Anda di halaman 1dari 18

Kurikulum 2006/2013 K

e
l
a
s

biologi XI

SISTEM IMUNITAS

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami tentang pertahanan nonspesifik (alamiah).
2. Memahami tentang pertahanan spesifik (adaptif ).
3. Memahami tentang sel-sel yang terlibat dalam respons imunitas.
4. Memahami tentang jenis-jenis imunitas.
5. Memahami tentang mekanisme respons imunitas humoral dan seluler.
6. Memahami tentang faktor-faktor yang memengaruhi sistem imunitas.
7. Memahami tentang gangguan pada sistem imunitas.

Sistem imunitas adalah sistem pertahanan yang berperan untuk mengenal, menetralkan, dan
menghancurkan benda-benda asing atau sel-sel abnormal yang berpotensi merugikan tubuh.
Kemampuan tubuh untuk menahan atau menghilangkan benda-benda asing atau sel-sel
abnormal dinamakan dengan imunitas atau kekebalan.

A. Fungsi Sistem Imunitas


Sistem imunitas memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut.
1. Menyingkirkan sel-sel yang rusak karena suatu penyakit atau cedera. Hal ini akan
memudahkan penyembuhan luka dan perbaikan jaringan.
2. Mengenali dan menghancurkan sel abnormal atau mutan seperti kanker.
3. Mempertahankan tubuh dari serangan mikroorganisme patogen seperti virus dan
bakteri.
4. Melindungi tubuh terhadap suatu agen dari lingkungan eksternal. Agen ini dapat
berasal dari tumbuhan dan hewan seperti makanan tertentu, serbuk sari, dan rambut
binatang, serta zat kimia seperti obat-obatan dan polutan.

B. Mekanisme Imunitas
Sistem imunitas memang sangat penting untuk melindungi tubuh. Namun, jika
responsnya tidak tepat, dapat menimbulkan alergi atau penyakit autoimun. Penyakit
autoimun adalah penyakit yang timbul ketika tubuh membentuk antibodi yang melawan
sel miliknya sendiri. Ada dua macam mekanisme pertahanan tubuh, yaitu mekanisme
pertahanan nonspesifik (alamiah) dan pertahanan spesifik (adaptif ).

1. Pertahanan Nonspesifik (Alamiah)


Pertahanan nonspesifik (alamiah) adalah pertahanan atau imunitas bawaan sejak
lahir yang berfungsi memberikan respons langsung terhadap berbagai antigen yang
menyerang tubuh. Pertahanan nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu
ditemukan pada individu sehat. Pertahanan ini siap mencegah dan menyingkirkan dengan
cepat antigen yang masuk ke dalam tubuh, serta tidak ditujukan pada antigen tertentu.
Jumlah komponen penyusun pertahanan nonspesifik dapat meningkat jika terjadi infeksi.
Sebagai contoh, jumlah sel darah putih akan meningkat jika tubuh mengalami infeksi.
Pertahanan nonspesifik meliputi pertahanan fisik, kimia, dan mekanis terhadap
agen infeksi, inflamasi, fagositosis, serta zat antimikroba nonspesifik yang diproduksi
oleh tubuh. Pertahanan nonspesifik terdiri atas dua lapis, yaitu pertahanan pertama dan
pertahanan kedua.
a. Pertahanan pertama terdiri atas kulit, membran mukosa, rambut hidung dan silia,
cairan sekresi dari kulit dan membran mukosa, serta pembilasan oleh air mata, saliva,
dan urine.
1.) Kulit
Kulit yang sehat dan utuh menjadi pertahanan fisik pertama terhadap antigen.
Jika kulit mengalami kerusakan atau hilang sebagian, misalnya karena terbakar,
risiko terjadinya infeksi akan meningkat.
2.) Membran mukosa
Membran mukosa yang melapisi permukaan bagian dalam tubuh juga
merupakan pertahanan fisik. Membran mukosa akan menyekresikan mukus
yang dapat memerangkap antigen, serta menghalangi masuknya antigen ke

2
dalam sel-sel epitelium. Sebagai contoh, partikel besar yang masuk ke dalam
saluran pernapasan akan dikeluarkan saat bersin dan batuk.
3.) Rambut hidung dan silia
Rambut hidung berfungsi menyaring partikel besar yang akan masuk ke
saluran pernapasan. Sementara silia berfungsi menangkap partikel kecil dan
mikroorganisme yang lolos dari perangkap mukus membran mukosa.
4.) Cairan sekresi dari kulit dan membran mukosa
Cairan sekresi dari kulit dan membran mukosa merupakan pertahanan biokimia.
Cairan ini bersifat antimikroba yang dapat membentuk lingkungan buruk bagi
beberapa mikroorganisme. Contohnya adalah sebagai berikut.
• Laktooksidase dan asam neuraminat dalam ASI dapat menghancurkan
bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus sp.
• Lisozim di dalam keringat, ludah, air mata, dan ASI dapat menghancurkan
lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri.
• HCl lambung, enzim proteolitik, dan empedu dalam usus halus, serta cairan
vagina yang asam dapat menjadi zat antimikroba pelindung tubuh.
5.) Pembilasan oleh air mata, saliva, dan urine juga berperan sebagai pelindung
tubuh dari infeksi.
b. Pertahanan kedua terdiri atas inflamasi, fagositosis, dan zat antimikroba
nonspesifik.
1.) Inflamasi (peradangan)
Inflamasi atau peradangan adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi
atau cedera. Inflamasi dapat disebabkan oleh toksin, produk bakteri, terbakar,
pukulan yang keras, atau gigitan serangga. Tanda-tanda lokal respons inflamasi
pada tubuh antara lain adalah adanya pembengkakan, panas, nyeri, kemerahan,
atau kehilangan fungsi. Inflamasi dapat memberikan efek berupa demam dan
leukositosis (peningkatan jumlah leukosit dalam darah) akibat peningkatan
produksi leukosit dalam sumsum tulang.
Inflamasi bertujuan membawa fagosit dan protein plasma ke jaringan yang
terinfeksi/rusak. Hal tersebut dilakukan untuk mengisolasi, menghancurkan,
membersihkan debris (sel-sel yang rusak atau mati), menginaktifkan agen
penyerang, serta mempersiapkan proses penyembuhan dan perbaikan
jaringan.

3
Berikut ini adalah proses-proses yang terjadi dalam inflamasi.

Sel yang rusak akan memproduksi faktor kimiawi seperti histamin, serotonin,
derivat asam arakidonat, dan kinin.

Faktor kimiawi yang dilepaskan akan menyebabkan vasodilatasi, meningkatnya


aliran dan volume darah, serta meningkatnya permeabilitas kapiler. Hal ini
menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah, sehingga terjadi pendarahan
dan edema. Jaringan menjadi tampak kemerahan (eritema), nyeri berdenyut,
bengkak, dan panas.

Terjadi pelepasan fibrinogen dari plasma darah ke jaringan. Fibrinogen berubah


menjadi fibrin yang mengisolasi area kerusakan agar tidak menyebar ke jaringan
yang utuh.

Terjadi kemotaksis sel-sel fagosit seperti neutrofil dan monosit ke area cedera
melalui dua cara, yaitu marginasi (fagosit melekat pada dinding endotelium
kapiler yang rusak) dan diapedesis (fagosit menembus dinding kapiler menuju
area yang rusak). Neutrofil lebih dulu tiba, disusul oleh monosit yang berubah
menjadi makrofag.

Terjadi fagositosis terhadap agen infeksi pada area cedera. Neutrofil dan
makrofag akan terurai oleh enzim dan mati setelah menelan banyak
mikroorganisme. Sel darah putih, sel jaringan yang mati, serta berbagai cairan
tubuh akan membentuk nanah. Nanah akan bergerak ke permukaan tubuh atau
ke rongga internal untukdihancurkan dan diserap tubuh.

Tahap pemulihan, yaitu regenerasi jaringan atau pembentukan jaringan parut


untuk menggantikan jaringan yang rusak. Hal ini terjadi melalui pembelahan
mitosis dan proliferasi sel-sel sehat di sekitar jaringan yang rusak.

Gambar 1. Proses-proses yang terjadi dalam inflamasi

4
Jika respons inflamasi tidak dapat mengatasi cedera atau infeksi, akan
terbentuk abses (kantong nanah) yang dikelilingi oleh jaringan terinflamasi.
Abses yang terbentuk harus dikeluarkan dari tubuh karena sulit terurai.
2.) Fagositosis
Fagositosis merupakan proses menelan dan mencerna mikroorganisme
dan toksin yang berhasil masuk ke dalam tubuh. Fagositosis dilakukan oleh
neutrofil dan makrofag (derivat monosit). Neutrofil dan makrofag bergerak ke
seluruh jaringan secara kemotaksis (gerak yang dipengaruhi oleh zat kimia). Zat
kimia dihasilkan oleh mikroorganisme, leukosit lain, atau komponen sel darah
lainnya. Makrofag ada beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
• Makrofag dan prekursornya (monosit) berfungsi melakukan difusi untuk
membentuk sel raksasa asing yang berinti banyak. Sel ini berperan sebagai
pertahanan di antara massa benda asing yang besar dan jaringan tubuh.
Contohnya pada penderita tuberkulosis.
• Makrofag jaringan ikat (histiosit) adalah makrofag yang menetap atau
berkeliaran.
• Sistem fagosit mononukleus (sistem retikuloendotelial) merupakan
kombinasi antara monosit fagositik, makrofag bergerak, dan makrofag
jaringan tetap. Contoh makrofag jaringan tetap adalah makrofag pada
alveolus paru-paru, sel Kupffer dalam organ hati, mikroglia pada sistem saraf
pusat, sel Langerhans di pankreas, sel retikuler (dalam limpa, nodus limpa,
timus, sumsum tulang belakang, dan limfa), serta sel mesangial di ginjal.
3.) Zat antimikroba nonspesifik
Zat antimikroba nonspesifik yang diproduksi oleh tubuh dapat bekerja tanpa
adanya interaksi antara antigen dan antibodi sebagai pemicu. Contoh zat
antimikroba nonspesifik adalah interferon dan komplemen.
• Interferon (IFN) adalah protein antivirus yang dapat disintesis oleh
sebagian besar sel tubuh. IFN disintesis sebagai respons terhadap infeksi
virus, stimulasi imunitas, dan stimulan kimia. Fungsi interferon adalah
menghalangi multiplikasi virus. Contohnya adalah sebagai berikut.
o IFN-α dihasilkan oleh leukosit yang terinfeksi virus.
o IFN-β dihasilkan oleh fibroblas yang terinfeksi virus.
• Komplemen adalah beberapa jenis protein plasma yang tidak aktif, tetapi
dapat diaktifkan oleh berbagai bahan dari antigen, misalnya liposakarida
bakteri. Aktivasi komplemen bertujuan menghancurkan mikroorganisme
atau antigen asing. Akan tetapi, aktivasi ini kadang-kadang justru
menimbulkan kerusakan pada jaringan tubuh sendiri.

5
2. Pertahanan Spesifik (Adaptif)
Pertahanan spesifik (adaptif) merupakan sistem kompleks yang memberikan respons
imunitas terhadap antigen yang spesifik. Contoh antigen spesifik adalah virus, bakteri,
toksin, atau zat lain yang dianggap asing. Pertahanan spesifik merupakan pertahanan
ketiga.
Pertahanan spesifik mampu mengenali benda yang asing terhadap dirinya.
Pertahanan ini juga memiliki kemampuan mengingat kembali (memori) terhadap benda
asing yang pernah melakukan kontak sebelumnya. Dengan adanya kemampuan tersebut,
antigen atau benda asing yang sama dapat segera dikenali dan dihancurkan jika masuk
untuk kedua kalinya ke dalam tubuh.
Ada dua macam pertahanan spesifik, yaitu imunitas yang diperantarai antibodi dan
imunitas yang diperantarai sel. Imunitas yang diperantarai antibodi disebut imunitas
humoral. Imunitas humoral merupakan imunitas yang melibatkan pembentukan antibodi
oleh sel plasma, yaitu sel turunan dari limfosit B. Sementara itu, imunitas yang diperantarai
sel disebut imunitas seluler. Imunitas seluler merupakan imunitas yang melibatkan
pembentukan limfosit T aktif yang secara langsung dapat menyerang antigen.
a. Komponen Respons Imunitas Spesifik
Ada dua komponen yang terlibat dalam respons imunitas spesifik, yaitu antigen dan
antibodi.
1.) Antigen adalah zat yang merangsang respons imunitas, terutama dalam
menghasilkan antibodi. Antigen umumnya berupa zat dengan berat molekul
yang besar dan kompleks, seperti protein dan polisakarida. Permukaan tubuh
bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat antigen,
sehingga bakteri dapat digolongkan sebagai antigen. Selain bakteri, antigen
juga dapat berupa virus, sel kanker, protein, karbohidrat, atau racun. Antigen
memiliki bagian-bagian berupa epitop dan hapten.
• Epitop (determinan antigen) adalah bagian yang dapat menginduksi
pembentukan antibodi. Suatu antigen dapat memiliki dua atau lebih
molekul epitop.
• Hapten adalah molekul kecil yang tidak dapat menginduksi pembentukan
antibodi jika sendirian. Akan tetapi, hapten akan bersifat imunogenik
(dapat menginduksi pembentukan antibodi) jika bergabung dengan
carrier yang bermolekul besar. Contohnya, penisilin akan memicu respons
imunitas jika bergabung dengan protein serum. Hapten dapat berupa
obat, antibiotik, zat tambahan makanan, atau kosmetik.
2.) Antibodi adalah protein larut yang dihasilkan oleh sistem imunitas sebagai
respons terhadap keberadaan antigen di dalam tubuh. Antibodi akan bereaksi

6
dengan antigen tersebut. Antibodi merupakan protein plasma yang disebut
imunoglobulin (Ig). Ada lima kelompok imunoglobulin yang dapat dibentuk
oleh tubuh, yaitu IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM.
• IgA merupakan imunoglobulin yang berfungsi melawan mikroorganisme
yang masuk ke dalam tubuh. Jumlah IgA mencapai 15% dari semua
antibodi di dalam serum darah. IgA terdapat dalam zat-zat sekresi seperti
ASI, ludah, air mata, keringat, pernapasan, dan sekresi usus.
• IgD merupakan imunoglobulin yang berfungsi membantu memicu
respons imunitas. IgD banyak terdapat di dalam limfosit B. Sementara di
dalam serum darah dan limfa jumlahnya lebih sedikit.
• IgE merupakan imunoglobulin yang terikat pada reseptor sel mast dan
basofil. IgE dapat menyebabkan pelepasan histamin dan mediator kimia
lainnya. IgE dengan konsentrasi rendah terdapat di dalam darah. Akan
tetapi, konsentrasinya dapat meningkat selama reaksi alergi dan pada
penyakit parasitik tertentu.
• IgG merupakan imunoglobulin yang jumlahnya paling banyak, yaitu 80%
dari seluruh antibodi yang bersirkulasi. Jumlah ini dapat meningkat saat
terjadi serangan kedua, ketiga, dan seterusnya terhadap suatu antigen
spesifik. Fungsi IgG adalah sebagai pelindung terhadap mikroorganisme
dan toksin, mengaktivasi komplemen, serta meningkatkan efektivitas sel
fagositik. IgG memiliki kemampuan menembus plasenta dan memberikan
imunitas pada bayi yang baru lahir.
• IgM merupakan antibodi yang pertama kali tiba di lokasi infeksi. IgM
berumur relatif pendek serta berfungsi mengaktivasi komplemen dan
memperbanyak fagositosis. IgM menetap di pembuluh darah dan tidak
masuk ke jaringan.
b. Struktur Antibodi
Antibodi umumnya berbentuk seperti huruf Y yang terdiri atas bagian-bagian
sebagai berikut.
1.) Dua rantai berat dan dua rantai ringan yang dihubungkan oleh jembatan
disulfida.
2.) Daerah variabel (V) antarmolekul yang memiliki rangkaian asam amino berbeda.
Daerah ini juga membentuk suatu reseptor untuk antigen spesifik.
3.) Daerah konstan (C) yang menstabilkan sisi pengikat antigen.
4.) Daerah hinge (engsel) yang memungkinkan kedua lengan Y dapat membuka
dan menutup. Gerakan tersebut dapat mengakomodasi pengikatan terhadap

7
dua determinan antigen yang terpisah pada jarak tertentu seperti yang
ditemukan pada permukaan bakteri.

Berikut ini adalah gambar struktur antibodi.

Gambar 2. Struktur antibodi

c. Interaksi Antigen dan Antibodi


Interaksi antigen dan antibodi terjadi karena keduanya memiliki sisi yang dapat saling
mengikat satu sama lain membentuk kompleks antigen–antibodi. Antibodi memiliki
sisi pengikat antigen pada daerah variabel, sedangkan antigen memiliki epitop (sisi
penghubung determinan antigen). Pengikatan antibodi ke antigen memungkinkan
inaktivasi antigen, serta menandai sel atau molekul asing agar dicerna oleh fagosit
atau sistem komplemen protein.
Mekanisme pengikatan antibodi ke antigen dapat dilakukan melalui beberapa
cara, yaitu fiksasi komplemen, netralisasi, presipitasi, dan aglutinasi.
1.) Fiksasi komplemen adalah aktivasi sistem komplemen oleh kompleks
antigen–antibodi. Komplemen kurang lebih memiliki 20 macam protein serum
yang berbeda. Jika tidak ada infeksi, protein serum berada dalam keadaan
inaktif. Namun, jika terjadi infeksi, protein pertama dalam rangkaian protein
komplemen akan diaktifkan. Hal ini dapat memicu terjadinya rangkaian aktivasi

8
protein komplemen berikutnya yang disebut jalur berantai atau cascade. Hasil
dari proses aktivasi berantai tersebut adalah lisisnya berbagai jenis virus dan
sel-sel patogen. Penghancuran sel-sel patogen oleh komplemen yang dipicu
oleh pengikatan antibodi–antigen ini disebut jalur klasik. Efek dari proses
fiksasi komplemen adalah terjadinya opsonisasi, sitolisis, dan inflamasi.
• Opsonisasi adalah keadaan saat partikel antigen diselubungi oleh
antibodi atau komponen komplemen. Keadaan ini dapat meningkatkan
pertautan makrofag ke mikroorganisme, sehingga dapat memfasilitasi
dan meningkatkan fagositosis.
• Sitolisis adalah penghancuran lapisan polisakarida pada dinding sel
patogen oleh kombinasi dari faktor-faktor komplemen. Hancurnya lapisan
polisakarida menyebabkan timbulnya lubang-lubang pada membran sel,
sehingga enzim lisozim dapat masuk ke dalam sel dan sitoplasma keluar
sel. Akibatnya, sel patogen akan hancur atau lisis.
• Inflamasi. Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui
aktivasi sel mast, basofil, dan trombosit darah.
2.) Netralisasi adalah proses pengikatan antibodi ke antigen di mana antibodi
menutup situs determinan antigen. Hal ini mengakibatkan antigen menjadi
tidak berbahaya dan sel fagosit dapat mencerna antigen tersebut.
3.) Presipitasi (pengendapan) adalah pengikatan molekul-molekul antigen
yang terlarut di dalam cairan tubuh secara bersilang, sehingga membentuk
endapan. Setelah diendapkan, antigen tersebut selanjutnya akan dikeluarkan
dan dibuang melalui proses fagositosis.
4.) Aglutinasi (penggumpalan) adalah proses pengikatan antibodi ke antigen
di mana antigennya berupa materi partikel seperti bakteri atau sel-sel darah
merah. Hasil pengikatan ini akan membentuk suatu kompleks besar yang
mudah difagosit oleh makrofag.

C. Sel-Sel yang Terlibat dalam Respons Imunitas


Ada empat jenis sel yang berperan penting dalam imunitas, yaitu sel B, sel T, makrofag,
dan sel pembunuh alami.
1. Sel B (limfosit B, B = bone marrow)
Sel B adalah limfosit yang dibentuk dan dimatangkan di dalam sumsum tulang. Sel B
berfungsi membentuk antibodi untuk melawan antigen. Sel B yang matang terdapat
pada organ limfa seperti limpa, nodus limfa, tonsil, dan bercak Peyer di saluran
pencernaan. Sel B akan berdiferensiasi menjadi sel B plasma dan sel B memori.

9
a. Sel B plasma adalah sel B yang memproduksi molekul antibodi.
b. Sel B memori adalah sel B yang berfungsi menyimpan atau mengingat gen
asing. Sel B memori menetap pada jaringan limfoid dan berperan dalam
respons imunitas sekunder, yaitu merespons antigen perangsang pada pajanan
berikutnya.
2. Sel T (limfosit T, T = timus)
Sel T adalah limfosit yang dimatangkan di dalam timus. Sel T mampu mengenali dan
membedakan jenis antigen atau patogen spesifik. Sel T tidak membentuk antibodi.
Jika terdapat antigen, sejumlah sel T akan teraktivasi menjadi sel T memori yang
mampu membelah dengan cepat untuk melawan infeksi yang mungkin terulang
kembali.
a. Sel T memproduksi limfokin, yaitu zat aktif imunologis yang berfungsi membantu
limfosit B mengenali antigen. Selain itu, sel T juga dapat meningkatkan aktivasi
makrofag.
b. Sel T dapat mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui reseptor sel T,
yaitu protein yang terikat pada membran plasma. Sebuah sel T dapat memiliki
reseptor antigen hingga 100.000 reseptor.
c. Sel T dapat berdiferensiasi menjadi sel T memori dan sel T efektor saat mengenali
antigen asing. Ada tiga jenis sel T efektor, yaitu sel T sitotoksik, sel T penolong,
dan sel T supresor.
1.) Sel T sitotoksik (killer) adalah sel T efektor yang berfungsi mengenali
dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada
permukaannya. Sel ini juga dapat mengenali antigen MHC kelas I. MHC
(Major Histocompatibility Complex) adalah molekul protein yang
berguna sebagai tempat untuk mengenali fragmen antigen. MHC kelas I
terdapat pada semua permukaan sel berinti.
2.) Sel T penolong (helper) adalah sel T efektor yang tidak berperan
langsung dalam pembunuhan sel, tetapi berfungsi mengenali antigen
MHC kelas II. MHC kelas II hanya ditemukan pada jenis sel tertentu,
terutama sel-sel yang menelan antigen asing seperti sel B dan makrofag.
Sel T penolong akan berinteraksi dengan sel B. Selanjutnya, sel B akan
terinisiasi untuk membelah dan berdiferensiasi menjadi tiruan sel plasma
dan memproduksi antibodi.
3.) Sel T supresor adalah sel T efektor yang berfungsi menekan sel B dan sel
T setelah diaktivasi oleh sel T penolong.

10
3. Makrofag
Makrofag (makros = pemakan besar) adalah sel fagosit berukuran besar yang
terdapat di dalam jaringan. Makrofag berasal dari perkembangan sel monosit yang
diproduksi di sumsum tulang belakang. Fungsi makrofag adalah menelan antigen
atau bakteri dan menghancurkannya secara enzimatik. Tujuan makrofag mencerna
antigen adalah untuk menghasilkan fragmen determinan antigen. Fragmen tersebut
kemudian diletakkan pada permukaan selnya, sehingga terjadi kontak dengan
limfosit T dan mengaktifkan limfosit T.
4. Sel pembunuh alami (NK = Natural Killer)
Sel pembunuh alami adalah sekumpulan limfosit non-T dan non-B yang bersifat
sitotoksik. Sel ini berfungsi menghancurkan sel-sel kanker pada lokasi primer
(metastatis), virus, jamur, dan parasit lainnya. Untuk menghancurkan sel-sel tersebut,
sel pembunuh alami tidak perlu berinteraksi dengan antigen atau limfosit. Sel
pembunuh alami menghasilkan perforin sebagai zat penghancur sel patogen.

D. Jenis-Jenis Imunitas (Kekebalan Tubuh)


Berdasarkan cara menghadapi patogen, imunitas dibedakan menjadi dua macam, yaitu
imunitas aktif dan imunitas pasif.

1. Imunitas aktif
Imunitas aktif adalah imunitas yang dapat diperoleh akibat kontak langsung dengan
toksin atau patogen, sehingga tubuh mampu memproduksi antibodinya sendiri. Imunitas
aktif dapat dibedakan menjadi imunitas aktif alami dan imunitas aktif buatan.
a. Imunitas aktif alami adalah imunitas yang diperoleh seseorang setelah sembuh
dari suatu penyakit. Imunitas ini dapat bersifat seumur hidup, contohnya cacar dan
campak atau bersifat sementara, contohnya gonorea dan pneumonia.
b. Imunitas aktif buatan adalah imunitas yang diperoleh seseorang dari hasil
vaksinasi. Vaksin adalah patogen yang dimatikan atau dilemahkan, atau toksin yang
telah diubah. Vaksin dapat merangsang respons imunitas tanpa menimbulkan suatu
penyakit. Beberapa contoh vaksin adalah sebagai berikut.
1.) Vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) untuk melawan penyakit TBC.
2.) Vaksin TFT (Tetanus Formol Toxoid) untuk melawan tetanus.
3.) Vaksin MMR (Measles Mumps Rubella) untuk melawan campak.
4.) Vaksin Sabin untuk menciptakan kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
5.) Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) untuk melawan penyakit difteri, pertusis
(batuk rejan), dan tetanus.

11
2. Imunitas pasif
Imunitas pasif adalah imunitas yang diperoleh jika antibodi dari satu individu dipindahkan
ke individu lainnya. Imunitas pasif dapat dibedakan menjadi imunitas pasif alami dan
imunitas pasif buatan.
a. Imunitas pasif alami adalah imunitas yang terjadi melalui pemberian ASI kepada
bayi. Hal ini dikarenakan di dalam ASI terkandung antibodi ibu yang dapat melindungi
bayi. Masuknya IgG ibu melalui plasenta ketika janin masih di dalam kandungan
juga dapat memberikan kekebalan sementara kepada bayi, yaitu selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan setelah kelahiran.
b. Imunitas pasif buatan adalah imunitas yang terjadi melalui suntikan antibodi
dalam serum yang dihasilkan oleh manusia atau hewan yang kebal karena pernah
terjangkit antigen tertentu. Contohnya, antibodi dari kuda yang kebal terhadap
gigitan ular dapat disuntikkan ke manusia yang mendapatkan gigitan ular sejenis.

E. Mekanisme Respons Imunitas Humoral dan Seluler


1. Mekanisme Respons Imunitas Humoral
Imunitas humoral adalah imunitas yang diperantarai oleh antibodi. Respons imunitas ini
melibatkan aktivasi sel B yang akan menghasilkan antibodi dalam plasma darah dan limfa.
Mekanisme respons imunitas humoral adalah sebagai berikut.

Antigen menginvasi tubuh. Antigen kemudian dibawa ke limfosit B di dalam


nodus limfa.

Sel T penolong mengaktifkan limfosit B. Limfosit B melakukan pembelahan


mitosis, sehingga terbentuk tiruan sel B.

Klon atau tiruan sel B banyak yang berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma akan menyekresikan antibodi untuk dibawa ke lokasi infeksi.

Di lokasi infeksi, kompleks antigen–antibodi secara langsung menginaktifkan antigen.

Sebagian tiruan sel B yang tidak terdiferensiasi akan menjadi sel B memori
yang menetap di jaringan limfoid. Sel B memori hanya menyekresikan sedikit
antibodi jauh setelah infeksi teratasi. Sel B memori berfungsi dalam respons
imunitas sekunder jika terjadi serangan berulang dari antigen.

Gambar 3. Mekanisme respons imunitas humoral

12
2. Mekanisme Respons Imunitas Seluler
Imunitas seluler adalah imunitas yang diperantarai oleh sel, yaitu sel limfosit T. Respons
imunitas seluler dapat terjadi secara ekstraseluler atau intraseluler.
a. Mekanisme ekstraseluler terjadi jika antigen dicerna oleh makrofag. Mekanismenya
adalah sebagai berikut.

Antigen, misalnya bakteri ditelan oleh makrofag. Makrofag mengandung


fragmen protein (peptida) dari antigen tersebut.

Makrofag membentuk molekul MHC kelas II dan molekul tersebut bergerak


menuju permukaan makrofag.

MHC kelas II menangkap peptida antigen dan membawanya ke permukaan,


serta menunjukkannya ke sel T penolong.

Sel T penolong akan mengaktivasi makrofag untuk menghancurkan


mikroorganisme yang ditelan.

Gambar 4. Mekanisme respons imunitas ekstraseluler

13
b. Mekanisme intraseluler terjadi jika antigen menginfeksi sel. Mekanismenya adalah
sebagai berikut.

Antigen, misalnya virus menginfeksi sel tubuh. Sel mengandung fragmen


protein (peptida) virus, jika virus bereplikasi dalam sel tersebut.

Sel tubuh membentuk molekul MHC kelas I, kemudian molekul tersebut


bergerak ke permukaan sel.

MHC kelas I akan menangkap peptida virus dan membawanya ke permukaan


sel, serta memperlihatkannya ke sel T sitotoksik.

Sel T sitotoksik akan teraktivasi oleh kompleks MHC kelas I, peptida virus
pada sel yang terinfeksi, dan sel T penolong. Sel T sitotoksik kemudian
berdiferensiasi menjadi sel pembunuh aktif yang akan menghancurkan sel
terinfeksi.

Sel T sitotoksik yang tidak berdiferensiasi akan menjadi sel T memori.

Sel-sel T memori berfungsi dalam respons imunitas sekunder jika terjadi


serangan berulang dari antigen yang sama.

Gambar 5. Mekanisme respons imunitas intraseluler

F. Program dan Jenis Imunisasi


Imunisasi adalah suatu proses yang bertujuan meningkatkan imunitas tubuh seseorang
dengan cara memasukkan virus, bakteri, atau zat asing lain yang telah dilemahkan,
dibunuh, atau dimodifikasi. Vaksin dapat dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara
disuntikkan atau melalui mulut (secara oral). Cara ini sama seperti jika kita terinfeksi
bakteri yang sesungguhnya. Bedanya adalah imunisasi menggunakan bakteri atau virus
yang lemah, sehingga tidak menimbulkan dampak yang berarti bagi tubuh.

14
Di Indonesia, imunisasi terbagi menjadi dua, yang pertama adalah imunisasi yang
telah diwajibkan oleh pemerintah melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI).
Imunisasi jenis ini telah dibiayai seluruhnya oleh pemerintah. Sementara yang kedua
adalah imunisasi yang dianjurkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Imunisasi
jenis ini belum diwajibkan dan belum dibiayai seluruhnya oleh pemerintah.
Berikut ini adalah jenis-jenis imunisasi yang dilakukan di Indonesia.
1. Imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
a. Vaksin hepatitis B diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B yang dapat
menyerang organ hati. Vaksin hepatitis B diberikan pertama kali saat bayi baru
lahir sampai usia 12 jam setelah lahir. Kemudian, dilanjutkan pada saat usia
bayi 1 bulan, dan dilanjutkan lagi pada saat usia bayi 6-12 bulan. Jarak antara
pemberian 2 imunisasi yang dianjurkan adalah 4 minggu.
b. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) diberikan agar tubuh dapat membentuk
antibodi terhadap bakteri tuberkulosis yang dapat menyebabkan penyakit TB.
Vaksin BCG dapat diberikan pada anak-anak sejak ia lahir.
c. Vaksin polio diberikan untuk mencegah penyakit poliomielitis yang dapat
menyebabkan kelumpuhan otot-otot tubuh. Vaksin polio diberikan pertama
kali saat bayi lahir, kemudian dilanjutkan pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6
bulan. Pemberian vaksin ini kemudian diulang kembali pada usia 18 bulan dan
5 tahun.
d. Vaksin DPT diberikan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis (batuk rejan),
dan tetanus. Ketiga penyakit tersebut sangat mudah menyerang balita dan
anak-anak. Vaksin DPT diberikan pertama kali pada anak usia di bawah 6
minggu. Pemberian ulangan vaksin DPT dilakukan pada usia 18 bulan dan 5
tahun.
e. Vaksin campak diberikan untuk mencegah penyakit campak (measless).
Meskipun hanya menyerang satu kali seumur hidup, akan tetapi dampaknya
sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kematian. Vaksin campak diberikan
pada saat anak berusia 9 bulan. Lalu, dilanjutkan pada saat anak berusia 6
tahun.
2. Imunisasi yang dianjurkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
a. Vaksin HiB (haemophilus influenza tipe B) diberikan untuk mencegah penyakit
radang selaput otak (meningitis). Vaksin HiB dapat diberikan pada anak mulai
dari usia 2 bulan. Jarak pemberian imunisasi selanjutnya adalah 2 bulan.
b. Vaksin MMR diberikan untuk mencegah penyakit campak (measles), gondongan
(mumps), dan rubella. Vaksin MMR diberikan pertama kali saat anak berusia 9
bulan. Pengulangan imunisasi MMR dilakukan pada usia 6 tahun.

15
c. Vaksin PCV diberikan untuk mencegah masuknya bakteri Streptococcus
pneumoniae yang dapat menyebabkan infeksi selaput otak (meningitis atau
radang selaput otak). Vaksin ini dapat diberikan sejak anak berusia 2, 4, dan 6
bulan. Pemberian vaksin keempat saat anak berusia lebih dari 2 tahun.
d. Vaksin hepatitis A diberikan untuk mencegah serangan virus hepatitis A
terhadap organ hati. Vaksin ini diberikan saat anak berusia lebih dari 2 tahun
dan dilakukan pengulangan sebanyak satu kali. Jarak antara pemberian vaksin
pertama dan kedua adalah 6-12 bulan.
e. Vaksin tifoid diberikan untuk mencegah penyakit demam tifoid (tipus). Vaksin
jenis ini diberikan pada anak berusia di atas 2 tahun dengan pengulangan
setiap 3 tahun.
f. Vaksin influenza diberikan untuk mencegah penyakit influenza. Vaksin ini
diberikan saat usia anak di bawah 8 tahun. Pemberian vaksin dianjurkan
sebanyak 2 dosis dengan jarak pemberian sekitar 4 minggu.

G. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sistem Imunitas


Sistem imunitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
1. Genetik atau keturunan, yaitu kerentanan terhadap penyakit secara genetik.
Misalnya, seseorang yang berasal dari keluarga dengan riwayat penyakit diabetes
melitus akan berisiko menderita penyakit tersebut dalam hidupnya. Penyakit lain
yang dipengaruhi oleh faktor genetik adalah penyakit ginjal, penyakit jantung, dan
penyakit mental.
2. Stres dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh karena melepaskan hormon
seperti neuroendokrin, glukokortikoid, dan katekolamin. Stres kronis dapat
menurunkan jumlah leukosit dan berdampak buruk pada produksi antibodi.
3. Fisiologis merupakan faktor yang melibatkan fungsi-fungsi organ tubuh. Misalnya,
berat badan yang berlebihan dapat menyebabkan sirkulasi darah kurang lancar,
sehingga dapat meningkatkan kerentanan terhadap suatu penyakit.
4. Hormon yang bergantung pada jenis kelamin.
a. Wanita memproduksi estrogen yang dapat meningkatkan sintesis IgG dan IgA.
Oleh karena itu, wanita lebih kebal terhadap infeksi daripada pria.
b. Pria memproduksi androgen yang dapat memperkecil risiko penyakit autoimun.
Oleh karena itu, penyakit autoimun lebih sering diderita oleh wanita.
5. Usia dapat meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit tertentu.
Misalnya, bayi yang lahir prematur lebih rentan terhadap infeksi daripada bayi yang
lahir normal. Pada usia 45 tahun ke atas, risiko terkena kanker lebih besar.

16
6. Olahraga yang dilakukan secara teratur akan membantu meningkatkan aliran darah
dan membersihkan tubuh dari racun. Akan tetapi, jika olahraga dilakukan secara
berlebihan, akan meningkatkan kebutuhan suplai oksigen. Hal ini dapat memicu
timbulnya radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh.
7. Nutrisi, seperti vitamin dan mineral diperlukan untuk mengatur sistem imunitas.
DHA (docosahexaenoic acid) dan asam arakidonat memengaruhi pematangan sel T.
Protein diperlukan dalam pembentukan imunoglobulin dan komplemen. Namun,
kadar kolesterol yang tinggi dapat memperlambat proses penghancuran bakteri
oleh makrofag.
8. Tidur yang kurang dapat menurunkan imunitas seluler, sehingga melemahkan
sistem kekebalan tubuh.
9. Pengaruh zat berbahaya, misalnya bahan radioaktif, pestisida, minuman beralkohol,
rokok, dan bahan pembersih kimia mengandung zat-zat yang dapat menurunkan
imunitas.
10. Pemakaian obat-obatan, terutama penggunaan antibiotik yang berlebihan atau
teratur akan menyebabkan bakteri lebih resisten. Akibatnya, jika terjadi serangan
lagi oleh bakteri yang sama, sistem kekebalan tubuh tidak dapat mengatasinya.
11. Racun tubuh, yaitu sisa metabolisme yang tidak dapat dikeluarkan dapat
mengganggu kerja sistem imunitas.

H. Gangguan pada Sistem Imunitas


Gangguan pada sistem imunitas meliputi penyakit autoimun, hipersensitivitas, dan
imunodefisiensi.
1. Penyakit autoimun
Autoimun adalah kegagalan sistem imunitas untuk membedakan sel tubuh dengan
sel asing, sehingga sistem imunitas menyerang sel tubuh sendiri. Contohnya
adalah penyakit Addison, penyakit Grave (hipertirodisme), artritis rematoid, anemia
pernisiosa, penyakit lupus (SLE = Systemic Lupus Erythematosus), diabetes melitus
tipe 1 (DM yang tergantung pada insulin), dan multiple sklerosis yang merupakan
penyakit neurologis kronis.
2. Hipersensitivitas atau alergi
Hipersentivitas atau alergi adalah peningkatan sensitivitas atau reaktivitas tubuh
terhadap antigen yang pernah menyerang sebelumnya. Respons imunitas ini
berlebihan dan tidak diinginkan karena menyebabkan ketidaknyamanan. Alergi
umumnya terjadi pada beberapa orang saja dan tidak terlalu membahayakan tubuh.
Antigen pendorong terjadinya alergi disebut alergen. Contoh alergen antara lain

17
adalah serbuk sari, kotoran serangga, spora jamur, rambut hewan, karet lateks,
obat-obatan, debu, serta bahan makanan seperti telur, susu, kerang, udang, atau
kacang. Reaksi terhadap alergen dapat menyebabkan tubuh menjadi sensitif dan
mengakibatkan reaksi alergi. Gejala reaksi alergi dapat berupa gatal-gatal, ruam
(kemerahan di kulit), kram berlebihan, sulit bernapas, terjadi serum sickness, serta
Stevens Johnson Syndrome (SJS).
3. Imunodefisiensi
Imunodefisiensi adalah kondisi menurunnya efektivitas dari sistem imunitas
tubuh atau ketidakmampuan sistem imunitas untuk merespons antigen. Contoh
imunodefisiensi adalah defisiensi imun kongenital dan AIDS.
a. Defisiensi imun kongenital adalah keadaan seseorang yang tidak memiliki sel
B maupun sel T sejak lahir. Akibatnya, penderita harus hidup dalam lingkungan
yang steril.
b. AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada penyakit
ini, jumlah sel T penolong berkurang, sehingga sistem imunitas melemah.
Akibatnya, penderita rentan terhadap penyakit oportunistik. Penyakit
oportunistik adalah penyakit infeksi yang timbul saat daya tahan tubuh
melemah. Penyakit ini tidak menyerang orang dengan sistem imunitas normal,
misalnya infeksi Pneumocystis carinii. Selain itu, penderita AIDS juga menderita
kaposi, yaitu sejenis kanker kulit dan pembuluh darah, kerusakan neurologis,
penurunan fisiologis, serta kematian. Angka kematian penderita AIDS hampir

18

Anda mungkin juga menyukai