Anda di halaman 1dari 18

ALIRAN FILSAFAT ISLAM

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Sri Dahlia, MA

Disusun Oleh :
1. Amirul Umam (1119149)
2. Wafiroh (1119171)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI


JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, hidayah
serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pratistik
dan Abad Pertengahan. Makalah ini diajukan sebagai tugas mata kuliah Filsafat Umum.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi setiap orang yang membancanya.

Sebelumnya perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen


pengampu mata kuliah Filsafat Umum yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang sudah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.

Dengan penyusunan ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari
makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, Mengingat kurangnya
pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran untuk
membangun dan penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan.

Pati, 13 April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat Islam muncul pada awalnya adalah diorong oleh sebuah cita-cita terciptanya
keterpaduan antara akal dan wahyu, rasio dan hati, agama dan logika. Geliat pemikiran yang
semacam ini muncul tatakala Islam mulai bersentuhan dengan tradisi filsafat Yunani klasik yang
berkembang di abad pertengahan.Tokoh filsof Islam pertama kali yang berusaha untuk
menyelaraskan atau mempertemukan antara akal dan wahyu adalah Al-Kindi (801-873). Di
adalah tokoh yang pertama kali merumuskan secara sistematis apa itu filsafat Islam. Meskipun,
pemikiran Al-Kindi sendiri sebenarnya masih berbaur secara lekat dengan debu teologi.

Memang, meskipun dalam ajaran Islam, aqal mendapatkan porsi yang cukup besar,
namun dalam praktiknya umat Islam justru banyak yang meninggalkan aqal. Kehendak umat
Islam untuk jauh dari tradisi rasionalitas itu justru dengan alasan untuk praktik keberagamaan itu
sendiri. Secara umum umat Islam mempunyai asumsi kuat bahwa Islam adalah wahyu yang
keberadaannya harus diterima secara taken for granted, sebuah produk yang sudah sempurna
sehingga pengimplementasiannya ke dalam ranah empirik tidak memerlukan sentuhan
rasionalitas lagi. Menggunakan akal atau rasionalitas dalam praktik keberagmaan ini justru akan
berpotensi mendistorsi ajaran-ajaran suci Islam itu sendiri. Pola keberagamaan semacam ini
akhirnya menimbulkan sebuah persepsi yang timpang. Agama akhirnya diposisikan sebagai
antitesis akal atau sebaliknya akal diposisikan sebagai lawan dari agama.

Di dunia Islam, filsafat telah melalui berbagai macam periode. Perjalanan filsafat Islam
dimulai secara resmi di abad ke dua dan tiga Hijriyah, berbarengan dengan penerjemahan karya-
karya pemikir Yunani. Sebelumnya, sekalipun kajian teologi cukup digandrungi, namun filsafat
tidak memiliki posisi tersendiri. Filosof muslim pertama adalah Abu Ishaq al-Kindi.

B. Rumusan Masalah

1) Aliran-aliran apa saja yang ada dalam islam ?

2) Siapa-siapa saja tokoh aliran-aliran parepatetik ?

C. Tujuan Permasahan

1. Untuk mengetahui aliran-aliran dalam islam

2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam islam


BAB II

ALIRAN_ALIRAN FILSAFAT ISLAM

1.PEMBAGIAN ALIRAN DALAM ISLAM

Jika kita perhatikan Bagaimana cepatnya perkembangan cara berfikir sesudah islam
dalam segala bidang, maka secara garis besar dapat kita bagi dalam tiga bagian yaitu:

1. Aliran i, tiqad

2. Aliran ilmu hukum ( fiqh)

3. Aliran politik ( assasiyasah)1

Muhammad Abu Zahrah membagi mazhab dalam islam seperti diatas di tulis dalam kitab
yg berjudul : Al_Mazahibul islamiyah dengan pokok pendirian dari mazhab secara ringkas.

Aliran i, tiqad ini di dahulukan karena sebagian besar dari aliran pokok dasar pemikiran
dalam filsafat islam, jika di dalam ilmu di bicarakan filsafat dalam keseluruhannya atas dasar
pemikiran islam. Tetapi jika di dalam ilmu dibahas perdebatan_perdebatan antara aliran aliran i,
tiqad di dalam islam, mengeni penolaka terhadap mereka yg menimbulkan pengertian baru yg
menyeleweng dari keyakinan mazhab salaf dan ahi sunah maka dinamakan ilmu kala. Ada orang
yg menamakan ilmu ushuluddin, jika pengetahuan filsafat itu hanya membaha pokok persoalan
dalam agama saja seperti pokok persoalan menegenai tuhan. maka hasil filsafat ini dinamakan
ilmu tauhid, atau dalam bentuk sederhana dinamakan sifat dua puluh yaitu ilmu untuk
mempelajari dan mengenal sifat tuhan menurut konsep Al_Asy'ari.

Kita dapat memahami bagaimana dapat terjadi sekian banyak aliran paham dalam islam,
terutama mengenai bidang bidang manusia, seperti yg telah di uraikan dalam pendahuluan
filsafat, sudah terjadi sejak ia lahir dalam perut ibunya, karena sel yg menjadikan nya sejak masa
azali itu ditentukan berat coraknya, sehingga perbedaan itu kemudian akan melahirkan perbedaan
dalam aliran filsafat aliran masyarakat dan aliran ekonomi.

Perbedaan paham juga ditimbulkan karena mendalam nya pokok" pembicaraan mengenai
zat tuhan atau zat pencipta yang tidak dapat di raba, di pikirkan dan dirasa oleh manusia. Oleh

1
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 38
karena itu sejak zaman dahulu sukar bagi manusia untuk mencapai kebenaran dalam soal yg
mendalam ini. Plato pernah mengatakan, bahqa hakikat kebenaran itu tidak dapat di capai oleh
manusia secara keseluruhan, tetapi tidak pula salah dalam keseluruhannya.2

Selain itu banyak hal hal yanh menyebabkan perbedaan pafam dan menumbuhkan banyak
aliran berfikir dalam kalangan manusia. Gegemaran, syahwat dan kebiasaan manusia juga
mempemgaruhi cara berfikir. Spinoza berkata bahwa yg menyebabkan kita melihat sesuatu itu
indah, adalah syahwat bukan hanya sekedar mata kita.

Perbedaan paham juga disebabkan lleh perbedaan haluan dan tujuan hidup. Apa yg
dianggap baik oleh Dokter belum tentu baik bagi seorang ahli pendidik, ahli hukum, ahli ilmu
teknik dan industri. Dengan demikian kita dapati perbedaan paham antara ulama kalam dengan
ulama fiqih, di antaranya mengenai tidak qadimnya kitab quran.3

Selanjutnya yg sering membuat perbedaan paham dalam suatu persoalan ialah salah tafsir
dan karena mempertahankan kedudukan atau prestiseb. Terutama perbedaan perbedaan dalam
islam, yg membuat banyak aliran harus lebih di pelajari lagi secara mendalam.

Diantara yang sangat berat adalah rasa _ashabiyah_Arab yg masib berjalan sampai sekarang
meskipun Nabi Muhammad telah membasmi ashabiyah ini dengan segala cara. Tetapi ashabiyah
arab dan ashabiyah suku suku, membuat lahirnya Bani umayyah, Bani abbas, lahirnya bani
Hasyim, kabilah Rabi,ah yg dipilih oleh khawarij.4

pengaruh Islam dengan macam-macam agama-agama lama juga membawa perbedaan


paham cara berpikir orang Yahudi Nasrani dan majusi telah masuk ke dalam Islam sehingga
masuklah kedalam Islam keyakinan keyakinan agama lama mengenai persoalan Jabar ( tunduk
kepada kekuasaan tuhan seluruhnya), _ikhtiar_( usaha dari manusia sendiri di luar kekuasaan
tuhan) , mengenai sifat itu menjadi satu.

2.ALIRAN ALIRAN POKOK


2
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 39

3
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 40

4
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 41
Ada beberapa aliran pokok dalam Islam yaitu aliran aliran syiah, khawarij, mu'tazilah,
murjiah dan Aswaja. Pada masa Nabi Muhammad, aliran aliran itu tidak ada atau tidak menonjol
ke depan. Umat islam pada masa Nabi Muhammad Saw. Bersatu bulat dengan segala galanya.
Tidak ada aliran dan mazhab ketika itu. Nabi merupakan kesatuan sumber dalam ilmu dan amal,
dalam perintah dan ketaatan, suri tauladan untuk seluruh kehidupan. Sumber itu ialah mengenal
an mempelajari wahyu tuhan yg disampaikannya, yg tidak ada sesuatu pun yg dapat
mengatasinya dalam kebenaran. Jika sesuatu perbantahan dan perbedaan paham ucapan Nabi
adalah hak yang memutuskan, yang harus ditaati dan tidak ada pendapat lain. Dalam quran jelas
di perintahkan " apabila kami berbeda faham tentang sesuatu persoalan kembalikan
keputusannya kepada allah dan raaul"(QS. An_Nisa':58).

Sesudah Nabi Muhammad wafat, umat islam tetap bersatu dalam keyakinan dan
perkataannya, bahwa tuhan itu satu, bahwa Muhammad itu Rasul Allah, bahwa quran datang dari
Allah, bahwa hari kebangkitan itu benar, surga dan neraka pun benar adanya dan akan terjadi,
sebagimana tidak terdapat perselisihan faham tentang sesuatu hukum agama yg sudah di tetapkan
dan di perintahkan menjalankannya oleh rasulullah, seperti zakat, salat, haji, puasa, dan lain
lain.5

A. Aliran syiah

Golongan syiah pada mulanya adalah pengikut Ali. Tetapi dapat dikatakan bahwa mereka
melanjutkan kesetiaan mereka kepada Rasulullah saw. Oleh karena itu terdapat pula satu
golongan yg pro

abbas bin Abdul Muthalib yang dinamakan golongan Abbasida yang mendirikan kerajaan
setelah kerajaan Umayyade. Aliran syiah ini, baru lahir pada masa _masa akhir Ali bin abi thalib,
sebagai akibat permusuhan yabg dilakukan oleh golongan Amawiyin ( bani umayyah) dan kaum
khawarij terhadap Ali bin abi Thalib. Dan aliran syiah berbeda pendapat dengan aliran" lain,
diantaranya alam pendirian, bahwa penunjukan iman sesudah wafat Nabi di tentukan oleh Nabi
sendiri dengan nash. Nabi tidak boleh melupakan nash ini terhadap pengangkatan khalifahnya,
sehingga menyerahkan pekerjaan ini secara bebas kepada umatnya dan khalayak ramai.
Selanjutnya syiah berpendirian bahwa seseorang imam yang diangkat itu harus maksum atau

5
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 42
lebih terpelihara dari dosa besar dan dosa kecil, dan bahwa Nabi Muhammad dengan nash
meningalkan nasihatnya untuk Ali bin abi Thalib adalah seorang sahabat yg pertama dan utama.

Menurut Abu Zahrah menerangkan tentang sebab-sebab kelahirannya menerangkan tentang


masa lahir syiah dalam kitabnya Al-Mazahibul islamiyah. Dia berkata bahwa syiah adalah suatu
Mazhab politik islam yang paling tua, lahir pada akhir masa pemerintahan Usman, tumbuh dan
bertambah tersebar dalam masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Selanjutnya ia menerangkan,
bahwa mazhab syiah itu lahir pada waktu peperangan jamal, juga ia menerangkan bahwa syiah
itu lahir bersamaan dengan lahirnya golongan Khawarij. Thaha Husain dalam kitabnya Ali wa
Banuhu, menerangkan, bahwa mazhab syiah ini adalah sebuah mazhab siasat yg teratur di
belakang Ali dan anak- anaknya, lahir pada masa pemerintahan Hasan bin Ali.6

a. Syiah imamiyah

Syiah imamiyah adalah penganut mazhab Ja'fariyah meyakini bahwa mereka orang islam
ahli tauhid, percaya kepada Allah dan semua apa yang disampaikan oleh Rasul Allah. Mereka
percaya satu tunggal dan Muhammad Nabi dan Rasul-nya dan percaya juga bahwa agama islam
harus dilaksanakan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjalankan semua hukum
syara, antara lain mengenai hukum waris dan hukum nikah. Mereka percaya bahwa imam itu
lebih tinggi tingkatannya daripada islam, sesai dengan jawaban yang pernah diberikan oleh Nabi
Muhammad atas pertanyaan orang arab, yang datang kepadanya menerangkan bahwa ia telah
beriman, tetapi Nabi Muhammad menyuruh dia mengatakan, bahwa ia sudah masuk islam,
karena iman itu keyakinan yang meresap ke dalam hati, tidak terlihat dari luar.

Syiah imamiyah percaya, bahwa Muhammad itu adalah penutup segala Nabi, tidak ada lagi
Nabi sesudahnya, dan tidak ada yang memperserikatkannya dalam kenabiannya. Dan wajib
beriman kepadanya dan membenarkan apa yang disampaikam dari tuhannya. Segala ucapan dan
perbuatan Nabi merupakan hijjah atau dasar hukum, wajib di taati dan di patuhi, tidak di ucapkan
sesuatu dari hawa nafsunya, dari hasil pikiran atau ijtihadnya sendiri, tetapi syariat tuhan semata
mata.7

6
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 48

7
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 54
Dalam pendiriannya terhadap persoalan imamah dan khalifah, syiah, imamiyah
berkeyakinan wajib adanya kepercayaan kepada imam imam itu, karena mereka merupakan
pemimpin umum dalam segala urusan agama dan dunia. Sesudah wafatnya Nabi mereka
menganggap bahwa imam-imam itu dapat menjalankan dan mengawasi syariat yg ditinggalkan
Nabi, mereka merupakan Mursyid yang harus di contoh dan diteladani. Oleh karena itu maka
hendaklah imam itu merupakan seorang pemimpim yang taat kepada tuhan, seorang yg jauh dari
perbuatan fasad dan mungkar, bukan seorang yang mengikuti jalan hawa nafsunya sendirii,
imam itu harus maksum dari dosa besar dan dosa kecil.8

Dan ada 12 imam sesudah wafatnya nabi yg mereka yakini.

1.Al Murtdha, lahir tahun 23 sebelum hijrah, wafat tahun 40 H ( Abdul hasan Ali bin Abi
Thalib)

2.Azzakiy, lahir tahun 2 H, wafat tahun 50 H ( Abu Muhammad Hasan bin Ali)

3.Sayyidusyayuhada, lahir 3 H, wafat tahun 61 H.

4.zainal Abidin, Lahir tahun 38 H, wafat tahun 95 H ( Abu Muhammad Ali bin Husain).

5.Al Baqir, lahir tahun 57 H, wafat tahun 114 H ( Abu ja'far Muhammad bin Ali).

6.Asshadiq, lahir tahun 83 H, wafat tahun 147 H ( Abu Abdillah Ja'far bin Muhammad).

7. Al Kazhim, lahir tahun 128 H, wafat tahun 183 H (Abu ibrahim Musa bin Ja'far).

8.Arridha, lahir tahun 148 H, wafat tahun 203 H ( Abdul Hasan Ali bin Musa).

9.Al jawwad, lahir tahun 195 H, wafat tahun 220 H (Abu Ja'far Muhammad bin Ali).

10.Al Hadi, lahir tahun 212 H, wafat tahun 254 ( Abdul Hasan Alin bin Muhammad).

11.Al Askari, lahir tahun 232 H, wafat tahun 260 H Abu Muhammad bin Ali).

12. Al Mahdi, Lahir tahun 256 H, (Abul Qasim Muhammad bin Hasan).9

8
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 55

9
Drs. Sudarsono, S.H Cetakan kedua (2004). Filsafat Islam. Jakarta: PT RINEKA CIPTA Hal 18
Orang yang menolak kenabian Nabi Muhammad dengan mengatakan bahwa ada Nabi lahi
sesudah wafatnya atau ada yang memperserikatkannya dalam kenabian, orang itu keluar dari
agama islam dan tidak berhak menamakan dirinya muslim. Tetapi seseorang yang mengingkaari
keimanan dua belas keturunan yg disebutkan tadi, tidak keluar dari islam menurut orang-orang
Syiah karena yang demikian itu bukan suatu kewajiban agama, tetapi hanya kewajiban mazhab
saja.10

Sebagaimana kita lihat, itikad syiah imamiyah sama sama dengan itikad Ahli sunnah wal
jamaah, bahkan sama mengenai persoalan khalifah sesudah wafat Nabi, yang semua mazhab
mengatakan berdasarkan ijtihad, kecuali mereka memilih khalifah itu dari keturunan Nabi
Muhammad, karena tidak ada keturuna laki- laki, maka dipilihnya dari keturunan Ali bin Abi
Thalib, yang sudah diakui saudara, pengganti dan menantunya Nabi, sehingga mereka terus
menerus beriman kepada keturunan Ali bin Abi Thalib itu, dan lantaran itu mereka dinamakan
syiah Ali atau dengan ringkas Syiah.11

b. Syiah zaidiyah

Nama syiah zaidiyah ini di nisbatkan kepada imam zaid bin Ali bin Husain. Sepeninggal Ali
bin Husain ( zainal Abidin) golongan syiah ada yang membaiat putranya yang bernama
Muhammad Al Baqqir. Yang membaitat Zaid sepeninggal ayahnya menurut riwayat Al
Baghdadi berjumlah tidak kurang dari lima belas ribu penduduk kufah.

Menurut syiah zaidiyah yang berhak menduduki jabatan imamah adalah anak keturunan
fathimah, dengan syarat syarat berilmu, pemberani, dan pemurah, dan menampilkan diri sebagai
imam dapat dinyatakan imam yang sah. Syiah zaidiyah tidak membedakakan hak imamah itu
antara keturunan Hasan atau Husain, dengan alasan bahwa keduanya keturunan fathimah.
Disamping itu aliran ini membenarkan adanya dua orang imam dalam dua wilayah yang berbeda
dan keduanya wajib di taati dengan ketentuan masing masing imam harus memenuhi syarat yang
telah di tentukan.

Ciri khas Syiah zaidiyah ialah pendiriannya yang membolehkan membaiat imam dari orang
yang kurang utama, padahal orang yang lebih utama ada di tengah tengah mereka. Pendirian ini
10
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 55

11
Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA Hal 56
di tujukan kepada keberadaan Ali bin Abi Thalib yang lebih dipandang lebih utama dari Abu
Bakar, Umar dan Ustman. Menurut syiah Zaidiyah imamah Abu Bakar, Umar dan Usman dapat
di pandang sah, meskipun seharusnya yang berhak adalah Ali bin Abi Thalib. Syiah zaidiyah
tampak lebih moderat daripada paham syiah lainnya terutama apabila berhadapan dengan
Ahlussunnah Waljamaah.12

c. Syiah ismailiyah

Syiah imailiyah dinisbatkan kepada islam bin ja'far Ashsahdiq. Syiah ismailiyah beraneka
ragam terdapat di Daerah daerah islam yang hingga saat ini cukup terkenal di india dan
sekitarnya. Syiah ismailiyah berkeyakinan bahwa imamah terjadi atas dasar nash dan
penunjukan, dan bahwa imam adalah ma'shum sehingga dengan demikian seorang imam pasti
bersih dari dosa dan cela.

Imam syiah terdiri dari imam yang tidak mastur dan imam yang mastur.

Imam yang tidak mastur sebagai berikut:

1. Ali bin Abi Thalib.

2. Hasan bin Ali bin Abi Thalib

3.Hasain bin Ali bin Abi Thalib

4.Ali zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib

5. Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin.

6. Ja'far Ashshadiq bin Muhammad Baqir.

7. Ismail bin Ja'far Asshadiq ( wafat tahun 145 H) atau Muhammad bin ismail bin Ja'far
Asshadiq ( menghilang tahun 183 H).

Imam imam yang mastur :

1. Muhammad bin ismail bin Ja'far Ashsahdiq.

12
Drs. Sudarsono, S.H Cetakan kedua (2004). Filsafat Islam. Jakarta: PT RINEKA CIPTA Hal 19
2. Abdullah Ar Ridha bin Muhammad bin Ismail

3.Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin ismail

4. Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin ismail.

5. Ali bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin ismail

6. Said Al Khair ( Ubaidillah Al Mahdi Al Qaddahi)13

B. Aliran Mu’tazilah

Ajaran Mu’tazilah merupakan aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua, yang telah
memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran Islam. Orang yang hendak mengetahui
filsafat Islam sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah Islam, haruslah
menggali buku-buku yang dikarang oleh aliran ini.14
Secara harfiah Mu'tazilah berasal dari kata ‫ ل___ إ‬berarti berpisah, memisahkan diri atau
menjauhkan diri. Selain itu Mu’tazilah adalah nama yang diberikan kepada suatu aliran teologi
yang membangun cara pandang tersendiri dalam Islam. Aliran Mu’tazilah (memisahkan diri)
muncul di Basra, Irak, di abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha' (700-
750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin
Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik.
Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Secara
teknis istilah Mu’tazilah menunjuk pada dua golongan. Golongan pertama selanjutnya disebut
Mu'tazilah pertama yang muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai
kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara
Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah dan Abdullah bin Zubair.15
Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan
Murjiah tentang status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar Sebagian orientalis
berpendapat bahwa mereka dinamai Mu'tazilah karena mereka terdiri dari orang-orang yang
menjaga harga diri, sulit ekonominya dan menolak hidup bersenang-senang. Kata Mu’tazilah
13
Drs. Sudarsono, S.H Cetakan kedua (2004). Filsafat Islam. Jakarta: PT RINEKA CIPTA Hal 20

14
A. Hanafi, op. cit., hlm. 45-46.

15
A. Hanafi, Pengantar Theologi Islam, Pustaka al-Husna, Jakarta, cet. ke-2, 1980, hlm.67.
menunjukan bahwa orang yang menyandang predikat itu adalah mereka yang hidup zuhud
terhadap dunia. Sebenarnya tidak semua penganut faham ini seperti itu, tetapi sebagian bertaqwa,
dan ada pula yang dituduh melakukan pekerjaan-pekerjaan maksiat, banyak yang jahat dan ada
pula yang jahat.16

Dasar Faham Mu’tazilah.

Abu al-Hasan al-Khayyath dalam bukunya al-Intishar mengatakan: tidak seorang pun
berhak mengaku sebagai penganut Mu’tazilah sebelum ia mengakui al-Ushul al-Khamsah (lima
dasar), yaitu al-Tauhid, al-Adl, al-Wa’d wal Wa’id, al-Manzilah Bain al-Manzilatain dan al-Amr
bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al- Mungkar. Jika telah mengakui semuanya, ia baru dapat disebut
penganut Mu’tazilah. Itulah cakupan paham Mu’tazilah. Semua orang yang hanya mengakui
sebagian dari paham itu dan tidak mengikuti metode berpikirnya, tidaklah termasuk kelompok
mereka dan tida pula memikul dosanya, serta tidak terkena akibat-akibat negatif dari faham ini.17
1. Al-Tauhid
2. Al-Adl
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id
4. Al-Manzilah baina al-Manzilatain
5. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Filsafat Islam Menurut Kartanegara (2006) ada empat aliran :


1 Aliran Filsafat Islam Peripatetik
Paradigma pemikiran filsafat sering berubah seiring determinan dengan perkembangan
zaman dan tempat. Aristoteles dan Plato telah berhasil menancapkan filsafat dalam bentuk
peripatetik. Kemudian perkembangan filsafat itu diakomodir oleh Ibnu Sina yang
mengembangkan pemikirannya berbentuk Masyaiyah (Peripatetisme), yang mengambil alih

16
Muhammad Abu Zahrah, op. cit., hlm. 150.

17
Muhammad Abu Zahrah, op. cit., hlm. 151.
filsafat Aristoteles. Kemudian inspirasi dari corak pemikiran Ibnu Sina memberikan pemikiran
baru bagi Suhrawardi al-Maqtul, maka lahirlah filsafat Isyraqiyah (iluminasionisme).
Perkembangan filsafat telah terjadi pertentangan antara paripetik dan illuminasi, filsafat
dan irfan, atau filsafat dan kalam, yang belum menemukan penyelesaiannya. Pertentangan antara
para filosof dengan mistisme (penganut mistisme Islam), juga di sisi lain pertentangan
mutakallimin (para teolog Islam) dengan al-fuqaha (para ahli fiqh). Sebagai bukti kesaksian
tersebut betapa dahsyat pertentangan mereka dapat dilihat dalam dua karya Al-Ghazali maqashid
al-falasifah dan tahafut al-falasifah dekonstruksi Al-Ghazali terhadap para filosof muslim. Dan
karya Ibn Rusyd tahafut al-tahafut (kerancuan Al-Ghazali) sebagai jawaban atas kritik Al-
Ghazali terhadap para filosof seperti Al-Farabi, Ibn Sina.18

2 Pengertian Aliran Filsafat Isyraqiyah (Iluminasi)


Terminologi isyraqi memiliki banyak arti, diantaranya; terbit dan bersinar, berseri-seri,
terang karena disinari, dan menerangi. Intinya, isyraqi berkaitan dengan kebenderangan atau
cahaya yang umumnya digunakan sebagai lambang kekuatan, kebahagiaan, ketenangan dan hal
lain yang membahagiakan. Lawan cahaya adalah kegelapan yang dijadikan lambang keburukan,
kesusahan, kerendahan dan semua yang membuat manusia menderita. Sedangkan kata illuminasi
dalam bahasa Inggris, merupakan kata yang dijadikan padanan kata isyraq yang juga memiliki
arti cahaya atau penerangan.
Dalam bahasa filsafat, Iluminasionisme berarti sumber kontemplasi atau perubahan
bentuk dari kehidupan emosional untuk mencapai tindakan dan harmoni. Bagi kaum isyraqi,
yang disebut hikmah bukan sekedar teori yang diyakini melainkan perpindahan ruhani secara
praktis dari alam kegelapan yang di dalamnya pengetahuan dan kebahagiaan merupakan sesuatu
yang mustahil ke cahaya yang bersifat akali yang di dalamnya pengetahuan dan kebahagiaan
dicapai bersama-sama. Karena itu, menurut madzhab isyraqi, sumber pengetahuan adalah
penyinaran yang itu berupa semacam hads yang menghubungkan dengan substansi cahaya.
Dalam filsafat isyraqi, simbolisme cahaya digunakan untuk menetapkan satu faktor yang
menentukan wujud, bentuk dan materi, hal-hal masuk akal yang primer dan sekunder, intelek,
jiwa, zat (ipaeity) individual dan tingkat-tingkat intensitas pengalaman mistik. Jelasnya,
penggunaan simbol-simbol cahaya merupakan karakter dari bangunan filsafat isyraqi.

18
Nurkhalis “PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM PERSPEKTIF MULLA SADRA”. Jurnal Substantia, Vol. 13, No. 2, Oktober 2011
Hal 179
Aliran filsafat iluminasi adalah aliran yang mengikuti gagasan dan karya-karya Plato
seperti dalam menyatakan wujud itu adalah berupa ide keberadaan wujud tersebut. Syekh
Syihabudin Suhrawardi adalah filosofis muslim yang mempelopori filsafat iluminasionis, beliau
seorang cendekiawan muslim abad ke-6 hijriah dengan bukunya yang terkenal yaitu al-hikmah
Israqiyah (filsafat iluminasi), oleh karenanya aliran filsafat iluminasionis disebut juga al-hikmah
al-Isyraqi.
Penganut Iluminasionisme adalah pengikut Plato. Metode iluminasi yaitu dengan upaya
mengadakan kajian terhadap berbagai permasalahan filsafat khususnya filsafat tinggi (al-hikmah
al-muta’aliyah) atau filsafat ketuhanan tidak merasa cukup hanya dengan menggunakan
argumentasi dan penalaran, namun diperlukan penyucian hati, perjuangan melawan hawa nafsu,
dalam upaya menyingkap berbagai hakikat. Iluminasi bertumpuh pada metode argumentasi
rasional, metode demonstrasi rasional dan metode penyucian jiwa dan perjuangan melawan hawa
nafsu.19
3 Aliran Epistemologi Irfani
Secara etimologi Irfani dari kata dasar bahasa Arab ‘arafa semakna dengan makrifat,
berarti pengetahuan. Tetapi ia berbeda dengan ilmu (`ilm). Irfani atau makrifat berkaitan dengan
pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat pengalaman (experience), sedang ilmu
menunjuk pada pengetahuan yang diperoleh lewat transformasi (naql) atau rasionalitas (aql).
Sedangkan secara terminologis, irfani bisa diartikan sebagai pengungkapan atas
pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba-Nya (kasyf)
setelah adanya olah ruhani (riyâdlah) yang dilakukan atas dasar cinta (love).
Kebalikan dari epistemologi bayani, sasaran bidik irfani adalah aspek esoterik, apa yang
ada dibalik teks. Dalam istilah Amin Abdullah, bahwa pada tradisi irfani kata “`arif” lebih
diutamakan dari pada “`alim”, Karena “`alim” lebih merujuk pada nalar bayani.
Para ahli berbeda pendapat tentang asal sumber irfani. Pertama, menganggap bahwa
irfan Islam berasal dari sumber Persia dan Majusi, seperti yang disampaikan Dozy dan Thoulk.
Alasannya, sejumlah besar orang-orang Majusi di Iran utara tetap memeluk agama mereka
setelah penaklukan Islam dan banyak tokoh sufi yang berasal dari daerah Khurasan. Disamping
itu, sebagian pendiri aliran-aliran sufi berasal dari kelompok orang Majusi, seperti Ma`ruf al-
Kharki (w. 815 M) dan Bayazid Busthami (w. 877 M).
19
Eko Sumadi “TEORI PENGETAHUAN ISYRAQIYYAH (ILUMINASI) SYIHABUDIN SUHRAWARDI” Fikrah, Vol.
3, No. 2, Desember 2015 Hal 287
Kedua, irfani berasal dari sumber-sumber Kristen, seperti dikatakan Von Kramer, Ignaz
Goldziher, Nicholson, Asin Palacios dan O’lery. Alasannya, (1) adanya interaksi antara orang-
orang Arab dan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman Islam. (2) adanya segi-segi
kesamaan antara kehidupan para Sufis, dalam soal ajaran, tata cara melatih jiwa (riyâdlah) dan
mengasingkan diri (khalwât), dengan kehidupan Yesus dan ajarannya, juga dengan para rahib
dalam soal pakaian dan cara bersembahyang.
Ketiga, irfani ditimba dari India, seperti pendapat Horten dan Hartman. Alasannya, (1)
kemunculan dan penyebaran irfan (tasawuf) pertama kali adalah di Khurasan, (2) kebanyakan
dari para sufi angkatan pertama bukan dari kalangan Arab, seperti Ibrahim ibn Adham (w. 782
M), Syaqiq al-Balkh (w. 810 M) dan Yahya ibn Muadz (w. 871 M). (3) Pada masa sebelum
Islam, Turkistan adalah pusat agama dan kebudayaan Timur serta Barat. Mereka memberi warna
mistisisme lama ketika memeluk Islam. (4) Konsep dan metode tasauf seperti keluasan hati dan
pemakaian tasbih adalah praktek-praktek dari India.
Keempat, irfan berasal dari sumber-sumber Yunani, khususnya neo-platonisme dan
Hermes, seperti disampaikan O’leary dan Nicholson. Alasannya, ‘Theologi Aristoteles’ yang
merupakan paduan antara sistem Porphiry dan Proclus telah dikenal baik dalam filsafat Islam.
Kenyataannya, Dzun al-Nun al-Misri (796-861 M), seorang tokoh sufisme dikenal sebagai
filosof dan pengikut sains hellenistik. al-Jabiri agaknya termasuk kelompok ini. Menurutnya,
irfani diadopsi dari ajaran Hermes, sedang pengambilan dari teks-teks al- Qur`an lebih
dikarenakan tendensi politik.20
4 Aliran Al-Hikmah Al-Muta’aliyah
istilah Al-Hikmah Al- Muta’aliyah, dimana beliau menghimpun empat aliran yaitu
isyraqiyah, irfani, taswuf, kalam yang selalu terjadi perdebatan dalam menerima filsafat,
kehadirannya bisa melahirkan filsafatnya yang dapat diterima oleh semua kalangan, baik kaum
sunni maupun kaum syiah, baik ahli filsafat itu sendiri maupun maupun ulama- ulama kalam,
fiqh dan seluruh kalangan dari kaum yang bawah (awam) sampai kepada pengetahuan yang
khawasul khawas.Karakteristik Al-hikmah Al-muta’aliyah bersifat sentesis merupakan hasil
kombinasi dan harmonisasi dari ajaran- ajaran wahyu, hadist dan ucapan para imam. Adapun
Kajian- kajian dalam Al- Hikmah Al- Muta’aliyah Mulla Shadra meliputi: Ashlat al- wujud wa
i’tibariyat al mahiyat ( kehakikian Eksistensi dan kenisbian Entitas), wahdah Al- wujud. Tasykik
20
Wira Hadi Kusuma ” Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi
Konflik dan Peacebuilding” Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018 Hal 7
al- wujd (Gradualitas Eksistensi). Wujud az- zihni (Eksistensi mental). Wahid laa yashduru
minhu illa al- wahid (tidak keluar dari yang satu kecuali satu), dan Harakat al- jawhariyat
(gerakan substansial).
Berdasarkan dari pembahasan di atas, para pemikir muslim berbeda pendapat mengenai
tentang arti hikmah, mereka memberi pengertian sesuai dengan perspektif masing- masing.
Istilah yang senada dengan hikmah adalah falsafah, yang dimasukkan ke dalam bahasa Arab
sekitar abad ke-2 H/ 8M dan ke-3 H/ 9M, melalui terjemahan Yunani dari kata philosofia4.
Berikut ini akan dikemukakan bagaimana pemahaman para filosof muslim terhadadap
istilah Hikmah atau Falsafah yang menurut mereka berasal dari Tuhan. Dari sinilah muncul Al-
Hikmah Al- Ilahiyyah. Abu Ya‟cob Al- Kindi mendefinisikan falsafah sebagai pengetahuan yang
realitas atau hakekat segala sesuatu sebatas yang memungkinkan bagi manusia, karena
sesungguhnya tujuan filosof secara teoritis adalah untuk mencapai kebenaran dan secara praktis
adalahbertingkah laku sesuai kebenaran.
Mulla Shadra Dalam pendahuluan Al-Hikmah Al-Muta’aliyah membahas secara panjang
lebar mengenai hikmah, menurutnya hikmah tidak saja menekan segi pengetahuan teoritis, tetapi
juga pelepasan diri dari hawa nafsu dan penyucian jiwa dari kotorankotoran yang bersifat
material.
Pelbagai pandangan mengenai pemaknaan terhadap istilah falsafah atau hikmah
penemuan konsep puncaknya melalui sentesis yang dilakukan oleh Mulla Shadra yang
dinamakan dengan Al- Hikamah Al- Mut’aliyah.
Ungkapan Al- Hikmah Al-Muta‟aliyah terdiri dari dua istilah yaitu hikmah yang dalam
perspektif ini merupakan kombinasi dari filsafat, iluminasionisme, dan sifisme. Dan al-
muta’aliyah yang berarti tinggi, agung, transenden.
Penyebutan Al-Hikmah Al-Muata‟aliyah sebagi aliran filsafat Mulla Shadra
diperkenalkan untuk pertama kali oleh muridnya yang
bernama „Abdul ar- Razaq lahijji. Mulla Shadra memang tidak mengatakan secara ekplesit
bahwa Al-Hikmah Al-Muta‟aliyah adalah nama dari aliran filsafatnya, penyebutan istilah
tersebut dalam tulisan- tulisannya.21

21
Dhiauddin “ALIRAN FILSAFAT ISLAM (AL-HIKMAH AL-MUTA’ALIYAH) MULLA SHADRA”NIZHAM, Vol. 01.
No. 01, Januari-Juni 2013 Hal 50
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat Islam muncul pada awalnya adalah diorong oleh sebuah cita-cita terciptanya
keterpaduan antara akal dan wahyu, rasio dan hati, agama dan logika. Yang terbagi-bagi
diantaranya : Aliran syiah, Aliran Mu’tazilah, Filsafat Islam Menurut Kartanegara (2006) ada
empat aliran : Aliran Filsafat Islam Peripatetik, Pengertian Aliran Filsafat Isyraqiyah (Iluminasi),
Aliran Filsafat Irfani, Aliran Al-Hikmah Al-Muta’aliyah.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. A. Mustofa (2004). Filsafat Islam. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA


Drs. Sudarsono, S.H Cetakan kedua (2004). Filsafat Islam. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
A Hanafi, Pengantar Theologi Islam, Pustaka al-Husna, Jakarta, cet. ke-2, 1980
Muhammad Abu Zahrah, op. Cit
Nurkhalis “PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM PERSPEKTIF MULLA SADRA”. Jurnal Substantia, Vol. 13,
No. 2, Oktober 2011
Eko Sumadi “TEORI PENGETAHUAN ISYRAQIYYAH (ILUMINASI) SYIHABUDIN
SUHRAWARDI” Fikrah, Vol. 3, No. 2, Desember 2015
Wira Hadi Kusuma ” Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi
Studi Agama Untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding” Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni
2018
Dhiauddin “ALIRAN FILSAFAT ISLAM (AL-HIKMAH AL-MUTA’ALIYAH) MULLA
SHADRA”NIZHAM, Vol. 01. No. 01, Januari-Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai