Anda di halaman 1dari 32

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN EPISIOTOMI DAN AMNIOTOMI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Mikro dan Makro


Dosen Pengampu/penguji :

1. Anik Sulistiyanti, S.Si.T.,M.Kes.


2. Ninik Christiani, S.Si.T.,M.Kes.

Oleh:
Alfania Mukti Pramudita
NIM. 030217A029

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN TRANSFER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017
LEMBAR PERSETUJUAN

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Kuliah Asuhan kebidanan


Persalinan dan Bayi baru Lahir dengan Pokok Bahasan “Asuhan Ibu Bersalin
Kala II” dan Sub Pokok Bahasan “ Episiotomi dan Amniotomi”, telah diperiksa
dan disetujui oleh pembimbing serta layak untuk dilaksanakan pada:

Hari : Senin

Tanggal : 11 Desember 2017

Surakarta, 11 Desember 2017


Calon Dosen

Alfania Mukti Pramudita


NIM. 030217A029

Telah disetujui Oleh,

Pembimbing I
Pembimbing II

Anik Sulistiyanti, S.Si.T.,M.Kes.


Ninik Christiani, S.Si.T.,M.Kes.
NIK. 34.10.11.010
NIDN.0607118001
LEMBAR PENGESAHAN

Rencana Pembelajaran Pengajaran Makro Mata Kuliah Asuhan Kebidanan


Persalinan dan Bayi Baru Lahir dengan Pokok Bahasan “Asuhan Ibu Bersalin
Kala II “ dan Sub Pokok Bahasan “Episiotomi dan Amniotomi”, telah
dilaksanakan pada hari Kamis, 14 desember 2017 dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Surakarta, 11 Desember 2017


Calon Dosen

Alfania Mukti Pramudita


NIM.030217A029

Telah disahkan Oleh,

Penguji I
Penguji II

Anik Sulistiyanti, S.Si.T.,M.Kes.


Ninik Christiani, S.Si.T.,M.Kes.
NIK. 34.10.11.010
NIDN. 0607118001
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

A. IDENTITAS MATA KULIAH

Mata Kuliah : Asuhan kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir


Program Studi : D III Kebidanan
Kode Mata Kuliah : Bd. 302
BebanStudi : 3 SKS (T:2 ,P:1)
Semester : III
Pokok Bahasan : Asuhan Ibu Bersalin Kala II
Sub Pokok Bahasan : Episiotomi dan Amniotomi
Waktu Pertemuan : 1x50 menit
Hari, Tanggal : Kamis, 14 Desember 2017

B. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu melaksanakan tentang asuhan kebidanan pada
ibu bersalin kala II dengan sub pokok bahasan Episiotomi dan Amniotomi.

C. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin
kala II dengan sub pokok bahasan Episiotomi dan Amniotomi.

D. INDIKATOR KETERCAPAIAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan dapat
1. Menjelaskan pengertian Episiotomi dan Amniotomi dengan benar
2. Menjelaskan Tujuan dilakukannya Episiotomi dan Amniotomi dengan
benar
3. Menyebutkan indikasi dan kontraindikasi Episiotomi dan Amniotomi
dengan betul
4. Menyebutkan jenis-jenis dari Episiotomi dengan Benar
5. Menjelaskan prosedur pelaksanaan Episiotomi dan Amniotomi dengan
benar
E. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Kognitif : Mahasiswa mampu memahami tentang


asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala
II tentang Episiotomi dan Amniotomi.
2. Afektif : Mahasiswa mampu mengapresiasi
asuhan kebidanan pada ibu bersalin
kala II tentang Episiotomi dan
Amniotomi.
3. Psikomotorik : Mahasiswa mampu melakukan asuhan
kebidanan pada ibu bersalin kala II
tentang Episiotomi dan Amniotomi.

F. TUJUAN PELATIHAN KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR


Setelah mengikuti pelatihan ini, calon dosen diharapkan mampu
menerapkan keterampilan dasar mengajar secara terpadu dengan
mengutamakan pada keterampilan membuka, menjelaskan materi, dan
menutup pelajaran.

G. POKOK-POKOK MATERI
1. Pengertian Episiotomi dan Amniotomi.
2. Tujuan Episiotomi dan Amniotomi
3. Indikasi dan Kontraindikasi Episiotomi dan Amniotomi.
4. Jenis-jenis Episiotomi.
5. Prosedur Episiotomi dan Amniotomi.
6. Penyembuhan Luka Episiotomi.
7. Komplikasi Episiotomi dan Amniotomi
H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Tahapan/W Kegiatan
Kegiatan Calon Dosen Metode
aktu Mahasiswa
Pendahuluan 1. Memberikan salam Menjawab Salam Tanya Jawab
±5 menit pembuka
2. Menginformasikan Memperhatikan Ceramah
pokok materi yang
akan dibahas
3. Menyampaikan tujuan Memperhatikan Ceramah
pembelajaran
4. Menyampaikan
relevansi materi Memperhatikan Ceramah
dengan profesi bidan.
5. Melakukan apersepsi
berkaitan dengan
materi pokok bahasan Menjawab Tanya Jawab
yang akan
disampaikan.
Penyajian 1. Menggali pengetahuan Menjawab Tanya Jawab
±40 menit mahasiswa tentang
Episiotomi dan
Amniotomi
2. Memberikan Sumbang Saran Ceramah
kesempatan kepada
mahasiswa lain untuk
memberikan jawaban
3. Menjelaskan kepada Memperhatikan Ceramah
mahasiswa tentang dan mencatat
definisi Episiotomi
dan Amniotomi
4. Menjelaskan kepada Memperhatikan Ceramah
mahasiswa tentang dan mencatat
tujuan dilakukannya
Episiotomi dan
Amniotomi
5. Menjelaskan kepada Memperhatikan Ceramah
mahasiswa tentang dan mencatat
indikasi dan
kontraindikasi
Episiotomi dan
Amniotomi
6. Menjelaskan kepada Memperhatikan Ceramah
mahasiswa tentang dan mencatat
jenis-jenis dari
Episiotomi
7. Menjelaskan kepada Memperhatikan Ceramah
mahasiswa tentang dan mencatat
prosedur pelaksanaan
Episiotomi dan
Amniotomi
8. Menjawab pertanyaan Bertanya Tanya Jawab
yang diajukan
mahasiswa
Penutup ±5 1. Bersama mahasiswa Memperhatikan Ceramah
menit menyimpulkan materi dan mencatat
yang telah
disampaikan
2. Melakukan evaluasi Menjawab Tanya jawab,
dari perkuliahan yang diskusi
telah disampaikan
dengan cara memberi
pertanyaan
3. Menginformasikan Memperhatikan Ceramah
materi yang akan
diberikan selanjutnya
4. Memberikan salam Menjawab Salam Tanya jawab
penutup

I. EVALUASI
1. Prosedur
a. Pre test : Ada pada awal pembelajaran (apersepsi)
b. Embedded tes : Ada dalam proses pembelajaran
c. Post Test : Ada padaakhirpembelajaran (tes formatif)
2. Jenis : Tes lisan
3. Bentuk : Tes Objektif
4. Alat : Tes buatan calon dosen
5. Soal dan Kunci : Terlampir

J. REFERENSI
Agnes Isti harjanti. 2015. MODUL B3-1 ASUHAN KEBIDANAN III
(PERSALINAN). Semarang: Stikes Telogorejo.

Oxorn Harry, Forte William R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi &


Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.

Baston Helen, Hall Jennifer. 2012. Midwifery Essentials Persalinan


Volume 3 (Midwifery Essentials: Labour. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Purwoastuti Th. Endang, Walyani Elisabeth Siwi. 2015. Ilmu Obstetri &
Ginekologi Sosial untuk Kebidanan. Yogyakarta:
PUSTAKABARUPRESS.

Sujiyatini & Dewi S.., 2011. Asuhan Kebidanan II


(Persalinan).Yogyakarta: Rohima Press

Yanti. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta:


Pustaka Rihama

Asrinah, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Persalinan.

K. LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Uraian Materi
2. Lampiran 2 : Evaluasi
3. Lampiran 3 : Media
4. Lampiran 4 : Garis-garis Besar Program Perkuliahan
Ungaran, Desember 2017
Calon Dosen

Alfania Mukti Pramudita


NIM.030217A029
Telah disahkan Oleh,

Penguji I Penguji II

Anik Sulistiyanti, S.Si.T.,M.Kes. Ninik Christiani, S.Si.T.,M.Kes.


NIK. 34.10.11.010 NIDN. 0607118001
Lampiran 1

URAIAN MATERI
EPISIOTOMI DAN AMNIOTOMI

A. EPISIOTOMI
1. Definisi Episiotomi
Episiotomi adalah insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin Hymen, jaringan septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah depan
perineum untuk melebarkan jalan lahir sehingga mempermudah
kelahiran.
Episiotomi merupakan tindakan operatif berupa sayatan pada
perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan
pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan
perineum. Episiotomi biasanya dikerjakan pada hampir semua primipara
atau pada perempuan dengan perineum kaku (Purwoastuti E. & Walyani
S., 2015).
Episiotomi adalah suatu insisi bedah yang dilakukan pada perineum
untuk memudahkan pelahiran bagian presentasi janin. Meskipun dahulu
dilakukan secara rutin, kajian sistematik terhadap bukti-bukti
memastikan bahwa praktik ini harus dibatasi sesuai kebutuhan klinis
(Renfrew dkk., 1998 dalam buku Baston H. & Hall J., 2011) dan tidak
boleh menjadi bagian dari asuhan rutin selama pelahiran spontan (NICE,
2007, dalam buku Baston H. & Hall J., 2011).

2. Tujuan Episiotomi
Episiotomi bertujuan mencegah rupture perineum dan
mempermudah pemulihan perineum kaku. Episiotomi dilakukan saat
perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam
vagina. Dengan episiotomi, akan mempercepat kelahiran pada waktu
janin mengalami kegawatan, memfasilitasi kelahiran pada kasus-kasus
tertentu, dan melindungi kepala bayi prematur (Purwoastuti E. &
Walyani S., 2015).

3. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi
Menurut (Yanti, 2010) Indikasi untuk melakukan episiotomi bisa
dipertimbangkan pada kasus-kasus;
a. Gawat janin
b. Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, distosia bahu,
ekstraksi forceps, ekstraksi vacum, dll.)
c. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang menghalangi
kemajuan persalinan
Arief Mansjoer dalam buku Kapita Selekta Kedokteran (Purwoastuti
E. & Walyani S., 2015). Indikasi dilakukannya episiotomi adalah sebagai
berikut:
1. Pada keadaan yang mungkin terjadi ruptur uteri
2. Janin prematur atau adanya gawat janin
3. Janin letak sungsang persalinan dengan ekstraksi cunam, vakum dan
janin besar.
Kontraindikasi
Arief Mansjoer dalam buku Kapita Selekta Kedokteran (Purwoastuti
E. & Walyani S., 2015). Adapun kontraindikasi dilakukannya episiotomi
adalah:
1. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
2. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak
seperti penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang
luas pada vulva dan vagina.
Saat melakukan episiotomi haruslah tepat. Bila pengerjaannya
terlampau terlambat, prosedur tersebut tidak akan berhasil mencegah
laserasi dan melindungi dasar panggul. Bila terlampau cepat, insisi akan
mengakibatkan kehilangan darah yang tidak perlu. Episiotomi dilakukan
ketika perineum menonjol, ketika diameter kulit kepala bayi terlihat 3
sampai 4 cm sewaktu his, dan ketika bagian terendah akan dilahirkan
dengan tiga atau empat kontraksi berikutnya. Dengan cara ini kontraksi
dihindari, peregangan yang berlebihan pada dasar panggul dicegah, dan
perdarahan yang banyak dapat dielakkan (Oxom H. & Forte R., 2010).

4. Manfaat Dilakukan Episiotomi


Menurut (Yanti, 2010) adapun manfaat dilakukannya tindakan
episiotomi adalah sebagai berikut:
a. Fasilitasi untuk persalinan dengan tindakan/menggunakan instrumen.
b. Mencegah robekan perineum yang kaku atau diperkirakan tidak
mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan. Misalnya:
bayi yang sangat besar/makrosomia.
c. Mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus
letak/presentasi abnormal (bokong, ubun-ubun kecil dibelakang)
dengan menyediakan tempat lebih luas untuk persalinan yang aman.
d. Mempercepat kelahiran pada janin dengan fetal distress.
e. Mempercepat proses kelahiran pada waktu ibu mengalami
kegawatan.
f. Melindungi kepala bayi prematur jika perineum kaku.

5. Jenis-jenis Episiotomi
Menurut (Purwoastuti E. & Walyabi S., 2015), ada beberapa jenis
episiotomi berdasarkan arah insisinya, yaitu:
a. Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah
diperbaiki, lebih sedikit pendarahan, penyembuhan lebih baik dan
jarang dispareuni. Episiotomi ini dapat menyebabkan ruptur totalis.
Manfaat:
1) Secara dratomis lebih alamiah
2) Menghindari pembuluh darah dan saraf
3) Lebih mudah dijahit

Bahayanya:
Jika meluas bisa memanjang melalui sfingter ani
b. Episiotomi mediolateral merupakan jenis insisi yang banyak
dilakukan karena lebih aman.
Manfaat:
Perluasan akan lebih kecil kemungkinan terjadi melalui sfingter ani
Bahaya:
1) Penyembuhan terasa lebih sakit
2) Lebih sulit dijahit
3) Mungkin kehilangan darah lebih banyak
c. Episiotomi lateral, tidak dianjurkan lagi karena hanya dapat
menimbulkan sedikit relaksasi introitus, perdarahan lebih banyak
dan sukar direparasi.
Menurut Benson dan pernoll (2009) dalam buku Purwoastuti E. &
Walyani S., 2015, sekarang ini ada dua jenis episiotomi yang digunakan,
yaitu episiotomi pada garis tengah (midline episiotomy) dan episiotomi
mediolateral.
a. Episiotomi pada garis tengah (midline episiotomy) atau
median
Sayatan yang dibuat digaris tengah, di mana insisi atau sayatan
dimulai dari ujung terbawah introitus vagina pada garis tengah
komissura posterior sampai batas atas otot-otot sfingter ani (tidak
sampai mengenai serabut sfingter ani).
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:
1) Perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh
karena daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh
darah.
2) Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan
kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan.
3) Tidak akan memengaruhi keseimbangan otot dikanan-kiri
dasar pelvis
4) Insisi akan lebih mudah sembuh, karena bekas insisi tersebut
mudah dirapatkan.
5) Tidak begitu sakit pada masa nifas yaitu masa setelah
melahirkan.
6) Dispareuni jarang terjadi
Kerugian episiotomi jenis ini adalah terjadi perluasan laserasi
ke sfingter ani (laresari median sfingter ani) sehingga terjadi
laserasi perinei tingkat III inkomplet atau laserasi menjangkau
hingga rektum (laserasi dinding rektum), sehingga terjadi ruptur
perinei komplet yang mengakibatkan kehilangan darah lebih
banyak dan lebih sulit dijahit.
b. Episiotomi mediolateral
Sayatan yang dibuat dari garis tengah kesamping menjauhi
anus yang sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk
mencegah ruptura perinei tingkat III, dimana insisi dimulai dari
ujung terbawahintroitus vagina menuju kebelakang dan samping
kiri atau kanan di tengah antara spina ischiadica dan anus.
Dilakukan pada ibu yang memiliki perineum pendek, pernah
ruptur grade 3, dengan panjang sayatan kira-kira 4 cm dan insisi
dibuat pada sudut 45 derajat terhadap forset posterior pada satu sisi
kanan atau kiri tergantung pada kebiasaan orang yang
melakukannya.
Keuntungan dari episiotomi mediolateral adalah perluasan
laserasi akan lebih kecil kemungkinannya mencapai otot sfingter
ani dan rektum sehingga dapat mencegah terjadinya laserasi perinei
tingkat III ataupun laserasi perineum yang lebih parah yang sampai
pada rektum.
Kerugian episiotomi mediolateral:
1) Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah
yang banyak pembuluh darahnya. Daerah insisi kaya akan
fleksus venosus.
2) Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih
sukar dan penyembuhan terasa lebih sakit dan lama.
3) Insisi lateral akan menyebabkan distorsi (penyimpangan)
keseimbangan dasar pelvis.
4) Otot-ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara benar
(posisinya sulit), sehingga terbentuk jaringan parut yang
kurang baik.
5) Rasa nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari dan
kadang-kadang diikuti dispareuni (nyeri saat berhubungan).
6) Hasil akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus) dan
Pelebaran introitus vagina.

6. Prosedur
Menurut (Purwoastuti E. & Walyani S.) Prosedur pelaksanaan tindakan
episiotomi adalah sebagai berikut:
Persiapan
a. Pertimbangkan indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan
bahwa episiotomi tersebut penting untuk keselamatan dan
kenyamanan ibu dan bayi.
b. Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperluka
sudah tersedia dan dala keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
c. Gunakan teknik aseptic atau antiseptic setiap saat, cuci tangan dan
pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
d. Jelaskan pada ibu mengapa ia meemrlukan episiotomi dan diskusikan
prosedur dengan ibu. Berikan alasan rasional pada ibu.

Anestesi Lokal
a. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu klien untuk
merasa rileks.
b. Hisap 10 ml larutan lidokain 1% tanpa epinefrin ke dalam tabung
suntik steril ukuran 10 ml (tabung suntik lebih besar boleh digunakan
jika diperlukan). Jika lidokain 1% tidak tersedia, larutkan 1 bagian
lidokain 2% dengan 1 bagian cairan garam fisiologis atau air distilasi
steril, sebagai contoh larutan 5 ml lidokain dalam 5 ml cairan garam
fisiologis atau air steril.
c. Pastikan bahwa tabung suntik memiliki jarum ukuran 22 dan panjang
4 cm (jarum yang lebih panjang boleh digunakan jika diperlukan).
d. Letakkan 2 jari ke dalam vagina diantara kepala bayi dan perineum.
e. Masukkan jarum ditengah fourchette dan arahkan jarum sepanjang
tempat yang akan diepisiotomi.
f. Aspirasi (tarik batang penghisap) untuk memastikan bahwa jarum
tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam
tabung suntik jangan suntikkan lidokain, tarik jarum tersebut keluar.
Ubah posisi jarum dan tusukkan kembali. Alasan: ibu bisa mengalami
kejang dan bisa terjadi kematian, jika lidokain disuntikkan ke dalam
pembuluh darah.
g. Tarik jarum perlahan sambil menyuntikkan maksimal 10 ml lidokain.
h. Tarik jarum bila sudah kembali ketitik asal jarum suntik ditusukkan
kulit melembung karena anestesi bisa terlihat dan dipalpasi pada
perineum disepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi.

Prosedur dalam episiotomi menurut buku panduan APN Revisi 2007


adalah sebagai berikut:
a. Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat dan 3-
4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi. Alasannya:
melakukan episiotomi akan menyebabkan perdarahan, jangan
melakukannya terlalu dini.
b. Masukkan dua jari ke dalam vagina diantara kepala bayi dan
perineum, kedua jari agak diregangkan dan diberikan sedikit tekanan
lembut kearah luar pada perineum. Alasannya: hal ini akan
melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum
sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi.
c. Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi ayau steril.
Tempatkan gunting di tengah-tengah fourchette posterior dan gunting
mengarah ke sudut yang diinginkan untuk melakukan episiotomi
mediolateral (jika bukan kidal, episiotomi mediolateral yang
dilakukan disisi kiri lebih mudah dijahit). Pastikan untuk melakukan
palpasi atau mengidentifikasi sfingter ani eksterna dan mengarahkan
gunting cukup jauh ke arah samping untuk menghindari sfingter.
d. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral
menggunakan satu atau dua guntingan yang mantap. Hindari
menggunting jaringan sedikit-sedikit karena akan menimbulkan tepi
yang tidak rata sehingga menyulitkan penjahitan dan waktu
penyembuhan lebih lama.
e. Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke alam vagina.
f. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka
episiotomi dengan dilapisi kain atau kassa steril diantara kontraksi
untuk membantu mengurangi perdarahan.
g. Kendalikan kepala, bahu dan badan bayiuntuk mencegah perluasan
episiotomu.
h. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah ada
episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi,
lakukan penjahitan jika terjadi perluasan episiotomi atau laserasi
tambahan.

7. Penyembuhan Luka
a. Fase 1: segera setelah cedera, respon peradangan menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam
jaringan, serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan
memproduksi enzim proteolitik yang memakan jaringan yang
mengalami cedera.
b. Fase 2: setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk
benang-benang kolagen pada tempat cedera.
c. Fase 3: pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi
jaringan yang rusak kemudian menutup luka.
Proses penyembuhan sangat dihubungkan dengan usia, berat badan,
status nutrisi, dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka, dan
status imunologinya. Penyembuhan luka sayatan episiotomi yang
sempurna tergantung kepada beebrapa hal. Tidak adanya infeksi pada
vaginasangat mempermudah penyembuhan. Keterampilan menjahit
juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat diatur kembali
sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari sedikit
mungkin pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong,
pembuluh darah tidak akan terbentuk lagi (Purwoastuti E. & Walyani
S., 2015.

8. Komplikasi
a. Nyeri postpartum dan dispareunia
b. Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien
bekas episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan
rasa sakit. Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi
dapat menyebabkan dispareunia apabila jahitannya terlalu erat.
c. Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya
massa.
d. Trauma perineum posterior berat.
e. Trauma perineum anterior.
f. Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
g. Infeksi bekas episiotomi, infeksi lokal sekitar kulit dan fasia
superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi.
h. Gangguan dalam hubungan seksual, jika jahitan yang tidak cukup erat,
menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk
kedua pasangan saat melakukan hubungan seksual (Purwoastuti E. &
Walyani S., 2015)
B. AMNIOTOMI
1. Definisi Amniotomi
Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput ketuban
(amnion) dengan jalan membuat robekan kecil yang kemudian melebar
secara spontan, akibatnya gaya berat cairan dan tekanan di dalam rongga
amnion. Tindakan ini umumnya dilakukan pada pembukaan lengkap agar
penyelesaian proses persalinan berlangsung sebagaimana mestinya
Pada upaya kondisi selektif amniotomi dilakukan pada fase awal,
sebagai upaya akselerasi persalinan. Pada kondisi demikian penilaian
serviks, penurunan bagian terbawah dan luas panggul menjadi penentu
keberhasilan persalinan. Penilaian yang salah dapat menyebabkan cairan
amnion sangat berkurang sehingga menimbulkan distosia dan
meningkatkan morbiditas/mortalitas ibu dan bayi yang dikandungnya
(Yanti, 2010).

2. Indikasi Dan Kontraindikasi


Menurut (Asrinah, dkk., 2010) indikasi dan kontraindikasi
dilakukannya tindakan Amniotomi adalah sebagai berikut:
Indikasi
a. Pada persalinan kala II jika ketuban belum pecah dan serviks telah
membuka sepenuhnya
b. Akselerasi Persalinan
Adalah tindakan untuk meningkatkan frekuensi, lama dan kekuatan
kontraksi uterus dalam persalinan. Tujuannya adalah untuk mencapai
his 3 kali dalam 10 menit lamanya 40 detik. Dengan dilakukannya
amniotomi, cairan ketuban akan keluar, volume terus berkurang,
prostaglandin dihasilkan, dapat merangsang persalinan, serta
kontraksi uterus meningkat.
c. Persalinan pervaginam dengan menggunakan instrumen
Salah satu syarat persalinan pervaginam dengan menggunakan
instrumen adalah ketuban sudah pecah/dipecahkan sehingga dapat
mengurangi komplikasi/penyulit. Didaerah dengan insiden HIV
tinggi, selaput ketuban sejauh mungkin dipertahankan.
Kontraindikasi
a. Polihidramnion
Dikatakan polihidramnion atau hidramnion jika cairan ketuban lebih
dari 200 cc. Kejadian yang sering terjadi pada polihidramnion yaitu:
1) Cacat janin, terutama pada asensepalus dan atresia esovagus
2) Kehamilan kembar
3) Beberapa penyakit seperti DM, pre-eklempsia, eklampsia,
erytoblastosis foetalis hidramnion, dimana merupakan suatu
kehamilan dengan resiko tinggi karena dapat membahayakan
bagi ibu dan janin. Oleh karena itu penanganan harus secara
sangat berhati-hati, sebab bila tidak, ketika bila dilakukan
amniotomi bisa terjadi:
a) Pancaran yang terlalu cepat dari selaput amnion secara tiba-
tiba sehingga cairan terlalu cepat habis keluar; pada janin
terjadi distress
b) Dilihat di beberapa kejadian yang sering terjadi dapat
menimbulkan infeksi (DM), prolapsus foniculli, solusio
plasenta, inertia uteri dan perdarahan postpartum.
b. Presentasi Muka
c. Tali Pusat terkemuka
d. Vasa Previa
e. Letak Lintang presentasi bahu
Menurut (Yanti, 2010) indikasi dan kontraindikasi dilakukan
tindakan amniotomi adalah pada:
Indikasi
a. Persalinan kala II
1) Pada persalinan kala II pembukaan cenderung sudah lengkap,
sehingga dapat:
a) Mendorong terjadinya reflek mengejan, sehingga persalinan
dapat dipercepat.
b) Memperkecil bahaya infeksi.
c) Mengurangi kemungkinan prolapsus funikuli/bagian kecil
lainnya.
d) Dapat cepat mengambil tindakan dalam menyelesaikan
persalinan.
e) Saat yang tepat dalam memecahkan ketuban adalah waktu
akhir dari his dengan pertimbangan pada akhir his derasnya
aliran ketuban berkurang serta menghindari terjadinya
prolapsus funikuli/bagian kecil lainnya.
2) Jika amniotomi dilakukan pada pembukaan kecil dapat
menimbulkan bahaya antara lain terjadi prolapsus funikuli,
bahaya infeksi makin besar, serta memperbesar kemungkinan
distress janin. Oleh sebab itu amniotomi pada pembukaan kecil
sebaiknya dilakukan di Rumah Sakit, sehingga siap untuk
mengambil tindakan operasi persalinan dengan seksio caesarea.
b. Akselerasi persalinan
1) Akselerasi persalinan adalah tindakan untuk meningkatkan
frekuensi, lama dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.
2) Tujuannya adalah untuk mencapai his 3x dalam 10 menit
lamanya 40 detik. Dengan dilakukannya amniotomi maka cairan
ketuban akan keluar, volume uterus berkurang, prostaglandin
dihasilkan, dapat merangsang persalinan, serta kontraksi uterus
meningkat.
c. Persalinan pervaginam dengan menggunakan instrumen
1) Salah satu syarat persalinan pervaginam dengan menggunakan
instrumen adalah ketuban sudah pecah atau dipecahkan sehingga
dapat mengurangi komplikasi atau penyulit.
2) Di daerah dengan insiden HIV tinggi, selaput ketuban sejauh
mungkin dipertahankan.
Kontraindikasi
a. Polihidramnion
Dikatakan polihidramnion dan hidramnion jika cairan ketuban lebih
dari 200 cc. Kejadian-kejadian yang sering terjadi pada
polyhydramnion yaitu:
1) Cacat janin terutama pada anencepalus dan atresia oesophagei
2) Kehamilan kembar
3) Beberapa penyakit seperti DM, pre-eklampsi, eklampsi,
erytroblastosia foetalis hydramnion, dimana merupakan suatu
kehamilan dengan resiko tinggi karena dapat membahayakan
bagi ibu dan janin. Oleh karena itu penanganan harus secara
sangat berhati-hati, karena jika tidak, jika dilakukan amniotomi
bisa terjadi:
a) Pancaran yang terlalu cepat dari selaput amnion yang secara
tiba-tiba sehingga cairan terlalu cepat habis keluar maka
janin terjadi distress.
b) Dilihat dibeberapa kejadian yang sering terjadi dapat
menimbulkan infeksi (DM), prolapsus foeniculi, solusio
plasenta, inertia uteri, dan perdarahan postpartum.
b. Presentasi muka
Dilihat dari faktor predisposisi letak (presentasi muka adalah
panggul sempit dan anak yang besar, kelainan tulang leher, lilitan
tali pusat banyak, anensephalus, panggul picak, hydramnion, dinding
perut kendor hingga rahim jatuh kedepan.
Jika dilakukan amniotomi dapat membahayakan bagi ibu/janin
karena kelainan-kelainan ini seharusnya dilahirkan
perabdominal/SC.
c. Tali pusat terkemuka
Jika dilakukan amniotomi maka tali pusat akan menumbung
sehingga asupan nutrisi dan O2 dari ibu melalui plasenta menuju ke
janin mengalami gangguan sehingga asfiksia.
d. Vasa previa
Karena plasenta previa jalan satu-satunya adalah SC sehingga bukan
wewenang kita untuk melakukan tindakan tersebut bahkan
pemeriksaan dalam saja tidak boleh dilakukan. Jikapada plasenta
previa dilakukan amniotomi akan membuat perdarahan lebih banyak
sehingga ibu bisa mengalami anemia dan syok serta kemungkinan
besar terjadi infeksi.
Amniotomi bisa dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta
previa marginalis dan plasenta previa lateralis ini memungkinkan
dapat menghentikan perdarahan.
e. Letak lintang presentasi bahu
Terjadi jika sumbu panjang janin terletak melintang. Bahu
merupakan bagian yang menjadi presentasi. Pada pemeriksaan
abdomen sumbu panjang janin melintang, tidak teraba bagian besar
(kepala/bokong) pada simpisis pubis. Kepala biasanya teraba di
daerah pinggang. Pada pemeriksaan vagina dapat teraba bahu, tetapi
tidak selalu, dapat mengalami prolaps dan siku-siku lengan atau
tangan dapat teraba di vagina.
Pada letak lintang tidak boleh dilakukan amniotomi, oleh karena
pada letak lintang ini tidak bisa lahir secara spontan dan harus
dilakukan SC.

3. Prosedur
Persiapan dalam pelaksanaan Amniotomi
a. Persiapan ibu dan keluarga
b. Memastikan kebersihan ibu, sesuai prinsip Pencegahan Infeksi (PI)
1) Perawatan sayang ibu
2) Pengosongan kandung kemih/2 jam
3) Pemberian dorongan psikologis
4) Persiapan penolong persalinan
5) Perlengkapan pakaian
6) Mencuci tangan (sekitar 15 detik)
c. Persiapan peralatan
1) Ruangan
2) Penerangan
3) Tempat tidur
4) Handscoon
5) Klem setengah kocher
6) Bengkok
7) Larutan klorin 0.5%
8) Pengalas
9) Bak instrument

Tehnik dalam pelaksanaan  Amniotomi


Berikut cara-cara melakukan amniotomi yaitu :
a. Bahas tindakan dan prosedur bersama keluarga
b. Dengar DJJ dan catat pada Partograf
c. Bidan cuci tangan
d. Gunakan handscoen DTT
e. Diantara kontraksi, lakukan Pemeriksaan Dalam (PD), Jari telunjuk
dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir
sampai sedalam kanalis servikalis, sentuh ketuban yang menonjol,
pastikan kepala telah engaged dan tidak teraba adanya tali pusat atau
bagian2 kecil lainnya (bila tali pusat dan bagian-bagian yang kecil
dari bayi teraba, jangan pecahkan selaput ketuban dan rujuk segera).
f. Pegang 1/2 klem kocher/kelly memakai tangan yang lain, dan
memasukkan ke dalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan
kanan yang mengenakan sarung tangan hingga menyentuh selaput
ketuban dengan hati2. Setelah kedua jari berada dalam kanalis
servikalis, maka posisi jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak
tangan menghadap kearah atas.
g. Saat kekuatan his sedang berkurang Tangan kiri kemudian
memasukan pengait khusus   kedalam jalan lahir dengan tuntunan
kedua jari yang telah ada didalam. Tangan yang diluar kemudian
memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan
merobek selaput ketuban 1-2 cm hingga pecah. (dengan
menggunakan separuh klem Kocher (ujung bergigi tajam, steril,
diasukkan ke kanalis servikalis dengan perlindungan jari tangan.)
h. Biarkan cairan ketuban membasahi jari tangan yang digunakan untuk
pemeriksaan.
i. Tarik keluar dengan tangan kiri 1/2 klem kocher/kelly dan rendam
dalam larutan klorin 0,5%. tetap pertahankan jari2 tangan kanan
anda di dalam vagina untuk merasakan turunnya kepala janin dan
memastikan tetap tidak teraba adanya tali pusat, setelah yakin bahwa
kepala turun dan tidak teraba tali pusat, keluarkan jari tangan kanan
dari vagina secara perlahan.
j. Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada mekonium atau
darah keluarnya mekonium atau air ketuban yang bercampur
mekonium per vaginam pada presentasi kepala merupakan gejala
gawat janin (fetal distress). diduga ini sebagai hasil relaksasi spingter
real dan peristaltik yang bertambah sebagai akibat anoxis. faktor2
etiologisnya meliputi lilitan tali pusat, partus lama, toxemia
gravidarum. pada sebagian kasus tidak diketahui penyababnya
insidensi keluarnya mekonium adalah sekitar 5%. kalau ini
merupakan sat2nya gejala maka kejadian lahir mati (stillbirth) adalah
jarang, tetapi jumlah bayi yang memerlukan resusitasi lebih banyak
daripada insidensinya secara keseluruhan. Apabila terjadi
pengeluaran mekonium maka DJJ harus diamati dengan ketat. kalau
ada perubahan yang berarti dalam irama dan frekuensinya maka
mungkin diperlukan persalinan segera untuk menyelamatkan
bayinya. meskipun demikian pengeluaran mekonium sendiri bukan
merupakan indikasi untuk penyelesaian persalinan secara operatif.
k. Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tanagn kedalam
larutan klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tanagan dalam kondisi
terbalik dan biarkan terendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.
l. Cuci kedua tangan.
m. Periksa kembali Denyut Jantung Janin.
n. Catat pada partograf waktu dilakukan pemecahan selaput ketuban,
warna air ketuban dan DJJ (Sujiyatini & Dewi S., 2011).

4. Evalusi Cairan Amnion


Menilai kondisi air ketuban, setiap kali melakukan periksa dalam
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-
temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ pada partograf.
Dengan lambang-lambang sebagai berikut:
U = selaput ketuban utuh
J = selaput ketuban sudah pecah dan warna cairan ketuban jernih
M = selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
meconium
D = selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K = selaput ketuban sudah pecah tetapi air ketuban tidak mengalir
lagi(“ kering”).

5. Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan
1. Memungkinkan pengamatan atas cairan amniotik terutama ada atau
tidaknya mekonium, dimana pemantauan DJJ secara terus menerus
didindikasikan, maka elektroda dapat diletakkaan langsung ke atas
kulit kepala janin, yang memungkinkan pelacakan yang lebih baik
daripada yang diperoleh dengan menempatkan elektroda diatas
abdomen ibu.
2. Kateter perekam bisa ditempatkan di dalam uterus dan dapat
mengukur tekanan intrauterin secara langsung dan akurat
3. Lamanya persalinan bisa diperpendek
4. Bukti-bukti yang ditemukan akhir ini menunjukkan bahwa amniotomi
dan stimulasi salaruran genital bawah menyebabkan peningkatan
dalam prostaglandin, dan hal ini selanjutnya menyempurnakan
kontraksi uterus
5. Bagian terbawah janin yang berguna sebagai tampon akan menekan
plasenta yang berdarah dan perdarahan akan berkurang/berhenti
6. Partus berlangsung lebih cepat
7. Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin gerakan
dan regangan SBR sehingga tidak ada lagi plasenta yang lepas.
Kerugian
1. Tekanan diferensial yang meningkat disekitar kepala janin bisa
menimbulkan cacatnya tulang kepala janin
2. Berkurangnya jumlah cairan amniotik bisa menmabah kompresi tali
pusat
3. Sementara itu amniotomi dini bisa mempercepat pembukaan cerviks,
namun bisa pula menyebabkan berkurangnya aliran darah ke plasenta.
jadi keuntungan dalam bentuk persalian yang lebih pendek bisa
terelakkan oleh efek merugikan yang potensial bisa terjadi pada janin,
seperti misalnya penurunan angka pH darah. beberpa penolong telah
mencatat adanya perubahan dalam pola DJJ setelah dilakukannya
amniotomi (Sujiyatini & Dewi S., 2011)
Lampiran 2
EVALUASI

A. SOAL
1. Sebutkan macam-macam tindakan Episiotomi!
2. Sebutkan indikasi dan kontraindikasi Episiotomi
3. Sebutkan jenis-jenis Amniotomi!
4. Sebutkan 3 indikasi dan kontraindikasi Amniotomi

B. Jawaban
1. Macam-macam tindakan Episiotomi:
f. Episotomi Median
g. Episiotomi Mediolateral
h. Episiotomi Lateral (tidak dianjurkan)
2. Indikasi dan kontraindikasi Episiotomi
Indikasi:
a. Pada keadaan yang mungkin terjadi ruptur uteri
b. Janin prematur atau adanya gawat janin
c. Janin letak sungsang persalinan dengan ekstrasi cunam, vakum dan
janin besar
Kontraindikasi:
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak
seperti penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang
luas pada vulva dan vagina.
3. Jenis-jenis Amniotomi
a. Amniotomi untuk augmentasi.
Amniotomi sering dilakukan apabila persalinan spontan yang
berlangsung terlalu lambat. Berdasarkan bukti-bukti yang
diperoleh dari uji coba klinis pada persalinan spontan dan dari
induksi persalinan, besar kemungkinan bahwa amniotomi akan
meningkatkan kemajuan persalinan yang disfungsional.
b. Amniotomi untuk induksi.
Dilakukan untuk menstimulasi mulainya proses persalinan.
Bisa berupa amniotomi saja atau dikombinasikan dengan induksi
yang lain seperti oksitosin.
4. Indikasi dan Kontraindikai Amniotomi
Indikasi:
a. Pada persalinan kala II jika ketuban belum pecah dan serviks
telah membuka sepenuhnya
b. Akselerasi Persalinan
Adalah tindakan untuk meningkatkan frekuensi, lama dan
kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan. Tujuannya adalah
untuk mencapai his 3 kali dalam 10 menit lamanya 40 detik.
Dengan dilakukannya amniotomi, cairan ketuban akan keluar,
volume terus berkurang, prostaglandin dihasilkan, dapat
merangsang persalinan, serta kontraksi uterus meningkat.
c. Persalinan pervaginam dengan menggunakan instrumen
Salah satu syarat persalinan pervaginam dengan menggunakan
instrumen adalah ketuban sudah pecah/dipecahkan sehingga dapat
mengurangi komplikasi/penyulit. Didaerah dengan insiden HIV
tinggi, selaput ketuban sejauh mungkin dipertahankan.
Kontraindikasi:
· Polihidramion

· Presentasi muka

· Vasa previa

Anda mungkin juga menyukai