Perhatian yang lebih serius dan formal tersurat dalam UUSPN No.20 Tahun 2003
bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisisk, mental, emoisonal,
sosial dan atau memiliki potensi kcerdasan dan bakat istimewa. Agar anak berbakat yang
mempunyai potensi unggul tersebut dapat mengembangkan potensinya, dibutujkan program
dan layanan pendidikan secara khusus.
KEGIATAN BELAJAR 1
Definisi dan Dampak Anak Berbakat
A. Definisi
1. Definisi versi Amerika
Adapun definisi yang digunakan dalam public law 97 – 135 yang disahkan
oleh konggres Amerika Serikat pada thaun 1981, yang dimaksud anak berbakat
(gifted and talented) adalah anak yang menunujukkan kemampuan / penampilan yang
tinggi dalam bidang – bidang, seperti intelektual, kreatif, seni, kapasitas
kepemimpinan atau bidang – bidang, akademik khusus, dan yang memerlukan
pelayanan – pelayanan atau aktifitas – aktifitas yang tidak bisa disediakan oleh
sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh dalam Clark , )1983 : 5) dan
alih bahasa Mo. Amin (1989).
2. Definisi versi Indonesia
Anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang unggul dari
anak rata – rata / normal, baik dalam kemampuan intelektual maupun nonintelektual
sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan secara khusus.
B. Dampak Keberbakatan
Dampak anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial / emosi, dan fisik /
kesehatan.
1. Aspek akademik
Menurut Kitano dan Kirby (1986) yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (1994)
mengemukakan keberbakatan bidang akademik adalah :
a) Memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang
b) Memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminology
dari bidang akademik khusus
c) Mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus yang
dipelajarai pada aktifitas – aktifitas bidang lain
d) Kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai
standar yang lebih tinggi
e) Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatau bidang akademi dan motivasi
yang tinggi untuk berbuat yang terbaik
f) Belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik tertentu
2. Aspek sosial / emosi
Ada beberapa ciri invidu yang memliki keberbakatan sosial yaitu :
a) Diterima oleh mayoritas teman – teman sebaya dan orang dewasa
b) Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial
c) Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam peretengkaran dan
pengambil kebijakan oleh teman sebayanya
d) Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat demua orang dan jujur
e) Perilakunya tidak defensive dan memliki tenggang rasa
f) Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga
relevan dengan situasi
g) Meampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang
dewasa
h) Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain
i) Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi soisal dengan
cerdas dan humor
3. Dampak keberbakatan terhadap fisik / kesehatan
Ciri – ciri fisik / kesehatan anak berbakat antara lain :
a) Memiliki penampilan yang menarik dan rapi
b) Kesehatannya berada lebih baik atau diatas rata – rata
c) Tinggi dan berat badan sama dengan usianya
d) Koordinasi geraknya diatas usianya
KEGIATAN BELAJAR 2
Kebutuhan Pendidikan dan
Jenis Layanan bagi Anak Berbakat
Kegiatan Belajar 1
1. Definisi Legal
Definisi legal terutama dipergunakan oleh profesi medis untuk menentukan apakah
seseorang berhak memperoleh akses terhadap keuntungan-keuntungan tertentu
sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti jenis
asuransi tertentu, bebas bea transportasi, atau untuk menentukan perangkat alat bantu yang
sesuai dengan kebutuhannya, dan sebagainya. Dalam definisi legal ini, ada dua aspek yang
diukur:
a. ketajaman penglihatan (visual acuity) dan
b. medan pandang (visual field).
Cara yang paling umum untuk mengukur ketajaman penglihatan adalah dengan
menggunakan Snellen Chart yang terdiri dari huruf-huruf atau angkaangka atau gambar-
gambar yang disusun berbaris berdasarkan ukuran besarnya (lihat Gambar 4.1).
Setiap baris huruf pada tabel Snellen ini dapat dikenali dari jarak tertentu oleh orang yang
berpenglihatan normal, misalnya dari jarak 60, 36, 24, 18, 12, 9 atau 6 meter. Anak berdiri 6
meter dari tabel itu, dan jika dia dapat membaca tabel itu sejauh baris yang berisi huruf-huruf
untuk jarak 6 meter, berarti ketajaman penglihatannya adalah 6/6 atau "normal". Jika dia
dapat membaca hanya sejauh baris yang berisi huruf-huruf untuk jarak 24 meter
maka ketajaman penglihatannya adalah 6/24. Angka yang di atas (pembilang) selalu
menunjukkan jarak dari tabel, dan angka bawah (penyebut) menunjukkan jarak mata normal
dapat membaca huruf-huruf itu. Dengan kata lain, bila ketajaman penglihatan seorang anak
adalah 6/24, ini berarti bahwa huruf-huruf yang dapat dibaca oleh mata normal dari jarak 24
meter hanya dapat dibaca dari jarak 6 meter oleh anak itu. Bilangan ini tidak menunjukkan
pecahan dari penglihatan normal. Bukan sesuatu yang luar biasa jika kedua belah mata
mempunyai ketajaman penglihatan yang sangat berbeda, misalnya 6/6 dan 6/24.
Seseorang dikatakan tunanetra apabila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/18. Ini
berarti bahwa tingkat sisa penglihatan orang tunanetra itu berkisar dari 0 (buta total) hingga <
6/18. Orang yang dikategorikan sebagai buta (blind) itu tidak hanya mereka yang buta total
melainkan juga mereka yang masih mempunyai sedikit sisa penglihatan (<3/60).
2. Definisi Edukasional/Fungsional
Definisi legal biasanya juga tidak memadai untuk menunjukkan apakah seseorang
akan mampu membaca tulisan cetak atau apakah dia perlu belajar Braille, mempergunakan
rekaman audio (buku, surat kabar, artikel dll.) atau kombinasi media-media tersebut.
Merupakan hal yang penting, definisi seyogianya memberikan indikasi yang fungsional.
Dengan kata lain, definisi seyogianya membantu kita memahami bagaimana kita dapat
memenuhi kebutuhan orang yang bersangkutan.
Definisi edukasional mengenai ketunanetraan lebih dapat memenuhi persyaratan
tersebut daripada definisi legal, dan oleh karenanya dapat menunjukkan:
a. metode membaca dan metode pembelajaran membaca yang mana yang sebaiknya
dipergunakan;
b. alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya dipergunakan;
c. kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas.
Untuk melakukan upaya terpadu di seluruh dunia, WHO dan sebuah gugus tugas yang
beranggotakan organisasi-organisasi internasional nonpemerintah secara bersama-sama telah
mempersiapkan dan meluncurkan sebuah agenda bersama bagi aksi global "VISION 2020 -
The Right to Sight" (hak untuk melihat).
VISION 2020 akan memungkinkan masyarakat internasional untuk memerangi
kebutaan yang dapat dihindari melalui:
1. pencegahan dan pemberantasan penyakit;
2. pelatihan personel;
3. memperkuat infrastruktur perawatan mata yang ada;
4. penggunaan teknologi yang tepat dan terjangkau; dan
5. mobilisasi sumber-sumber.
Secara internasional, WHO mempunyai satu strategi yang terdiri dari tiga langkah
untuk memerangi kebutaan dan kurang awas. Ketiga langkah tersebut adalah:
1. memperkuat program kesehatan dasar mata di dalam program pelayanan kesehatan
dasar untuk menghapuskan faktor-faktor penyebabnya yang dapat dicegah;
2. mengembangkan pelayanan terapi dan pembedahan untuk menangani secara efektif
gangguan mata yang “dapat disembuhkan”;
3. mendirikan pusat pelayanan optik dan pelayanan bagi penyandang tunanetra.
Strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak dikembangkan atas tiga tingkatan
sebagai berikut.
a. Pencegahan primer: pencegahan berjangkitnya penyakit.
b. Pencegahan sekunder: pencegahan timbulnya komplikasi yang mengancam
penglihatan serta kehilangan penglihatan bila penyakit telah berjangkit.
c. Pencegahan tersier: minimalisasi ketunanetraan yang diakibatkan olehpenyakit atau
cedera yang telah dialami.
Pemaparan sepuluh strategi utama mungkin dapat memperjelas bagaimana “perang modern”
melawan banyak faktor yang kompleks yang menentukan terjadinya gangguan-gangguan
yang mengakibatkan ketunanetraan terus dilaksanakan. Kesepuluh strategi tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Prophylaxis: penggunaan prosedur yang sistematis dan jika perlu, penggunaan
medikasi untuk pencegahan primer terhadap suatu gangguan (seperti gonorrhea).
b. Imunisasi: vaksinasi terhadap penyakit-penyakit infeksi seperti campak, rubela, dsb.
c. Perawatan kehamilan yang tepat: bagi wanita hamil. Strategi ini memerlukan
pelayanan kesehatan yang maju dan sumber-sumber ekonomi.
d. Perawatan neonatal: pemberian perawatan yang tepat bagi bayi yang baru lahir.
e. Perbaikan gizi: termasuk pemberian vitamin A secara teratur.
f. Pendidikan: pendidikan masyarakat melalui media massa, atau lebih spesifik
pendidikan kesehatan mengenai penyakit-penyakit endemik lokal (penyakit menular)
seperti campak.
g. Penyuluhan genetika: belum dilaksanakan dalam skala besar (kecuali penyuluhan
untuk mencegah perkawinan antarsaudara dekat).
h. Perundang-undangan: satu strategi primer untuk pencegahan terhadap beberapa
penyebab ketunanetraan anak, seperti ketentuan-ketentuan yang mengatur produksi
dan pengedaran barang-barang mainan yang berbahaya.
i. Deteksi dan intervensi dini (untuk meningkatkan interaksi dan perkembangan) serta
perawatan bagi penyakit-penyakit yang berpotensi mengakibatkan ketunanetraan
seperti katarak bawaan, glaucoma bawaan.
j. Meningkatkan higiene dan perawatan kesehatan: terutama selama saat infeksi dan
sakit.
Kegiatan Belajar 2
A. PROSES PENGINDRAAN
1. Indra Pendengaran
Pengembangan keterampilan mendengarkan juga secara bertahap akan membuat
Anda sadar akan pola perilaku tetangga Anda, kapan mereka berangkat kerja, kembali ke
rumah, menonton TV, dan memasak. Diperlengkapi dengan pengetahuan ini, seorang
individu tunanetra akan tahu ke mana dan kapan dia dapat meminta bantuan jika benar-benar
memerlukannya.
Dengan melatih keterampilan pendengaran seperti ini, tanpa menggunakan indra
penglihatan Anda akan dapat menyadari apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang di
sekitar Anda melalui sumber informasi bunyi yang telah ada di sana, tetapi Anda tidak
menyadarinya karena Anda selalu bergantung pada indra penglihatan, satu hal yang harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh individu tunanetra karena kondisi yang
memaksanya.
Di samping itu, dengan sedikit imajinasi dan kreativitas, Anda dapat memanfaatkan
indra pendengaran ini untuk memberikan informasi tentang hal-hal yang normalnya tidak
diperoleh melalui pendengaran. Misalnya, bola yang diberi bunyi-bunyian memungkinkan
anak tunanetra bermain bola. Dia akan dapat mengikuti arah bola dengan telinganya. Dengan
teknologi, berbagai peralatan dapat dimodifikasi agar memberikan informasi auditer.
Misalnya komputer, jam tangan, termometer, dan lain-lain dapat diakses oleh tunanetra
setelah dibuat bersuara.
2. Indra Perabaan
Hampir sama pentingnya dengan indra pendengaran adalah indra perabaan. Anda
mungkin tidak menyadari bahwa indra perabaan ini dapat memberikan informasi yang
biasanya Anda peroleh melalui indra penglihatan. Anda ingat bahwa dengan indra perabaan,
Anda pasti dapat membedakan bermacam-macam benda yang ada di dalam saku belakang
celana Anda, dan untuk itu Anda tidak menggunakan indra penglihatan, bukan? Keterampilan
seperti ini dapat Anda kembangkan juga untuk hal-hal lain dalam berbagai macam situasi.
Dengan meraba perbedaan bentuk kemasannya atau teksturnya, Anda dapat membedakan
bermacam-macam bahan makanan yang akan Anda masak. Anda pasti tidak akan
mempertukarkan kecap dengan minyak goreng, atau beras dengan kacang hijau, misalnya.
Daya imajinasi dan kreativitas orang telah membantu para tunanetra mengakses
berbagai peralatan yang normalnya diakses orang secara visual. Misalnya, pembuatan peta
timbul, jam tangan Braille, kompas Braille, dan sebagainya. Di atas semua itu, diciptakannya
sistem tulisan Braille oleh Louis Braille merupakan karya taktual terbesar bagi tunanetra.
Catatan tentang penggunaan tongkat, sebagai berikut.
a. Panjang tongkat yang ideal adalah setinggi ulu hati penggunanya.
b. Pada saat memegang tongkat, lengan membentuk sudut 90º, tongkat dipegang di
hadapan perut.
c. Tongkat diayun kiri-kanan selebar badan.
d. Pada saat tongkat diayun ke kiri, kaki kanan melangkah ke depan, dan sebaliknya.
3. Indra Penciuman
Indra penciuman juga harus dikembangkan. Lihatlah betapa banyaknya bahan
makanan yang dapat Anda kenali melalui indra penciuman. Misalnya, jika Anda tidak dapat
membedakan antara kunyit dan jahe melalui perabaan, kenalilah baunya. Indra penciuman
juga dapat membantu Anda mengenali lingkungan Anda. Bila Anda memasuki pusat
perbelanjaan, Anda pasti dapat membedakan aroma toko makanan, toko pakaian, toko sepatu,
toko obat, dll.
Kegiatan Belajar 3
Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra di
Sekolah Umum dalam
Setting Pendidikan Inklusif
Penting untuk diingat bahwa tujuan pendidikan bagi anak tunanetra pada dasarnya
sama dengan tujuan bagi anak-anak lain. Tujuan itu antara lain mencakup mampu
berkomunikasi secara efektif, memiliki kompetensi sosial, mampu bekerja, dan memiliki
kemandirian pribadi. Akan tetapi, untuk dapat mencapai tujuan-tujuan ini siswa tunanetra
memerlukan intervensi khusus program pendidikannya perlu dimodifikasi. Untuk dapat
merumuskan program pendidikan yang tepat, yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan
khusus anak itu, perlu dilakukan asesmen yang tepat sehingga guru dapat melakukan
penyesuaian metode pengajaran secara tepat.
Agar lebih paham mengenai layanan pendidikan khusus bagi siswa tunanetra, berikut
ini dijelaskan kebutuhan pendidikan khusus, strategi, media, serta evaluasi dalam
pembelajaran siswa tunanetra.
1. Strategi pembelajaran
Adalah pendaya gunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat
dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, media , metode, siswa , guru ,
lingkungan belajar, dan evaluasi sehingga proses pembelajaran tersebut berjalan
dengan efeksien dan efektif.
2. Media Pembelajaran
Di jelaskan jenis – jenis alat peraga dan alat bantu pembelajarab yang dapat
digunakan dalam prosese pembelajaran tuna netra .
a. Alat peraga
b. Alat bantu pembelajaran
C. EVALUASI PEMBELAJARAN
Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada siswa tunanetra, pada dasarnya sama
dengan yang dilakukan terhadap siswa awas, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut
materi tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diberikan kepada
siswa tunanetra, tidak mengandung unsur-unsur yang memerlukan persepsi visual. Contoh:
Anda tidak dapat menanyakan tentang warna kepada siswa tunanetra karena warna hanya
dapat diperoleh melalui persepsi visual. Kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan melalui tes
lisan, tertulis, dan perbuatan.
MODUL 5
Kegiatan Belajar 1
Definisi dan Klasifikasi, Penyebab,
serta Cara Pencegahan Terjadinya
Tunarungu dan Gangguan Komunikasi
Kegiatan Belajar 3