Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “ Uji Antagonis Trichoderma sp. sebagai Biofungisida terhadap
Fuasarium oxisporum Schlecht.f.sp. Penyebab Busuk Umbi Pada Bawang Merah
secara in vitro.

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan menguji dan mengetahui potensi jamur antagonis
Trichoderma sp. sebagai biofungisida terhadap bakteri patogen Fuasarium oxisporum
Schlecht.f.sp. Penyebab Busuk Umbi Pada Bawang Merah secara in vitro.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bawang Merah


Bawang merah (Allium cepa var ascalonicum L.) family Lilyceae yang
berasal dari Asia Tengah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sering

2.2 Penyakit Busuk Umbi oleh patogen Fusarium oxisporum

2.3 Biofungisida ( Agen Hayati

3
2.4 Sistem Irigasi
Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian.
Oleh karena itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka
penyediaan air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai
keperluan usaha tani, maka air (irigasi) harus diberikan dalam jumlah, waktu, dan
mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya yang
pada gilirannya akan mempengaruhi produksi pertanian. Irigasi merupakan kegiatan
penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan
memanfaatkan air yang berasal dari air permukaan dan tanah (Kartasaputra, 1994).
Tujuan irigasi secara umum adalah menjamin keberhasilan produksi tanaman
dalam menghadapi kekeringan jangka pendek, mendinginkan tanah sehingga
berperan dalam pertumbuhan tanaman, mengurangi bahaya cekaman kekeringan,
mencuci garam dalam tanah, melunakkan lapisan gumpalan-gumpalan tanah,dan
pengangkut bahan-bahan pupuk dalam perbaikan tanah.

2.4.1. Jenis-Jenis Irigasi


Pemilihan sistem irigasi untuk suatu daerah tergantung dari keadaan
topografi, biaya, dan teknologi yang tersedia. Berikut ini akan dibahas empat jenis
sistem irigasi.
a. Irigasi Gravitasi (Open Gravitation Irrigation)
Sistem irigasi ini memanfaatkan gaya gravitasi bumi untuk pengaliran airnya.
Dengan prinsip air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah
karena ada gravitasi. Jenis irigasi yang menggunakan sistem irgiasi seperti ini adalah:
1. Irigasi genangan liar
Irigasi mengalirkan air ke permukaan sawah melalui bangunan pengatur
meliputi:
1) Irigasi Tanah Lebak
Pada Irigasi Tanah Lebak (Lebak tanah yang lebih rendah di sepanjang
sungai) pada saat air besar (sehabis hujan),air akan melimpah ke sisi sungai. Pada
saat air surut maka ada sedikit sisa air yang tertinggal.

4
2) Irigasi Banjir
Prinsip irigasi banjir ini hampir sama dengan irigasi tanah lebak, yang
membedakan pada irigasi banjir dataran di sisi sungai bukan dataran lebak sehingga
diperlukan pintu air. Pinti air dibuka sewaktu sungai mulai banjir agar air dapat
mengairi dataran sisi sungai. Bila air mulai surut maka pintu air ditutup agar air tidak
kembali ke sungai.
3) Irigasi Pasang Surut
Sistem irigasi ini memanfaatkan pasang surut dari air laut untuk mengairi
sawah. Irigasi pasang surut ini dapat dikendalikan sepenuhnya dengan cara pada saat
air pasang diharapkan lapisan air bagian atas yang masih tawar dapat memenuhi
kebutuhan lahan. Sedangkan pada saat surut dilakukan proses drainase.
b. Irigasi Siraman (Close Gravitation Irrigation)
Pada sistem irigasi ini air dialirkan melalui jaringan pipa dan disemprotkan ke
permukaan tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini biasanya digunakan
apabila topografi daerah irigasi tidak memungkinkan untuk penggunaan irigasi
gravitasi
c. Irigasi Bawah Permukaan (Sub-surface Irrigation)
Pada sistem ini air dialirakan dibawah permukaan melalui saluran-saluran
yang ada di sisi-sisi petak sawah. Adanya air ini mengakibatkan muka air tanah pada
petak sawah naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah penakaran secara
kapiler sehingga kebutuhan air akan dapat terpenuhi.
d. Irigasi Tetesan (Trickle Irrigation)
Air dialirkan melalui jaringan pipa dan diteteskan tepat di daerah penakaran
tanaman dengan menggunakan mesin pompoa sebagai tenaga penggerak. Perbedaan
jenis sistem irigasi ini dengan sistem irigasi siraman adalah pipa tersier jalurnya
melalui pohon, tekanan yang dibutuhkan kecil (1 atm).

5
2.5 Sumber Daya Air Lahan Gambut
Lahan gambut tropis memiliki keragaman sifat fisik dan kimia yang besar,
baik secara spasial maupun vertical. Karakteristiknya sangat ditentukan oleh
ketebalan gambut, substratum atau tanah mineral dibawah gambut, kematangan, dan
ada tidaknya pengayaan dari luapan sungai disekitarnya. Karakteristik lahan dijadikan
acuan arah pemanfaatan lahan gambut untuk mencapai produktuvitas yang tinggi dan
berkelanjutan.
Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan harus dimulai dari
perencanaan penataan lahan yang disesuaikan dengan karakteristik lahan gambut
setempat, dan komoditas yang akan dikembangkan. Lahan gambut memiliki daya
hantar hidrolik yang tinggi, baik secara vertical maupun horizontal. Oleh karena itu,
saluran drainase sangat menentukan kondisi muka air tanah. Kunci pengendalian
muka air tanah adalah mengatur dimensi saluran drainase, terutama kedalamannya,
dan mengatur pintu air. Menurunkan muka air tanah sangat diperlukan untuk menjaga
kondisi media perakaran tetap dalam kondisi aerob.
Pengendalian air dengan mengatur tinggi air disaluran drainase dengan
mengatur pintu air adalah salah satu tindakan mitigasi emisi C02 yang terjadi. Salah
satu komponen penting dalam pengaturan tata air lahan gambut adalah bangunan
pengendali berupa pintu air atau canal blocking disetiap saluran. Pintu air berfungsi
untuk mengatur muka air tanah, disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Mengingat
gambut memiliki daya hantar hidrolik yang tinggi, maka dalam satu saluran
diperlukan beberapa pintu canal blocking membentuk cascade. Kondisi gambut yang
terdrainase juga akan mempercepat terjadinya dekomposisi yang berarti akan
mempercepat terjadinya kematangan gambut. Gambut yang matang memberikan
keuntungan dalam proses budidaya tanaman, namun disisi lain akan mempercepat
terjadinya penyusutan pada gambut itu sendiri.

6
2.6 pH Tanah
pH tanah sangat penting untuk diketahui karena akan menentukan dapat atau
tidak suatu unsur hara dalam tanah diserap oleh akar tanaman. pH adalah tingkat
keasaman atau kebasa-an suatu bendayang diukur dengan menggunakan skala pH
antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa
mempunyai pH antara 7 hingga 14. pH netral bernilai 7 ( Odum, 1971).
pH tanah diperlukan tanaman dalam jumlah yang sesuai, jika pH tanah
semakin tinggi makan unsur hara akan semakin sulit diserap tanaman, demikian juga
sebaliknya jika terlalu rendah akar juga akan kesulitan menyerap menyerap
makanannya yang berada dalam tanah. Akar tanaman akan mudah menyerap unsur
hara atau pupuk jika pH dalam tanah sedang sedang saja ( cenderung netral).
Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5 , nitrogen dalam bentuk
nitat menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain posfor akan tersedia bagi tanaman
pada pH antara 6,0 hingga 7,0. Beberapa bakteri membantu tanaman mendapatkan N
dengan mengubah N di atmosfer menjadi bentuk N yang dapat digunakan oleh
tanaman. Bakteri ini hidup di dalam nodule akar tanaman legume ( seperti alfalfa dan
kedelai) dan berfungsi secara baik bilamana bakteri tersebut hidup tumbuh pada tanah
dengan pH yang sesuai.

7
III. MATERI DAN METODE

3.1. Pengukuran Curah Hujan

3.2. Menghitung Evapotranspirasi dan Kebutuhan Tanaman


3.3. Pengukuran Debit Air Saluran Terbuka dan Menghitung Lama Wakru
Irigasi
3.4. Pengamatan Sistem Irigasi
3.4.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 15 Juni 2019 pada pukul 08.00 –
selesai di Desa Patapahan, Kecamatan Kampar Timur .

3.4.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah peralatan tulis,
pakaian lapang, kamera, dan daftar wawancara.

3.4.3. Metode Praktikum


Metode praktikum pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan komunikasi dengan pihak Dinas Bina Marga Wilayah Kampar
untuk meminta izin melalukan praktikum di wilayah tersebut.
2. Membuat kesepatakan jadwal pelaksanaan praktikum
3. Mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan praktikum diantaranya
kelengkapan pakaian lapang, peralatan tulis, dan daftar wawancara.
4. Hadir tepat waktu sampai dilokasi sarana irigasi.
5. Ikuti peraturan yang ada di daerah irigasi tersebut.
6. Bekerja hati-hati pada saat lokasi terutama saat di areal irigasi karena dapat
membahayakan.
7. Memperhatikan dengan saksama penjelasan dari instruktur dan petugas
lapangan di daerah irigasi yang bersangkutan

8
8. Amati dan catat setiap papan pengumuman atau keterangan yang ada disetiap
bangunan air. Hal – hal yang dianggap kurang jelas dapat ditanyakan kepada
petugas. Penjelasan tentang irigasi oleh petugas disimak sdengan sebaik
baiknya dan dicatat.
9. Amati dan catat :
 System pengambilan air dan sumbernya
 Saluran irigasi primer, sekunder, tersier dan kuarter
 Luas daerah yang dialiri dan jenis tanaman yang ada
 Tipe bangunan yang ada seperti bangunan bagi, bangunan ukur debit,
sipon, dan sebagainya.
10. Lakukan pengamatan beberap bangunan air oleh petani di daerah irigasi
setempat.
11. Lakukan pengambilan foto untuk dokumentasi
12. Lakukan pertanyaan ulang apabila masih ada data yang perlu di konfirmasi
13. Mengucapkan terimkasih kepada pihak Dinas atas pelaksanaan praktikum
tersebut.

3.5. Pengelolaan Sumber Daya Air Lahan Gambut


3.5.1. Waktu dan Tempat
Pratikum ini dilakukan di lahan gambut sekitaran Fakultas Pertanian dan
Peternakan UIN SUSKA RIAU. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal
17 Juni 2019. Waktu praktikum dimulai pukul 10:00 WIB – Selesai
3.5.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah lahan gambut
disekitar kampus UIN Suska Riau, tongkat kayu yang lurus, metran, dan alat tulis
yang dianggap perlu.

3.5.3. Metode Praktikum


Metode praktikum yang dilakukan adalah :

9
1. Tentukan lokasi kanal / saluran air di lahan gambut yang memilki kondisi
untuk areal pertanian dan kawasan hutan sekunder disekitar lingkungan UIN
Suska Riau masing-masing 3 titik ulangan
2. Ukur kedalam dan lebar saluran air
3. Ukur kedalam air gambut dengan cara memasukkan tongkat kayu kedalam
saluran air dubagian tengah kemudia angkat dan ukur menggunakan meteran .
4. Ukur tinggi muka air gambut menggunakan meteran dari permukaan tanah
sampai batas air gambut.
5. Menentukan tingkat kematangan gambut yang dilakukan dengan cara :
 Bila kandungan serat yang tertinggsl dalam telapak tangan setelah diperas
adalah tiga perempat bagian atau lebih ≥ ¾ , maka tanah gambut tersebut
digolongkan kedalam jenis fibrik
 Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah
pemerasan kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian atau lebih
( < ¾ – ¼ ), maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis
hemik
 Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah
pemerasan kurang dari seperempat bagian ( < ¼ ) maka tanah gambut
tersebut digolongkan kedalam jenis saprik
 Cara lain untuk membedakan tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut
adalah dengan memperhatikan warna. Jenis tanah gambut fibrik akan
memperlihatkan warna hitam muda ( agak terang), kemudian disusul
hemik dengan warna hitam agak gelap dan sterusnya saprik berwarna
hitam gelap.

3.6. Menentukan pH Tanah Secara Sederhana


3.6.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 15 Juni 2019 pada pukul 08.00 –
selesai di Desa Patapahan, Kecamatan Kampar Timur .

10
3.6.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kertas lakmus atau pH
indikator, gelas aqua, sendok teh. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air aqua,
sampel tanah yang terdiri dari tanah gambut tak terganggu, tanah gambut terganggu,
dan air gambut.

3.6.3. Metode Praktikum


1. Ambil sedikit sampe tanah dan air aqua dengan perbandingan 1 : 1
2. Masukkan ke dalam aqua gelas
3. Aduk aduk hingga benar-benar homogeny
4. Biarkan beberapa menit hingga campuran air dan tanah tadi memisah
( tanahnya mengendap)
5. Setelah airnya terlihat agak jernih masukkan ujung pH indikator kedalan
campuran tadi ( sekitar 1 menit) tetapi jangan sampai mengenai tanahnya.
Setelah itu cocokkan bagan warna petunjuknya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kartasapoetra, A.G, Mul Mulyani. 1994. Teknologi Pengairan Pertanian ( Irigasi).


Jakarta: Erlangga.

Odum. 1971. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Yogyakarta : Gadjah Mada University


Press.

12
13
14
15
16
17
1

Anda mungkin juga menyukai