Anda di halaman 1dari 4

Nama : Mayang Putri Ningtyas

NIM : 154011810030

Semester 4

Tugas Askeb Kehamilan II

Assalamualaikum wr.wb. perkenalkan nama saya Mayang Putri Ningtyas NIM 154011810030 semester
4. Saya adalah seorang mahasiswi DIII Kebidanan di STIK Siti Khadijah Palembang . Pada tanggal 9 Maret
2020 saya melaksanakan kegiatan Praktik Klinik Kebidanan IIA di Puskesmas Nagaswidak Palembang.
Setelah 9 hari saya dinas di Puskesmas tersebut, pihak kampus dan Dinas Kesehatan menarik kami
kembali karena terkait adanya wabah yang sedang terjadi di negara Indonesia yaitu Covid-19. Dan kami
pun di liburkan dahulu. Disini saya akan berbagi cerita saat saya sedang dinas di Puskesmas Nagaswidak.

Saya banyak menemukan ibu hamil di usia muda di bawah umur 20 tahun karena pernikahan dini dan
mengakibatkan kehamilan usia muda yang beresiko. Hamil di usia sangat muda dapat meningkatkan
risiko kesehatan pada wanita dan bayinya. Hal ini karena sebenarnya tubuh belum siap untuk hamil dan
melahirkan.

Usia anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan, sehingga jika hamil, pertumbuhan dan
perkembangan tubuh akan terganggu. Resikonya akan terjadi pada bayi yang dilahirkan nanti akan
mengalami pertumbuhan tidak normal. Salah satunya adalah stunting. Kondisi kehamilan yang sering
muncul akibat pernikahan usia anak, yakni tekanan darah tinggi, anemia, bayi lahir dalam kondisi
prematur, dan ibu meninggal saat melahirkan.

Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dengan berbagai latarbelakang. Telah
menjadi perhatian komunitas internasional mengingat risiko yang timbul akibat pernikahan yang
dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan pada usia muda, dan infeksi penyakit menular
seksual. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penting yang berperan dalam pernikahan usia dini.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan saat
persalinan pada usia muda, sehingga berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain itu,
pernikahan di usia dini juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan kepribadian dan
menempatkan anak yang dilahirkan berisiko terhadap kejadian kekerasan dan keterlantaran. Masalah
pernikahan usia dini ini merupakan kegagalan dalam perlindungan hak anak.

Selain itu, dampak dari pernikahan anak umumnya sering menyebabkan terganggunya kesehatan psikis
atau mental wanita. Salah satu ancamannya adalah wanita muda rentan menjadi korban kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) dan mereka tidak memiliki pengetahuan bagaimana caranya terbebas dari
kekerasan itu. Kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi dalam pernikahan anak. Hal ini disebabkan
karena belum siapnya mental dari kedua pasangan yang menikah untuk menghadapi masalah-masalah
yang muncul. Pasangan usia muda ini belum bisa menghadapi persoalan dengan dewasa.
Yang memprihatinkan, sebagian besar pelaku pernikahan dini masih berusia belasan tahun. Mereka juga
berstatus masih sebagai pelajar. Namun pihak keluarga memang tidak memiliki pilihan lain begitu tahu
terjadi peristiwa kehamilan.

Adapun faktor pernikahan dini lainnya ialah ingin menghindari fitnah terkait norma asusila karena sudah
terlanjur dekat. Tak hanya itu, sebagian kecil juga menyatakan diri kesiapannya untuk membangun
rumah tangga walupun usianya masih dini. Tapi ya kebanyakan sudah dalam keadaan hamil sebelum
menikah. Fenomena ini akibat pengaruh kebebasan mengakses dunia maya. Oleh karena itu, perlu
mengimbau kepada orang tua untuk menjalin koordinasi dengan putra-putrinya. Tak hanya itu, peran
instansi pendidikan juga penting. Mengingat sebagian waktu dari keseharian anak berada di sekolah.

Dalam era kebebasan informasi dalam mempromosikan menikah muda. Banyak kalangan pemuda yang
menggunakan kecepatan dan kecanggihan media social untuk memposting hal-hal yang berbau menikah
muda, tidak jarang mereka yang memiliki pandangan tersendiri mengenai menikah.

Dengan maraknya pernikahan muda di Indonesia seakan-akan menjadi tabir baru yang terus ditelaah
dan teliti oleh beberapa kalangan. Padahal kata menikah muda sendiri hanya bisa kita kenali di
Indonesia, tidak ada yang namanya menikah muda di luar Negeri, mereka hanya mengenal kata
menikah, entah itu muda maupun tua, menikah tetaplah menikah. Karena kata tambahan itulah yang
menimbulkan pro maupun kontra dari Masyarakat. Banyak tanggapan serta argumentasi tersendiri dari
Pemerintah maupun Masyarakat mengenai problematika menikah muda.

Kisah pernikahan muda ini membuka tabir baru dari salah satu dilema sosial yang sebenarnya cukup
meresahkan di Indonesia. Banyak kejadian yang seharusnya tidak semetinya terjadi, seperti kasus klise
seperti hamil di luar nikah, ternyata banyak faktor lain yang seakan-akan semakin menormalkan
pernikahan di umur-umur sekolah di Indonesia. Usia di mana seharusnya generasi muda punya
kesempatan menyelesaikan pendidikan dasar demi membangun masa depan yang lebih cerah.

Dengan banyaknya kasus yang terjadi dalam pernikahan dini maka tidak menutup kemungkinan bahwa
pemerintah akan mempertimbangkan kembali mengenai batas minimal perkawinan. Pernikahan dini
bukan hanyalah sebatas menghindari zina ataupun hasrat seksual semata, namun juga sebuah fase
dimana seseorang menghadapi kedewasaan dan kehidupan yang sesungguhnya. Banyak sekali hal yang
perlu dipertimbangkan sebelum melakukan pernikahan dini seperti persiapan mental maupun fisik.

Pendidikan bagi perempuan, Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dilewati begitu saja. Pendidikan
sendiri merupakan yang utama dan sebenarnya bisa dilakukan untuk perempuan serta laki-laki.
Walaupun begitu, sebenarnya pendidikan bagi perempuan sendiri masih jadi bahan pembicaraan
dimana pendidikan bagi perempuan tidaklah penting karena akan berakhir menjadi ibu rumah tangga.
Selain itu, banyak sekali faktor-faktor penghambat saat mengedukasi perempuan diantaranya sebagai
berikut:

– Pemikiran masyarakat yang jadul


Perempuan terhambat untuk melanjutkan pendidikan hingga sarjana dikarenakan pemikiran atau pola
mind set masyarakat yang berlebihan. Mereka berpikir sudah bisa menghasilkan banyak uang dan tidak
akan memikirkan untuk melanjutkan sekolah yang tinggi dulu baru bisa mendapatkan uang. tapi semua
kembali lagi dengan pola pikir kalian atau mind set masing-masing. Pola pikiran masyarakat yang
membuat hambatan di dalam pendidikan perempuan haruslah dihapuskan. Semua ini agar tidak bisa
mempengaruhi pendidikan bagi perempuan. Kebanyakan masyarakat beranggapan bahwasannya
perempuan tidak perlu untuk berpendidikan tinggi kalau akhirnya kerja sebagai ibu rumah tangga yang
kerjaannya ngurusin rumah, masak di dapur, dan cuci piring atau pakaian. Sebenarnya semua mind set
tersebut disalahkan, perlu untuk kamu ketahui bahwasannya pendidikan bagi perempuan itu penting
karena dia akan berperan sebagai ibu di dalam rumah. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi pastinya akan
mampu mengajarkan hal yang baik kepada anaknya dan tentunya bisa juga perempuan bekerja
dimanapun tempatnya.

– Faktor Ekonomi

Salah satu hal yang bisa juga menjadi kendala ataupun hambatan bagi perempuan untuk melanjutkan
pendidikan yaitu faktor ekonomi. Banyak sekali masyarakat yang tidak bisa melakukan pendidikan ke
jenjang yang tinggi dikarenakan ekonomi mereka tidak cukup jika digunakan untuk membayar sekolah.
Perlu untuk kalian ketahui bahwasannya kini telah ada yang namanya bantuan dari pemerintah. Jadi,
jangan khawatir ataupun takut karena pemerintahan telah memfasilitasi pendidikan gratis bagi
perempuan ataupun laki-laki yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang tinggi. Bahkan,
pemerintah juga memberikan sedikit bantuan keuangan.

– Tidak memiliki inspirasi

Hal yang menjadi kendala dalam dunia pendidikan perempuan adalah tidak memiliki inspirasi. Jadi,
inspirasi untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi diperlukan agar bisa menetapkan niat dan
tujuan yang kuat untuk melakukan pendidikan. Tidak sedikit juga, perempuan lebih memilih untuk
menikah dan bekerja daripada melanjutkan pendidikan karena tidak punya inspirasi lagi di dalam dunia
pendidikan. Perlu untuk kalian ketahui, bahwasannya pendidikan bagi perempuan itu sangat diperlukan
untuk menata masa depan yang cerah dan juga mampu menjadikan wanita mandiri serta menjadi
wanita karir yang bisa setingkat dengan anak laki-laki.

Edukasi soal kesehatan reproduksi mengambil peranan penting dalam mencegah pernikahan anak.
Ketika anak memiliki pengetahuan cukup soal kesehatan reproduksi, mereka akan lebih bertanggung
jawab dan waspada terhadap kesehatan seksualnya karena mendapat pengetahuan cukup. Dengan
pengetahuan memadai soal kesehatan reproduksi, mereka jadi paham, bahwa pernikahan usia anak
menyebabkan kehamilan dan melahirkan dini yang berhubungan dengan angka kematian tinggi baik
pada ibu maupun anak. Jika pun ibu dan anak sehat, ada kemungkinan perkembangan anak tidak
maksimal karena terbatasnya pengetahuan ibu dalam membesarkan anak.

Langkah pertama pencegahan tersebut adalah dengan pemberian edukasi kepada keluarga-keluarga
yang memiliki niatan melakukan pernikahan dini. Pemberian edukasi ini dapat dilakukan pada
kelompok-kelompok kumpulan warga agar pemberian edukasi berjalan lebih efektif. Edukasi ini
dilakukan dengan tujuan untuk menanamkan pengetahuan kepada masyarakat sehingga mereka tidak
akan melakukan hal tersebut. Materi yang disampaikan dapat berupa dampak-dampak buruk yang akan
terjadi jika pernikahan dini dilakukan sehingga hal ini harus dihentikan.

Langkah kedua adalah meningkatkan kompetensi sosial mereka, hal ini dapat dilakukan sebagai langkah
lanjutan dari pemberian edukasi. Setelah mengetahui dampak buruk dan bagaimana pernikahan dini
tidak akan menghapuskan permasalahan ekonomi mereka begitu saja, mereka diharapkan dapat
menginternalisasikan hal-hal yang diberikan itu kepada diri mereka, sehingga mereka tidak akan
melakukan pernikahan dini pada anak-anak mereka kelak.

Langkah ketiga adalah dengan membentuk para pemberi layanan kepada sesama (natural caregiving).
Setelah adanya pemberian edukasi, diharapkan mereka menjadi lebih peduli dengan adanya upaya
penghapusan pernikahan dini dan tidak melakukan pernikahan dini pada anak-anak mereka.

Langkah keempat yang dapat dilakukan adalah dengan adanya organisasi komunitas dan sistem
intervensi untuk menguatkan gerakan perubahan.

Saya rasa edukasi ini belum berhasil karena pernikahan dini sendiri sudah menjadi perilaku yang
mendarah daging, banyak yang bahkan menjadikannya adat atau tradisi di suatu daerah terlepas dari
adanya permasalahan eknomi, sehingga tidak akan mudah untuk menghentikan ataupun
menghapuskannya. Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin, karena tidak ada yang tidak mungkin di
kehidupan ini.

Sekian dan terima kasih, wassalamualaikum wr.wb.

Anda mungkin juga menyukai