Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PANCASILA

HAK ASASI MANUSIA DAN RULE OF LAW

Dosen Pengampu: Laras Shesa,SH,I,MH

Disusun Oleh:

1. Destri Mutiara Dwi Putri

2.Ervika Gustina

3.Mayang Dwi Jayanti

Tingkat I Kebidanan Curup

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENKULU

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat
sederhana. Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai hak asasi manusia dan rule of law.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu pedoman dan  juga berguna untuk menambah pengetahuan
bagi para pembaca.

Curup, 06 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
 
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
 
1.3 Tujuan................................................................................................................ 2
 
1.4 Manfaat.............................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Rule of Law dan Negara Hukum..................................................... 3
2.1.1 Prinsip-prinsip Rule of Law............................................................................ 3
2.2 Hak Asasi Manusia............................................................................................ 3
2.2.1 Penjabaran Hak-hak Asasi Manusia dalam UUD 1945.................................. 4
2.3 Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945.................................. 5
2.3.1 Pengertian Warganegara dan Penduduk......................................................... 5
2.3.2 Asas-asas Kewarganegaraan........................................................................... 5
2.3.3 Hak dan Kewajiban Warganegara Menurut UUD 1945................................. 6
2.3.4 Hak dan Kewajiban Bela Negara.................................................................... 6
BAB III. PENUTUP
3.1 Simpulan............................................................................................................ 7
3.2 Saran.................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 8
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan kita tidak terlepas dari norma dan hukum yang berlaku di masyarakat baik
tertulis maupun tidak tertulis, Mulai dari nilai, tata karma, norma hingga hukum perundang-
undangan dalam pradilan dan hal itu semua termuat dalam Rule of law (suatu doktrin hukum).
Doktrin ini lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya perran parlemen
dalam penyelenggaraan Negara, serta reaksi terhadap Negara absolute yang berkembang
sebelumnya. Rule of law dalam suatu Negara dapat dilihat dari ada atau tidaknya
“kenyataan”apakah rakyat benar-benar menikmati keadilan, dalam artian perlakuan yang adil baik
semua warga Negara maupun pemerintah.
Di Negara demokrasi pemerintah yang baik adalah pemerintah yang menjamin sepenuhnya
kepentingan rakyat serta hak dasar rakyat. Disamping itu, pemerintah dalam menjalankan
kekuasaannya perlu dibatasi agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan, tidak sewenang-wenang serta
benar-benar untuk kepentingan rakyat. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak
dasar rakyat serta kekuatan yang terbatas itu dituangkan dalam suatu aturan bernegara yang
umumnya disebut Konstitusi ( hukum dasar Negara).
Tapi kenyataannya hukum di Indonesia masih belum dilaksanakan sebaik-sebaiknya dan penegak
hukum di masyarakat sendiri juga masih kurang. Oleh karena itu kita sebagai generasi muda harus
bisa membenahi penegakan hukum di negara kita ini. Dalam bahasan ini dibahas supaya keadilan
dapat ditegakkan, maka akan terkait semua aspek yang ada didalamnya yang mempengaruhi dan
menjadi penentu apakah keadilan dapat ditegakkan.
Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan  bahwa
Negara Indonesia berdasarkan atas negara hukum (the rule of law). Pakar ilmu sosial, Franz-Magnis
Suseno (1990), melihat bahwa perlindungan HAM adalah salah satu elemen dari the rule of law,
selain hukum yang adil. Kita bisa melacak akar prinsip the rule of law dari putusan-putusan
pengadilan internasional seperti Pengadilan Hak Azasi Manusia (HAM) Eropa dan Komite HAM
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengetahui pembahasan antara the rule of law dan Hak
Asasi Manusia.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan terbentuknya Negara adalah untuk “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dinyatakan bahwa untuk  itu,
UUD 1945 harus mengandung ketentuan yang “mewajibkan Pemerintah dan penyelenggara Negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.” UUD 1945 selanjutnya menegaskan bahwa “Negara Indones
ia  berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat).
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal
sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia
itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari
kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya,
latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya.
Sementara itu dikatakan‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki sesiapapun
yang manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu
organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-
hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut. Dari uraian pendahuluan di atas, penulis
melihat penting dan menariknya wawasan tentang HAM dan rule of law. Oleh sebab itu, penulis
berusaha menjabarkan pembahasannya dalam  bentuk makalah ini untuk menambah wawasan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Rule of Law? 
2.  Bagaimana prinsip-prinsip Rule of law di Indonesia ?
3. Definisi Rule Of Law?
4.  Bagaimana terbentuknya Rule of law ?
5. Apa fungsi Rule of law ?
6. Bagaimana penerapan Rule of law di Indonesia ?
7. Apakah yang dimaksud Hak Asasi Manusia? 
8. Bagaimanakah Hak dan Kewajiban Warga Negara?
1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui Rule of Law


2. Dapat mengetahui Hak Asasi Manusia
3. Dapat mengetahui Hak dan Kewajiban Warga Negara
4. Dapat mengetahui HAM dan Rule Of Law dalam masyarakat berbangsa dan bernegara bidang pelayanan
kesehatan
 
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rule of Law


2.1.1 Pengertian Rule Of Law
 Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa Negara hukum menurut istilah belanda rechtsstaat
adalah kekuasaan raja yang sewenang-wenang untuk mewujudkan Negara yang didasarkan
pada suatu peraturan perundang-undangan.
 
 Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara
Negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan, dan
pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang
sering diistilahkan dengan Rule of Law.
 Menurut Friedman, antara pengertiaan Negara hukum atau rechtsstaat  dan Rule of  Law
sebenarnya saling mengisi (Friedman, 1960: 546). Oleh karena itu berdasarkan  bentuknya,
Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal.
 Menurut Friederich J. Stahl rechtsstaat  dibagi menjadi 4 unsur, yaitu:
1) Hak-hak manusia.
2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan.
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan (Muhtaj, 2005: 23).
 
2.1.2 Prinsip-prinsip Rule of Law
 
 Negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas, terutama
dalam hubungannya dengan realisasi  Rule of Law itu sendiri.
 
 Menurut Albert Venn Dicey dalam Introduction to the Law of The Constitution,
memperkenal istilah the Rule of Law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu
keteraturan hukum.
 Menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam  Rule of Law, yaitu:
1) Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti
seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang melanggar hukum.
2) Kedudukan yang sama di muka hukum.
3) Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh UU serta keputusan-keputusan pengadilan.
Menurut Friedman (1959) definisi Rule of lw dapat dilihat dari tiga sudut pandang yang berbeda
yaitu :
1) Pengertian Formal yaitu kekuasaan umum yang terorganisasikan, misalnya negara.
2) Pengertian Hakiki/materil yaitu ebih menekankan pada cara penegakannya karena
menyangkuthukum yang baik dan buruk.
3) Pengertian Universal yaitu sangat sulit dipastikan karena ada perbedaan setiap masyarakat
yang melahirkannya dan perbedaan rasa keadilan. Rule of law terkait erat dengan keadilan
sehingga harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan
dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif. Gerakan
masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggaraan negara harus
dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksaan dalam
hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan
Rule of law. Berdasarkan bentknya sebenarnya Rule of law adalah kekuasaan public yang diatur
secara legal.
Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada
Rule of law. Dalam hubungan ini pengertian Rule of law berdassarkan substansi atau isinya sangat
berkaitan dengan peraturan perundang-uundangan yang berlaku dalam suatu negara.
Negara hukum merupakan terjemahan dari Rule of law. Rule of law itu sendiri dapat dikatakan
sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan
negara hukum merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip Rule of law yaitu kekuasaan yang
dijalankan oleh hukum. Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa
hukum itu sendiri dibangun ddan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip
supermasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat.
Oleh karena itu prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurt prinsip-
prinsip demokrasi atau keadilan rakyat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan ditafssirkan dan
ditegakkan berdasarkan kekuasaan belaka. Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan
berada ditangan rakyat yang dilakukan menurut UUD yang diimbangi dengan penegasan bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis.
Dengan kata lain, pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya rule of law didalam
pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan
UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat madani adalah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan
kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota masyarakat madani
tidak bisa ditekan, ditakut-takuti, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari demokrasi dan
sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan
proses panjang dan produk sejarah yang abadi, dan perrjuangan melawan kezaliman dan deminasi
para penguasa menjadi cirri utama masyarakat madani.
Latar belakang kelahiran Rule of law :
1. Diawali adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara.
2. Saran yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional.
3. Perumusan yuridis dan Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi negara hukum.
Adapun unsur-unsur Rule of law menurut AV Dicey terdiri dari :
1.Supremasi hukum, dam artian tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang
hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama didepan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat.
3. Terjamin hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut Rule of law
adalah :
1. Adanya perlindungan konstitusional.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.

 
2.2 Hak Asasi Manusia
 
2.2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia
Awal perkembangan hak asasi manusia dimulai saat ditanda tanganinya Magna Charta
(1215), oleh raja John Lackland. Kemudian juga pendatanganan Petition of Right pada tahun 1628
oleh raja Charles I. Dalam hubungan inilah maka perkembangan hak asasi manusia itu sangat erat
hubungannya dengan perkembangan demokrasi.
Perkembangan selanjutnya hak asasi manusia dipengaruhi oleh pemikiran filsuf inggris John Locke
yang berpendapat bahwa manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya
kepada penguasa.
Puncak perkembangan perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut yaitu ketika Human
Rights itu untuk pertama kalinya dirumuskan secara resmi dalam Declaration of Independence
amerika serikat pada tahun 1776. Dalam deklarasi amerika serikat tertanggal 4 juli 1776 tersebut
dinyatakan bahwa seuruh umat manusia dikarunia oleh tuhan yang maha esa  beberapa hak yang
tetap dan melekat padanya. HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak
awaldilahirkan yang berlaku seumur hidupdan tidak dapat diganggu gugat olehsiapapun. Sebagai
warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membedakan
status, golongan, keturunan, jabatan, dansebagainya.Hak asasi manusia adalah hak dasar yang
dimilikisetiap manusia sajak lahir sebagai anugrah dari Tuhan YME; bukan dari pemberian
manusia atau lembaga kekuasaan. Hak dasar meliputi hak hidup, hak merdeka dan hak milik.Hak
yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan darihakikatnya, singga
sifatnya suci.
MenurutTeaching Human Rights yang di terbitkan oleh PerserikatanBangsa-Bangsa (PBB),
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat padasetiap manusia, yang tanpanya manusia
mustahil dapat hidup sebagai manusia.Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan
melakukan segalasesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut ekstensi
sebagai manusia akan hilang Hak asasi manusia ini tertuang dalam undang-undang No. 39 tahun
1999 tentang HAM, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberdaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakananugarah-Nya yang wajib di
hormati dan di junjung tinggi dan lindungi olehNegara hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan danperlindunganharkat dan martabat manusiaMelanggar HAM seseorang bertentangan
dengan hukum yang berlaku diIndonesia.
HAM memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputarhak asasi manusia yaitu Komnas
HAM. Kasus pelanggaran Ham di indonesiamasih banyak terjadi dan belum terselesaikan sehingga
diharapkan perkembangandunia Ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Di dalam pasal 1
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa, “semua manusia dilahirkan sama dan
bebas dalam martabatdan hak. Mereka di karuniai akal dan budi nurani dan harus bertindak terhadap
sesama manusia dalam semangat persaudaraan.”Konsep dasar hak asasi manusi menurut Franz
Magnis-Suseno mempunyai dua demensi yaitu:
 Dimensi universalitas, yakni subsitansi hak-hak asasi manusia itu pada hakikatnya
bersifat umum. Hak asasi manusia akan selalu di butuhkanoleh siapa saja dan dalam aspek
kebudayaan di manapun itu berada, entahitu dalam kebudayaan Barat maupun Timur.
Dimensi hak asasi manusiaseperti ini, pada hakikatnya akan selalu dibutuhkan dan menjadi
saranabagi individu untuk mengekspresikan dirinya secara bebas dalam ikatankehidupan
kemasyarakatan. Dengan kata lain hak asasi manusia itu adakarena yang memiliki hak-hak
itu adalah manusia sebagai manusia, jadisajauh mana manusia itu spesieshomo sapiens,dan
bukan karena ciri-ciritertentu yang dimiliki.
 Dimensi kontektualitas, yakni menyangkut penerapan hak asasi manusia bila
ditinjau dari tempat berlakunya hak asasi manusia tersebut.Maksudnya adalah ide-ide hak
asasi manusia dapat diterapkan secaraefektif. Sepanjang tempat ide-ide hak asasi manusia
itu memberikansuasana kondusif untuk itu. Dengan kata lain, ide-ide hak asasi manusiaakan
dapat dipergunakan secara efektif dan menjadi landasan etik dalampergaulan manusia,
jikalau struktur kehidupan masyarakat entah itu diBarat maupun di Timur sudah tentu tidak
memberikan tempat bagiterjaminnya hak-hak individu yang ada didalamnya.Berdasarkan
beberapa rumusan pengertian HAM diatas, diperoleh suatukesimpulan bahwa HAM merupakan
hakyang melekat pada diri manusia yangbersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah
dari Allah SWT yangharus di hormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu,
masyarakat, dan negara.

2.2.2 Ciri Pokok HAM


Dalam penerapannya,  hak asasi manusia (HAM)  tidak dapat  dilepaskan  dari kewajiban
asasi manusia (KAM)  dan tanggung jawab asasi manusia (TAM). Ketiganya  merupakan 
keterpaduan  yang berlangsung  secara  seimbang. Bila ketiga unsur  asasi yang melekat  pada
setiap individu manusia (baik dalam tatanan kehidupan pribadi,kemasyarakatan, kebangsaan,
kenegaraan, dan pergaulan global  tidak  berjalan  seimbang  maka  dapat  dipastikan akan 
menimbulkan kekacauan dan kesewenang-wenangan dalam tata kehidupan manusia.

Beberapa  ciri  pokok hakikat  HAM berdasarkan  beberapa  rumusan  HAM di atas, yaitu sebagai
berikut:
a) HAM tidak  perlu  diberikan, diminta,  dibeli,  ataupun  diwarisi.  HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.
b) HAM berlaku untuk semua orang tanpa melihat  jenis kelamin,  ras, agama, etnis, politik,
atau asal-usul sosial dan bangsa.
c) HAM  tidak boleh dilanggar.  Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi  atau 
melanggar  hak  orang  lain.  Orang  tetap  mempunyai  HAM walaupun sebuah negara 
membuat  hukum yang tidak  melindungi  atau melanggar  HAM.  Oleh  karena  itu, 
apabila  HAM  dilanggar  oleh  seseorang  atau lembaga negara atau sejenisnya maka akan
dikenai hukuman.

2.2.3 Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia

a.  Periode  Tahun 1945 – 1950


Pemikiran  HAM pada periode awal kemerdekaan  masih menekankan  pada hak untuk merdeka, 
hak kebebasan  untuk berserikat  melalui  organisasi  politik yang  didirikan  serta  hak 
kebebasan  untuk  menyampaikan pendapat  terutama  di parlemen. Pemikiran  HAM telah 
mendapat  legitimasi  secara  formal  karena  telah memperoleh  pengaturan  dan masuk ke dalam 
hukum dasar negara  (konstitusi), yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun
1945. Bersamaan dengan  itu  prinsip  kedaulatan  rakyat  dan  negara  berdasarkan atas  hukum 
dijadikan sebagai sendi bagi penyelenggaraan negara Indonesia merdeka.
Komitmen terhadap  HAM pada  periode  awal  kemerdekaan  sebagaimana  ditunjukkan  dalam
Maklumat  Pemerintah  tanggal  1 November  1945 yang  tertulis  dalam  buku  30 Tahun
Indonesia Merdeka menyatakan: “…sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum 
sebagai bukti bahwa bagi kita cita-cita  dan dasar  kerakyatan itu benar-benar dasar dan  pedoman
penghidupan  masyarakat  dan  negara  kita.  Mungkin sebagai  akibat  pemilihan  itu  pemerintah 
akan  berganti  dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”
     Langkah selanjutnya  memberikan  keleluasaan  kepada rakyat untuk mendirikan partai 
politik.  Sebagaimana  tertera  dalam  Maklumat  Pemerintah  tanggal  3 November 1945 yang
antara lain menyatakan sebagai berikut.
1)     Pemerintah menyukai timbulnya  partai-partai  politik,  karena dengan adanya partai-partai 
politik  itulah  dapat  dipimpin  ke  jalan  yang  teratur  segala  aliran paham yang ada dalam
masyarakat.
 2)  Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkannya pemilihan 
anggota badan perwakilan  rakyat pada bulan Januari 1946.
     Hal yang sangat penting dalam  kaitan  dengan HAM  adalah  adanya perubahan mendasar 
dan  signifikan  terhadap  sistem  pemerintahan  dari  presidensial menjadi  sistem parlementer,
sebagaimana  tertuang  dalam Maklumat Pemerintah  tanggal  14 November  1945,  yang  tertulis 
dalam  buku  30 Tahun Indonesia Merdeka. Isi Maklumat tersebut adalah sebagai berikut.
    “Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang ketat dengan selamat,
dalam tingkatan  pertama dari usahanya menegakkan diri,  merasa bahwa saat sekarang  sudah
tepat  utnuk  menjalankan macam-macam tindakan  darurat guna menyempurnakan  tata  usaha
negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting  dalam perubahanperubahan susunan kabinet 
baru itu ialah tanggung jawab ada di dalam tangan menteri”.

b.  Periode  Tahun 1950 - 1959


Periode  1950-1959  dalam  perjalanan  negara  Indonesia  dikenal  dengan  sebutan periode
demokrasi parlementer. Pemikiran HAM  pada periode ini mendapatkan momentum  yang sangat
membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat  demokrasi liberal  atau
demokrasi. Parlementer  mendapatkan  tempat  dikalangan  elit  politik.  Seperti  dikemukakan 
oleh  Prof. Bagir  Manan  dalam  buku “Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di
Indonesia  menyatakan bahwa  pemikiran  dan  aktualisasi  HAM pada  periode  ini  mengalami 
“pasang” dan  menikmati  “bulan  madu” kebebasan.  Indikatornya  menurut  ahli  hukum  tata
negara ini ada 5 (lima)  aspek.  Pertama, semakin banyak tumbuh partai-partai politik  dengan
beragam  ideologinya  masing-masing.  Kedua, Kebebasan  pers sebagai  salah satu pilar 
demokrasi betul-betul  menikmati  kebebasannya.  Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari
demokrasi harus berlangsung dalam suasana kebebasan,  fair  (adil) dan demokratis.  Keempat,
parlemen  atau dewan perwakilan rakyat  sebagai  representasi  dari  kedaulatan  rakyat 
menunjukkan  kinerja  dan kelasnya  sebagai  wakil rakyat  dengan melakukan  kontrol  yang
semakin  efektif terhadap  eksekutif.  Kelima, wacana  dan pemikiran  tentang HAM mendapatkan
iklim  yang  kondusif  sejalan  dengan  tumbuhnya  kekuasaan  yang  memberikan ruang
kebebasan. Dalam perdebatan di Konstituante misalnya, berbagai partai politik yang berbeda
aliran dan ideologi sepakat tentang substansi HAM  universal dan pentingnya  HAM  masuk
dalam UUD  serta menjadi bab tersendiri. Bahkan diusulkan oleh anggota Konstituante
keberadaannya mendahului bab-bab UUD.
 c. Periode  Tahun 1959 - 1966 Pada  periode  ini  sistem  pemerintahan  yang  berlaku  adalah 
sistem  demokrasi terpimpin  sebagai reaksi penolakan  Soekarno terhadap  sistem demokrasi
parlementer. Pada sistem  ini  (demokrasi  terpimpin),  kekuasaan  terpusat  dan berada di tangan
Presiden.  Akibat dari sistem demokrasi  terpimpin, Presiden melakukan tindakan 
inkonstitusional,  baik pada tataran  suprastruktur politik  maupun dalam tataran  infrastruktur 
politik.  Dalam  kaitan  dengan  HAM, telah  terjadi  pemasungan hak  asasi  manusia,  yaitu  hak 
sipil  dan  hak  politik  seperti  hak  untuk  berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran
dengan tulisan. Dengan kata lain, telah terjadi  sikap restriktif (pembatasan  yang ketat oleh
kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga negara.

d. Periode  Tahun 1966 - 1998


Setelah  terjadi  peralihan  pemerintahan  dari  Soekarno  ke Soeharto,  ada semangat  untuk 
menegakkan  HAM. Pada  masa  awal  periode  ini  telah  diadakan berbagai  seminar  tentang 
HAM. Salah  satu  seminar  tentang  HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan  gagasan tentang  perlunya  pembentukan pengadilan HAM,  pembentukan
komisi, dan pengadilan  HAM  untuk wilayah Asia. Selanjutnya, pada tahun 1968 diadakan 
Seminar  Nasional Hukum II yang merekomendasikan  perlunya hak uji materiil  (judicial 
review) guna melindungi HAM. Hak uji  materiil  tidak  lain  diadakan  dalam  rangka
pelaksanaan  TAP  MPRS No.  XIV/MPRS/1966. MPRS  melalui  Panitia  Ad Hoc  IV  telah
menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam  Piagam tentang  Hak-Hak  Asasi Manusia dan
Hak-Hak serta Kewajiban  Warga Negara. Dalam buku  30 Tahun Indonesia Merdeka, Ketua
MPRS,  A.H. Nasution dalam  pidatonya menyatakan  sebagai berikut.
  “Isi hakikat  daripada Piagam tersebut adalah hak-hak yang dimiliki  oleh manusia sebagai
ciptaan  Tuhan yang dibekali  dengan hak-hak asasi, yang berimbalan dengan kewajiban-
kewajiban.  Dalam pengabdian sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa manusia  melakukan
hak-hak dan kewajibankewajibannya  dalam hubungan  yang  timbal  balik:  a. antarmanusia
dengan manusia; b. antarmanusia dengan Bangsa, Negara dan Tanah  Air; antarBangsa.
      Konsepsi HAM ini sesuai dengan kepribadian Pancasila yang  menghargai  hak  individu 
dalam  keselarasannya  dengan  kewajiban individu terhadap masyarakat”. Sementara  itu, pada
sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM di Indonesia
mengalami  kemunduran, karena HAM  tidak lagi dihormati,  dilindungi  dan ditegakkan. 
Pemikiran  penguasa pada masa ini sangat diwarnai oleh sikap penolakannya terhadap HAM 
sebagai produk Barat dan individualistik  serta bertentangan  dengan paham kekeluargaan yang
dianut bangsa Indonesia.  Pemerintah  pada  masa  ini  bersifat  mempertahankan  produk hukum
yang umumnya  membangun  pelaksanaan  HAM. Sikap pemerintah  tercermin dalam  ungkapan
bahwa  HAM  adalah  produk pemikiran  Barat  yang  tidak  sesuai dengan  nilai-nilai  luhur
budaya bangsa yang tercermin  dalam  Pancasila.  Selain itu,  Bangsa Indonesia  sudah terlebih 
dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang  dalam  rumusan  UUD  1945  yang  lahir  lebih 
dulu  dibandingkan  dengan Deklarasi  Universal  HAM. Selain  itu,  sikap  pemerintah  ini 
didasarkan  pada anggapan  bahwa isu HAM seringkali  digunakan  oleh negara-negara  Barat 
untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Meskipun
mengalami  kemandegan  bahkan  kemunduran,  pemikiran  HAM nampaknya terus ada pada
periode ini terutama  di kalangan masyarakat yang dimotori  oleh  lembaga  swadaya  masyarakat 
(LSM) dan  akademisi  yang fokus terhadap penegakan HAM.
    Upaya masyarakat  dilakukan melalui  pembentukan jaringan  dan lobi internasional terkait 
dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti  kasus  Tanjung  Priok,  kasus  Kedung  Ombo, 
kasus  DOM  di  Aceh,  kasus Irian Jaya, dan sebagainya. Upaya  yang dilakukan  oleh
masyarakat  menjelang  periode  1990-an nampaknya memperoleh  hasil yang menggembirakan 
karena terjadi  pergeseran strategi  pemerintah  dari represif dan defensif ke strategi akomodatif 
terhadap tuntutan  yang berkaitan  dengan  penegakan  HAM. Salah satu sikap akomodatif
pemerintah  terhadap tuntutan penegakan HAM  adalah  dibentuknya Komisi Nasional  Hak 
Asasi  Manusia  (KOMNAS  HAM)  berdasarkan  KEPRES  Nomor 50  Tahun 1993 tertanggal  7
Juni 1993. Lembaga ini bertugas  untuk memantau  dan menyelidiki  pelaksanaan  HAM serta 
memberi  pendapat,  pertimbangan,  dan saran kepada  pemerintah perihal  pelaksanaan  HAM.
Selain  itu, Komisi ini bertujuan untuk  membantu  pengembangan  kondisi-kondisi  yang
kondusif bagi  pelaksanaan HAM yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia  Tahun 1945  (termasuk hasil  amandemen  Undang-Undang  Dasar
Negara Republik  Indonesia  Tahun 1945), Piagam  PBB, Deklarasi Universal HAM,  Piagam 
Madinah, Khutbah  Wada’, Deklarasi Kairo, dan deklarasi  atau perundang-undangan lainnya
yang terkait dengan penegakan HAM.
 e. Periode  Tahun 1998 - Sekarang
    Pergantian  pemerintahan  pada  tahun  1998 memberikan  dampak  yang  sangat besar  pada 
pemajuan  dan  perlindungan  HAM di  Indonesia.  Pada  saat  ini  dilakukan pengkajian  terhadap
beberapa kebijakan  pemerintah  pada masa orde baru yang berlawanan  dengan  pemajuan  dan
perlindungan  HAM. Selanjutnya,  dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan  dengan pemberlakuan HAM dalam  kehidupan  ketatanegaraan  dan kemasyarakatan  di
Indonesia. Demikian  pula  pengkajian  dan  ratifikasi  terhadap  instrumen  HAM  internasional
semakin  ditingkatkan.  Hasil  dari  pengkajian  tersebut  menunjukkan  banyaknya norma  dan
ketentuan  hukum nasional  khususnya yang terkait  dengan  penegakan HAM diadopsi dari
hukum dan instrumen internasional dalam bidang HAM.
     Strategi  penegakan  HAM pada periode  ini  dilakukan  melalui  dua tahap,  yaitu tahap  status 
penentuan  (prescriptive  status)  dan  tahap  penataan  aturan  secara konsisten (rule consistent 
behaviour). Pada  tahap  status penentuan  (prescriptive status) telah  ditetapkan  beberapa 
ketentuan  perundang-undangan  tentang  HAM, seperti amandemen  konstitusi negara (Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945), ketetapan MPR  (TAP  MPR),  Undang-
Undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Adapun, tahap 
penataan  aturan  secara  konsisten  (rule  consistent  behaviour) mulai  dilakukan pada  masa 
pemerintahan  Presiden Habibie.  Tahapl  ini  ditandai dengan penghormatan  dan pemajuan 
HAM dengan dikeluarkannya  TAP  MPR No.  XVII/MPR/1998  tentang  HAM  dan 
disahkannya  (diratifikasi)  sejumlah konvensi HAM,  yaitu Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan Kejam Lainnya  dengan  UU  Nomor  5/1999;  Konvensi  ILO  Nomor  87  tentang 
Kebebasan Berserikat  dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi dengan keppres Nomor
83/1998;  Konvensi  ILO  Nomor  105  tentang  Penghapusan  Kerja  Paksa  dengan  UU Nomor 
19/1999;  Konvensi  ILO  Nomor  111  tentang  Diskriminasi  dalam  Pekerjaan dan  Jabatan 
dengan  UU  Nomor  21/1999;  Konvensi  ILO  Nomor  138  tentang  Usia Minimum untuk
Diperbolehkan Bekerja dengan UU  Nomor 20/1999. Selain itu,  juga  dicanangkan  program
“Rencana  Aksi Nasional  HAM” pada  tanggal  15 Agustus 1998 yang didasarkan pada empat hal
sebagai berikut.
 1.  Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM.
2.  Desiminasi informasi dan pendidikan bidang HAM.
3.  Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM.
4.  Pelaksanaan isi perangkat internasional  di bidang HAM yang telah diratifikasi  
    melalui perundang-undangan nasional.  

2.2.4 Kasus-Kasus Pelanggaran Ham yang Pernah Terjadi di Indonesia

a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :


1. Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
  menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.

b. Kasus pelanggaran HAM yang ringan, meliputi :


1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

Beberapa kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia, di antaranya sebagai
berikut:
a. Kerusuhan Tanjung Priok, tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini sebanyak 24
Orang tewas, 36 orang luka berat dan 19 orang luka ringan.
b. Pelanggaran HAM di daerah konflik yang diberi status Daerah Operasi Militer (DOM), di
Aceh. Peristiwa ini telah menimbulkan bentuk-bentuk pelanggaran HAM terhadap penduduk
sipil yang berupa penyiksaan, penganiayaan, dan pemerkosaan yang berulang-ulang dan
dengan pola yang sama.
c. Sepanjang tahun 80-an, dalam rangka menanggulangi aksi-aksi kriminal yang semakin
meningkat, telah terjadi pembunuhan terhadap “para penjahat” secara misterius yang terkenal
dengan istilah “petrus” (penembakan misterius).
d. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam kasus ini
korban yang meninggal antara lain: Hery Hartanto, Elang Mulya Lesmana, Hendrawan Sie,
Hapidin Royan dan Alan Mulyadi.
e. Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini lima orang korban
meninggal, yaitu Bernadus Irmawan, Teddy Mahdani Kusuma, Sigit Prsetyo, Muzamil Joko
Purwanto dan Abdullah. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24
September 1999 yang memakan lima orang korban meninggal yaitu Yap Yun Hap, Salim
Ternate, Fadli, Denny Yulian dan Zainal.
f. Pembunuhan Munir sebagai Aktivis HAM Indonesia, pada tanggal 7 September 2004. Munir
tewas dalam  perjalanan  udara dari Jakarta ke Amsterdam.  Munir tewas akibat
racun  arsenic  yang kadarnya sangat mematikan.
g. Kasus Bulukumba merupakan kasus yang terjadi pada tahun 2003. Dilatar belakangi oleh PT.
London Sumatra (Lonsum) yang melakukan perluasan area perkebunan, namun upaya ini
ditolak oleh warga sekitar. Polisi Tembak Warga di Bulukumba. Anggota Brigade Mobil
Kepolisian Resor Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilaporkan menembak seorang warga Desa
Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Senin (3 Oktober 2011) sekitar pukul 17.00
Wita. Ansu, warga yang tertembak tersebut, ditembak di bagian punggung. Warga Kajang
sejak lama menuntut PT London mengembalikan tanah mereka.
h. Pembantaian Massal Komunis (PKI) 1965 Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan
dan penyiksaan terhadap orang yang dituduh sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada
saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia
dengan anggotanya yang berjumlah jutaan. Pihak militer mulai melakukan operasi dengan
menangkap anggota komunis, menyiksa dan membunuh mereka. Sebagian banyak orang
berpendapat bahwa Soeharto diduga kuat menjadi dalang dibalik pembantaian 1965 ini.
Dikabarkan sekitar satu juta setengah anggota komunis meninggal dan sebagian menghilang.
Ini jelas murni terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.
i. Pembantaian Santa Cruz Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia,
yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer (anggota TNI) dengan menembak warga sipil di
Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor Timur pada 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil
yang sedang menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh
anggota militer Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil
mengalami luka-luka bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini
murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan
merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Indonesia dan membentuk
negara sendiri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
    Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap
individu
2.      Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun
penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan
pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan
3.   Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hokum tertulis
yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara).
Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam
peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden
dan peraturan pelaksanaan lainnya.
4.   Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.

B. SaranKepada para pembaca agar lebih banyak mencari informasi tentang pelanggaran
-pelanggaran ham yang terjadi saat ini.
 
 Daftar Pustaka
Widodo,SRI, dkk.2011 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. (Jakarta:Balai Ilmu

1980).

Soekarno.2006.Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. (Media Presindo :

Yogyakarta.1886).

Hilter, Adolf.2008. Mein Kamf. The Philosophy of Rule of Law.Translate by

Harmondswort. New York.

Gentile,Giovani.1928.The Philosophy of The Modern State.Translate by H.W. Schneider.

Oxfor: NewYork.

Soekarno.2006. Pendidikan Pancasila. (Media Presindo : Yogyakarta).

Westergarad,J.andResler,H.1976.Class in Capitalist Society.Penguin, Harmondswort :

Middx.

http://www.mediaberita.net/2012/05/pengertian-ruleoflaw-friedmandi.html

http://www.gudangmateri.com/2011/prinsi-prinsip-ruleoflaw-dan-html

http://www.scribd.com/doc/15964480/penegakan-ruleoflaw-diIndonesia.com

Arifin,  Anwar.  2003.  Komunikasi Politik  (Paradigma  –  Teori –  Aplikasi – Strategi  dan 
Komunikasi  Politik  Indonesia).  Jakarta:  Balai  Pustaka, Bakry,  Noor  Ms.  2009.  Pendidikan 
Kewarganegaraan.  Yogyakarta:  Pustaka Pelajar. Budiardjo,  Miriam.  2010.  Dasar-Dasar  Ilmu
Politik.  Jakarta:  PT.  Gramedia Pustaka Utama. Budimansyah, Dasim. 2002.  Model
Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Bandung: Ganesindo Busrizalti,  H.  M.  2013.  Hukum
Pemda: Otonomi Daerah dan Implikasinya, Yogyakarta :  Total Media. Busroh,  Abu Daud.
2009.  Ilmu Negara. Jakarta: Bumi  Aksara. Darmodihardjo,  Dardji.  dkk.  1991.  Santiaji 
Pancasila,  Surabaya:  Usaha Nasional, Erwin, Muhammad. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Bandung : Refika  Aditama. Gaffar,  Affan. 2004.  Politik Indonesia; Transisi
Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamidi,  Jazim  dan  Mustafa  Lutfi.  2010. 
Civic  Education:  Antara  Realitas Politik  dan Implementasi Hukumnya.Jakarta:   PT.  Gramedia
Pustaka Utama. Hatta.  Mohammad.1980.  Dasar Politik  Luar Negeri  Republik  Indonesia,
Jakarta Jimnung,  Martin  2005.  Politik  Lokal dan Pemerintah  Daerah dalam Perspektif Otonomi
Daerah.  Yogyakarta: Pustaka Nusatama.

Anda mungkin juga menyukai