Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH AGAMA

EUTHANASIA, TRANSFUSI DARAH DAN


TRANSPLANTASI ORGAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

DOSEN PEMBIMBING :

YOSI ARIANTI, MA

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

2014/2015
KELOMPOK 2

 AISYAH AUDIANA
 CHINTIA PUSPITA SARI
 FAKHRUL ZIKRI
 KEZZIA PUTRI WAZANE
 NURHAYATI ASTRIYANI
 RAKES BUDIMAN
 SUCI RAHMADHANI
 YORIN MIFTAHUR RAHMI
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang
berjudul “Euthanasia, Transfusi Darah, dan Transplantasi Organ” tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Dosen Pembimbing dan semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca, atas kritik dan sarannya, penulis mengucapkan terimakasih.

Bukittinggi, November 2014

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Batasan Masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan............................................................................................................ 1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Euthanasia..................................................................................................... 2
1. Pengertian Euthanasia....................................................................... 2
2. Macam-Macam Euthanasia............................................................... 4
3. Euthanasia Menurut Pandangan Kesehatan...................................... 5
4. Euthanasia Menurut Pandangan Hukum Islam................................. 6
B. Transfusi Darah............................................................................................. 10
1. Pengertian Transfusi Darah............................................................... 10
2. Macam-Macam Transfusi Darah....................................................... 10
3. Transfusi Darah Menurut Pandangan Kesehatan.............................. 11
4. Transfusi Darah Menurut Pandangan Hukum Islam......................... 13
C. Transplantasi Organ...................................................................................... 16
1. Pengertian Transplantasi Organ........................................................ 16
2. Jenis-Jenis Transplantasi Organ........................................................ 16
3. Komponen-Komponen Transplantasi Organ.................................... 17
4. Metode Transplantasi Organ............................................................. 18
5. Transplantasi Organ Menurut Pandangan Kesehatan....................... 18
6. Transplantasi Organ Menurut Hukum Islam..................................... 19

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................... 25
B. Saran.............................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 27
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat.
Terlebih lagi dibidang kedokteran dan kesehatan. Contohnya adalah Euthanasia, Transfusi
Darah, Transplantasi Organ.. Tranplantasi Organ merupakan suatu teknologi medis untuk
penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu orang lain.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan pelaksanaan Euthanasia,
Transfusi Darah, Transplantasi Organ.

Perkembangan pengetahuan ini mengakibatkan sebagian orang mengalami


kebingungan akan kebolehan melakukan tindakan-tindakan tersebut. Oleh karena itu,
penulis akan mencoba sedikit mengulas tetntang Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi
Organ untuk menambah wawasan kita akan adanya fenomena tersebut.

B.    Batasan Masalah

Dalam makalah ini, penulis hanya akan membahas tentang :

1. Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ


2. Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ menurut pandangan
kesehatan
3. Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ menurut pandanagn hukum
Islam

C.    Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kita sebagai mahasiswa tentang
apa itu Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ menurut pandanagan medis dan
hukum Islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Euthanasia
1. Pengertian Euthanasia

Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian


yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh
penderitaan dan tak tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis
pembunuhan ini adalah mercy killing (Tongat, 2003 :44). Sementara itu menurut Kamus
Kedokteran Dorland euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian
yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati,
pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan
dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.

Secara bahasa, euthanasia berasal dari bahasa Yunani, eu yang berarti “baik”,
dan thanatos, yang berarti “kematian”. Sementara dalam fiqh Islam, euthanasia ini
diistilahkan dengan qatl ar-rahmah (membunuh karena kasihan) atau taisir al-maut
(mempermudah kematian).

Adapun secara istilah, maka euthanasia adalah praktik memudahkan kematian


seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit -karena kasih sayang-, dengan tujuan
meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif (aktif) maupun negatif
(pasif).

Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan,


maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan
kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang
menghadapi kematiannya. Dalam arti yang demikian itu euthanasia tidaklah
bertentangan dengan panggilan manusia untuk mempertahankan dan
memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan.
Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang
bersangkutan menghendakinya.

2
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih
menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut
pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang
sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan. Inilah
konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya berkembang menjadi kematian atas
dasar pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah yang ditimbulkan dari
euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi dari kematian itu
sendiri telah menjadi kabur.

Beberapa pengertian tentang terminologi euthanasia:

a. Menurut hasil seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis, hukum dan
psikologi, euthanasia diartikan:
 Dengan sengaja melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang pasien.
 Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu (palaten) untuk memperpanjang
hidup pasien
 Dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan atau
tanpa permintaan pasien.
b. Menurut kode etik kedokteran indonesia, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga
arti:
 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, untuk
yang beriman dengan nama Allah dibibir.
 Ketika hidup berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberinya
obat penenang.
 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

Dari beberapa kategori tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur euthanasia


adalah sebagai berikut:

a. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu


b. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup
pasien.
c. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali.
d. Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.

3
e. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

2. Macam-Macam Euthanasia
Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif
dan euthanasia pasif :

a. Euthanasia Aktif
Adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan
memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut.
Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat
parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan
medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan
yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan
hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi
sakit yang memang sudah parah.
Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker
ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan.
Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia.
Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis)
yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan
pernapasannya sekaligus.

b. Euthanasia Pasif
Adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang
menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat
disembuhkan.
Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien.
Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi
pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan
sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter
sudah tidak efektif lagi.
Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu
tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut
penelitian medis masih mungkin sembuh.

4
Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah
kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan
pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena
serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan
penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan,
akan dapat mempercepat kematiannya.
Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan
dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak
dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudahmelakukan
euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik
kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien.
Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti
melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan
nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun.

3. Euthanasia Menurut Pandanagan Kesehatan


Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab profesi
kedokteran adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan. Profesi medis
adalah untuk merawat kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Sumpah
Hipokrates jelas-jelas menolaknya, “Saya tidak akan memberikan racun yang
mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal ini kepada mereka yang
memintanya.” Sumpah ini kemudian menjadi dasar sumpah seluruh dokter di dunia,
termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini bukan Hipokrates sendiri yang
membuatnya.

Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter
kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa menurut kode etik
kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun
menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien
sudah dipastikan mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungsi otaknya
sama sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun jantungnya
masih berdenyut.

5
Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang
berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu
dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus
pula dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang
diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah
memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri hidup
pasien.

Sampai saat ini, belum ada aturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang
euthanasia. Pasal-pasal KUHP justru menegaskan bahwa euthanasia aktif maupun pasif
tanpa permintaan dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan.
Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan meringankan penderitaan.
Euthanasia justru bertentangan radikal dengan hakikat itu.

Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan melakukan


perawatan medis yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat dianggap sebagai
penganiayaan. Ini berkaitan dengan batas ilmu kedokteran yang dikuasai oleh seorang
dokter. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran tersebut dapat dikatakan di luar
kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis. Apabila suatu tindakan
dapat dinilai tidak ada gunanya lagi, dokter tidak lagi berkompeten melakukan
perawatan medis.

4. Euthanasia Menurut Pandangan Hukum Islam


Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala
persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik
euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.
1. Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam
kategori pembunuhan sengaja, walaupun niatnya baik yaitu untuk
meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas
permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Landasanya yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik
pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya
firman Allah SWT :

6
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-
An’aam:151)

“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang
lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter


melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori
pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana
(jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan
suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash
(hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah),
sesuai firman Allah:
“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang
yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)

Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul ) menggugurkan


qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka
mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau
memaafkan/menyedekahkan.

Firman Allah SWT :


"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah
(yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang
baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan

7
suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya
siksa yang sangat pedih"

Niat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di
antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-
Nasa`i. Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang
perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1
dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak
(1 dirham = 2,975 gram perak).
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan
yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter
memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris),
padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak
dijangkau manusia.
Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien
tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah
kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah
menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit,
kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya,
kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang
menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
2. Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam
praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan
keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi
dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien.
Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya
dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.

Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah Islam?

Jawaban untuk pertanyaan itu, bergantung kepada pengetahuan kita


tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri. Yakni, apakah berobat itu

8
wajib, mandub,mubah, atau makruh? Dalam masalah ini ada perbedaan
pendapat.
Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub
(sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat,
seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Menurut Abdul Qadim Zallum hukum berobat adalah mandub (Tidak
wajib ). Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW
menuntut umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi lain, ada qarinah
(indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi
tuntutan yag tidak tegas (sunnah).
Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
 “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia
ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)

Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk


berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi
makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-
wujub). Ini sesuai kaidah ushul :
Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab
“Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan.”

Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat.
Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat
wajib. Bahkan, qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan
bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu
membolehkan tidak berobat.
Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa
seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu
berkata,”Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering
tersingkap auratku [saat kambuh]. Berdoalah kepada Allah untuk
kesembuhanku!” Nabi SAW berkata,”Jika kamu mau, kamu bersabar dan
akan mendapat surga"
9
10
B. Transfusi darah
1. Pengertian Transfusi Darah
Transfusi darah adalah penginjeksian darah dari seseorang (yang disebut donor)
ke dalam system peredaran darah seseorang yang lain (yang disebut resepien). Transfusi
darah tidak pernah terjadi kecuali setelah ditemukannya sirkulasi darah yang tidak
pernah berhenti dalam tubuh.

Ada empat golongan darah yang utama, yaitu A, B, AB dan O. perbedaan di


antara golongan-golongan ini ditenrukan oleh ada tidaknya dua zat utama (yaitu A dan
B) dalam sel darah merah, serta oleh ada tidaknya dua unsur (yaitu unsur anti-A dan
unsur anti-B) dalam serum darah tersebut. Perlu dicatat bahwa ;walaupun serum dan
plasma itu mirip, tetapi perbedaan antara keduanya adalah bahwa dalam serum,
fibrinogen dan kebanyakan factor-faktor penggumpalan lainnya tidak ada. Jadi, serum
ini sendiri tidak dapat menggumpal karena ia tidak memiliki factor-faktor penggumpal
tersebut, yang adanya adalah di dalam plasma.

Seseorang yang bergolongan darah O di kenal sebagai donor universal, Karena


sel darah merah orang ini tidak mengandung zat kimia A maupun B. tetapi, orang ini
tidak dapat menerima darah orang lain kecuali yang bergolongan O, karena serum
darahnya berisi unsure anti-A dan anti-B sekaligus. Disisi lain, seseorang yang
bergolangan darah AB dapat menerima transfusi darah dari donor kelompok manapun,
sehingga ia disebut sebagai resepien universal, tetapi ia hanya dapat menyumbangkan
darahnya pada orang lain yang segolongan darah AB.

2. Macam-Macam Transfusi Darah


a. Donor anggota badan yang bisa pulih kembali (darah, kulit,sumsum tulang)
b. Donor anggota badan yang dapat menyebabkan kematian
c. Donor angota badan yang hanya satu satunya (meskipun tdk mengakibatkan
kematian (lidah, pankreas)
d. Donor anggota badan yang ada pasangannya(mata, ginjal)
e. Donor alat reproduksi manusia (sperma, ovum, ovarium, testis)

11
f. Donor anggota badan dari mayat yang berwasiat

3. Transfusi Darah Menurut Pandanagan Kesehatan

Transfusi darah adalah bagian tak terpisahkan dari ilmu kedokteran modern.
Banyak penyakit yang kesembuhannya tergantung mutlak pada transfusi darah.Saat ini,
jumlah donasi darah untuk seluruh Indonesia berada pada kisaran 2 juta unit. Menurut
standarinternasional, cadangan donasi darah nasional harus berada pada kisaran
6%penduduk. Untuk Indonesia berarti diperlukan persedian 12 juta unit darah tiap
tahun.

Dari sini nampak betapa banyak kekurangan donasi darah kita yang hanya 2juta
unit saja. Dampak dari kurangnya ketersediaan darah ini adalahberkurangnya
kesempatan pasien untuk menjalani operasi yang memerlukantransfusi darah dan yang
lebih memilukan lagi, besarnya risiko meninggal bagiibu bersalin yang mengalami
kondisi perdarahan.

Saat ini, dalam segalakesulitan dan keterbatasan fasilitas bagi ibu bersalin, angka
kematian ibu di atas 200per 100,000 persalinan adalah tantangan yang tak kunjung
dapat ditaklukkan. Apadaya, penyebab angka kematian tinggi itu, sebagian besar adalah
masalahperdarahan. Jika supply donor darah tersedia cukup maka akan banyak
ibubersalin yang mengalami penyulit perdarahan akan dapat diselamatkan.

Transfusi darah diperlukan saat anda kehilangan banyak darah, misalnya pada :

 Kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar.


 Penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan
berdarah.
 Penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal
anemia hemolitik atau trombositopenia.

Jika anda menderita penyakit pada sumsum tulang sehingga produksi sel darah
terganggu seperti pada penyakit anemia aplastik maka anda juga akan membutuhkan
transfusi darah. Beberapa penyakit seperti hemofilia yang menyebabkan gangguan

12
produksi beberapa komponen darah maka anda mungkin membutuhkan transfusi
komponen darah tersebut.

Menurut Palang Merah Indonesia (PMI), darah transfusi di Indonesia relatif


aman dan bebas dari segala macam penyakit berbahaya. Setiap darah donor akan
dilakukan pemeriksaan yang ketat sehingga jarang sekali seseorang mendapatkan
penyakit dari darah donor.

Masalah utama transfusi darah yang saat ini masih ada adalah kecelakaan akibat
ketidakcocokan golongan darah. Meskipun angka kejadiannya boleh dikatakan sangat
kecil namun inkompabilitas transfusi darah ini beresiko menyebabkan penderita
mengalami reaksi yang sangat serius dan mengancam nyawa.

Beberapa penderita mendonorkan darahnya beberapa minggu sebelum dioperasi.


Jika dalam operasi dibutuhkan darah maka dia dapat menggunakan darahnya sendiri
sehingga reaksi transfusi dapat dikurangi.

Saat menerima darah transfusi, sistem pertahanan tubuh akan bereaksi karena
menganggap darah yang masuk adalah benda asing. Tubuh akan menolak darah yang
masuk dan berusaha menghancurkannya. Namun, keadaan ini dapat dicegah dengan
pemeriksaan golongan darah yang ketat sebelum dilakukan transfusi darah. Darah
penerima dan darah donor dicocokan golongan darahnya, baik melalui sistem ABO
maupun Rhesus.

Meskipun telah dilakukan pencocokan golongan darah, beberapa penderita tetap dapat
mengalami reaksi ringan transfusi darah seperti :

 Demam.
 Gatal dan bintik bintik merah pada kulit.
 Nafas pendek.
 Nyeri.
 Berdebar debar.
 Menggigil.
 Tekanan darah menurun.

13
Reaksi transfusi ini memang sedikit menakutkan namun tidak berbahaya jika
cepat ditangani.

Golongan darah yang sangat penting dalam transfusi darah adalah sistem ABO
dan Rhesus. A, B, AB dan O adalah penggolongan darah dalam sistem ABO. Setiap tipe
pada sistem ABO memiliki nilai postif dan negatif, nilai ini dikenal dengan faktor
Rhesus. Misalnya, jika anda memiliki golongan darah A+ artinya anda memiliki
golongan darah A pada sistem ABO dan faktor Rhesus anda adalah positif.

Jika anda menerima darah transfusi yang golongannya tidak cocok maka dapat
terjadi reaksi transfusi. Reaksi ringan jarang sekali berbahaya, tapi tetap harus
mendapatkan penanganan cepat dan tepat sementara reaksi yang berat dapat mematikan.

4. Transfusi Darah Menurut Pandangan Hukum Islam

Al Quran dan sunnah tidak membahas masalah transfusi darah. Tetapi, menurut
berbagai prinsip dan ajaran umum yang terdapat dalam sumber-sumber orisinil islam,
darah yang mengalir (dam masfuh) selalu dianggap sebagai benda najis. Selain itu, islam
melarang para pemeluknya untuk mengkonsumsi darah. Diantara makanan yang di
kategorikan haram di konsumsi yang disebut dalam Al quran adalah dam masfuh yang
artinya arah yang mengalir, dan dalam Firman Allah SWT dalam surat Al-An’am 6:145
yang artinya : Katakan (Hai Muhammad) : Aku tidak menemukan dalam apa yang telah
diwahyukan kepadaku sesuatu yang terlarang untuk dimakan oleh seseorang yang ingin
memakannya, kecuali daging bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi.

a. Penolakan terhadap transfusi darah :


Menurut pandangan almarhum Mufti Syafi transfusi darah merupakan suatu
yang haram, karena :
i. Darah sebagai bagian dari tubuh manusia : darah merupakan bagian tubuh
manusia, maka pengambilan dan pentransfusiannya ke dalam system
peredaran darah orang lain bisa disamakan dengan upaya mengubah
takdir manusia, karenanya dilarang.
ii. Darah sebagai benda najis : darah yang diambil dari tubuh seseorang pada
dasarnya adalah najis.

14
b. Kelenturan peraturan hukum menurut beberapa tokoh :

i. Menurut Mufti Syafi


Mufti Syafi menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan
kelonggaran dan kemudahan yang diberikan syariat bagi kondisi-kondisi
luar biasa yaitu yang mengancam jiwa, dan bagi upaya pengobatan, maka
transfusi darah hukumnya boleh (ja’iz). Pada penjelasan yang lain Muft
Syafi menerangkan bahwa darah diambil dengan jarum, tanpa mengiris
bagian tubih manapun lalu di transfusikan kedalam tubuh orang lain untuk
memperpanjang hidupnya.
Muft Syafi juga berpendapat bahwa meskipun darah termasuk benda
najis, namun mendonorkan darah untuk di transfusikan pada orang lain
hukumnya adalah boleh atas dasar keterdesakan, dan hal ini termasuk
dalam kategori memanfaatkan benda terlarang sebagai obat.
Pembolehan ini, kata dia, harus dibatasi menurut ketentuan-
ketentuan berikut :
a. Transfusi darah hanya boleh dilakukan jika ada kebutuhan
yang mendesak untuk itu.
b. Transfusi darah juga boleh dilakukan ketika tidak
membahayakan nyawa si pasien tetapi, dalam pandangan
dokter yang berkompeten, pasien tidak mungkin disembuhkan
tanpa transfusi darah
c. Jika memungkinkan, lebih baik untuk memilih cara yang tidak
melibatkan transfusi darah
d. Transfusi darah tidak di perbolehkan jika tujuannya hanya
untuk peningkatan kesehatan
ii. Menurut Syekh Ahmad Fahmi Abu Sinnah
Pengambilan darah dari tubuh donor dan pentransfusiannya ke dalam
tubuh resepien sama sekali tidak merusak martabat manusia. Justru
tindakan semacam ini dapat meningkatkan martabat manusia, Karena
menolong sesame manusia adalah sesuatu yang mulia, apalagi menolong
orang yang terancam jiwanya.
Hak seseorang atas darahnya menjadi hilang tatkala ia menyetujui
untuk mendonorkannya. Namun, hokum islam melarang seseorang untuk

15
mendonorkan darahnya bila tindakannya itu bisa berakibat buruk pada
keselamatan dan kesehatannya.
Jadi syarat-syarat berikut ini harus terpenuhi, yaitu :
a. Donor secara ikhlas berniat mendonorkan darahnya
b. Tidak ada bahaya serius yang mengancam jiwa atau kesehatan
donor akibat transfusi itu.
c. Harus sudah dipastikan bahwa tidak ada jalan lain untuk
menyelamatkan nyawa resipien kecuali dengan transfusi
d. Derajat keberhasilan melalui cara pengobatan ini diperkirakan
tinggi.

iii. Menurut Dr. Abd al-Salam al-Syukri


Transfusi darah merupakan praktik yang diperbolehkan dan
bergantung pada hal-hal berikut :
a. Donor tidak boleh menuntut imbalan financial dalam bentuk apapun.
b. Hidup donor sama sekali tidak terganggu setelah darah tidak diambil
dari tubuhnya.
c. Donor harus bebas dari segala macam penyakit menular, dan ia tidak
menderita kecanduan sesuatu.

iv. Menurut Syekh Jad al-Haqq


Syariat memperbolehkan mengambil manfaat dari tubuh seseorang
seperti darah dan mentransfusikannya pada tubuh orang lain sebagai
sebuah cara pengobatan, dengan syarat bahwa tidak ada lagi cara
pengobatan lain yang bisa di tempuh.

16
C. Transplantasi Organ
1. Pengertian Transplantasi Organ
Transplantasi berasal dari bahasa inggris transplantation yang berarti to take up
and plant to another [mengambil dan menempelkan pada tempat lain/ pencangkokan ]
Transplantasi menurut istilah kedokteran berarti usaha memindahkan sebagian dari
bagian tubuh dari satu tempat ke tempat lain.
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu,
dari  suatu tempat ke tempat lain, pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik.
Kemudian menurut  Prof. Masjfu’ Zuhdi pengertian Transplantasi adalah
pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat, untuk menggantikan
organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik.
Juga disebut pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau mayat yang organ
tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki
organ tubuh yang tidak berfungsi lagi sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat
bertahan hidup secara sehat.

Orang yang anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor), sedang


yang menerima disebut Resipien. Cara ini merupakan solusi bagi penyembuhan organ
tubuh tersebut karena penyembuhan/pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada
harapan kesembuhannya.

2. Jenis-Jenis Transplantasi Organ

Hingga waktu ini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan,
baik berupa sel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:

a. Autograft, yaitu pemindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu
sendiri.
b. Allograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya.
c. Isograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya
pada kembar identik.

17
d. Xenograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang tidak sama
ke spesiesnya.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang
hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal (untuk keperluan ini, definisi
meninggal adalah mati batang otak). Organ atau jaringan yang dapat diambil dari donor
hidup adalah kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah (transfusi darah).

Organ/ jaringan yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea,
pankreas, paru-paru dan sel otak. Dalam dua dasawarsa terakhir ini telah pula
dikembangkan teknik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna dalam
operasi lintas koroner oleh George E. Green, dan transplantasi sel-sel substansi nigra
dari bayi yang meninggal kepada pasien penyakit Pakinson. Semua upaya dalam bidang
transplantasi tubuh, jaringan dan sel manusia itu tentu memerlukan dari sudut hukum
dan etik kedokteran.

3. Komponen-Komponen Transplantasi Organ

Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :

a. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau
yang sudah meninggal.
b. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada
bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.

Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan


tindakan traplantasi, yaitu :

a. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup
yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk
hidup dengan kekurangan jaringan atau organ.
b. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima atau organ
tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ
tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

18
4. Metode Transplantasi Organ

Semakin berkembangnya ilmu tranplantasi modern, ditemukan metode-metode


pencangkokan, seperti :

a. Pencangkokan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr.
George E. Green.
b. Pencangkokan jantung, dari jantung ke kepada manusia oleh Dr. Cristian
Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
c. Pencangkokan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita
Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.

5. Transplantasi Organ Menurut Pandangan Kesehatan

Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan


kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib
dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan dalam KODEKI, yaitu:
 Pasal 2 : Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran
tertinggi.
 Pasal 10 : Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya
melindungi hidup insani.
 Pasal 11 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.

Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya
telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan
tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati
seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh (2) orang dokter yang tidak ada
sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya
dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik
hasilnya, tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil

19
organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan
pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian
batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan.

Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar
hasilnya lebih objektif.

6. Transplantasi Organ Menurut Pandangan Hukum Islam


a. Menurut Ilmu Fiqih
Dalam kitab-kitab fiqih klasik tidak terlalu membahas secara detail karena pada
masa itu transplantasi belum terlalu rinci. Jangkauan bahasannya hanya dalam bentuk
hipotesis (andaikan). Itu pun terbatas pada transplantasi (tepatnya: penyambungan)
tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun adalah sebagai berikut:
 Pertama, organ manusia itu terhormat, baik manusia itu masih hidup
maupun sudah meninggal.
 Kedua, kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang
dianut saat itu. Misalnya, warga negara muslim, warga negara dzimmi,
warna negara harbi, dan warga negara murtad. Paradigma itu
memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Ibn al-’Imad dalam Hasyiyah al-Rasyidi (2001, 26), menyatakan:
"diharamkan mentransplantasi kornea mata orang yang sudah
meninggal,walaupun ia tidak terhormat seperti karena murtad atau kafir
harbi. Selanjutnya, diharamkan pula menyambungkan kornea mata
tersebut kepada orang lain, karena bahaya buta masih lebih ringan
dibandingkan dengan perusakan terhadap kehormatan mayat".

Tujuan ideal ini, mengacu pada lima kebutuhan pokok manusia yang sangat
mendesak (al-dhoruriyat al-khoms), yaitu :
 Proteksi pada agama (hifdz al-din) maksudnya dalam konteks modern
menjadi hak untuk beragama dan menganut suatu sistem kepercayaan
(haqq al-tadayyun)
 Proteksi untuk melindungi jiwa (hifdz al-nafas) maksudnya dikembangkan
menjadi hak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan

20
medis, seperti tranplantasi, maupun kehidupan dalam pengertian ekonomi
(haqq al-hayah)
 Proteksi melindungi harta (hifdz al-mal)
 Proteksi untuk melindungi kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-’aql).
Dalam konteks modern menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak dan kebebasan mengeluarkan pendapat (haqq al-
tarbiyah wa ibda’ al-ra’yi)
 Proteksi terhadap kesucian keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks
modern, menjadi hak untuk menjaga kesehatan reproduksi ( haqq shihhah
wasailal-nasl).

b. Menurut Syariat Islam


Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ
dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu
:
1.   Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup

Dalam syariat islam seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya


mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang
membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi
mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si
pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya
tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an
surat Al – Baqarah ayat 195

‫َّهلُ َك ِة‬ ِ ِ ِ
ْ ‫َوأَنْف ُقوا يِف َسبِ ِيل اللَّه َواَل تُ ْل ُقوا بِأَيْدي ُك ْم إِىَل الت‬
” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”

An – Nisa ayat 29

‫أَ ْنفُ َس ُك ْم َت ْق ُتلُوا َواَل‬


” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”

Al – Maidah ayat 2

21
‫ان اإْل ِ ْث ِم َع َلى َت َع َاو ُنوا َواَل‬
ِ ‫َو ْالع ُْد َو‬
” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ”

Dan dalam hal ini Allah SWT telah membolehkan memberikan maaf dalam
masalah qishash dan berbagai diyat. Allah SWT berfirman :

َ ‫أَخِي ِه ِمنْ َل ُه ُعف َِي َف َمنْ ِۚباأْل ُ ْن َث ٰى َواأْل ُ ْن‬


ُّ‫ث ِب ْال َع ْب ِد َو ْال َع ْب ُد ِب ْالحُرِّ ْالحُر‬
‫ان إِ َل ْي ِه َوأَدَا ٌء ِب ْال َمعْ رُوفِ َفا ِّت َبا ٌع َشيْ ٌء‬ َ ِ‫َت ْخ ِفيفٌ ٰ َذل‬
ٍ ‫ك ۗ ِبإِحْ َس‬
ْ‫َو َرحْ َم ٌة َر ِّب ُك ْم ِمن‬
“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Tuhan kalian dan suatu rahmat.” (QS. Al Baqarah : 178) .

2. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal

Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal,


kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor
tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :

 Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin


menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan
melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
 Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan
persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya
ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada
pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat
membuat keputusan atas penyumbang.

22
 Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ
atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau
mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
 Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah
dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ
telah meninggal dunia.
 Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban
kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal
itu harus dilakukan dengan seizin hakim.

Hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal. Untuk


mendapatkan kejelasan hukum trasnplantasi organ dari donor yang sudah
meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum pemilikan tubuh
mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat. Mengenai
hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal.

Sebab dengan sekedar meninggalnya seseorang, sebenarnya dia tidak


lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu hartanya,
tubuhnya, ataupun istrinya. Oleh karena itu dia tidak lagi berhak
memanfaatkan tubuhnya, sehingga dia tidak berhak pula untuk
menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau mewasiatkan
penyumbangan organ tubuhnya.

Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan
menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat untuk
menyumbangkannya. Sedangkan mengenai kemubahan mewasiatkan
sebagian hartanya, kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemilikannya
sejak dia meninggal, hal ini karena Asy Syari’ (Allah) telah mengizinkan
seseorang untuk mewasiatkan sebagian hartanya hingga sepertiga tanpa
seizin ahli warisnya.

Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya izin dari
Asy Syari’ hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak mencakup
hal-hal lain. Izin ini tidak mencakup pewasiatan tubuhnya. Karena itu dia
tidak berhak berwasiat untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya

23
setelah kematiannya. Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah
mewariskan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya.

Dengan demikian, para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah


satu organ tubuh si mayit, karena mereka tidak memiliki tubuh si mayit,
sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan tubuh si mayit
tersebut. Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah bahwa
pihak penyumbang berstatus sebagai pemilik dari benda yang akan
disumbangkan, dan bahwa dia mempunyai hak untuk memanfaatkan benda
tersebut.

Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit tidak dimiliki oleh para ahli
waris, maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak dimiliki
oleh selain ahli waris, bagaimanapun juga posisi atau status mereka. Karena
itu, seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan salah
satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal untuk ditransplantasikan
kepada orang lain yang membutuhkannya.

Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya,


maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan
yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah
telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana
pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah SWT menetapkan
pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya
orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda :

“Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang


hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia
berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah
kuburan. Maka beliau lalu bersabda :

“Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !”

Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA,
dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

24
“Sungguh jika seorang dari kalian duduk di atas bara api yang
membakarnya, niscaya itu lebih baik baginya daripada dia duduk di atas
kuburan !”

Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat


mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar
kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar
kehormatan dan menganiaya orang hidup.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan,
maka menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai
pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan
penderitaan.

Euthanasia dapat dikelompkkan menjadi euthanasia aktif, euthanasia pasif,


euthanasia volunter, dan uethanasia involunter.

Menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang
yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi.

Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada


pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang euthanasia.
Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang terdapat di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia, dengan cara


memindahkannya dari (tubuh) orang yang sehat kepada orang yang
membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya. Dan Islam tidak
melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan
kemanusiaan. Juga perlu diketahui bahwa transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum
adanya hubungan kemahraman (haram perkawinan) antara donor dan resipien.

Pencangkokan (transplantasi) ialah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya


hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi
dengan baik. Pandangan Islam terhadap transplantasi ketiga organ tubuh tersebut
tergantung kepada kondisi donornya, apakah donor dalam keadaan hidup sehat, koma
ataukah dalam keadaan mati.

26
B. Saran
Semoga makalah kami ini mampu memberikan manfaat dan bahan pembelajaran
bagi segenap pembaca. Apabila dalam makalah kami ini masih banyak kekurangan, kami
mohon maaf. Dan dari para pembaca kami harapkan kritik dan sarannya untuk membangun
makalah ini supaya menjadi lebih baik lagi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2003.

satriabara.blogspot.com/2012/06/makalah-euthanasia.html

ahmad-ad-diyani.blogspot.com/.../makalah-transfusi-dan-transplantasi_4

http://tanpahentimencariilmu.blogspot.com/2012/03/masailul-fiqhtransplantasianggota.html

http://makalahmajannaii.blogspot.com/2013/02/transfusi-darah-menurut-pandangan-
islam.html

http://0sprey.wordpress.com/2013/05/29/donor-darah-ditinjau-dari-perspektif-agama-islam/

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/11/07/15/lodpqn-
transplantasi-organ-tubuh-jadi-bahasan-muslimat-nu

http://indonesiaindonesia.com/f/13695-transfusi-darah/

http://anggie-myblog.blogspot.com/2011/04/transplantasi-organ-tubuh.html

http://keperawatanreligionirvan.wordpress.com/

http://keperawatanreligiondinnyria.wordpress.com/

28

Anda mungkin juga menyukai