Anda di halaman 1dari 9

Kelompok : 01

Nama Kelompok :

1. Abie Aprianata (122019007P)


2. Elvira Dara Sariska (122019022P)
3. Mardhiyah Ria Sari (122019024P)
4. Muhammad Ardiansyah (122019004)
5. M Vitto Ramadhani (122019003)

Mata Kuliah : AIK II

Jurusan/Kelas : Teknik Kimia

Dosen Pengajar : IR. Atika Dewi

Materi Tata Cara Bersuci (Thaharoh)

1. Mandi Wajib

“Mandi” pada pembahasan mandi junub di sini adalah “membasahi seluruh tubuh


dengan air dan diawali dengan niat untuk mandi wajib”. Menetapkan niat dalam mandi ini
merupakan hal yang wajib bagi laki-laki maupun wanita.

Dari Umar bin Khaththab, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫إِن َّ َما اْألَ ْع َما ُل بِالنِّي َّا‬


‫ت‬

“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat.”

Hadits pertama

‫وءه‬66‫أ وض‬66‫ ثم توض‬، 6‫ه‬6‫ل يدي‬66‫ كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إذا اغتسل من الجنابة غس‬: ‫ عنها قالت‬6‫عن عائشة رضي هللا‬
‫ائر‬66‫ل س‬66‫ ثم غس‬، ‫رات‬66‫اء ثالث م‬66‫ه الم‬66‫اض علي‬66‫ أف‬6‫رته‬66‫د أروى بش‬66‫ شعره حتى إذا ظن أنه ق‬6‫ ثم يخلل بيده‬6، ‫ ثم اغتسل‬6، ‫للصالة‬
‫جسده‬

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha; dia berkata, “Bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mandi dari janabah maka beliau mulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian
berwudhu sebagaimana wudhunya untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jarinya kedalam
air kemudian menyela dasar-dasar rambutnya, sampai beliau menyangka air sampai kedasar
rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga kali
kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Faedah hadits-pertama:

(1) Dari hadits di atas kita dapati salah satu keutamaan Aisyah radhiallahu ‘anha dan juga
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, yaitu turut andil dalam menyampaikan
ilmu agama, terutama yang bersifat pribadi. Merekalah yang bisa meriwayatkan tata cara
mandi junub Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara rinci, juga sunnah-sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain di dalam rumah. Para shahabat pun tidak
mungkin mengetahui semua sunnah-sunnah apa saja yang dikerjakan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam apabila beliau sedang berada di rumah, melainkan mengetahuinya dari istri-
istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

(2) Dalam hadits tersebut terdapat kata “kana” (‫)ك ان‬, yang dalam bahasa Arab bisa saja
memiliki dua arti atau dua maksud:

 kana yang berarti perbuatan masa lampau, maksudnya adalah Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam “pernah” mandi junub seperti yang dijelaskan dalam hadits.
 kana yang berarti perbuatan yang berulang-ulang/berkesinambungan (istimrar),
maksudnya adalah Rasulullah “senantiasa” mandi junub (setelah jima’ dengan istrinya)
seperti yang dijelaskan dalam hadits.
→ Dan pendapat yang kuat menurut para ulama ialah maksud yang kedua,
yaitu kana yang berarti “senantiasa”, pula didukung dengan kata “idza” (yang juga
bermakna “senantiasa” pada kalimat idza-ghtasala (jika mandi: setiap kali mandi). Jadi,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mandi junub (setelah jima’ dengan
istrinya) seperti yang dijelaskan dalam hadits.

(3) Dikatakan dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sebelum mandi
junub, yaitu seperti wudhunya orang yang akan shalat, bukan wudhu dalam makna bahasa
(hanya membersihkan diri).

(4) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan dua tangannya untuk menggosok
bagian rambutnya ketika mandi junub, bukan hanya satu tangan.

(5) Dalam hadits pula terdapat kata “saira“, yang dalam konteks hadits di atas, dapat diartikan
sebagai “sisa bagian tubuh yang lain yang belum terkena air”. Jadi, setelah bagian-bagian
wudhu terkena air, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membasahi sisa bagian tubuh
yang lain yang belum terkena air, sehingga basahlah seluruh tubuhnya.

Hadits kedua

‫ منه جميعا‬6‫ أغتسل أنا ورسول هللا صلى هللا عليه وسلم من إناء واحد نغترف‬6‫ كنت‬: ‫وعن عائشة رضي هللا عنها قالت‬

Aisyah radhiallahu ‘anha juga berkata, “Aku mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari satu tempayan, dan kami sama-sama mengambil air dari tempayan tersebut .” (HR.
Muslim)
Faedah hadits-kedua:

 Sebagai dalil bolehnya suami-istri mandi bersama.


 Mandi-bersama tersebut akan menjadi sunnah (petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, ed.) ketika diniatkan untuk meniru amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
 Sebagai dalil tentang bolehnya melihat kemaluan istri/suami.

Hadits ketiga

ُ 6‫ وض‬: ‫الت‬66‫ا ق‬66‫لم أنه‬66‫ الحارث رضي هللا عنها زوجة النبي صلى هللا عليه وس‬6‫ بنت‬6‫عن ميمونة‬
‫ه‬66‫لى هللا علي‬66‫ ص‬6‫ول هللا‬66‫عت لرس‬6
‫رتين‬66‫ط – م‬66‫األرض أو الحائ‬66‫ ب‬6‫ ثم ضرب يده‬، ‫ ثم غسل فرجه‬، ‫ أو ثالثا‬6‫ على يساره مرتين‬6‫نه‬6‫ فأكفا بيمي‬6، ‫وسلم َو ضوء الجنابة‬
‫ ثم تن ّحى‬، ‫ده‬66‫ائر جس‬66‫ل س‬66‫ ثم غس‬، ‫اء‬66‫ه الم‬66‫اض على رأس‬66‫ ثم أف‬6، ‫ ثم غسل وجهه وذراعيه‬، ‫أو ثالثا – ثم تمضمض واستنشق‬
6‫ وجعل ينفض الماء بيده‬، ‫ بخرقة فلم يُردها‬6‫ فأتيته‬: ‫ قالت‬6، ‫فغسل رجليه‬

Dari Maimunah binti Al-Harits radhiyallahu‘anha; dia mengatakan, “ Saya menyiapkan air
bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mandi junub. Kemudian
beliau  menuangkan (air tersebut)  dengan tangan kanannya di atas tangan kirinya sebanyak
dua kali – atau tiga kali, kemudian beliau  cuci kemaluannya, lalu  menggosokkan tangannya
di tanah atau di tembok  sebanyak dua kali – atau tiga kali. Selanjutnya, beliau  berkumur-
kumur dan ber-istinsyaq (menghirup air), kemudian beliau  cuci mukanya dan dua
tangannya sampai siku. Kemudian beliau  siram kepalanya lalu seluruh tubuhnya. Kemudian
beliau  mengambil posisi/tempat, bergeser, lalu mencuci kedua kakinya. Kemudian saya
memberikan kepadanya kain (semacam handuk, pen.) tetapi beliau tidak menginginkannya,
lalu beliau menyeka air (di tubuhnya) dengan menggunakan kedua tangannya .” (HR. Bukhari
dan Muslim)

Faedah hadits-ketiga:

 Hadits di atas menunjukkan khidmat seorang istri terhadap suaminya. Contohnya


sebagaimana Maimunah binti Al-Harits radhiyallahu ‘anha, istri Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, menyiapkan air mandi untuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 Dijelaskan tahapan-tahapan mandi junub yang lebih rinci dari hadits Aisyah
sebelumnya.
 Kita dapati dari hadits, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencuci kemaluan dengan
tangan kirinya.
 Rasulullah berwudhu sebelum mandi, persis seperti wudhunya orang yang akan shalat,
ber-istinsyaq, berkumur-kumur, membasuh muka, dan seterusnya.
 Dalil bahwa tidak mengapa menghilangkan bekas air wudhu dari badan. Adapun mandi
wajib yang sebatas sah, yang dikatakan para ulama, ialah tidak berwudhu terlebih
dahulu, tidak mengapa.

Dalam mandi junub, berwudhu itu tidak wajib. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‫م ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا‬6ْ ُ‫َوإِ ْن ُك ْنت‬


“Dan jika kalian junub maka bersucilah.” (QS. Al-Ma`idah : 6)

Dalam Al-Quran, Allah Ta’ala tidak menyebutkan tata cara mandi secara rinci; berbeda dengan
wudhu yang disebutkan satu per satu urutannya. Hal itu menunjukkan bahwa wudhu harus
dilakukan seperti itu (sesuai dengan rincian), berbeda dengan mandi.

Juga hadits Imran bin Husein dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
seorang shahabat yang dalam keadaan junub dan belum shalat,

‫خذ هذا فأفرغه عليك‬

“Ambil (air) ini, dan tumpahkan ke tubuhmu.”

Oleh karena itu para ulama mengatakan, sebagai permisalan, jika orang yang junub membaca
basmalah, lalu masuk ke dalam kolam air dengan niat mandi junub, menggosok-gosokkan
kepalanya, hingga basah seluruh tubuhnya, lalu dia keluar dari kolam, maka hal tersebut
sudah sah dikatakan mandi junub, meskipun dia tidak berwudhu.

Demikian hal tersebut ialah syarat minimal sahnya mandi junub. Adapun apabila mandi dengan
diawali wudhu maka itu lebih afdhal (utama), karena hal tersebut yang senantiasa dilakukan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berwudhu itu hukumnya sunnah, karena
perbuatan* Nabi hukum asalnya sunnah, tidak menunjukkan kewajiban. Akan tetapi kita
diperintahkan oleh Allah subhanahu wa Ta’ala untuk mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

*) Catatan redaksi:

1. Hadits qauli (berupa ucapan) ialah segala ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


yang ada hubungannya dengan tasyri’.
2. Hadits fi’li (berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang diberitakan oleh para shahabatnya tentang wudhu, shalat, haji, dan
selainnya.
3. Hadits taqriri ialah segala perbuatan shahabat yang diketahui oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak
mengingkarinya.
2.Ber-Wudhu
Wudhu adalah perkara yang disyariatkan dalam Islam. Seseorang yang hendak shalat
hendaklah ia berwudhu terlebih dahulu, arena shalatnya tidak akan Allah ta’ala terima, kecuali
setelah ia berwudhu. Tentang disyari’atkan dan diwajibkannnya ibadah wudhu ini, maka Allah
ta’ala berfirman,

‫ْن‬6ِ ‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَي‬


ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى ال‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka cucilah
muka-muka kalian dan tangan-tangan kalian sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah
kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki” [QS. Al Maidah: 6]
Syeikh Shalih al Fauzan hafidzahullah berkata: “Ayat yang mulia ini mewajibkan wudhu ketika
hendak shalat. Juga menjelaskan tentang anggota badan yang wajib dicuci atau diusap ketika
berwudhu. Namun Ayat ini membicarakan tentang anggota badan wudhu dengan sangat terbatas.
Kemudian Nabi lah yang menjelaskan dengan sangat gamlang tata cara wudhu dengan ucapan
ddan perbuatan beliau” [Al Mulakhash Al-Fiqhiy: 1/40]

DALIL DISYARI’ATKAN WUDHU DARI HADITS

Pertama

Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,

َ ‫صاَل ةُ أَ َح ِد ُك ْم إِ َذا أَحْ د‬


‫َث َحتَّى يَتَ َوضَّأ‬ َ ‫اَل تُ ْقبَ ُل‬

“Tidak akan diterima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadats hingga dia
berwudhu” [Muttafaqun alaihi, Bukhari (135), Muslim (225)]
Jadi ketika seseorang berhadats, kemudian hendak melaksanakan sholat, maka shalatnya tidak
akan diterima sampai dia melakukan wudhu.

Kedua

Hadits dari Abdullah bin Umar Dia berkata Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‫ص َدقَةٌ ِم ْن ُغلُو ٍل‬ ٍ ‫صاَل ةٌ بِ َغي ِْر طُه‬
َ ‫ُور َواَل‬ َ ‫اَل تُ ْقبَ ُل‬

“Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci dan shadaqah yang didapatkan dari
kecurangan” [HR. Muslim (224)]
Hadits ini mirip dengan hadits yang kita sebutkan diatas, yaitu bagi orang yang hendak shalat,
maka disyaratkan baginya untuk bersuci. Dan bersuci yang dimaksudkan di sini adalah
berwudhu atau mandi bagi yang berhadas besar

Ketiga

Hadits dari Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda,

َّ ‫ت إِلَى ال‬
‫صاَل ة‬ ُ ْ‫إِنَّ َما أُ ِمر‬
ُ ‫ت بِ ْال ُوضُو ِء إِ َذا قُ ْم‬

“Hanyasanya aku diperintah untuk berwudhu apabila hendak melakukan shalat” [HR. Abu
Dawud (3760), Tirmidzi (1848)]
Ini juga hadis yang menunjukkan bahwa bersuci adalah syarat diterimanya shalat. Sehingga Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk berwudhu ketika hendak melaksanakan sholat.
Karena shalat tanpa berwudhu, maka akan sia-sia dan tidak diterima

Keempat

Dari Abu Sa’id radhiyallahu Anhu Dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda،

ُّ ‫صاَل ِة‬
‫الطهُو ُر َوتَحْ ِري ُمهَا التَّ ْكبِي ُر َوتَحْ لِيلُهَا التَّ ْسلِيم‬ َّ ‫ِم ْفتَا ُح ال‬
“Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, penutupnya adalah salam” [HR.
Abu Dawud (60), Tirmidzi (3), Ibnu Majah (275), dan yang lainnya. Syeikh Albani
menshahihkan hadits ini dalam Shahihul Jami’ (5761)]
Demikianlah empat dalil dari Hadits atau sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
berkenaan dengan wajibnya berwudhu bagi orang yang hendak melaksanakan shalat.

Dalil-dalil ini sangat tegas menunjukkan tidak sah nya sholat tanpa berwudhu.
3.Ber-Tayamun

Tayamum merupakan salah satu cara bersuci dalam isla. Tayamum merupakan cara
bersuci dalam islam dengan menggunakan tanah atau debu yang suci. Tayamum dilakukan
sebagai pengganti wudhuk dan mandi wajib jika tidak terdapat air atau seseorang dlam
keadaan tidak dapat menggunakan air misalnya sedang sakit.

Rukun tayamum adalah hal-hal yang harus dilakukan ketika seseorang bersuci dengan
cara bertayamum. Adapun rukun tayamum berdasaraka pembahasan ilmu fiqh ada 4 bagian
yaitu rukun tayamum yang pertama adalah niat melakukan tayamum, rukun tayamum yang
kedua adalah mengusap debu pada wajah, rukun tayamum yang ketiga adalah mengusap
kedua tangan sampai kedua siku dan rukun tayamum yang keempat adalah tertib atau
berurutan.

Dalil Tayamum Sebagai Pengganti Bersuci dari Wudhu dan Mandi Wajib

Dalam beribadah, kesucian temasuk perkara paling penting untuk diperhatikan. Ibadah
tertentu seperti shalat tidak sah tanpa suci terlebih dahulu, baik suci dari najis maupun dari
hadas. Dalam fiqih, bersuci dari hadas dibagi tiga; mandi wajib untuk menghilangkan hadas
besar, wudhu untuk menghilangkan hadas kecil, dan tayamum sebagai pengganti dari mandi
wajib dan wudhu.

Secara bahasa, tayamum adalah alqasdu, maksud atau atau keinginan. Hal ini
sebagaimana firman Allah dalam surat Albaqarah ayat 267;

َ ِ‫َواَل تَيَ َّم ُموا ْال َخب‬


َ‫يث ِم ْنهُ تُنفِقُون‬

“Dan jangan kalian menginginkan (memilih) yang buruk dari apa kalian nafkahkan”

Sedangkan menurut istilah syariah tayamum adalah mengusap wajah dan kedua telapak
tangan dengan menggunakan debu yang suci sebagai pengganti dari wudhu dan mandi wajib.
Sebagian ulama menambahkan bi qasdit ta’abbud lillah, dengan tujuan beribadah kepada Allah.
Fungsi tayamum sebagai thaharah pengganti mandi besar dan wudhu sudah ditetapkan
dalam Alquran, hadis Nabi Saw. dan kesepakatan para ulama (ijma’). Al-Imam al-Nawawi dan
Ibnu Qudamah mengatakan, tayamum ditetapkan sebagai pengganti mandi wajib dan wudhu
salah satunya berdasarkan ijma’ ulama dan termasuk di antara keistimewaan dan kemudahan
yang diberikan oleh Allah kepada umat Nabi Saw.

Tayamum disyariatkan berdasarkan firman Allah surah Al-Maidah ayat 6;

َ ‫ضى أَوْ َعلَى َسفَ ٍر أَوْ َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أَوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم ت َِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
‫فَا ْم َسحُوا‬ ‫ص ِعيدًا طَيِّبًا‬ َ ْ‫َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
ُ‫بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُك ْم ِم ْنه‬

“Dan jikalau kalian dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan atau seseorang di antara
kalian baru saja buang hajat atau menggauli wanita, kemudian kalian tidak mendapatkan air,
maka kalian lakukanlah tayamum dengan tanah yang baik. Usaplah wajah kalian dan tangan
kalian dari tanah tersebut. Tidaklah Allah menghendaki untuk menjadikan beban bagi kalian,
melainkan Allah berkeinginan untuk membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagi kalian, agar kalian bersyukur.”

Sedangkan dari hadis Nabi Saw., bahasan tentang tayamum di antaranya berdasar hadis riwayat
al-Imam al-Bukhari, dari Jabir bin Abdillah al-Anshari, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda;

‫ت لِي اأْل َرْ ضُ َم ْس ِجدًا َوطَهُورًا فَأَيُّ َما َر ُج ٍل ِم ْن أُ َّمتِي‬ ْ َ‫ب َم ِسي َرةَ َشه ٍْر َو ُج ِعل‬ ِ ‫ت بِالرُّ ْع‬ ُ ْ‫صر‬ ِ ُ‫يت َخ ْمسًا لَ ْم يُ ْعطَه َُّن أَ َح ٌد قَ ْبلِي ن‬ ُ ‫أُ ْع ِط‬
ُ ‫صةً َوب ُِع ْث‬
‫ت إِلَى‬ َّ ‫ث إِلَى قَوْ ِم ِه خَا‬ ُ ‫ت لِي ْال َمغَانِ ُم َولَ ْم تَ ِح َّل أِل َ َح ٍد قَ ْبلِي َوأُ ْع ِط‬
ُ ‫يت ال َّشفَا َعةَ َو َكانَ النَّبِ ُّي يُ ْب َع‬ ْ َّ‫ص ِّل َوأُ ِحل‬َ ُ‫صاَل ةُ فَ ْلي‬َّ ‫أَ ْد َر َك ْتهُ ال‬
ً‫اس عَا َّمة‬
ِ َّ‫الن‬

“Saya telah diberikan lima perkara, tidak seorangpun sebelum ku diberikan kelima hal tersebut.
Saya diberi pertolongan berupa ketakutan bagi musuh sejauh masa sebulan, dijadikan bagiku
tanah sebagai masjid dan bersuci, maka di mana saja seseorang dari umatku mendapati waktu
shalat maka hendaklah dia mengerjakan shalat. Dan dihalalkan bagiku harta rampasan perang
di mana harta rampasan tersebut tidak dihalalkan bagi seorang pun sebelumku, dan saya
diberikan syafaat, dan adalah setiap Nabi diutus khusus bagi kaumnya semata sedangkan saya
diutus bagi seluruh manusia.

Tayamum juga ditetapkan berdasarkan hadis riwayat al-Imam Muslim dari Huzaifah, dia berkata
bahwa Nabi Saw. bersabda;

ْ َ‫ت لَنَا ْاألَرْ ضُ ُكلُّهَا َم ْس ِجدًا َوطَهُوْ رًا َوج ُِعل‬


‫ت تُرْ بَتُهَا طَهُوْ رًا اِ َذا‬ ْ َ‫ف ْال َماَل ئِ َك ِة َو ُج ِعل‬
ِ ْ‫صفُو‬
ُ ‫صفُوْ فُنَا َك‬ ْ َ‫ ُج ِعل‬:‫ث‬
ُ ‫ت‬ ِ َّ‫ض ْلنَا َعلَى الن‬
ٍ ‫اس بِثَاَل‬ ِ َ‫ف‬
ْ
‫لَ ْم يَ ِج ِد ال َما َء‬

“Kami telah diutamakan atas seluruh manusia dengan tiga hal; shaf-shaf kami dijadikan
bagaikan shaf para malaikat, dan dijadikan bagi kami bumi sebagai masjid dan tanahnya bagi
kami sebagai alat bersuci apabila kami tidak mendapatkan air.”

Anda mungkin juga menyukai