Anda di halaman 1dari 14

NAMA : NOVITA ANIS HIDAYATI

NIM : 3190076
FAKULTAS : EKONOMI
JURUSAN : (S1)AKUNTANSI PERPAJAKAN
MATA KULIAH : ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Hakikat Ekonomi dan Bisnis

HAKIKAT EKONOMI
Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yang berarti pengelolaan rumah (Capra,
2002). Yang dimaksud dengan pengelolaan rumah adalah cara rumah tangga memperoleh dan
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (fisik) anggota rumah
tangganya. Dari sini berkembang disiplin ilmu ekonomi yang dapat didefinisikan sebagai ilmu
yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi. Pada tingkat ekonomi makro,
para ekonom dan pejabat birokrasi pemerintah sudah sangat mengenal konsep – konsep
ekonomi, seperti pendapatan nasional bruto ( Gross National Product – GNP), konsumsi,
tabungan, investasi dan jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi, neraca perdagangan, neraca
pembayaran, kurs valuta, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dan sebagainya.
Ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi dasar yang masih dipegang hingga saat
ini, yaitu adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber
daya yang terbatas (scarce resources) sehingga menimbulkan persoalan bagaimana
mengekploitasi sumber daya yang terbatas tersebut secara efektif dan efisien guna memenuhi
kebutuhan manusia yang tak terbatas.
Ilmu ekonomu modern dewasa ini telah menanamkan paradigma tentang hakikat manusia
sebagai berikut :
a) Manusia adalah makhluk ekonomi
b) Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas
c) Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional.
Dampak dari paradigma ini adalah
a) Tujuan hidup manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan
spiritual
b) Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan mengabaikan
adanya potensi kesadaran trasendental (kesadaran spiritual, kekuatan tak terbatas,
Tuhan) yang dimiliki manusia
c) Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah.

ETIKA DAN SISTEM EKONOMI


Dengan mempelajari sejarah ekonomi, kita dapat mengetahui adanya dua paham sistem
ekonomi ekstrem yang berkembang, yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi komunis. Sistem
ekonomi kapitalis dikembangkan oleh negara- negara Barat yang dipelopori Amerika Serikat
dan Inggris serta sekutu – sekutunya. Paham ekonomi komunis berkembang di bekas negara
Uni Soviet beserta sekutu – sekutunya. RRC tidak termasuk dalam kedua kelompok ini,
melainkan membentul kelompok ketiga yaitu negara – negara yang sedang berkembang.
Inti dari paham ekonomi kapitalis adalah adanya kebebasan individu untuk memiliki,
mengumpulkan, dan mengusahakan kekayaan secara individu. Sistem kapitalis sering disebut
juga sistem ekonomi liberal. Ada dua ciri pokok dari sistem ekonomi kapitalis, yaitu:
liberalisme kepemilikan dan dukungan ekonomi pasar bebas. Menurut paham ini, kebebasan
individu akan memicu motivasi setiap orang untuk melakukan kegiatan bisnis dan ekonomi
dalam rangka memakmurkan dirinya masing-masing.
Sebaliknya paham ekonomi komunis yang memperoleh inspirasi dari pemikiran Karl
Marx justru sangat menentang sistem kapitalis ini. Menurut sistem ekonomi komunis, setiap
individu dilarang menguasai modal dan alat-alat produksi. Alat-alat produksi dan modal harus
dikuasai oleh masyarakat (melalui negara) sehingga tidak ada lagi eksploitasi oleh
sekelompok kecil majikan terhadap masyarakat mayoritas (kaum buruh). Karena perhatian
utama sistem komunis adalah kemakmuran masyarakat secara keseluruhan dan bukan
kemakmuran orang per orang, maka sering kali sistem komunis ini—dengan beberapa
variasinya—disebut sebagai sistem sosialis. Walaupun sistem kapitalis dan sistem komunis
sangat bertentangan, namun sebenarnya ada persamaan yang sangat esensial, yaitu keduanya
hanya ditujukan untuk mengejar kemakmuran/kenikmatan duniawi dengan hanya
mengandalkan kemampuan pikiran rasional dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia
(kebahagiaan di akhirat)
Begitupun Mohammad Hatta yang juga merupakan tokoh pemimpin bangsa yang disegani
dan bersama dengan Soekarno pernah mendapat julukan sebagai pemimpin Dwi Tunggal,
memperkenalkan koperasi sebagai salah satu wadah ekonomi rakyat yang paling sesuai wadah
ekonomi rakyat yang paling sesuai dengan falsafah Pancasila.
Pokok – pokok pikiran dalam falsafah Pancasila antara lain :
a) Tujuan : mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke -5)
b) Landasan operasional : kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landasan spiritual
(sila ke -1), hak asasi manusia (sila ke -2), persatuan/kebersamaan rakyat dalam
wilayah Indonesia (sila ke -3) dan kearifan demokrasi (sila ke-4).
Kalau diperhatikan, falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua teori etika yang ada,
yaitu :
a) Teori Teonom (sila ke-1)
b) Teori Egoisme/teori hak (sila ke-2)
c) Teori deontologi, teori kewajiban (sila ke-3 dan sila ke-4)
d) Teori utilitarianisme atau altruisme (sila ke-5)
Etika dan Sistem Ekonomi Komunis
Tujuan sistem ekonomi komunis adalah untuk memeratakan kemakmuran masyarakat
dan menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) terhadap manusia
lainnya (kaum buruh). Tujuan pemerataan kemakmuran tidak tercapai; yang terjadi adalah
pemerataan kemiskinan. Terjadi kesenjangan kekayaan yang sangat mencolok antara oknum
pejabat sangat kaya, sementara rakyatnya tetap dililit kemiskinan. Mengapa sistem ekonomi
komunis mengalami kegagalan walaupun sebenarnya tujuannya sangat mulia? Jawaban atas
hal ini dapat diberikan sebagai berikut:
a. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh, yaitu tidak
mengakui adanya Tuhan YME sebagai sumber kekuatan tak terbatas dan hanya
mengandalkan kekuatan pikiran dalam memecahkan persoalan hidup didunia.
b. Dalam sistem ekonomi komunis, alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak
diakui. Sebagai gantinya, aparat pemerintah dan pemimpin partai atas nama negara
diberi wewenang penuh untuk mengatur penggunaan alat produksi dan kekayaan milik
negara untuk kepentingan bersama.
c. Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara
tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat.
d. Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena
terjadi pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang
dipaksakan dalam rangka perang dingin menghadapi negara-negara Blok Barat.
Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis
Dalam sistem ekonomi kapitalis, tujuan manusia direndahkan hanya untuk mengejar
kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan Tuhan. Sistem ekonomi ini
juga melupakan tujuan tertinggi hakikat sebagai manusia, yaitu kebahagiaan di akhirat. Sistem
ekonomi kapitalis yang berkembang di negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan-
perusahaan multinasional dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kekayaan mereka sudah semakin besar, bahkan sudah melewati pendapatan negara-
negara yang sedang berkembang.
b. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara. Bahkan
tidak jarang mereka ini mampu mengendalikan kebijakan aparat pemerintah dan
legislatif di negara – negara dimana perusahaan ini berada demi keuntungan perusahan
– perusahaan tersebut.
Akibat dari sistem ekonomi kapitalis dapat dirasakan saat ini, antara lain :
a) Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan para
pemilik modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
b) Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan
kemakmuran yang makin tajam antara negara – negara kaya dengan mayoritas negara
– negara miskin
c) Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan penganguran makin luas
d) Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar
kekayaan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak telah meluas
bukan saja di negara- negara miskin saja, tetapi juga di negara – negara maju.
e) Penyalahgunaan obat – obat terlarang, perjudian, kebebasan seks, pembunuhan,
perampokan, pencurian, dan tindakan – tindakan amoral lainnya makin meluas baik di
negara – negara maju maupun di negara – negara miskin
f) Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan harya kekayaan
yang jauh melampaui ukuran kebutuhan yang normal, serta pamer kemewahan dan
kekayaan telah menjadi ciri yang sangat menonjol
g) Munculnya tanda –tanda tekanan mental dan psikologis, seperti stres, kasus bunuh
diri, tindakan anarkis massal, pembunuhan karena masalah sepele, percecokan dan
perceraian rumah tangga, dan kasus sejenisnya sudah makin meluas.
h) Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi,
HIV/AIDS, dan penyakit sejenisnya makin mengancam umat manusia

Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila


Sistem ekonomi pancasila mencoba memadukan hal-hal positif yang ada pada kedua
sistem ekonomi ekstrem—komunis dan kapitalis. Ciri keadilan dan kebersamaan pada sistem
ekonomi Pancasila diambil dari sistem komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari
sistem kapitalis; ditambah dengan ciri ketiga yang tidak ada pada kedua sistem tersebut, yaitu
kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan rakyatnya memeluk agama
sesuai dengan keyakinan masing-masing. Secara teoretis, sistem ekonomi Pancasila
merupakan fondasi yang paling baik dan paling sesuai untuk membangun hakikat manusia
seutuhnya.

Setelah lebih dari setengah abad sejak Indonesia merdeka, indonesia mencoba
mengimplementasikan sistem ekonomi pancasila dalam proses pembangunan bangsa. Setelah
melewati pergolakan pada tahun 1965 dan setelah adanya peralihan Orde Lama di bawah
presiden Soekarno ke rezim pemerintah Orde Baru di bawah presiden Soeharto yang sejak
1970-an secara serius mencanangkan pembangunan ekonomi, indonesia sempat mengalami
pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi secara berkelanjutan.
Sayangnya, menjelang abad ke -20 Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga bangsa ini
kembali terpuruk dan kembali menjadi negara miskin.

Krisis ekonomi ternyata diikuti oleh krisis politik dan sosial, yang ditandai oleh
munculnya pergolakan rakyat dengan dukungan para mahasiswa yang menuntut agar Presiden
Soeharto dan kabinetnya mengundurkan diri.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah : mengapa bangsa Indonesia yang menerapkan
sistem Ekonomi Pancasila yang secara konseptual lebih baik dibandingkan dengan sistem
ekonomi komunis ataupun sistem ekonomi kapitalis, sampai saat ini sebagian besar rakyatnya
masih tetap miskin? Jawabannya sebenarnya sangat sederhana : karena perekonomian bangsa
ini dalam realitanya dibangun berlandaskan “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)”.
Jelas sekalli bahwa praktik KKN dalam pembangunan ekonomi sangat bertentangan dengan
etika dan ajaran agama manapun.
Etika dan Sistem Ekonomi
Etika pada intinya mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga
yang dianggap baik atau tidak baik. Sistem ekonomi adalah seperangkat umur (manusia,
lembaga, wilayah, sumber daya) yang terkoordinasi untuk mendukung peningkatan produksi
(barang dan jasa) serta pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Namun
semua sistem ini memunculkan dampak negatif yang serupa.
Dampak yang paling mudah dilihat adalah kerusakan lingkungan. Selain itu, kesenjangan dan
ketidakadilan dalam distribusi kekayaan antara golongan kaya dan golongan miskin juga
semakin lebar.
Kesimpulannya adalah bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak
persoalan yang bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan tingkat
kesadaran individual para perilaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat negara,
pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatu negara. Di sini
yang berperan adalah tingkat kesadaran dalam memaknai hakikat dirinya—hakikat manusia
sebagai manusia utuh atau manusia tidak utuh.

PENGERTIAN DAN PERANAN BISNIS


Aktivitas bisnis sudah ada sejak manusia ada di bumi ini. Mengapa demikian? Karena
kalau bisnis dimaknai sebagai kegiatan untuk menghasilkan dan menyediakan barang dan jasa
untuk mendukung kebutuhan manusia, berarti sejak manusia ada di bumi sudah memerlukan
barang dan jasa untuk bertahan hidup. Pada zaman dahulu, kegiatan bisnis umat manusia
adalah berburu dan mengumpulkan barang – barang yang sudah disediakan oleh alam, seperti
buah – buahan, sayur – mayur, kayu bakar, kayu untuk perumahan, batu untuk dijadikan
berbagai peralatan dan sebagainya.
Seiring dengan pertumbuhan peradaban zaman, fase berikutnya mulai timbul pertukaran
barang antar kelompok yang sering disebut sebagai barter. Dan degan diperkenalkannya uang
sebagai alat tukar dan tunjangan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini tidak
ada satu orang atau suatu negara pun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan barang dan
jasanya sendiri.
Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa, tetapi
juga termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak yang
memerlukan serta aktivitas lain yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi tersebut.
Dua pandangan tentang bisnis sebagaimana diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998), yaitu
pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis. Pandangan praktis-realistis melihat
tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit) bagi pelaku bisnis, sedangkan
aktivitas memproduksi dan mendistribusikan barang merupakan sarana/alat untuk
merealisasikan keuntungan tersebut. Pandangan idealis adalah suatu pandangan di mana
tujuan bisnis yang terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan
konsekuensi logis dari kegiatan bisnis tersebut. Inti dari pandangan idealis adalah bahwa
tujuan pokok dari bisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan
keuntungannya hanyalah akibat dari kegiatan bisnis.
Cara lain untuk menjelaskan isu pro dan kontra dalam aktivitas bisnis jika dilihat dari sudut
pandang etika, dapat dijelaskan melalui pemikiran Lawrence, Weber dan Post (2005) tetang
budaya ethis (ethiscal climates). Komponen – komponen budaya etis dapat dijelaskan pada
tabel 4.1
Tabel 4.1
Komponen-komponen Budaya Etis

Kriteria Etis Fokus


Individu Perusahaan Masyarakat
Egoisme Kepentingan diri (self- Kepentingan Efisiensi ekonomi
(pendekatan interest) perusahaan (company
berpusat pada interest)
kepentingan diri)
Benevolence Kepentingan Bersama Kepentingan tim (team Tanggung jawab
(pendekatan (friendship) interest) sosial (social
berpusat pada responsibility)
kepentingan orang
lain)
Principles Moralitas pribadi Prosedur dan peraturan Kode etik dan hukum
(pendekatan (personal morality) perusahaan
berpusat pada
prinsip integritas)

LIMA DIMENSI BISNIS


Untuk memahami persoalan bisnis ini, Bertens (2000) mencoba menjelaskan kegiatan bisnis
dilihat dari tiga dimensi yaitu : ekonomi, etika, dan hukum, namun dalam pembahasan
dibawah ini bisnis akan dilihat dari lima dimensi yaitu : ekonomi, etika, hukum, sosial, dan
spiritual
Dimensi Ekonomi
Bisnis paling mudah dipahami bila dilihat dari dimensi ekonomi. Dari sudut pandang ini,
bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan
tulang punggung kegiatan ekonomi; tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Harta adalah
sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat untuk menciptakan penjualan pada
periode mendatang. Bagi para pelaku bisnis, berusaha untu memperoleh keuntungan yang
sebesar – besarnya atau lebih dikenal dengan keuntungan yang optimal adalah sah – sah saja.
Dengan demikian, sebenarnya keuntungan merupakan ukuran tingkat efisiensi perusahaan
karena keuntungan menggambarkan hasil yang diperoleh (sales) setelah dikurangi harta yang
dikorbankan ( expired cost of assets).
Dimensi Etis
Konsep bisnis bila dilihat dari dimensi ekonomi yaitu aktivitas produktif dengan tujuan
mencari keuntungan—sudah sangat jelas dan dipahami oleh hampir semua pihak. Namun bila
dilihat dari dimensi etis, bisnis masih menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh pro dan
kontra. Persoalan pro dan kontra dari dimensi etika ini dapat dimaklumi karena belum semua
pihak mempunyai pemahaman yang sama tentang pengertian etika dan ukuran yang tepat
untuk menilai etis tidaknya suatu tindakan bisnis.
Berikut ini adalah pembahasan bisnis dari dimensi etis. Pertama, kegiatan bisnis adalah
kegiatan produktif, artinya kegiatan menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa
untuk kebutuhan seluruh umat manusia. Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh
manfaat dari keuntungan suatu kegiatan bisnis (masalah keadilan dalam distribusi
keuntungan) dan tindakan bisnis dalam merealisasikan keuntungan itu, isu etika muncul untuk
memberikan penilaian atau dampak negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan
alam (merugikan orang lain atau menimbulkan kerusakan lingkungan).
Dimensi Hukum
Hukum dan etika sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat karena keduanya
mengatur perilaku manusia. Hukum dibuat oleh negara atau beberapa negara melalui suatu
mekanisme formal yang sesuai dengan konstitusi/aturan internasional dan mengikat seluruh
warga suatu negara atau lebih dari satu negara bila hukum/peraturan itu diratifikasi oleh lebih
dari satu negara. Pelanggaran terhadap hukum akan dikenai sanksi hukum.
Dimensi Sosial
Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen,
unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung (interconnected), saling berinteraksi
(interacted), saling bergantung (interdepended), dan saling berkepentingan. Sebagai sistem
terbuka, artinya keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja oleh elemen-elemen yang ada
di dalam perusahaan atau yang sering disebut faktor internal, seperti: sumber daya manusia
(tenaga kerja, manajer, eksekutif) dan sumber daya non-manusia (uang, peralatan,
bangunan, dan sebagainya), tetapi juga oleh faktor-faktor di luar perusahaan atau yang sering
disebut faktor eksternal, yang juga terdiri atas dua elemen, yaitu: faktor manusia dan non-
manusia.

Dimensi Spiritual
Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak pernah dikaitkan dengan agama. Padahal
kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, ada ketentuan yang sangat jelas tentang
kegiatan bisnis ini. Dalam agama Islam dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan
bisnis ini merupakan bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan
wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawan Rahardjo, 1990).
Selanjutnya Dawan Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam Islam, yaitu: ibadah,
akhirat, dan amal saleh.
Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebagai berikut:
• Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan bisnis
adalah bagian dari ibadah (God devotion).
• Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan
atau masyarakat (prosperous society).
• Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam
(planet conservation).

Gambar 4.1
Kegiatan Bisnis Spiritual

Ibadah (God Devotion)

Alam Lestari Masyarakat Sejahtera


(Planet Conservation) (Prosperous Society)
PENDEKATAN PEMANGKU KEPENTINGAN
(STAKEHOLDER)
Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan
Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai beberapa paradigma
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam
dunia akuntansi wujud peran dan tanggung jawab manajemen ini tercermin dalam beberapa
teori yang berkaitan dengan pemangku kepentingan. Pada umumnya, dulu perusahaan
didirikan oleh pemilik yang sekaligus merangkap sebagai pengelola perusahaan tidak ada
perusahaan antara pengelola (manajemen) dengan pemilik perusahaan. Tujuan pengelolaan
perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan pemilik.
Paradigma yang sangat berbeda dijumpai dalam teori dana dan teori komando. Dalam
teori dana, manajemen dalam mengelola suatu lembaga/organisasi lebih berorientasi kepada
restriksi legal atas pengguanaan dana yang dipercayakan kepadanya. Pemangku kepentingan
(stakeholders) adalah semua pihak (orang atau lembaga) yang mempengaruhi keberadaan
perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan. Selanjutnya Lawrence, Weber,
dan Post membagi pemangku kepentingan ke dalam dua golongan, yaitu pemangku
kepentingan pasar (market stakeholders) dan pemangku kepentingan nonpasar (nonmarket
stakeholders).
Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan
Perusahaan
Tabel 4.2
Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan
Paradigma Pengelolaan Perusahaan

Tingkat Teori Etika Paradigma Pengelolaan Sasaran Perusahaan


Kesadaran
Kesadaran • Teori Egoisme • Paradigma Memperoleh kekayaan dan
Hewani • Teori Hak Kepemilikan keuntungan optimal bagi
(Proprietorship pengelola yang sekaligus
Paradigm) merangkap sebagai pemilik
perusahaan

Pengelola (manajemen) sudah


• Paradigma Pemegang terpisah dari para pemegang
Saham (Stockholders saham selaku pemilik
Paradigm) perusahaan.

Sasaran perusahaan adalah


memperoleh kekayaan dan
keuntungan optimal bagi para
pemegang saham
Kesadaran • Teori Paradigma Ekuitas (Equity Sasaran pengelolaan
Manusiawi Utilitarianisme Paradigm) perusahaan untuk
• Teori Keadilan meningkatkan kekayaan dan
(Fairness keuntungan para investor
Theory) (pemegang saham dan
• Teori Kewajiban kreditur)
(Deontologi) Paradigma Perusahaan Sasaran pengelolaan
• Teori Keutamaan (Enterprise Paradigm) perusahaan adalah untuk
kesejahteraan seluruh
masyarakat (semua pemangku
kepentingan/stakeholders)
Kesadaran • Teori Teonom Paradigma Perusahaan Tujuan pengelolaan
Transendental Tercerahkan (Enlightened perusahaan adalah sebagai
Company) bagian dari ibadah kepada
Tuhan melalui pengabdain
tulus untuk kemakmuran
bersama dan menjaga
kelestarian alam

Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder Analysis)


Sebagai suatu sistem terbuka, perusahaan saling berinteraksi dengan semua pihak terkait
(stakeholders) sehingga keberadaan perusahaan bersifat saling mempengaruhi dengan semua
pemangku kepentingan tersebut. Oleh sebab itu perlunya menyadari pentingnya melakukan
proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan dan analisis pemangku kepentingan.
Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan
pendekatan pemangku kepentingan, antara lain:
a. Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata maupun yang
masih bersifat potensial.
b. Cari tahu kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) setiap golongan pemangku
kepentingan.
c. Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan antar golongan pemangku
kepentingan tersebut.

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL


RESPONSIBILITY—CSR)
Pengertian CSR
Definisi CSR yang dikutip dari buku Membedah Konsep dan Aplikasi CSR karangan
Yusuf Wibisono (2007) dan buku Corporate Social Responsibility dari A.B. Susanto (2007)
salah satunya adalah:
a. The World Business Council for Sustainable Development mendifinisikan CSR
sebagai “Komitmen bisnis untuk secara terus menerus berperilaku etis dan
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup
karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal, serta masyarakat luas pada umumnya.”
b. A.B. Susanto mendifinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan baik ke dalam
maupun ke luar perusahaan. Tanggung jawab ke dalam diarahkan kepada pemegang
saham dan karyawan dalam wujud profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan,
sedangkan tanggung jawab ke luar dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai
pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan
kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi generasi mendatang.
Berangkat dari konsep 3P yang dikemukakan oleh Elkington, konsep CSR sebenarnya
ingin memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu:
a. Fungsi ekonomis
b. Fungsi sosial
c. Fungsi alamiah
Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR
Gambar 4.3
Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Tingkat Keterlibatan CSR

Tingkat Kesadaran Teori Etika Tingkat


Keterlibatan CSR

Khewani Egoisme Rendah

Manusiawi Utilitarianisme

Teonom Tinggi
Transendental

Pro dan Kontra terhadap CSR Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, masih
banyak yang menentang implementasi CSR walaupun telah banyak pelaku bisnis dan
pemangku kepentingan terkait yang menyadari dan menyetujui pentingnya perusahaan untuk
melaksanakan program CSR.
Alasan-alasan yang menentang CSR ini antara lain:
a. Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan,
bukan merupakan lembaga sosial.
b. Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan mereka
bila perusahaan dibebani banyak tujuan.
c. Biaya kegiatan sosial akan meningkatakan biaya produk yang akan ditambahkan pada
harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan masyarakat/konsumen itu
sendiri.
d. Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan
kegiatan sosial.
Sementara itu, alasan-alasan yang mendukung CSR ini adalah:
a. Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap dampak negatif
dari tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan masyarakat sekitarnya.
b. Sumber daya alam yang makin terbatas.
c. Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik.
d. Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan dalam
memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
e. Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna.
f. Menciptakan keuntungan jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai