Berdasarkan studi literatur, metode penelitian kualitatif memiliki sejarah yang sangat
panjang dan mengalami pasang surut dalam ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu kesehatan, dan
humaniora. Pengertian penelitian kualitatif pun juga mengalami perkembangan makna dari
waktu ke waktu. Para ahli metodologi penelitian kualitatif pada awal kelahirannya memaknai
secara berbeda dengan pemahaman para ahli penelitian kualitatif era post modernisme.
Pada awalnya, penelitian kualitatif sebenarnya hanya merupakan reaksi terhadap tradisi
paradigma positivisme dan postpositivisme yang berupaya melakukan kajian budaya yang
bersifat interpretatif. Para penggagas metode penelitian kualitatif beranggapan bagaimana
mungkin penganut paradigma positivistik yang menitikberatkan pada realitas empirik mampu
menggali makna yang bersifat abstrak. Kegelisahan tersebut dijawab dengan menciptakan cara
pandang dan metode lain untuk mengungkap persoalan kehidupan sosial. Karena itu, penelitian
kualitatif dianggap sebagai counter terhadap penelitian kuantitatif yang begitu dominan hampir
sepanjang abad ke -20 (Tashakkori and Teddlie, 2003: ix).
Benar bahwa karya-karya para ahli dari mazhab Chicago pada era 1920 – 1930’an
menjadi dasar utama kebangkitan metode penelitian kualitatif dalam penelitian sosial, tetapi
sejatinya peran disiplin-disiplin lain seperti sejarah, kedokteran, keperawatan, pekerjaan sosial,
dan komunikasi juga sangat besar. Tidak hanya itu, sub-disiplin ilmu ilmu sosial, ilmu-ilmu
kesehatan, humaniora, termasuk antropologi budaya, interaksionisme simbolik, Marxisme,
etnometodologi, fenomenologi, feminisme, studi budaya, dan postmodernisme, masing-masing
dengan landasan teoretik, konsep tentang realitas, pandangannya tentang hakikat kebenaran dan
pilihan-pilihan metodologisnya juga memberikan kontribusi sangat besar terhadap
perkembangan metode penelitian kualitatif hingga saat ini. Karena itu, metode penelitian
kualitatif tidak berangkat dari satu disiplin ilmu. Misalnya, sosiologi, antropologi, psikologi,
politik dan yang lain-lain, melainkan dari banyak disiplin ilmu sosial secara bersamaan. Dengan
demikian, tidak benar jika dikatakan bahwa akar-akar penelitian kualitatif berangkat dari disiplin
sosiologi saja sebagaimana kita pahami selama ini. Namun demikian, kendati asumsi teoretik dan
pilihan-pilihan metodologisnya berbeda-beda, berbagai disiplin yang disebutkan tersebut
memiliki alasan yang sama dalam menggunakan metode penelitian kualitatif, untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan memahami perilaku terpola (patterned behaviors) dan
proses-proses sosial di masyarakat.
Paradigma
Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana
cara pandang (world views) peneliti melihat realita, bagaimana mempelajari fenomena, cara‐cara
yang digunakan dalam penelitian dan cara‐cara yang digunakan dalam menginterpretasikan
temuan. Dalam konteks desain penelitian, pemilihan paradigma penelitian menggambarkan
pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian.
Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat
diterimanya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan bahwa paradigma adalah
acuan yang menjadi dasar bagi setiap peneliti untuk mengungkapkan fakta – fakta melalui
kegiatan penelitian yang dilakukannya. Pemilihan paradigma dalam riset memiliki implikasi
terhadap pemilihan metodologi dan metode pengumpulan dan analisis data. Paradigma dalam
penelitian kualitataif (Creswell, 2009; Ponterotto, 2005) terdiri dari Postpositivism,
Constructivism–Interpretivism dan Critical–Ideological.
Postpositivism
Paradigma postpositivisme berpendapat bahwa peneliti tidak bisa mendapatkan fakta dari
suatu kenyataan apabila si peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan yang ada.
Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif. Oleh karena itu perlu menggunakan
prinsip trianggulasi, yaitu penggunaan bermacam – macam metode, sumber data dan data.
Constructivism–Interpretivism
Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari
manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan.
Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil
bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus. Penelitian kualitatif
berlandaskan paradigma constructivism yang berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya
merupakan hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran
subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan
pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi
merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran.
Tujuan dari constructivism adalah untuk bersandar sebanyak mungkin pada pandangan
dari para partisipan tentang situasi tertentu. Sering kali makna-makna subjektif ini dinegosiasi
secara sosial dan historis. Dengan kata lain ragam realitas dibangun melalui interaksi dalam
kehidupan sosial dan melalui normanorma historis dan kultural yang berlaku dalam kehidupan
individu tersebut. Peneliti menciptakan secara induktif mengembangkan teori atau pola makna
(Creswell, 2015).
Critical–Ideological