Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuhnya. Untuk itu

bahan pangan atau biasa kita sebut dengan “makanan” perlu diperhatikan jenis dan

mutunya agar aman dikonsumsi. Makanan pada umumnya tersusun atas air, protein,

karbohidrat, lemak, vitamin, serat dan mineral. Komponen tersebut berperan penting

dalam memberikan karakter terhadap makanan baik sifat fisik, kimia maupun

fungsinya. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang pangan, berbagai jenis

makanan dapat dibuat lebih awet, lebih menarik, lebih aman, lebih enak serta praktis

bagi konsumen (Nur’an, 2011).

Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,

tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit

atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan

teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, personel dan

perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika

(Depkes RI, 2003).

Dalam kegiatan proses produksi makanan, pentingnya tindakan higiene sanitasi

merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap hasil

produksi. Dalam rencana pembangunan jangka panjang dibidang kesehatan seperti

disebutkan dalam sistem kesehatan nasional. Salah satu upaya yang diprogramkan

Universitas Sumatera Utara


adalah peningkatan kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan mencakup aspek

yang luas, salah satu diantaranya adalah higiene sanitasi makanan (Depkes, 2004)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, maka yang disebut

dengan Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak

digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan kandungan khas makanan.

Bahan tambahan makanan tersebut mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang

dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada

pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,

penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan

menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi

sifat khas makanan tersebut (Mukono, 2010).

Seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang

bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai

bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu

logam berat pada zat pewarna tesebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain

disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan

disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan

harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk

bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan nonpangan. Lagi pula,

warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik (Cahyadi, 2009).

Penggunaan pewarna pada pangan telah diatur oleh pemerintah mengenai

pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan, pewarna yang diizinkan serta batas

Universitas Sumatera Utara


penggunaanya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Namun tetap saja

masyarakat terutama produsen pangan menggunakan bahan pewarna yang dilarang dan

berbahaya bagi kesehatan. Sebagai contoh sering ditemukan pada kasus pada IRTP

(Industri Rumah Tangga-Pangan) menggunakan pewarna untuk tekstil atau cat yang

umumnya berwarna cerah, lebih stabil selama penyimpanan serta harganya lebih

murah namun mereka belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna tersebut

(Nur’an, 2011).

Jenis olahan berbahan baku kedelai berupa tempe maupun olahan lain terus

berkembang setiap tahunnya. Berbagai macam olahan kedelai kini sudah banyak

tersedia, baik dipasar tradisional maupun di pasar modern. Saat ini olahan tersebut

tidak hanya dianggap sebagai panganan murah, tetapi juga sebagai salah satu alternatif

pangan sehat yang penjualannya sudah mulai meningkat di Indonesia, bahkan mulai

merambah pasar ekspor (Dahana, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Valentine (2009) diketahui dari 12 sampel

terdapat 1 sampel kue apem mengandung zat pewarna yang tidak di izinkan yaitu

Ponceau 3R dengan kadar 96 mg/kg, 2 sampel mengandung zat pewarna yang di

izinkan tetapi melebihi kadar penggunaan, dan 6 sampel yang lain mengandung zat

pewarna yang di izinkan dan memenuhi syarat kesehatan. Begitu juga dengan hasil

penelitian Sonianjar (2007) diketahui dari 12 sampel manisan jambu biji ada 8 sampel

yang mengandung pewarna Green S, Penelitian yang dilakukan oleh Tresniani (2003),

di Tangerang menunjukkan terdapat 3 tempat produksi tahu yang mengandung metanil

yellow. Berdasarkan pemberitaan di Televisi ditemukan produsen tempe menggunakan

pewarna tekstil. Saat menaburi kedelai dengan ragi, produsen tempe menggunakan

Universitas Sumatera Utara


pewarna tekstil yang jika dikonsumsi manusia bisa mengundang penyakit serius.

Pewarna tekstil mengandung zat kimia berbahaya dan diklasifikasikan sebagai bahan

kimia yang bisa menyebabkan kanker.

Sampel tempe yang dicurigai mengandung zat kimia berbahaya, berupa tempe

yang siap dipasarkan maupun dalam bentuk olahan, diuji di laboratorium Dinas

Kesehatan Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Hasilnya, dari keempat sampel tempe

yang diuji, ada yang positif mengandung pewarna tekstil, zat kimia bukan untuk

makanan. Tempe yang mengandung zat kimia berbahaya apabila dikonsumsi terus

menerus akan terakumulasi dalam tubuh dan berdampak negatif jangka panjang

terhadap kesehatan tubuh ( Aninomous, 2011).

Pengawasan terkordinasi dari semua pihak terhadap pelanggaran pengolahan

tempe yang merupakan industri rumahan dinilai masih amat kurang. Alasan produsen

tempe menggunakan pewarna sebagai penarik dagangannya. Tempe yang diberi

pewarna secara fisik lebih menarik karena biji kedelai terlihat cerah dan warna tempe

terlihat kekuning – kuningan ( Aninomous, 2011).

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang produsen tempe di

kelurahan Tanjung Sari pada tanggal 02 Desember 2011 menyatakan bahwa ada

produsen tempe lain yang menambahkan zat pewarna sewaktu pengolahan tempe.

Dampak yang terjadi akibat penggunaan zat pewarna metanil yellow dapat

berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya

kanker pada kandung kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit

perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjut

yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran kemih (Kristanti, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Alasan inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian

tentang pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan dan pemeriksaan zat pewarna metanil

yellow pada hasil industri pengolahan tempe yang di jual di Pasar Sei Sikambing Kota

Medan Tahun 2012.

1.2 Perumusan Masalah

Hasil olahan kedelai berupa tempe yang banyak dikonsumsi oleh berbagai

kalangan masyarakat. Jadi perlu diperhatikan higiene sanitasi pengolahannya.

Berdasarkan bahaya penggunaaan zat pewarna yang tidak diizinkan, maka perlu

dilakukan pemeriksaan zat pewarna metanil yellow pada hasil industri pengolahan

tempe yang dijual di Pasar Sei Sikambing Kota Medan Tahun 2012.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan dan melakukan

pemeriksaan zat pewarna metanil yellow pada hasil industri pengolahan tempe yang

dijual di Pasar Sei Sikambing Kota Medan Tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khususnya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik produsen tempe yang menjual hasil produksi di

Pasar Sei Sikambing Kota Medan tahun 2012

2. Untuk mengetahui higiene sanitasi pemilihan bahan baku tempe

3. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyimpanan bahan baku tempe

Universitas Sumatera Utara


4. Untuk mengetahui higiene sanitasi cara pengolahan tempe

5. Untuk mengetahui higiene sanitasi pengemasan tempe

6. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyimpanan tempe

7. Untuk mengetahui higiene sanitasi pengangkutan tempe

8. Untuk mengetahui ada tidaknya zat pewarna metanil yellow pada hasil industri

pengolahan tempe yang dijual di pasar Sei Sikambing Medan tahun 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam hal

pengawasan higiene sanitasi pengolahan makanan

2. Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih

memperhatikan penggunaan zat pewarna sintetik yang dilarang seperti metanil

yellow khususnya di industri rumah tangga

3. Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai