varises Vulva
Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah, yang terjadi
pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain kelihatan kurang baik,
pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan sumber perdarahan potensial
pada waktu hamil maupun saat persalinan. Kesulitan yang mungkin dijumpai
adalah saat persalinan dengan varises vulva yang besar sehingga saat
episiotomi dapat terjadi perdarahan (Manuaba, 1998).
g) Kelenturan jalan lahir
Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam proses
persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala
tidak mengalami kesukaran. Biasanya perineum robek dan paling sering terjadi
ruptura perinei tingkat II dan tingkat III (Saifuddin, 2007).
Perineum yang kaku menghambat persalinan kala II yang meningkatkan risiko
kematian bagi janin, dan menyebabkan kerusakan-kerusakan jalan lahir yang
luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umumnya lebih
dari 35 tahun, yang lazim disebut primi tua (Saifuddin, 2007).
Jalan lahir akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin
bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan jalan lahir
dan otot-otot sekitarnya (Sinsin, 2008). Senam kegel yang dilakukan pada saat
hamil memiliki manfaat yaitu dapat membuat elastisitas perineum (Nursalam,
2010). Selain itu dapat memudahkan kelahiran bayi tanpa banya merobek jalan
lahir (tanpa atau sedikit “jahitan”) (Widianti & Proverawati, 2010).
2. Faktor Janin
A. Janin Besar
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram.
Persalinan dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan terjadinya
laserasi perineum (Mochtar, 1998).
Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi
perineum. Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan
penyulit dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan
distosia bahu (Jones, 2001).
Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri agar
dapat diketahui Tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi adanya
persalinan patologis yang disebabkan bayi besar seperti ruptura uteri, ruptura
jalan lahir, partus lama, distosia bahu, dan kematian janin akibat cedera
persalinan (Saifuddin, 2007).
b) Presentase Defleksi
Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi puncak
kepala dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah
puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB) yang
paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut statistik hal ini
terjadi pada 1% dari seluruh persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu
adalah partus yang lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas (Mochtar,
1998).
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dahi, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala. Mekanisme persalinan kepala memasuki panggul biasanya dengan
dahi melintang, atau miring. Pada waktu putaran paksi, dahi memutar ke
depan. Maxilla (fossa canina) sebagai hipomoklion berada di bawah simpisis,
kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang kepala melewati perineum,
lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu di bawah simpisis. Hal ini
mengakibatkan partus menjadi lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang
berat dan ruptura uteri (Mochtar, 1998).
c) Presentase Bokong
Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya
memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di
bawah (Mochtar, 1998).
Persalinan dengan penyulit seperti sungsang merupakan indikasi untuk
melakukan episiotomi (Saifuddin, 2007).
d) Distosia Bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan manuver
obstetrik karena jika dilakukan dengan tarikan biasa kearah belakang pada
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi (Cunningham, 2005).
Persalinan dengan distosia bahu sering terjadi kerusakan pada traktus
genitalis bawah seperti laserasi perineum (Jones, 2001).
e ) Kelainan Konginetal seperti Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel
otak sehingga kepala janin menjadi besar serta ubun - ubun menjadi lebar.
Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada yang sampai 5 liter.
Sering dijumpai kelainan seperti spinabifida dan cacat bawaan lain pada
janin (Mochtar, 1998). Persalinan dengan kelainan hidrosefalus dianjurkan
untuk dilakukan persalinan perabdominan untuk menghindari adanya cedera
jalan lahir beserta cedera pada janin (Jones, 2001).

3. Faktor Penolong Persalinan

a) Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri

Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani


komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses
tergantung dari kemampuan penolong dalam menghadapi proses persalinan
(Sujiyatmi, dkk., 2011)

b) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala


Mencegah laserasi yaitu dengan kerjasama yang baik antara penolong
terutama saat kepala crowning ( pembukaan 5-6 cm di vulva) serta kelahiran
kepala yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada vagina dan
perineum untuk mengadakan penyesuaian untuk mengurangi robekan
(Hidayat & Sujiyatini, 2010). Saat kepala janin sampai di dasar panggul,
vulva mulai terbuka, rambut kepala kelihatan. Setiap his kepala lebih maju,
anus terbuka, perineum meregang. Penolong harus menahan perineum
dengan tangan kanan beralaskan kain kasa atau kain doek steril, supaya
tidak terjadi robekan perineum (Mochtar, 1998).
4. Episiotomi

Penyembuhan luka pada perineum akan lebih sempurna bila pinggirnya


lurus dan otot-otot mudah dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi
robekan perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur.
Hal ini akan menghambat penyembuhan perineum sesudah luka dijahit.
Oleh karena itu, dan juga untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat
dilakukan insisi pada perineum pada saat kepala janin tampak dari luar dan
mulai meregangkan perineum (Saifuddin, 2007).
Tindakan episiotomi pada masa lalu dilakukan secara rutin terutama
pada primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala
janin, mencegah kerusakan pada sfingter ani serta lebih mudah untuk
menjahitnya. Kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan
peningkatan jumlah kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka perineum,
meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada
hari pertama postpartum (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009).

a) Indikasi episiotomi
Menurut Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009, indikasi episiotomi adalah :
1) Gawat janin.
2) Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong,
distosia bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum
3) Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina
4) Perineum kaku dan pendek
5) Adanya ruptur yang membakat pada perineum
6) Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin.

Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada pada primigravida atau pada


wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum
telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali kedalam vagina.
Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin tidak
masuk lagi dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting
perineum. Ada tiga arah irisan diantaranya medialis, medio-lateralis dan
lateralis. Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang
tidak teratur
D. Derajat Laserasi Perineum
1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum
(perlu dijahit).

3. Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan
spinkter ani.

4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan
spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Bila laserasi jalan lahir berada pada
derajat III dan IV: Rujuk segera
E. Macam-macam jahitan perineum
1. Jahitan Kulit
a. Jahitan interrupted :

1) Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)


Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak
digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi
luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin
baik bekas luka setelah penyembuhan.

2) Jahitan Matras 
a) Jahitan matras vertikal
Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya
dengan menggunakan jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah yang
tipis lemak subkutisnya dan tepi satu demi satu. Misalnya di daerah
yang tipis lunak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk ke dalam.

b) Jahitan matras horizontal


Jahitan ini digunakan untuk menautkan fasia dan aponeurosis. Jahitan
ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutis karena
membuat kulit diatasnya terlihat bergelombang

b. Jahitan Continous  

1) Jahitan jelujur
Mudah dipelajari, tidak nyeri, sedikit jahitan, lebih cepat dibuat, lebih
kuat dan pembagian tekanannya lebih rata bila dibandingkan dengan jahitan
terputus. Kelemahannya jika benang putus / simpul terurai seluruh tepi luka
akan terbuka.

2. Jahitan Subkutis  

a. Jahitan continous

Jahitan terusan subkutikuler atau intrademal. Digunakan jika ingin dihasilkan


hasil yang baik setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan tengan pada luka
yang lebar sebelum dilakukan penjahitan satu demi satu.
3. Jahitan Dalam

Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat dibuat
dari guntingan sarunga tangan fungsi dren adalah mengelirkan cairan keluar berupa
darah atau serum.

Langkah-langkah penjahitan robekan perineum

 Persiapan Alat

1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan: Wadah berisi : Sarung tangan,


pemegang jarum, jarum jahit catgut chromic 2/0 atau 3/0, kasa steril, pinset
sirrurgis dan anatomis, Kapas DTT, Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan
steril, jatuhkan dalam wadah DTT, Patahkan ampul lidokain 1%
2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur
3. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
4. Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva / perineum ibu
5. Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun
pada air mengalir
6. Pakai satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
7. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi tabung suntik dengan
lidokain dan letakkan kembali ke dalam wadah DTT
8. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada tangan sebelah kiri
9. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah
dari vulva ke perineum
10. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi
hanya merupakan derajat satu atau dua

 Anestesi Lokal
a. Keuntungan Anestesi Lokal :
1. Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu).
2. Bidan lebih leluasa dalam penjahitan.
3. Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah).
4. Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi).
5. Cairan yang digunakan: Lidocain 1 %. Tidak dianjurkan penggunaan lidocain 2
% (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan nekrosis jaringan). Lidocain
dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan memperpanjang
efek kerjanya).
b. Tindakan Anastesi Lokal
1. Beritahu ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut
bahwa vulva.
3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4. Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang
luka pada mukosa vagina
6. Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan
 Penjahitan Laserasi pada Perineum
1. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina.
Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek.
Sisakan benang kira-kira 1 cm.
2. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin
himen
3. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke
belakang cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik
keluar pada luka perineum
4. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka untuk
mengetahui letak ototnya.
5. Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah menjahit kearah
vagina dengan menggunakan jahitan subkutikuler
6. Pindahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang
cincin himen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya
7. Masukkan jari ke dalam rektum
8. Periksa ulang kembali pada luka laserasi
9. Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari
posisi yang diinginkan
10. Beri ibu informasi kesehatan tentang :
- Menjaga perineum selalu bersih dan kering
- Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
- Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
- Kembali dalam seminggu untuk memeriksa luka
F. Perawatan luka perineum
Tujuan Perawatan Luka Perineum :

1. Untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum, maupun di dalam


uterus
2. Untuk penyembuhan luka perineum (jahitan perineum)
3. Untuk kebersihan perineum dan vulva
4. Untuk mencegah infeksi seperti diuraikan diatas bahwa saat persalinan vulva
merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman. Bila daerah vulva dan
perineum tidak bersih, mudah terjadi infeksi pada jahitan perineum saluran vagina
dan uterus.

Waktu Perawatan Luka perineum :


1. Saat mandi.
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka
ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada
pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula
pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
2. Setelah buang air kecil.
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi
kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri
pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
3. Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar
anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang
letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum
secara keseluruhan.

Cara Perawatan Luka Perineum :


Perawatan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi dengan cara
menjaga kebersihan perineum. Caranya sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Siapkan air hangat
b. Sabun dan washlap
c. Handuk kering dan bersih
d. Pembalut ganti yang secukupnya
e. Celana dalam yang bersih
2. Cara merawatnya :
a. Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang.
b. Washlap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan washlap yang
sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan takut
dengan rasa nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar maka darah kotor
akan menempel pada luka jahittan dan menjadi tempat kuman berkembang
biak.
c. Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka
benar-benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.
d. Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan menggunakan
tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan perendaman dengan
air hangat cukup di siram dengan air hangat.
e. Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman serta celana dalam yang
bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang bisa
menimbulkan reaksi alergi.
f. Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka
jahitan maka akan semakin cepat sembuh dan kering.
g. Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat
sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam dan
daging, tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua
makanan kecuali bila ada riwayat alergi.
h. Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seizin dokter atau bidan.

Lamanya Jahitan Mengering


Luka jahitan rata-rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari satu minggu.
Bila keluar darah kotor bau busuk dari jalan lahir , ibu demam, dan luka jahitan
bengkak kemerahan terasa sangat nyeri atau luka jahitan bernanah, segera pergi ke
petugas kesehatan.

Ada beberapa catatan yang perlu diketahui:


1. Luka jahitan terasa sedikit nyeri
Jangan cemas, rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan syaraf dan jaringan otot,
namun semakin sering di gerakkan maka nyeri akan berkurang. Bila ibu hanya
berbaring terus menerus dan takut bergerak karena nyeri akan menghambat proses
penyembuhan. Sirkulasi darah pada luka menjadi tidak lancar.

2. Luka terlihat sedikit bengkak dan merah


Pada proses penyembuhan luka tubuh secara alami akan memproduksi zat – zat
yang merupakan reaksi perlawanan terhadap kuman. Sehingga dalam proses
penyembuhan luka kadang terjadi sedikit pembengkakan dan kemerahan. Asalkan
luka bersih ibu tak perlu cemas. Bengkak dan merah ini bersifat sementara.
3. Beberapa keluarga masih ada yang menganjurkan untuk mengurangi minum air
putih agar jahitan cepat kering. Hal ini sama sekali tidak dibenarkan. Justru ibu
harus minum yang banyak, minimal 8 gelas sehari untuk memperlancar buang air
kecil, mengganti cairan tubuh yang hilang dan memperlancar proses pengeluaran
ASI

Anda mungkin juga menyukai