1
Pengertian Subjek Pajak
2
SUBJEK PAJAK PPh
SUBJEK
PAJAK
PENGHASILAN
DIKECUALIKAN
DIKENAKAN PPh
/BUKAN SUBJEK PJ
3
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
Pasal 2(3)
ORANG PRIBADI :
- BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA
LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU
- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI
INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT
TINGGAL DI INDONESIA
BADAN
YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI
INDONESIA
8
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
Pasal 3
9
OBJEK Pajak Penghasilan
OBJEK :
PENGHASILAN
DIKENAKAN TIDAK
PPh DIKENAKAN PPh
TARIF DIKECUALIKAN
TARIF NORMAL BUKAN OBJEK
PPh FINAL SBG OBJEK
10
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)
P E N G HAS I LAN
11
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)
Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dlm bentuk lainnya, kec. ditentukan lain dlm UU ini
Deviden, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi
Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing, selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva, premi asuransi, iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan usaha/pekerjaan bebas,tambahan
kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg belum dikenakan pajak.
15
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)
a. 1. BANTUAN ATAU SUMBANGAN TERMASUK ZAKAT YG DITERIMA BADAN AMIL ZAKAT/LEMBAGA AMIL
ZAKAT DAN PENERIMA ZAKAT YG BERHAK DAN sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-
pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yangdiberikan oleh
bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
16
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada
huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
17
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)
k. penghasilan yang diterima atau diperolehperusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
18
TARIF PAJAK PENGHASILAN
Pasal 17 ayat 1 (a), (3) dan (7)
20
TARIF PAJAK PENGHASILAN
Pasal 17 ayat (4)
UNTUK KEPERLUAN
PENERAPAN TARIF PAJAK
21
Basic formula for Income Tax Calculation
1. Penghasilan (Pasal 4(1))
2. Penghasilan Tidak Objek Pajak (Pasal 4(3))
3. Penghasilan Bruto ( 1 – 2)
4. Biaya Fiskal dapat dikurangkan (Pasal 6(1))
5. Koreksi: Biaya Fiskal tidak dapat dikurangkan (Pasal 9(1))
6. Penghasilan Neto ( 3 – 4 -/+ 5)
7. Kompensasi Kerugian (Pasal 6 (2))
8. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) WP Orang Pribadi (Pasal 7)
9. Penghasilan Kena Pajak ( 6 – 7 – 8)
x
10. Tarif (Pasal 17)
11. PPh Terutang
12. Kredit Pajak (Pasal 21, 22, 23, 24, dan 25)
13. Kurang Bayar/Nihil Bayar/Lebih Bayar
22
BIAYA (FISKAL)
BIAYA
Kerugian penjualan
Masa manfaat Masa manfaat Untuk memperoleh Untuk memperoleh
Aktiva Dimiliki
>1 th < 1 th Ph bersifat final Ph yg bukan Objek PPh perusahaan,tdk 3M
Biaya
Amortisasi
Biaya yg tdk dpt Biaya 3M a/ Ph WP
dibuktikan pengeluarannya Yg dikenakan PPh berd
Norma Peng Netto
23
PENGELUARAN YG BOLEH DIBEBANKAN SBG BIAYA
Pasal 6 ayat (1) huruf a
24
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 6 ayat (1)
26
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
31
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH
DIBEBANKAN SEKALIGUS
Pasal 9 ayat (2)
32
KOMPENSASI KERUGIAN
Pasal 6 ayat (2)
33
PENGHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN
CONTOH
PT. A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00.
Dalam 5 tahun berikutnya rugi-laba fiskal PT. A sbb :
2010 : laba fiskal Rp 200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00)
2012 : laba fiskal N I H I L
2013 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp 800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sbb :
Rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.200.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2010 Rp 200.000.000,00
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Rugi fiskal Thn 2011 (Rp 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2012 N I H I L
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2013 Rp 100.000.000,00
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2014 Rp 800.000.000,00
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 100.000.000,00)
TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN LAGI DENGAN LABA FISKAL THN 2015
34
BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Pasal 7 (1), (2), (3)
(Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.011/2016)
35
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN
BAGI WANITA KAWIN
Pasal 8 ayat (1)
KECUALI
1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA
ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA
YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21,
DAN
2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA
DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS
SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA
36
SUAMI-ISTRI DIKENAKAN PAJAK
SECARA TERPISAH
Pasal 8 ayat (2) dan (3)
37
PENGHASILAN ANAK YG BELUM DEWASA
Pasal 8 ayat (4)
DIGABUNG DENGAN
PENGHASILAN ORANG TUANYA
KECUALI
PENGHASILAN
DARI PEKERJAAN YANG TIDAK ADA
HUBUNGANNYA DENGAN USAHA
ORANG YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA
38
PENGHITUNGAN PPh Orang Pribadi
Peredaran bruto usaha dagang Tuan Cecep (K/1) dalam tahun pajak 2009
sebesar Rp.4.500.000.000,- dan biaya usaha sebesar Rp.4.000.000.000,- (Norma
Penghitungan Penghasilan Neto misalnya 15%). WP menghitung PPh-nya dgn
menggunakan Norma Penghitungan.
C Penghitungan Penghasilan Kena Pajak :
O Laba Neto Usaha 15% x Rp 4.500.000.000 = Rp 675.000.000
N PTKP
- WP Diri = Rp 15.840.000
T - Kawin = Rp 1.320.000
O - Tanggungan = Rp 1.320.000 = Rp 18.480.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp 656.520.000
H
Penghitungan pajak yang terutang:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
1 15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp 156.520.000 = Rp 46.956.000
Total PPh Terutang = Rp 141.956.000
39
39
PENGHITUNGAN PPh BADAN TANPA FASILITAS
Peredaran bruto PT. I dalam tahun pajak 2009 sebesar
C Rp.60.000.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak
O sebesar Rp.500.000.000,-.
N
T Penghitungan pajak yang terutang:
O Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari
H peredaran bruto tersebut dikenakan tarif Pajak
Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran
2 bruto PT.I melebihi Rp 50.000.000.000,-.
40
40
PENGHITUNGAN FASILITAS UMKM
Peredaran bruto PT.Y dalam tahun pajak 2009 sebesar
Rp.4.500.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak
C sebesar Rp.500.000.000,-.
O
N
Penghitungan pajak yang terutang:
T
O
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari
peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari
H tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT.Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,-.
3a.
Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 28% x Rp.500.000.000,- = Rp.70.000.000,-
41
41
PENGHITUNGAN FASILITAS UMKM
Peredaran bruto PT K dalam tahun pajak 2009 sebesar
Rp.30.000.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak
sebesar Rp.3.000.000.000,-.
C
O Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
N fasilitas:
T (Rp4,8 miliar:Rp 30 miliar)xRp 3 miliar = Rp.480.000.000,-
O 2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas:
H Rp 3 miliar – Rp 480.000.000,- = Rp.2.520.000.000,-
42
42
PENGHITUNGAN PPh WP PERSEROAN
TERBUKA
Peredaran bruto PT. L,Tbk dalam tahun pajak 2009 sebesar
C Rp.60.000.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
O Rp.500.000.000,-. Saham PT L, Tbk diperdagangkan di bursa efek dan
komposisi pemegang saham adalah 40% publik dan 60 % induk
N perusahaan.
T
O Penghitungan pajak yang terutang:
H Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebut dikenakan tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif WP badan
4 yang berlaku atau sebesar 95%.
43
43