Anda di halaman 1dari 43

PAJAK PENGHASILAN

1
Pengertian Subjek Pajak

Subjek Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan


yang menurut ketentuan peraturan Perundang-
undangan perpajakan dinyatakan sebagai
Subjek
Atau
Orang Pribadi atau Badan yang berpotensi atau
akan dikenakan pajak

2
SUBJEK PAJAK PPh

SUBJEK
PAJAK
PENGHASILAN

DIKECUALIKAN
DIKENAKAN PPh
/BUKAN SUBJEK PJ

SP. DALAM NEGERI SP. LUAR NEGERI BADAN ORANG PRIBADI

ORANG PRIBADI BADAN PERWAKILAN


BADAN ASING PEJABAT2 BPNA
WARISAN BLM TERBAGI NEGARA ASING

ORGANISASI PEJABAT2 ORG.


BADAN ORANG ASING
INTERNASIONAL INTERNASIONAL

BENTUK USAHA TETAP UNIT DARI BADAN


(BUT) PEMERINTAH

3
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
Pasal 2(3)

ORANG PRIBADI :
- BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA
LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU
- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI
INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT
TINGGAL DI INDONESIA

BADAN
YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI
INDONESIA

WARISAN YANG BELUM TERBAGI


4
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
Pasal 2(4)

• ORANG PRIBADI YG TIDAK BERTEMPAT TINGGAL DI


INDONESIA / BERADA DI INDONESIA TIDAK LEBIH DARI 183
HARI DALAM 12 BULAN
• BADAN YG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT
KEDUDUKAN DI INDONESIA

YANG MENJALANKAN YANG MENERIMA ATAU


USAHA ATAU MEMPEROLEH
KEGIATAN MELALUI PENGHASILAN DARI
INDONESIA BUKAN DARI
BUT DI INDONESIA
MENJALANKAN USAHA ATAU
KEGIATAN MELALUI
BUT DI INDONESIA
5
BENTUK USAHA TETAP
Pasal 2(5)

BENTUK USAHA YANG


DIPERGUNAKAN OLEH

ORANG PRIBADI BADAN


SEBAGAI SEBAGAI
SUBJEK PAJAK LN SUBJEK PAJAK LN

UNTUK MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN


DI INDONESIA
6
BENTUK USAHA TETAP
Pasal 2 ayat (5)
DAPAT BERUPA
• Tempat kedudukan manajemen
• Cabang perusahaan
• Kantor perwakilan
• Gedung kantor
• Pabrik
• Bengkel
• Gudang
• ruang untuk promosi dan penjualan; dan
• pertambangan dan penggalian sumber alam;
• wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
• perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
• proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
• pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
• orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
• agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia; dan
• komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui
internet. 7
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF
Pasal 2A ayat (1),(2),(3),(4) dan (5)

SUBJEK PAJAK SUBJEK PAJAK WARISAN


DALAM NEGERI LUAR NEGERI YG BELUM
TERBAGI
ORANG PRIBADI SELAIN BUT
MULAI : MULAI :
- SAAT DILAHIRKAN SAAT MENERIMA/MEMPEROLEH
- SAAT BERADA ATAU BERNIAT PENGHASILAN DARI INDONESIA MULAI :
TINGGAL DI INDONESIA BERAKHIR : SAAT TIMBULNYA
BERAKHIR : SAAT TIDAK LAGI WARISAN
- SAAT MENINGGAL MENERIMA/MEMPEROLEH
- MENINGGALKAN INDONESIA PENGHASILAN DARI INDONESIA
UNTUK SELAMANYA. BERAKHIR : SAAT
BUT WARISAN
MULAI : SELESAI
BADAN DIBAGIKAN
MULAI : SAAT MELAKUKAN
SAAT DIDIRIKAN/ USAHA/KEGIATAN MELALUI BUT
BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DI INDONESIA
BERAKHIR : BERAKHIR :
SAAT DIBUBARKAN ATAU SAAT TDK LAGI MENJALANKAN
TIDAK LAGI BERKEDUDUKAN USAHA/KEGIATAN MELALUI BUT
DI INDONESIA. DI INDONESIA.

8
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
Pasal 3

KANTOR PERWAKILAN NEGARA ASING

PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULAT ATAU PEJABAT-


PEJABAT LAIN DARI NEGARA ASING, DAN ORANG-ORANG YG DIPERBANTUKAN
KPD MEREKA YG BEKERJA PADA DAN BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA-SAMA
MEREKA DGN SYARAT BUKAN WNI DAN DI INDONESIA TDK MENERIMA ATAU
MEMPEROLEH PENGHASILAN LAIN DI LUAR JABATAN ATAU PEKERJAANNYA TSB
SERTA NEGARA YBS MEMBERIKAN PERLAKUAN TIMBAL BALIK

ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT


INDONESIA MENJADI ANGGOTANYA DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN
LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA SELAIN PEMBERIAN
PINJAMAN KPD PEMERINTAH YG DANANYA BERASAL DARI IURAN PARA ANGGOTA

PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YG DITETAPKAN OLEH


MENKEU DGN SYARAT BUKAN WNI DAN TDK MENJALANKAN USAHA, KEGIATAN/
PEKERJAAN LAIN UTK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA

9
OBJEK Pajak Penghasilan

OBJEK :
PENGHASILAN

DIKENAKAN TIDAK
PPh DIKENAKAN PPh

TARIF DIKECUALIKAN
TARIF NORMAL BUKAN OBJEK
PPh FINAL SBG OBJEK

10
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

P E N G HAS I LAN

SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG :

- Diterima atau diperoleh Wajib Pajak,


- Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak,

DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN

11
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)
Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dlm bentuk lainnya, kec. ditentukan lain dlm UU ini

Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan dan penghargaan


Laba usaha

Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :


1. keuntungan krn pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sbg penggantian saham/penyertaan modal;
2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya krn
pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu atau anggota;
3. keuntungan krn likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambilalihan usaha;
4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kec.
yang diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yg ditetapkan oleh Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yg
bersangkutan
5.keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan; 12
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

Bunga termasuk premium,diskonto,& imbalan krn jaminan pengembalian utang

Deviden, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi
Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

Keuntungan krn pembebasan utang, kecuali sampai dgn jumlah tertentu yg


ditetapkan dgn PP

Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing, selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva, premi asuransi, iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan usaha/pekerjaan bebas,tambahan
kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg belum dikenakan pajak.

- Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU KUP


- Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Reksadana
- Surplus Bank Indonesia
13
PENGHASILAN TERTENTU
Pasal 4 ayat (2)

a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga


obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan
persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya,

PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR DENGAN


PERATURAN PEMERINTAH (PP)
14
PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA
TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP)

1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA


EFEK (PP No. 41 TAHUN 1994 jo PP No. 14 TAHUN 1997)

2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN


(PP No. 42 TAHUN 1994 )

3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU


BANGUNAN (PP No. 48 TAHUN 1994 jo PP No. 27 TAHUN 1996)

4. PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA


DISKONTO SBI ( PP No. 51 TAHUN 1994)

5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN


(PP No. 29 TAHUN 1996)

6. PENGHASILAN BERUPA BUNGA/DISKONTO OBLIGASI YG DIJUAL DI


BURSA EFEK (PP No. 46 TAHUN 1996)

7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTAN


(PP No. 73 TAHUN 1996)

15
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)

a. 1. BANTUAN ATAU SUMBANGAN TERMASUK ZAKAT YG DITERIMA BADAN AMIL ZAKAT/LEMBAGA AMIL
ZAKAT DAN PENERIMA ZAKAT YG BERHAK DAN sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-
pihak yang bersangkutan;

b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yangdiberikan oleh
bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

16
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)

f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada
huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;

i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

17
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)

k. penghasilan yang diterima atau diperolehperusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan

n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

18
TARIF PAJAK PENGHASILAN
Pasal 17 ayat 1 (a), (3) dan (7)

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DN

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 5%


(lima puluh juta rupiah) (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta 15%


rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua (lima belas persen)
ratus lima puluh juta rupiah)

di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh 25%


juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (dua puluh lima persen)
(lima ratus juta rupiah)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta 30%


rupiah) (tiga puluh persen)
19
TARIF PAJAK PENGHASILAN
WAJIB PAJAK BADAN DN

 Tarif tunggal sebesar 28% untuk tahun pajak 2009.


 Mulai tahun 2010 diturunkan menjadi 25%.

 WP Badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d. Rp 50 miliar


mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif
normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar.

 WP badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka dapat


memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif dari tarif WP
badan yang berlaku sepanjang memenuhi syarat: paling sedikit 40%
dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia; persyaratan tertentu lainnya.

20
TARIF PAJAK PENGHASILAN
Pasal 17 ayat (4)

UNTUK KEPERLUAN
PENERAPAN TARIF PAJAK

JUMLAH PKP DIBULATKAN


KE BAWAH DALAM
RIBUAN RUPIAH PENUH

21
Basic formula for Income Tax Calculation
1. Penghasilan (Pasal 4(1))
2. Penghasilan Tidak Objek Pajak (Pasal 4(3))
3. Penghasilan Bruto ( 1 – 2)
4. Biaya Fiskal dapat dikurangkan (Pasal 6(1))
5. Koreksi: Biaya Fiskal tidak dapat dikurangkan (Pasal 9(1))
6. Penghasilan Neto ( 3 – 4 -/+ 5)
7. Kompensasi Kerugian (Pasal 6 (2))
8. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) WP Orang Pribadi (Pasal 7)
9. Penghasilan Kena Pajak ( 6 – 7 – 8)
x
10. Tarif (Pasal 17)
11. PPh Terutang
12. Kredit Pajak (Pasal 21, 22, 23, 24, dan 25)
13. Kurang Bayar/Nihil Bayar/Lebih Bayar
22
BIAYA (FISKAL)

BIAYA

DEDUCTIBLE EXPENSES NON


(Ps 6(1) UU PPh) DEDUCTIBLE
Biaya 3M EXPENSES

Kerugian penjualan
Masa manfaat Masa manfaat Untuk memperoleh Untuk memperoleh
Aktiva Dimiliki
>1 th < 1 th Ph bersifat final Ph yg bukan Objek PPh perusahaan,tdk 3M

Biaya Rugi Usaha


Tercantum dlm Biaya yg diterapkan di luar
Penyusutan di Luar negeri
Pasal 9(1) UU PPh Praktek akuntansi yg sehat

Biaya
Amortisasi
Biaya yg tdk dpt Biaya 3M a/ Ph WP
dibuktikan pengeluarannya Yg dikenakan PPh berd
Norma Peng Netto

23
PENGELUARAN YG BOLEH DIBEBANKAN SBG BIAYA
Pasal 6 ayat (1) huruf a

PENGELUARAN YG MEMPUNYAI HUB. LANGSUNG DENGAN USAHA/


KEGIATAN UTK MENDAPATKAN, MENAGIH,
DAN MEMELIHARA (3M) PENGHASILAN

YANG MERUPAKAN OBJEK PAJAK YANG BUKAN MERUPAKAN OBJEK


BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI PAJAK TIDAK BOLEH
BIAYA DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA

24
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 6 ayat (1)

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,


termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; 25
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas
biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh


Menteri Keuangan;

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan


digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

e. kerugian selisih kurs mata uang asing;

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di


Indonesia;

g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

26
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya


diatur dengan Peraturan Pemerintah;

j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di


Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan


Peraturan Pemerintah;

l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan


Pemerintah; dan
27
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN
DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 9 ayat (1)

a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti


dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha
lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; 28
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN
DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 9 ayat (1)

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,


asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa


yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang


saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
29
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN
DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 9 ayat (1)

g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i
sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
30
Pemberian Kenikmatan/Natura
(benefit in-kind)
Pasal 9 ayat (1) huruf e

• kenikmatan/natura di daerah tertentu dan


berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan
• penyediaan makanan & minuman untuk seluruh
pegawai perusahaan, secara bersama-sama

biaya bagi perusahaan namun


bukan penghasilan bagi pegawai

31
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH
DIBEBANKAN SEKALIGUS
Pasal 9 ayat (2)

PENGELUARAN UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH, DAN


MEMELIHARA PENGHASILAN YANG MEMPUNYAI MASA
MANFAAT LEBIH DARI SATU TAHUN

DIBEBANKAN MELALUI PENYUSUTAN ATAU AMORTISASI

32
KOMPENSASI KERUGIAN
Pasal 6 ayat (2)

KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN


DENGAN PENGHASILAN
MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA
BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN

33
PENGHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN
CONTOH
PT. A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00.
Dalam 5 tahun berikutnya rugi-laba fiskal PT. A sbb :
2010 : laba fiskal Rp 200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00)
2012 : laba fiskal N I H I L
2013 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp 800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sbb :
Rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.200.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2010 Rp 200.000.000,00
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Rugi fiskal Thn 2011 (Rp 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2012 N I H I L
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2013 Rp 100.000.000,00
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2014 Rp 800.000.000,00
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 100.000.000,00)
TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN LAGI DENGAN LABA FISKAL THN 2015

HANYA BOLEH DIKOMPENSASIKAN DGN LABA FISKALTHN 2015 & 2016


(KOMPENSASI DIMULAI SJK THN 2012)

34
BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Pasal 7 (1), (2), (3)
(Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.011/2016)

Rp.54.000.000,00 UNTUK DIRI WAJIB PAJAK

Rp. 4.500.000,00 TAMBAHAN UNTUK WAJIB PAJAK KAWIN

TAMBAHAN UNTUK SEORANG ISTERI YG


Rp.54.000.000,00 PENGHASILANNYA DIGABUNG DENGAN
PENGHASILAN SUAMI

TAMBAHAN UNTUK SETIAP ANGGOTA KELUARGA


Rp. 4.500.000,00 SEDARAH SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN
LURUS SERTA ANAK ANGKAT YG MENJADI
TANGGUNGAN SEPENUHNYA MAKSIMAL 3 ORANG

Mulai berlaku tanggal 1 Januari 2016

35
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN
BAGI WANITA KAWIN
Pasal 8 ayat (1)

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA


YANG TELAH KAWIN

DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU


KERUGIAN SUAMINYA

KECUALI
1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA
ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA
YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21,
DAN
2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA
DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS
SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA

36
SUAMI-ISTRI DIKENAKAN PAJAK
SECARA TERPISAH
Pasal 8 ayat (2) dan (3)

Mengadakan dikehendaki oleh isteri


HIDUP BERPISAH perjanjian yang memilih untuk
pemisahan harta dan menjalankan hak dan
penghasilan secara kewajiban perpajakannya
tertulis sendiri.
PENGHITUNGAN
PKP DAN
PENGENAAN PENGHITUNGAN PAJAKNYA BERDASAR
PAJAKNYA - Penghasilan Neto suami isteri digabung
- Besarnya pajak yg harus dilunasi oleh masing-
DILAKUKAN masing suami-isteri, sebanding dgn Penghasilan Neto
SENDIRI-SENDIRI

37
PENGHASILAN ANAK YG BELUM DEWASA
Pasal 8 ayat (4)

DIGABUNG DENGAN
PENGHASILAN ORANG TUANYA

KECUALI

PENGHASILAN
DARI PEKERJAAN YANG TIDAK ADA
HUBUNGANNYA DENGAN USAHA
ORANG YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA

38
PENGHITUNGAN PPh Orang Pribadi
Peredaran bruto usaha dagang Tuan Cecep (K/1) dalam tahun pajak 2009
sebesar Rp.4.500.000.000,- dan biaya usaha sebesar Rp.4.000.000.000,- (Norma
Penghitungan Penghasilan Neto misalnya 15%). WP menghitung PPh-nya dgn
menggunakan Norma Penghitungan.
C Penghitungan Penghasilan Kena Pajak :
O Laba Neto Usaha 15% x Rp 4.500.000.000 = Rp 675.000.000
N PTKP
- WP Diri = Rp 15.840.000
T - Kawin = Rp 1.320.000
O - Tanggungan = Rp 1.320.000 = Rp 18.480.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp 656.520.000
H
Penghitungan pajak yang terutang:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
1 15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp 156.520.000 = Rp 46.956.000
Total PPh Terutang = Rp 141.956.000

39
39
PENGHITUNGAN PPh BADAN TANPA FASILITAS
Peredaran bruto PT. I dalam tahun pajak 2009 sebesar
C Rp.60.000.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak
O sebesar Rp.500.000.000,-.
N
T Penghitungan pajak yang terutang:
O Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari
H peredaran bruto tersebut dikenakan tarif Pajak
Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran
2 bruto PT.I melebihi Rp 50.000.000.000,-.

Pajak Penghasilan yang terutang:


28% x Rp500.000.000,- = Rp140.000.000,-

40
40
PENGHITUNGAN FASILITAS UMKM
Peredaran bruto PT.Y dalam tahun pajak 2009 sebesar
Rp.4.500.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak
C sebesar Rp.500.000.000,-.
O
N
Penghitungan pajak yang terutang:
T
O
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari
peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari
H tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT.Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,-.
3a.
Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 28% x Rp.500.000.000,- = Rp.70.000.000,-

41
41
PENGHITUNGAN FASILITAS UMKM
Peredaran bruto PT K dalam tahun pajak 2009 sebesar
Rp.30.000.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak
sebesar Rp.3.000.000.000,-.
C
O Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
N fasilitas:
T (Rp4,8 miliar:Rp 30 miliar)xRp 3 miliar = Rp.480.000.000,-

O 2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas:
H Rp 3 miliar – Rp 480.000.000,- = Rp.2.520.000.000,-

3. Pajak Penghasilan yang terutang:


3b. 50%x 28% x Rp 480.000.000,- = Rp 67.200.000,-
28% x Rp 2.520.000.000,- = Rp 705.600.000,-
Jumlah PPh yang terutang = Rp 772.800.000,-

42
42
PENGHITUNGAN PPh WP PERSEROAN
TERBUKA
Peredaran bruto PT. L,Tbk dalam tahun pajak 2009 sebesar
C Rp.60.000.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
O Rp.500.000.000,-. Saham PT L, Tbk diperdagangkan di bursa efek dan
komposisi pemegang saham adalah 40% publik dan 60 % induk
N perusahaan.
T
O Penghitungan pajak yang terutang:
H Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebut dikenakan tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif WP badan
4 yang berlaku atau sebesar 95%.

Pajak Penghasilan yang terutang:


95% x 28% x Rp.500.000.000,- = Rp.133.000.000,-

43
43

Anda mungkin juga menyukai