ACARA I
SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN
OLEH :
NOVIA RIZKI WARISMAYATI
J1A016083
KELOMPOK 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan
polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan
ikatan peptida. Pemanfaatan protein dalam industri pangan selain berfungsi sebagai zat gizi
juga berkaitan dengan sifat-sifat fungsionalnya yang dapat mempengaruhi karakteristik
produk pangan. Di antara sifat fungsional tersebut salah satunya adalah daya buih.
Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau
fase padat. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika
dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur. Volume buih yang tinggi
diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah, sebaliknya struktur buih yang stabil pada
umumnya akan dihasilkan dari putih telur yang memiliki elastisitas yang tinggi. Jika putih
telur terlalu banyak dikocok atau direnggangkan seluas mungkin akan menyebabkan
hilangnya elastisitas (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Jenis bahan yang digunakan sebagai pembentuk buih adalah putih telur, gelatin,
kasein, protein susu, protein kedelai dan gluten. Buih dibentuk ketika struktur protein terbuka
(unfold) untuk membentuk lapisan interfasial yang menahan gelembung udara dalam suspensi
dan mencegah pecahnya gelembung Makanan seperti whipped cream, es krim, kue dan lain-
lain adalah makanan yang dibuat dengan buih dan protein merupakan agen yang memiliki
permukaan aktif yang membantu pembentukan dan menstabilkan fase gas yang terdispersi.
Buih yang terdapat dalam makanan dan minuman harus memiliki sifat membentuk buih yang
stabil bahkan dalam bahan yang mengandung inhibitor buih seperti lemak, alkohol atau
bahan yang mengandung flavour. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini untuk
mengetahui daya buih dan stabilitas buih pada putih telur.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui sifat fungsional protein
dan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fungsional tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan polimer asam amino, konstituen penting dalam makanan, dimana
protein sebagai sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti
lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial berarti penting bagi
tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh). Protein juga merupakan komponen utama
dalam berbagai makanan alami, yang menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan
produk daging atau ikan, dan sebagainya. Protein terisolasi sering digunakan dalam makanan
sebagai unsur kandungan (ingredient) karena sifat atau fungsi uniknya, antara lain
kemampuannya menghasilkan penampilan tekstur atau stabilitas yang diinginkan. Misalnya,
protein digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi (emulsifier),
pembentuk busa (foaming agent) dan pengental (thickener). Beberapa protein makanan
merupakan enzim yang mampu meningkatkan laju reaksi biokimia tertentu, baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan atau merusak (Rozi, 2011).
Buih merupakan bahan yang terbentuk akibat memerangkap banyak gas dalam bentuk
cairan atau padatan. Buih juga merupakan suatu koloid. Buih terbentuk karena selaput protein
yang membentuk gelombang gas. Buih dapat didefinisikan sebagai sistem dua fase yang
mengandung udara dalam selnya dan dipisahkan oleh lapisan tipis cair dan continuous yang
disebut fase lamellar. Sifat buih pada makanan merupakan sistem yang sangat kompleks,
terdiri dari campuran gas, cairan, padatan dan surfaktan (Winarno, 1992).
Stabilitas buih yang rendah ditandai dengan semakin tingginya tirisan buih. Proses
pemanasan akan mengubah viskositas protein pembentuk buih terutama ovomucin yang
berperan dalam stabilitas buih. Salah satu cara untuk memperbaiki stabilitas buih yaitu
ditambahkan bahan tambahan lain seperti gula , penambahan sukrosa pada tepung telur yang
hasilnya dapat meningkatkan daya buih. Penambahan gula dengan dapat pula mempercepat
waktu pengocokan dan memperbaiki stabilitas buih. Daya buih dapat diukur dengan rumus:
volume awal dikurangi volume buih yang terbentuk setelah dikocok dibagi volume awal
dikali 100%. Daya buih telur semakin tinggi ditandai dengan semakin besarnya volume buih
yang dihasilkan (Fitriyani, 2017).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Putih Telur
Hasil pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Uji Daya Buih
Perlakuan Volume Volume
Kelompok FA (%)
Alat Suhu sebelum (mL) sesudah (mL)
5 Mixer Ruang 70 240 242,857
6 Manual Dingin 70 240 242,857
7 Mixer Dingin 70 300 328,571
8 Manual Ruang 60 200 233,33
Hasil perhitungan
1. Penguapan Daya Buih
a. Mixer Suhu Ruang (Kelompok 5)
Vf −Vi
FA (%) = 100 x
Vi
240−70
= 100 x
70
= 242,857%
b. Manual, Suhu Dingin (Kelompok 6)
Vf −Vi
FA (%) = 100 x
Vi
240−70
= 100 x
70
= 242,857%
c. Mixer Suhu Dingin (Kelompok 7)
Vf −Vi
FA (%) = 100 x
Vi
300−70
= 100 x
70
= 328,571%
d. Mixer Suhu Ruang (Kelompok 8)
Vf −Vi
FA (%) = 100 x
Vi
200−60
= 100 x
60
= 233,33%
PEMBAHASAN
Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau
fase padat. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika
dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur. Volume buih yang tinggi
diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah, sebaliknya struktur buih yang stabil pada
umumnya akan dihasilkan dari putih telur yang memiliki elastisitas yang tinggi. Jika putih
telur terlalu banyak dikocok atau direnggangkan seluas mungkin akan menyebabkan
hilangnya elastisitas (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Proses pembentukan buih dimulai pada saat putih bahan dikocok sehingga gelembung
udara akan ditangkap oleh bahan tersebut (whipped cream), dan terbentuklah buih. Selama
pengocokan akan terjadi peningkatan dan penurunan ukuran dan jumlah gelembung udara.
Daya buih merupakan ukuran kemampuan bahan untuk membentuk buih jika dikocok dan
biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume bahan yang digunakan. Buih yang
baik memiliki daya sebesar 6-8 kali volume bahan. Daya buih putih telur akan mempengaruhi
pengembangan adonan selama pemanasan.
Salah satu penerapan foam dalam kehidupan sehari-hari adalah pengocokan putih
telur. Telur memiliki sifat-sifat fisiko kimia yang sangat berguna dalam pengolahan pangan.
Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi, koagulasi dan warna. Busa merupakan dispersi
koloid dari fase gas dalam fase cair yang dapat terbnetuk pada saat telur dikocok. Mekanisme
terbentuknya busa telur adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga
rantai protein menjadi lebih panjang. Kemudian udara masuk diantara molekul-molekul yang
terbuka rantainya dan tertahan dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume. busa
dibentuk oleh beberapa protein dalam putih telur yang mempunyai kemampuan dan fungsi
yang berbeda-beda. Ovomucin mampu membentuk lapisan atau film yang tidak larut dalam
air dan dapat menstabilkan busa yang terbentuk. Globulin mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kekentalan dan menurunkan kecendrungan pemisahan cairan dari gelembung
udara.
Berdasarkan hasil pengamatan pada uji daya buih telur didapatkan hasil yakni pada
kelompok 5 dengan perlakuan menggunakan mixer dan suhu ruang volume sebelumnya
adalah 70 mL dan sesudahnya adalah 240 mL serta nilai FA 242,857%. Kelompok 6 dengan
perlakuan manual dan suhu dingin memiliki volume sebelumnya 70 mL dan volume
sesudahnya 240 mL serta nilai FA 242,857%, kelompok 7 dengan menggunakan mixer dan
suhu dingin memiliki volume sebelumnya 70 mL dan sesudahnya 300 mL serta FA
328,571%, dan kelompk 8 dengan perlakuan manual dan suhu ruang memiliki volume awal
60 ml dan sesudahnya 200 ml serta FA 233,33%. Untuk hasil pengamatan stabilitas buih
berturut-turut pada kelompok 5, 6, 7, dan 8 didapatkan hasil yaitu dengan volume sebelum 1
jam sebesar 0, 70, 65, dan 0 mL dan volume setelah 1 jam sebesar 20, 70, 70, dan 40 mL.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya buih protein adalah nilai pH,
konsentrasi protein, whipping aids dan inhibitor buih. Nilai pH pada titik isoelektrik atraksi
elektrostatik maksimum, viskositas dan rigiditas meningkat dan buih yang terbentuk stabil.
Buih yang dibentuk pada konsentrasi, protein yang tinggi lebih tebal dan stabil karena adanya
peningkatan ketebalan film interfasial. Whipping aids dapat dtambahkan pada protein untuk
meningkatkan kapasitas buih, menurunkan kerusakan protein akibat pengeringan dan
pemanasan. Whipping aids komersial yang biasa digunakan adalah trietil sitrat dan gliseril
triasetat. Etanol banyak digunakan sebagai whipping aids pada industri bir. Sukrosa dengan
konsentrasi 20% digunakan untuk melindungi putih telur selama pasteurisasi dan
pengeringan. Penambahan NaCl mempengaruhi kapasitas buih protein karena garam
mempengaruhi kelarutan, viskositas, unfolding dan agregasi protein. Dan terakhir inhibitor
buih merupakan substansi yang tidak larut air dan dapat menyebabkan rusaknya film protein.
Lemak dalam jumlah yang rendah (0,1%) dapat menyebabkan rusaknya daya buih protein.
KESIMPULAN
1. Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau
fase padat
2. Daya buih merupakan ukuran kemampuan bahan untuk membentuk buih jika dikocok
dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume bahan yang digunakan
pembentukan buih dimulai pada saat putih bahan dikocok sehingga gelembung udara
akan ditangkap oleh bahan tersebut ( whipped cream), dan terbentuklah buih.
3. Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan lemak terhadap
kapasitas dan stabilitas pembuihan. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini
antara lain whipped cream, air dingin dan minyak kedelai.
4. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil buih tertinggi yaitu pada perlakuan
dengan mixer pada suhu dingin dengan nilai FA sebesar 328,571% dan volume akhir
pada uji stabilitas buih sebesar 70mL
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya buih protein adalah nilai pH, konsentrasi
protein, whipping aids dan inhibitor buih.
DAFTAR PUSTAKA
Awwaly, K. U. A., S. Triarmojo, W. T. Artama dan Y. Erwanto, 2015. Komposisi Kimia dan
Bebrapa Sifat Fungsional Protein Paru Sapi yang Diekstraksi dengan Metode
Alkali. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Hasil Ternak, 10(2):54-62.
Fitriyani, N., A. Hintono dan Y. B. Pramono, 2017. Sifat Fungsional Whole Egg Hasil Freeze
Drying dengan Umur Telur yang Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
6(3):1-4.
Saputra. N., 2001. Tahap Pembentukan Buih. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Stadelman dan Cotteril. 1995. Pembuihan (Foaming). Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.