Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM BIOKIMIA DAN GIZI PANGAN

ACARA III
SIFAT FUNGSIONAL KARBOHIDRAT

OLEH :
NOVIA RIZKI WARISMAYATI
J1A016083
KELOMPOK 9

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Mataram, 3 Juli 2019


Mengetahui,
Co. Asst. Praktikum Biokimia dan Gizi Pangan Praktikan,

Adimah Novia Rizki Warismayati


NIM. J1A015001
NIM. J1A016083
ACARA III
SIFAT FUNGSIONAL KARBOHIDRAT

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sifat fungsional pati merupakan sifat fisikokimia yang mempengaruhi
perilaku komponen pati selama persiapan, pengolahan, penyimpanan dan
konsumsi. Sifat fungsional pati antara lain kelarutan dan swelling power dan
viskositas. Pati memegang perananan penting dalam industri pengolahan pangan
maupun non pangan, seperti pada industri kertas, lem, tekstil, permen, glukosa,
dekstrosa, sirup fruktosa, dan lain sebagainya. Pati alami seperti tapioka, pati
jagung dan sagu terdiri dari dua macam karbohidrat yaitu amilosa dan amilopektin
dalam kompisi yang berbeda dari mana pati itu berasal.
Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan
sifat lengket pada pati. Penggunanan pati dipengaruhi oleh beberapa sifat yang
ada dalam pati seperti gelatinasi, swelling power (daya kembang), dan viskositas.
Swelling power (daya kembang) pada pati merupakan kenaikan volume dan berat
maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air. Swelling power
yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang didalam
air.
Amilopektin merupakan faktor penting dalam pembengkakan granula
tepung, semakin tinggi kandungan amilopektin pati maka semakin tinggi daya
pembengkakan tepung, sedangkan kandungan amilosa yang tinggi dapat
mengurangi daya pembengkakan pada tepung. Pada suatu produk makanan,
amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk
makanan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan
bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan
amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses
mekarnya terjadi secara terbatas. Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui sifat-sifat fungsional karbohidrat pada berbagai jenis tepung.
Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat
fungsional karbohidrat.
TINJAUAN PUSTAKA

Sifat fungsional pati merupakan sifat fisikokimia yang memperngaruhi


perilaku komponen pati selama persiapan, pengolahan, penyimpanan dan
konsumsi. Sifat fungsional pati antara lain swelling power (daya pembengkakan
pati) dan kelarutan pati. Daya pembengkakan pati adalah kekuatan tepung untuk
mengembang, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain perbandingan
amilosa-amilopektin, panjang rantai dan distribusi berat molekul. Pati yang
memiliki swelling power tinggi akan baik digunakan untuk produk bakery yang
membutuhkan pengembangan besar, sedangkan tepung dengan swelling power
rendah cocok digunakan sebagai bahan baku produk yang tidak membutuhkan
pengembangan terlalu besar, contohnya mie (Kusumayanti, 2015).
Kelarutan pada pati terjadi disebabkan adanya ikatan non-kovalen antara
molekulmolekul pati. Bila pati dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan
menyerap air dan membengkak. Kelarutan pati terkait dengan kemudahan
molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan
menggantikan iteraksi hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih mudah
menyerap air dan mempunyai pengembangan yang tinggi. Adanya pengembangan
tersebut akan menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan
molekul pati terutama amilosa akan keluar. Kelarutan pati semakin tinggi dengan
meningkatnya suhu, serta kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap
pati. (Purnamasari, 2010).
Swelling power (daya kembang) pada pati merupakan kenaikan volume
dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air.
Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati
mengembang didalam air. Nilai swelling power perlu diketahui untuk
memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan dalam proses
produksi sehingga jika pati mengalami swelling, wadah yang digunakan masih
bisa menampung pati tersebut. Semakin besar swelling power berarti semakin
banyak air yang diserap selama pemasakan, hal ini disebabkan kandungan amilosa
dan amilopektin yang ada dalam tepung. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai
pengembangan volume akan semakin tinggi (Murillo, 2008).
Swelling power merupakan kekuatan pati untuk mengembang saat
dipanaskan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbandingan
amilosa amilopektin, panjang rantai dan densitas kamba. Hasil analisis swelling
power pati MOCAF berkisar antara 4,15-7,45. Tabel 2 menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara sampel yang difermentasi selama 12 dan 24 jam
dengan sampel yang tidak difermentasi (0 jam). Hal ini disebabkan karena liberasi
sel yang terjadi saat fermentasi membuat amilosa dan amilopektin keluar sehingga
bagian yang dapat mengikat air akan bertambah dan saling mengikat saat terjadi
gelatinisasi. Selain itu densitas kamba yang rendah juga berkorelasi positif dengan
tingginya nilai swelling power. Struktur pati yang porous akibat fermentasi akan
menurunkan nilai densitas kamba dan saat dipanaskan dengan air, bagian porous
tersebut akan mengikat air lebih banyak dan patinya akan lebih mudah
mengembang (Diniyah, 2018).
Kelarutan merupakan suatu kemampuan bahan untuk larut dalam air.
Karakteristik kelarutan dalam air menunjukkan jumlah tepung (gram) yangdapat
larut pada per mililiter pelarut (air). Variasi konsentrasi asam asetat dapat
meningkatkan nilai kelarutan tepung bengkuang. Peningkatan kelarutan tepung
diduga karena tepung telah terhidrolisa oleh asam asetat sehingga mengakibatkan
ukuran molekul pati yang lebih kecil, dengan ukuran molekul yang lebih kecil
tersebut maka mudah untuk larut dalam air, semakin rendahpanjang polimer rantai
pati maka semakin tinggi kelarutannya. Molekul amilosa mudah terpecah
dibandingkan dengan molekul amilopektin sehingga saat hidrolisa asam
berlangsung akan menurunkan gugus amilosa. Dengan semakin mudahnya
airyang masuk maka kecenderungan untuk membentuk ikatan hidrogen antara pati
dengan molekul air lebih besar. Ikatan hidrogen inilah yang menahan air untuk
keluar dari granula patisehingga pati tersebut dapat larut (Dewi, 2012).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 2019 di Laboratorium Kimia
dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya ialah
cawan petri, timbangan analitik, kuvet, sentrifuse, dan oven.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya
ialah tepung beras, tepung maizena, tepung tapioka dan tepung terigu.

Prosedur Kerja

Suspensi pati 0,1 g

10 ml aquades Dicampur dalam kuvet

Dipanaskan pada suhu 80oC selama


30 menit dengan pengadukan
setiap 5 menit

Disentrifius selama 10 menit pada


5000 rpm

Diambil 5 ml larutan yang jernih


Diletakkan pada cawan petri

Dikeringkan pada oven 100oC


hingga bobotnya tetap

Ditimbang dan dihitung kenaikan


bobotnya
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pegamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Kelarutan tepung
Kl Sampel a (g) b (g) Kelarutan
p (%)
1 Tepung Beras 32,191 32,198 2
2 Tepung Tapioka 24,5189 24,5322 26,6
3 Tepung Maizena 31,0571 34,059 3,8
4 Tepung Terigu 34,8591 34,871 23,8

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Swelling Power


Kl Sampel c (g) d (g) Swelling
p Power (%)
1 Tepung Beras 18,5341 27,8898 9,3557
2 Tepung Tapioka 18,7395 28,2437 9,533
3 Tepung Maizena 18,9299 28,4653 9,138
4 Tepung Terigu 18,8993 28,3882 9,97

Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Daya Serap Air


Kl Sampel A (ml) B (ml) C (g) Daya serap air
p (ml/g)
1 Tepung Beras 10 8,7 1 1,3
2 Tepung Tapioka 10 8,8 1 1,2
3 Tepung Maizena 10 9,2 1 0,8
4 Tepung Terigu 10 8,9 1 1,1

Keterangan :
a = Bobot cawan petri akhir
b = Bobot cawan petri awal
c = Bobot tabung kuvet awal
d = Bobot tabung kuvet akhir
A= Volume Awal
B= Volume Akhir
C= Berat sampel
Hasil Perhitungan
1. Hasil Perhitungan Kelarutan
a. Tepung beras
(b-a) x 10 ml
Kelarutan (%) = x 100%
0,1 g x 5 ml
( 32,198−32,191 ) x 10 ml
= x 100%
0,1 g x 5 ml
0,001 x 10
= x 100%
0,5 ml
1%
=
0,5
= 2%
b. Tepung Tapioka
(b-a) x 10 ml
Kelarutan (%) = x 100%
0,1 g x 5 ml
( 24,5322−24,5189 ) x 10 ml
= x 100%
0,1 g x 5 ml
0,0133 x 10
= x 100%
0,5 ml
= 26,6%

c. Tepung Maizena
(b-a) x 10 ml
Kelarutan (%) = x 100%
0,1 g x 5 ml
( 34,059−31,0571 ) x 10 ml
= x 100%
0,1 g x 5 ml
0,0019x 10
= x 100%
0,5 ml
= 3,8%
d. Tepung Terigu
(b-a) x 10 ml
Kelarutan (%) = x 100%
0,1 g x 5 ml
( 34,871−34,8591 ) x 10 ml
= x 100%
0,1 g x 5 ml
0,0119x 10
= x 100%
0,5 ml
= 23,8%
2. Hasil Perhitungan Swelling Power
a. Tepung beras
(d-c)
Swelling power = x 100%
Bobot sampel (g) x (100-% kelarutan)
( 27,8898−18,5341 )
= x 100%
1 g x (100−0,02)
9,3557
= x 100%
99,98
= 9,357%
b. Tepung tapioka
(d-c)
Swelling power = x 100%
Bobot sampel (g) x (100-% kelarutan)
( 28,2437−18,7395 )
= x 100%
1 g x (100−0,266)
9,5078
= x 100%
99,734
= 9,533%
c. Tepung maizena
(d-c)
Swelling Power = x 100%
Bobot sampel (g) x (100-% kelarutan)
( 28,4653−18,9299 )
= x 100%
1 g x (100−0,038)
9,1354
= x 100%
99,902
= 9,138%
d. Tepung terigu
(d-c)
Swelling power = x 100%
Bobot sampel (g) x (100-% kelarutan)
( 28,3882−18,8993 )
= x 100%
1 g x (100−0,238)
9,4889
= x 100%
99,762
= 9,97%
3. Hasil Perhitungan Daya Serap Air
a. Tepung beras
A−B
Daya serap air (ml/g) =
C
10−8,7
=
1
= 1,3 ml/g
b. Tepung tapioka
A−B
Daya serap air (ml/g) =
C
10−8,8
=
1
= 1,2 ml/g
c. Tepung maizena
A−B
Daya serap air (ml/g) =
C
10−9,2
=
1
= 0,8 ml/g
d. Tepung terigu
A−B
Daya serap air (ml/g) =
C
10−8,9
=
1
= 1,1 ml/g
PEMBAHASAN

Pati merupakan cadangan bahan baku pada tanaman yang disimpan pada
berbagai jaringan penimbun. Pati tersimpan dalam bentuk butiran (granula) yang
kenampakan dan ukurannya beragam. Pati merupakan glukan yang terdiri dari 2
macam fraksi. Granula pati tersusun secara berlapis-lapis mengelilingi nukleus.
Pembentukan granula pati dikontrol untuk endogeneus. Granula pati bersifat
higroskopis, mudah menyerap air, lembab dan diikuti dengan peningkatan
diameter granula. Pati tidak larut dalam air dingin karena antar molekulnya terikat
1 dengan lainnya lewat ikatan H. Dalam proses pembentukan jendalan pati, pati
yang kandungan amilosanya tinggi akan lebih cepat dan banyak menyerap air,
hasil jendalannya bervolume lebih mengembang dan kurang lekat. Sedangkan pati
yang kadar amilosanya rendah lebih sedikit menyerap air dan jendalannya kurang
mengembang tetapi lebih lekat.
Sifat fungsional karbohidrat dapat diketahui dengan penentuan kelarutan,
swelling power dan daya serap air menggunakan beberapa jenis tepung. Tepung
yang digunakan pada praktikum ini yaitu tepung beras, maizena, tapioka dan
terigu. Pati jagung tersusun atas 25% amilosa dan 75% amilopektin. Amilosa
mendorong proses mekar sehingga produk yang berasal dari pati-patian
beramilopektin tinggi bersifat porous, ringan, gating, dan mudah patah
(Setyowati, 2006). Tapioka adalah nama yang diberikan untuk produk olahan dari
akar ubi kayu (cassava). Pati yang berasal dari akar ubi kayu dan dikeringkan
sebenarnya dikenal dengan banyak nama tergantung pada lokasi geografisnya.
Analisis terhadap akar ubi kayu yang khas mengidentifikasikan kadar air 70%,
pati 24%, serat 2%, protein 1% serta komponen lain (mineral, lemak, gula) 3%. 
Beras dikenal sebagai sumber karbohidrat yang baik dengan kandungan
sekitar 70 – 80%, sehingga berfungsi sebagai sumber tenaga. Butir beras sebagian
besar terdiri atas pati, yaitu suatu zat hidrat arang yang tersusun dari unit-unit
glukosa. Pati beras tersusun atas dua komponen, yaitu amilosa dan amilopektin.
Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin dalam beras menentukan tingkat
kepulenannya. Pada prinsipnya semakin tinggi kandungan amilopektinnya, maka
beras tersebut semakin pulen atau lekat/lengket. Beras (nasi) dapat dibagi menjadi
empat golongan berdasarkan kandungan amilosanya, yaitu : (1) beras dengan
kadar amilosa tinggi 25-33%; (2) beras dengan kadar amilosa menengah 20-25%;
(3) beras dengan kadar amilosa rendah (9-20%; dan beras dengan kadar amilosa
sangat rendah (< 9%).
Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus yang berasal dari
biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Kata
terigu dalam Bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis trigo yang
berarti gandum.Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein
dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang
terbuat dari bahan terigu.Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%,
protein 8-13%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 13-
15,5%.
Hasil pengamatan kelarutan karbohidrat menunjukkan bahwa tepung beras
memiliki kelarutan 2%, tepung tapioka memiliki kelarutan 26,6%, tepung maizena
memiliki kelarutan 3,8% dan tepung terigu memiliki kelarutan 23,8%.
Berdasarkan hasil pengamatan, tepung tapioka dan tepung terigu memiliki
kelaruta yang paling tinggi. Kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya
suhu, serta kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati. Semakin
tinggi suhu pemanasan menyebabkan terjadinya degradasi dari pati sehingga
rantai pati tereduksi dan cenderung lebih pendek akan meningkatkan sifat
hidrofilik pati. Peningkatan kelarutan selalu diikuti oleh peningkatan viskositas
pati. Hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah gugus hidroksil yang
menyebabkan kelarutan dalam air meningkat dan mengakibatkan air yang
sebelumnya bebas bergerak diluar granula menjadi terperangkap dan tidak dapat
bergerak bebas lagi.
Hasil pengamatan swelling power karbohidrat menunjukkan bahwa tepung
beras memiliki swelling power 9,357%, tepung tapioka memiliki swelling power
9,533%, tepung maizena memiliki swelling power 9,138% dan tepung terigu
memiliki swelling power 9,97%. Pati dengan swelling power tinggi memiliki daya
cerna yang tinggi dan menunjukkan kemampuan pati untuk memperbaiki sifat-
sifat makanan dan penggunaan pati dalam berbagai aplikasi makanan. Pati yang
memiliki swelling power tinggi akan baik digunakan untuk produk bakery yang
membutuhkan pengembangan besar, sedangkan tepung dengan swelling power
rendah cocok digunakan sebagai bahan baku produk yang tidak membutuhkan
pengembangan terlalu besar, contohnya mie (Kusumayanti dkk., 2015).
Hasil pengamatan daya serap air menunjukkan bahwa tepung beras
memiliki daya serap air sebesar 1,3%, tepung tapioka memiliki daya serap air
sebesar 1,2%, tepung maizena memiliki daya serap air sebesar 0,8% dan tepung
terigu memiliki daya serap air sebesar 1,1%. Daya serap air dipengaruhi oleh
kadar amilosa pada pati. Amilosa memiliki struktur lurus dan banyak
mengandung gugus hidroksil sehingga lebih mudah untuk mengikat dan melepas
air. Semakin banyak kandungan amilosa, maka kemampuan pati untuk meyerap
dan membengkak menjadi besar
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik


beberapa kesimpulan diantaranya:
1. Hasil pengamatan kelarutan karbohidrat menunjukkan bahwa tepung beras
memiliki kelarutan 2%, tepung tapioka memiliki kelarutan 26,6%, tepung
maizena memiliki kelarutan 3,8% dan tepung terigu memiliki kelarutan
23,8%.
2. Hasil pengamatan swelling power karbohidrat menunjukkan bahwa tepung
beras memiliki swelling power 9,357%, tepung tapioka memiliki swelling
power 9,533%, tepung maizena memiliki swelling power 9,138% dan
tepung terigu memiliki swelling power 9,97%.
3. Hasil pengamatan daya serap air menunjukkan bahwa tepung beras
memiliki daya serap air sebesar 1,3%, tepung tapioka memiliki daya serap
air sebesar 1,2%, tepung maizena memiliki daya serap air sebesar 0,8%
dan tepung terigu memiliki daya serap air sebesar 1,1%.
4. Kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu, serta kecepatan
peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati.
5. Daya serap air dipengaruhi oleh kadar amilosa pada pati. Semakin banyak
kandungan amilosa, maka kemampuan pati untuk meyerap dan
membengkak menjadi besar
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, N. S., N. H. R. Parnanto dan A. Ridwan A., 2012. Karakteristik Sifat


Fisikokimia Tepung Bengkuang (Pachyrhizus Erosus) Dimodifikasi
Secara Asetilasi Dengan Variasi Konsentrasi Asam Asetat Selama
Perendaman. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 5(2):104-112.
Diniyah, N., A. Subagio, R. N. L. Sari dan N. Yuwana, 2018. Sifat Fisikokimia,
Dan Fungsional Pati Dari Mocaf (Modified cassava flour) Varietas Kaspro
Dan Cimanggu. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 15 (2): 80 – 90.
Kusumayanti, H, Handayani, N, A, Santosa, H. 2015. Swelling power and water
solubility of cassava and sweet potatoes flour. Procedia Environmental
Sciences. 23:164-167
Murillo, C.E.C., Wang, Y.J., and Perez, L.A.B., 2008, Morphological,
Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and
Corn Starches, Starch/Stärke Vol. 60, 634-645.
Purnamasari, Indah dan Happy Januarti, 2010. Pengaruh Hidrolisa Asam-Alkohol
dan Waktu Hidrolisa Asam terhadap Sifat Tepung Tapioka. Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai