Anda di halaman 1dari 18

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

MAKALAH

(Untuk Memenuhi Tugas Perpajakan Lanjutan)

Disusun Oleh

Kelompok 3

Guruh Putra Arka (1611021031)


Desrina Refi (1711021010)
Anugrah Muzia Lani (1711021012)
Bella Utami Putri (1711021014)
Shavira Alifsya Irzain (1711022006)
Agustina Putri Manisha (1711022024)

3B D4 AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang Pajak Penghasilan
PPh Pasal 26, makalah ini kami buat untuk memenuhi keperluan atau tugas pada
mata kuliah Perpajakan Lanjutan. Adapun materi yang dibahas dalam makalah ini
yaitu Untuk mengetahui dan memahami Pajak Penghasilan Pasal 26.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan kami mohon
agar dapat dimaklumi. Dalam menyelesaikan makalah ini tidak luput dari bantuan
pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing serta memberi dorongan
kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu menyelesaikan tugas makalah ini dan juga kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun diri kami dan demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini berguna dan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat kepada kita semua.

Padang, 24 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3


2.1 Pemahaman Perpajakan............................................................................3
2.1.1 Pengertian Pajak.............................................................................3
2.1.2 Pengertian Wajib Pajak..................................................................3
2.1.3 Fungsi Pajak...................................................................................3
2.2 Pemahaman Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.....................4

BAB III PEMBAHASAN..............................................................................6


3.1 Pengertian PPh Pasal 26...........................................................................6
3.2 Subjek dan objek PPh Pasal 26................................................................6
3.3 Pemotong dan Pihak yang Dipotong di dalam PPh Pasal 26...................7
3.4 Tarif dan Perhitungan PPh Pasal 26.........................................................9
3.5 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26...........12

BAB IV PENUTUP........................................................................................14
4.1 Kesimpulan...............................................................................................14
4.2 Saran.........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................15

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. BUT
merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan
subjek pajak badan. Negara domisili dari wajib pajak Luar Negeri selain yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak Luar
Negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial
owner).

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai


kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu 
seperti kepentingan rakyat,pendidikan,kesejahteraan rakyat,kemakmuran rakyat
dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai suatu
Negara.

Pemungutan pajak yang dilakukan  oleh pemerintah merupakan sumber terpenting


dari penerimaan Negara. Lagi pula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan
indikator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya
melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan
dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa
pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat.

Dalam ketentuan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, terdapat


empat jenis PPh Pasal 26 yaitu PPh Pasal 26 (1), Pasal 26 ayat (2), Pasal 26 ayat
(2a) dan Pasal 26 ayat (4). Masing-masing jenis PPh memiliki ruang lingkup
tersendiri.
1
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari PPh Pasal 26?
2. Siapakah subjek PPh Pasal 26 dan apa saja objek PPh pasal 26?
3. Siapa yang memotong dan pihak yang dipotong di dalam PPh Pasal 26?
4. Bagaimana Tarif dan objek PPh Pasal 26?
5. Bagaimana Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26?

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu PPh Pasal 26.
2. Untuk mengetahui siapa saja subjek PPh pasal 26 dan objek atas PPh pasal 26.
3. Untuk Mengetahui pemotong dan pihak yang dipotong di dalam PPh Pasal 26.
4. Untuk mengetahui tarif dan objek dari PPh Pasal 26.
5. Untuk mengetahui tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan di dalam
PPh Pasal 26.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemahaman Perpajakan


2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H, pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2013:1).
Berdasarkan UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.1.2 Pengertian Wajib Pajak


Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundanga-undangan perpajakan.

2.1.3 Fungsi Pajak


Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi
(Mujiyati dan Aris, 2011:6), yaitu :
a. Fungsi Anggaran (Budgetair)

3
Sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
Negara dan melaksanakan pembangunan, Negara membutuhkan biaya.
Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang
efektif dan efisien.
d. Fungsi Redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.2 Pemahaman Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

4
Pemahaman Wajib Pajak Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
merupakan tingkat pengetahuan dan kemampuan Wajib Pajak untuk menangkap
arti dari berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 baik secara
konten maupun administrasinya. Pemahaman Wajib Pajak atas Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menjadi jalan penyelarasan pandangan Wajib
Pajak atas kebijakan tersebut dan pada tingkat lanjut dapat meningkatkan
kontribusi dalam pertisipasi UMKM dalam perpajakan. Pengetahuan Wajib Pajak
terkait Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 akan memberikan gambaran
rasional bagi Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan kewajiban pajaknya.
Sedangkan kemampuan Wajib dalam mengintepretasikan isi Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 Pajak diharapkan dapat mendorong Wajib Pajak secara
teknis dalam memenuhi kewajiban pajaknya baik dalam menyelenggarakan
administrasinya, perhitungannya, pembayarannya, maupun pelaporannya

PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah peraturan pemerintah yang dikeluarkan dan


mulai berlaku tanggal 1 Juli 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari
usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu dibawah Rp.4.800.000.000,00 dikenakan tarif sebesar 1%. Tahun pajak
dalam PP No.46 Tahun 2013 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali
bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender. Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada
Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang
memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan perhitungan, penyetoran, dan
pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian PPh Pasal 26


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk
usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib
Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner).

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada
pasal 2 ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap.
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

3.2 Subjek dan Objek PPh Pasal 26


1. Subjek PPh pasal 26
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal diluar negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia.
b. Badan yang didikan atau bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

6
2. Objek PPh Pasal 26
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 adalah imbalan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan di Indonesia.
Jenis objek PPh pasal 26 adalah:
a. Dividen
b. Bunga termasuk prenium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang.
c. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan.
e. Hadiah dan penghargaan.
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Keuntungan sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia.

3.3    Pemotong dan Pihak yang Dipotong di dalam PPh Pasal 26 :


      Pemotong PPh pasal 26:
1)   Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan
Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang
dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik
Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di
bawahnya.

2)   Subjek Pajak dalam negeri


Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut
didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah
bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif
manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting
tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.
7
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang
Pajak Penghasilan 1984 adalah  sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.

3)   Penyelenggara Kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan
yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah
orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan,
perlombaan, seminar dan lain-lain.

4)   BUT (Badan Usaha Tetap)


BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di
Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan
kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak
dalam negeri.

Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak
Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor
perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
8
5)   Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga
merupakan pemotong PPh pasal 23. ContohnyaRepresentative Office (RO) dari
perusahaan-perusahaan asing.

      Pihak yang dipotong di dalam PPh Pasal 26


Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan
terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap. Pengertian Wajib
Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b Undang-
undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga Wajib
Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia
tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga
negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan
berupa dividen dari PT Indosat. Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap Wajib Pajak BUT adalah hampir sama dengan Wajib Pajak dalam negeri
melalui sistem self assesment pelaporan SPT Tahunan.

3.4 Tarif dan Perhitungan PPh Pasal 26


1.    PPh Pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%
20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Luar Negeri berupa  :
 Dividen.
 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminanpengembalian utang.
9
 Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
 Hadiah dan penghargaan.
 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
 Premi swap dan transaksi lindung lainnya.
 Keuntungan karena pembebasan utang.

2.    20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :


PPh Pasal 26 = (Penhasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x 20%
 Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia. Besarnya perkiraan
penghasilan neto untuk penjualan harta di Indonesia adalah 25% dari harga
jual.
 Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun
melalui pialang (broker) kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi
reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi adalah sebagai
berikut :

Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui pialang (broker), sebesar 50% dari jumlah
premi yang dibayar. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di Luar negeri baik secara
langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang  dibayar.
Atas premi yang dibayar oleh perusahaan Reasuransi yangberkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransidi Luar negeri baik secara langsung maupun
melalui pialang, sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar.

3.    20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang
didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan

10
pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
PPh Pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x 20%
Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.

4. PPh Pasal 26 = (PKP-PPh terutang) x 20% 


20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT
di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Penanaman kembali tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta
pendiri, dan;
 Penanaman kembali dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-
lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh
penghasilan tersebut;
 Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha
sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama satu tahun sejak perusahaan
tersebut didirikan
 Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.

Contoh

1. Stanley adalah warga negara asing yang berada di Indonesia kurang dari 183
hari, dia berstatus menikah dan mempunyai 3 orang anak, Stanley
mendapatkan gaji dari PT “XXX” pada bulan januari sebesar US$1.500. Kurs
pada saat itu US$1 sama dengan Rp13.100. Berapa jumlah pajak yang harus
dipotong?

11
Jawab : Penghasilan bruto gaji sebulan = US$1.500 x Rp13.100 =
Rp19.650.000. PPh Pasal 26 terutang = 20% x Rp19.650.000 =
Rp3.930.000

2. Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor PT “ZOZ” mengasuransikan


bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar
jumlah premi selama tahun 2015 sebesar Rp1 miliar.

Jawab: Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 =


Rp500.000.000. PPh Pasal 26 yang harus dibayar = 20% x Rp500.000.000
= Rp100.000.000

3.5 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26


1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26
rangkap 3 :
 Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
 Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
 Lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP
setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009,


penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor
Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009. Dalam hal jatuh tempo
penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur
12
termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Contoh
A. Messi atlet dari Nigeria mengikuti perlombaan lari marathon di Indonesia
pada mei 2007, dan berhasil merebut hadiah sebesar US$30,000. Kurs untuk
US$1 = Rp9.000 Jadi PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara kegiatan di
Indonesia adalah 20% x US$30,000 x Rp9.000 = Rp54.000.000

B. Badan Usaha Asing di Indonesia memperoleh penghasilan kena pajak sebesar


Rp20.000.000.000
PPh pasal 26 dihitung Sebagai Berikut :
Penghasilan Kena Pajak                                            Rp20.000.000.000
PPh Terutang :
25% x Rp20.000.000.000                                        ( Rp5.000.000.000)
Penghasilan Setelah Dikurangi Pajak                        Rp15.000.000.000
PPh Pasal 26 yang terutang
20 % x Rp15.000.000.000 =                     Rp3.000.000.000
NB : Seandainya Rp15M tersebut ditanam kembali di Indonesia maka WP
luar negeri tersebut tidak perlu membayar PPh Pasal 26.

C. Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha, mengasuransikan


bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar
jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp1 Miliar. 
Perkiraan penghasilan =  50% x Rp1 Miliar = Rp500.000.000,-
PPh Pasal 26 yang harus dibayar =   20% x Rp500.000.000,-
= Rp100.000.000,- 

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak
untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai
atau berakhir tahun pajak. 

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas


penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk
usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib
Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner).

4.2  Saran
kami harapkan bagi pihak  yang berwenang dalam pemungutan pajak agar, pajak
yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung
jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu di bebankan
bagi masyarakat. Semua warga Negara ikut serta dalam wajib pajak.

14
DAFTAR PUSTAKA

Siti resmi. 2011. Perpajakan teori dan kasus. Jakarta: salemba empat.
https://ilmukita62.blogspot.com/2016/06/pengertian-subjek-objek-pajak.html
https://www.finansialku.com/pph-pasal-26/

15

Anda mungkin juga menyukai