Anda di halaman 1dari 22

MODUL 3

Pendidikan Khusus Bagi Anak Berbakat

Perhatian yang lebih serius dan formal tersurat dalam UUSPN No.20 Tahun 2003
bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisisk, mental, emoisonal,
sosial dan atau memiliki potensi kcerdasan dan bakat istimewa. Agar anak berbakat yang
mempunyai potensi unggul tersebut dapat mengembangkan potensinya, dibutujkan program
dan layanan pendidikan secara khusus.

KEGIATAN BELAJAR 1
Definisi dan Dampak Anak Berbakat

A. Definisi
1. Definisi versi Amerika
Adapun definisi yang digunakan dalam public law 97 – 135 yang disahkan
oleh konggres Amerika Serikat pada thaun 1981, yang dimaksud anak berbakat
(gifted and talented) adalah anak yang menunujukkan kemampuan / penampilan yang
tinggi dalam bidang – bidang, seperti intelektual, kreatif, seni, kapasitas
kepemimpinan atau bidang – bidang, akademik khusus, dan yang memerlukan
pelayanan – pelayanan atau aktifitas – aktifitas yang tidak bisa disediakan oleh
sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh dalam Clark , )1983 : 5) dan
alih bahasa Mo. Amin (1989).
2. Definisi versi Indonesia
Anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang unggul dari
anak rata – rata / normal, baik dalam kemampuan intelektual maupun nonintelektual
sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan secara khusus.

B. Dampak Keberbakatan
Dampak anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial / emosi, dan fisik /
kesehatan.
1. Aspek akademik
Menurut Kitano dan Kirby (1986) yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (1994)
mengemukakan keberbakatan bidang akademik adalah :
a) Memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang
b) Memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminology
dari bidang akademik khusus
c) Mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus yang
dipelajarai pada aktifitas – aktifitas bidang lain
d) Kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai
standar yang lebih tinggi
e) Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatau bidang akademi dan motivasi
yang tinggi untuk berbuat yang terbaik
f) Belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik tertentu
2. Aspek sosial / emosi
Ada beberapa ciri invidu yang memliki keberbakatan sosial yaitu :
a) Diterima oleh mayoritas teman – teman sebaya dan orang dewasa
b) Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial
c) Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam peretengkaran dan
pengambil kebijakan oleh teman sebayanya
d) Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat demua orang dan jujur
e) Perilakunya tidak defensive dan memliki tenggang rasa
f) Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga
relevan dengan situasi
g) Meampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang
dewasa
h) Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain
i) Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi soisal dengan
cerdas dan humor
3. Dampak keberbakatan terhadap fisik / kesehatan
Ciri – ciri fisik / kesehatan anak berbakat antara lain :
a) Memiliki penampilan yang menarik dan rapi
b) Kesehatannya berada lebih baik atau diatas rata – rata
c) Tinggi dan berat badan sama dengan usianya
d) Koordinasi geraknya diatas usianya
KEGIATAN BELAJAR 2
Kebutuhan Pendidikan dan
Jenis Layanan bagi Anak Berbakat

A. Kebutuhan Pendidikan Anak Berbakat


Kebutuhan pendidikan anak berbakat dapat ditinjau dari 2 kepentingan berikut :
1. Kebutuhan pendidikan dari segi anak berbakat itu sendiri
2. Kebutuhan pendidikan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat

B. Jenis – Jenis Layanan Bagi Anak Berbakat


Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam memberi layanan kepada anak
berbakat adalah sebagai berikut :
1. Komponen sebagai persiapan penentuan jenis layanan
Hal –hal penting sebelum menentukan jenis layanan pendidikan bagi anak
berbakat antara lain :
a) Pengidentifikasian anak berbakat
b) Tujuan umum pendidikan anak berbakat
c) Kebutuhan pendidikan anak berbakat baik itu kepentingan individu anak berbakat
itu sendiri, maupun untuk kepentingan masyarakat
2. Komponen sebagai alternative implementasi jenis layanan
Berikut ini akan dikemukakan hal – hal yang berkaitan dengan implementasi
layanan pendidikan anak berbakat diantaranya :
a) Ciri khas layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak berbakat
b) Strategi pembelajaran dan model layanan
c) Layanan perkembangan kreatifitas
d) Stimulasi imajinasi dan proses inkubasi
e) Desain pembelajaran
f) Evaluasi
MODUL 4

PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA

Kegiatan Belajar 1

Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara


Pencegahan Terjadinya Ketunanetraan

A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI TUNANETRA

Terdapat sejenis konsensus internasional untuk menggunakan dua jenis definisi


sehubungan dengan kehilangan penglihatan, yakni berikut ini.
1. Definisi legal (definisi berdasarkan peraturan perundang-undangan).
2. Definisi edukasional (definisi untuk tujuan pendidikan) atau definisi fungsional, yaitu
yang difokuskan pada seberapa banyak sisa penglihatan seseorang dapat bermanfaat
untuk keberfungsiannya sehari-hari.

1. Definisi Legal
Definisi legal terutama dipergunakan oleh profesi medis untuk menentukan apakah
seseorang berhak memperoleh akses terhadap keuntungan-keuntungan tertentu
sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti jenis
asuransi tertentu, bebas bea transportasi, atau untuk menentukan perangkat alat bantu yang
sesuai dengan kebutuhannya, dan sebagainya. Dalam definisi legal ini, ada dua aspek yang
diukur:
a. ketajaman penglihatan (visual acuity) dan
b. medan pandang (visual field).
Cara yang paling umum untuk mengukur ketajaman penglihatan adalah dengan
menggunakan Snellen Chart yang terdiri dari huruf-huruf atau angkaangka atau gambar-
gambar yang disusun berbaris berdasarkan ukuran besarnya (lihat Gambar 4.1).
Setiap baris huruf pada tabel Snellen ini dapat dikenali dari jarak tertentu oleh orang yang
berpenglihatan normal, misalnya dari jarak 60, 36, 24, 18, 12, 9 atau 6 meter. Anak berdiri 6
meter dari tabel itu, dan jika dia dapat membaca tabel itu sejauh baris yang berisi huruf-huruf
untuk jarak 6 meter, berarti ketajaman penglihatannya adalah 6/6 atau "normal". Jika dia
dapat membaca hanya sejauh baris yang berisi huruf-huruf untuk jarak 24 meter
maka ketajaman penglihatannya adalah 6/24. Angka yang di atas (pembilang) selalu
menunjukkan jarak dari tabel, dan angka bawah (penyebut) menunjukkan jarak mata normal
dapat membaca huruf-huruf itu. Dengan kata lain, bila ketajaman penglihatan seorang anak
adalah 6/24, ini berarti bahwa huruf-huruf yang dapat dibaca oleh mata normal dari jarak 24
meter hanya dapat dibaca dari jarak 6 meter oleh anak itu. Bilangan ini tidak menunjukkan
pecahan dari penglihatan normal. Bukan sesuatu yang luar biasa jika kedua belah mata
mempunyai ketajaman penglihatan yang sangat berbeda, misalnya 6/6 dan 6/24.
Seseorang dikatakan tunanetra apabila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/18. Ini
berarti bahwa tingkat sisa penglihatan orang tunanetra itu berkisar dari 0 (buta total) hingga <
6/18. Orang yang dikategorikan sebagai buta (blind) itu tidak hanya mereka yang buta total
melainkan juga mereka yang masih mempunyai sedikit sisa penglihatan (<3/60).

2. Definisi Edukasional/Fungsional
Definisi legal biasanya juga tidak memadai untuk menunjukkan apakah seseorang
akan mampu membaca tulisan cetak atau apakah dia perlu belajar Braille, mempergunakan
rekaman audio (buku, surat kabar, artikel dll.) atau kombinasi media-media tersebut.
Merupakan hal yang penting, definisi seyogianya memberikan indikasi yang fungsional.
Dengan kata lain, definisi seyogianya membantu kita memahami bagaimana kita dapat
memenuhi kebutuhan orang yang bersangkutan.
Definisi edukasional mengenai ketunanetraan lebih dapat memenuhi persyaratan
tersebut daripada definisi legal, dan oleh karenanya dapat menunjukkan:
a. metode membaca dan metode pembelajaran membaca yang mana yang sebaiknya
dipergunakan;
b. alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya dipergunakan;
c. kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas.

Berdasarkan cara pembelajarannya, ketunanetraan dapat dibagi ke dalam dua


kelompok, yaitu buta (blind) atau tunanetra berat dan kurang awas (low vision) atau tunanetra
ringan.
Seseorang dikatakan tunanetra berat (blind) apabila dia sama sekali tidak memiliki
penglihatan atau hanya memiliki persepsi cahaya (Barraga & Erin, 1991) sehingga untuk
keperluan belajarnya dia menggunakan indra-indra nonpenglihatan. Misalnya, untuk
membaca dia menggunakan tulisan Braille yang dibaca melalui ujung-ujung jari, atau
rekaman audio yang ”dibaca” melalui pendengaran.
Seseorang dikatakan tunanetra ringan (low vision) apabila setelah dikoreksi
penglihatannya masih sedemikian buruk tetapi fungsi penglihatannya dapat ditingkatkan
melalui penggunaan alat-alat bantu optik dan modifikasi lingkungan (Corn & Ryser, 1989).
Siswa kurang awas belajar melalui penglihatan dan indra-indra lainnya. Dia mungkin akan
membaca tulisan yang diperbesar (large print) dengan atau tanpa kaca pembesar, tetapi dia
juga akan terbantu apabila belajar Braille atau menggunakan rekaman audio. Keberfungsian
penglihatannya akan tergantung pada faktor-faktor seperti pencahayaan, alat bantu optik yang
dipergunakannya, tugas yang dihadapinya, dan karakteristik pribadinya.

B. PENYEBAB TERJADINYA KETUNANETRAAN

Sebab-sebab ketunanetraan itu kompleks, bervariasi, dan selalu berubahubah.


Sebagaimana halnya dengan kecacatan lainnya, sebab-sebab ketunanetraan dapat bersifat
genetik dan/atau berkaitan dengan lingkungan. Ketunanetraan dapat terjadi sebelum
kelahiran, pada saat kelahiran, tak lama sesudah kelahiran dan pada masa kanak-kanak
hingga masa dewasa.
Berbagai penyakit anak, infeksi virus, tumor otak, atau cedera seperti yang terjadi
akibat kecelakaan lalu-lintas merupakan kemungkinankemungkinan penyebab ketunanetraan
pada anak. Perawatan dengan obatobat keras yang terlalu lama, seperti yang menggunakan
jenis-jenis steroids tertentu, dapat juga mempunyai dampak temporer ataupun permanen
terhadap sistem penglihatan.
Di Indonesia, penyebab utama kebutaan adalah katarak, glaukoma, kelainan refraksi,
penyakit kornea, retina dan kekurangan Vitamin A (Gsianturi, 2004).
Berikut ini adalah beberapa kondisi umum yang dapat menyebabkan ketunanetraan,
yang diurut secara alfabetis.
1. Albinisme
2. Amblyopia
3. Buta Warna
4. Cedera (Trauma) dan Radiasi
5. Defisiensi Vitamin A – Xerophthalmia
6. Glaukoma
7. Katarak
8. Kelainan Mata Bawaan
9. Myopia (Penglihatan Dekat)
10. Nistagmus
11. Ophthalmia Neonatorum
12. Penyakit Kornea dan Pencangkokan Kornea
13. Retinitas Pigmentosa
14. Retinopati Diabetika
15. Retinopathy of Prematurity
16. Sobeknya dan Lepasnya Retina
17. Strabismus
18. Trakhoma
19. Tumor
20. Uveitis

C. PENCEGAHAN TERJADINYA KETUNANETRAAN

Untuk melakukan upaya terpadu di seluruh dunia, WHO dan sebuah gugus tugas yang
beranggotakan organisasi-organisasi internasional nonpemerintah secara bersama-sama telah
mempersiapkan dan meluncurkan sebuah agenda bersama bagi aksi global "VISION 2020 -
The Right to Sight" (hak untuk melihat).
VISION 2020 akan memungkinkan masyarakat internasional untuk memerangi
kebutaan yang dapat dihindari melalui:
1. pencegahan dan pemberantasan penyakit;
2. pelatihan personel;
3. memperkuat infrastruktur perawatan mata yang ada;
4. penggunaan teknologi yang tepat dan terjangkau; dan
5. mobilisasi sumber-sumber.
Secara internasional, WHO mempunyai satu strategi yang terdiri dari tiga langkah
untuk memerangi kebutaan dan kurang awas. Ketiga langkah tersebut adalah:
1. memperkuat program kesehatan dasar mata di dalam program pelayanan kesehatan
dasar untuk menghapuskan faktor-faktor penyebabnya yang dapat dicegah;
2. mengembangkan pelayanan terapi dan pembedahan untuk menangani secara efektif
gangguan mata yang “dapat disembuhkan”;
3. mendirikan pusat pelayanan optik dan pelayanan bagi penyandang tunanetra.
Strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak dikembangkan atas tiga tingkatan
sebagai berikut.
a. Pencegahan primer: pencegahan berjangkitnya penyakit.
b. Pencegahan sekunder: pencegahan timbulnya komplikasi yang mengancam
penglihatan serta kehilangan penglihatan bila penyakit telah berjangkit.
c. Pencegahan tersier: minimalisasi ketunanetraan yang diakibatkan olehpenyakit atau
cedera yang telah dialami.
Pemaparan sepuluh strategi utama mungkin dapat memperjelas bagaimana “perang modern”
melawan banyak faktor yang kompleks yang menentukan terjadinya gangguan-gangguan
yang mengakibatkan ketunanetraan terus dilaksanakan. Kesepuluh strategi tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Prophylaxis: penggunaan prosedur yang sistematis dan jika perlu, penggunaan
medikasi untuk pencegahan primer terhadap suatu gangguan (seperti gonorrhea).
b. Imunisasi: vaksinasi terhadap penyakit-penyakit infeksi seperti campak, rubela, dsb.
c. Perawatan kehamilan yang tepat: bagi wanita hamil. Strategi ini memerlukan
pelayanan kesehatan yang maju dan sumber-sumber ekonomi.
d. Perawatan neonatal: pemberian perawatan yang tepat bagi bayi yang baru lahir.
e. Perbaikan gizi: termasuk pemberian vitamin A secara teratur.
f. Pendidikan: pendidikan masyarakat melalui media massa, atau lebih spesifik
pendidikan kesehatan mengenai penyakit-penyakit endemik lokal (penyakit menular)
seperti campak.
g. Penyuluhan genetika: belum dilaksanakan dalam skala besar (kecuali penyuluhan
untuk mencegah perkawinan antarsaudara dekat).
h. Perundang-undangan: satu strategi primer untuk pencegahan terhadap beberapa
penyebab ketunanetraan anak, seperti ketentuan-ketentuan yang mengatur produksi
dan pengedaran barang-barang mainan yang berbahaya.
i. Deteksi dan intervensi dini (untuk meningkatkan interaksi dan perkembangan) serta
perawatan bagi penyakit-penyakit yang berpotensi mengakibatkan ketunanetraan
seperti katarak bawaan, glaucoma bawaan.
j. Meningkatkan higiene dan perawatan kesehatan: terutama selama saat infeksi dan
sakit.

Kegiatan Belajar 2

Dampak Ketunanetraan terhadap


Kehidupan Seorang Individu

A. PROSES PENGINDRAAN

Organ-organ pengindraan berfungsi memperoleh informasi dari lingkungan dan


mengirimkannya ke otak untuk diproses, disimpan, dan ditindaklanjuti. Masing-masing organ
pengindraan bertugas memperoleh informasi yang berbeda-beda. Informasi visual seperti
warna dan citra bentuk diperoleh melalui mata. Informasi auditer berupa bunyi atau suara
diperoleh melalui telinga. Informasi taktual seperti halus/kasar diperoleh melalui permukaan
kulit yang menutupi seluruh tubuh. Kulit ujung-ujung jari merupakan akses informasi taktual
yang paling peka, dan oleh karenanya indra ini disebut indra perabaan. Selain informasi
taktual, kulit juga memersepsi informasi suhu (panas/dingin). Oleh karena kekhasan
informasi suhu ada para ahli yang menggolongkan informasi suhu sebagai informasi
pengindraan tersendiri yang dipersepsi oleh indra "thermal" (thermal sense). Dua organ indra
lainnya yang termasuk pancaindra adalah hidung untuk pengindraan informasi bau/aroma,
dan lidah untuk pengindraan informasi rasa (manis, asin, dll.).

B. LATIHAN KETERAMPILAN PENGINDRAAN

1. Indra Pendengaran
Pengembangan keterampilan mendengarkan juga secara bertahap akan membuat
Anda sadar akan pola perilaku tetangga Anda, kapan mereka berangkat kerja, kembali ke
rumah, menonton TV, dan memasak. Diperlengkapi dengan pengetahuan ini, seorang
individu tunanetra akan tahu ke mana dan kapan dia dapat meminta bantuan jika benar-benar
memerlukannya.
Dengan melatih keterampilan pendengaran seperti ini, tanpa menggunakan indra
penglihatan Anda akan dapat menyadari apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang di
sekitar Anda melalui sumber informasi bunyi yang telah ada di sana, tetapi Anda tidak
menyadarinya karena Anda selalu bergantung pada indra penglihatan, satu hal yang harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh individu tunanetra karena kondisi yang
memaksanya.
Di samping itu, dengan sedikit imajinasi dan kreativitas, Anda dapat memanfaatkan
indra pendengaran ini untuk memberikan informasi tentang hal-hal yang normalnya tidak
diperoleh melalui pendengaran. Misalnya, bola yang diberi bunyi-bunyian memungkinkan
anak tunanetra bermain bola. Dia akan dapat mengikuti arah bola dengan telinganya. Dengan
teknologi, berbagai peralatan dapat dimodifikasi agar memberikan informasi auditer.
Misalnya komputer, jam tangan, termometer, dan lain-lain dapat diakses oleh tunanetra
setelah dibuat bersuara.

2. Indra Perabaan
Hampir sama pentingnya dengan indra pendengaran adalah indra perabaan. Anda
mungkin tidak menyadari bahwa indra perabaan ini dapat memberikan informasi yang
biasanya Anda peroleh melalui indra penglihatan. Anda ingat bahwa dengan indra perabaan,
Anda pasti dapat membedakan bermacam-macam benda yang ada di dalam saku belakang
celana Anda, dan untuk itu Anda tidak menggunakan indra penglihatan, bukan? Keterampilan
seperti ini dapat Anda kembangkan juga untuk hal-hal lain dalam berbagai macam situasi.
Dengan meraba perbedaan bentuk kemasannya atau teksturnya, Anda dapat membedakan
bermacam-macam bahan makanan yang akan Anda masak. Anda pasti tidak akan
mempertukarkan kecap dengan minyak goreng, atau beras dengan kacang hijau, misalnya.
Daya imajinasi dan kreativitas orang telah membantu para tunanetra mengakses
berbagai peralatan yang normalnya diakses orang secara visual. Misalnya, pembuatan peta
timbul, jam tangan Braille, kompas Braille, dan sebagainya. Di atas semua itu, diciptakannya
sistem tulisan Braille oleh Louis Braille merupakan karya taktual terbesar bagi tunanetra.
Catatan tentang penggunaan tongkat, sebagai berikut.
a. Panjang tongkat yang ideal adalah setinggi ulu hati penggunanya.
b. Pada saat memegang tongkat, lengan membentuk sudut 90º, tongkat dipegang di
hadapan perut.
c. Tongkat diayun kiri-kanan selebar badan.
d. Pada saat tongkat diayun ke kiri, kaki kanan melangkah ke depan, dan sebaliknya.

3. Indra Penciuman
Indra penciuman juga harus dikembangkan. Lihatlah betapa banyaknya bahan
makanan yang dapat Anda kenali melalui indra penciuman. Misalnya, jika Anda tidak dapat
membedakan antara kunyit dan jahe melalui perabaan, kenalilah baunya. Indra penciuman
juga dapat membantu Anda mengenali lingkungan Anda. Bila Anda memasuki pusat
perbelanjaan, Anda pasti dapat membedakan aroma toko makanan, toko pakaian, toko sepatu,
toko obat, dll.

4. Sisa Indra Penglihatan


Sebagian besar orang yang dikategorikan sebagai tunanetra masih mempunyai sisa
penglihatan. Tetapi tingkat sisa penglihatan mereka itu sangat bervariasi, begitu pula
kemampuan mereka untuk memanfaatkan sisa penglihatan tersebut. Kondisi fisik secara
keseluruhan, jenis gangguan mata yang dialami, bentuk pengaruh cahaya terhadap mata, dan
durasi baiknya penglihatan, kesemuanya ini akan sangat berpengaruh terhadap seberapa baik
individu yang low vision dapat menggunakan sisa penglihatannya. Seorang individu low
vision harus dapat mengamati kondisi matanya untuk menentukan kekuatan dan
kelemahannya sendiri dalam hal ini. Kebanyakan orang low vision dapat merespon secara
baik terhadap warna-warna kontras, dan mereka harus memanfaatkannya dengan sebaik-
baiknya.
C. VISUALISASI, INGATAN KINESTETIK, DAN PERSEPSI OBYEK
Memahami kemampuan orang untuk memvisualisasikan lingkungannya,
memanfaatkan persepsi obyek, dan menggunakan ingatan kinestetik, akan membantu Anda
lebih memahami bagaimana individu tunanetra dapat berfungsi dengan baik di dalam
lingkungannya.
1. Visualisasi
Cara lain bagi individu tunanetra untuk mendapatkan kenyamanan di dalam
lingkungannya dan membantunya bergerak secara mandiri adalah dengan menggunakan
ingatan visual (visual memory) atau visualisasi (juga disebut peta mental).
2. Ingatan Kinestetik
Ingatan kinestetik adalah ingatan tentang kesadaran gerak otot yang dihasilkan oleh
interaksi antara indra perabaan (tactile), propriosepsi dan keseimbangan (yang dikontrol oleh
sistem vestibular, yang berpusat di bagian atas dari telinga bagian dalam. Sistem ini peka
terhadap percepatan, posisi, dan gerakan kepala).
Ingatan kinestetik hanya terbentuk sesudah orang melakukan gerakan yang sama di
daerah yang sama atau untuk kegiatan yang sama secara berulang-ulang.
3. Persepsi Obyek (Object Perception)
Banyak orang yang sudah lama menjadi tunanetra dan sudah berpengalaman banyak
dalam bepergian secara mandiri, akan mengembangkan suatu kemampuan yang mungkin
turut membentuk anggapan orang bahwa individu tunanetra memiliki indra keenam atau
sekurang-kurangnya memberi kesan bahwa dia mempunyai indra pendengaran yang lebih
tajam. Kemampuan ini disebut persepsi obyek (object perception), suatu kemampuan yang
memungkinkan individu tunanetra itu menyadari bahwa suatu benda hadir di sampingnya
atau di hadapannya meskipun dia tidak memiliki penglihatan sama sekali dan tidak
menyentuh benda itu. Fenomena ini sebagian dapat dijelaskan bahwa dia mendengar gema
langkah kakinya sendiri atau bunyi lain yang ditimbulkannya yang dipantulkan oleh benda
tersebut. Kehadiran benda itu juga dapat disadarinya melalui pengindraan yang dihantarkan
oleh kulitnya. Kemampuan persepsi obyek ini biasanya dikembangkan oleh mereka yang buta
total dan mungkin tidak dapat dimiliki oleh mereka yang mengalami gangguan pendengaran.
D. BAGAIMANA CARA MEMBANTU SEORANG TUNANETRA
Orang awas yang ingin membantu seorang tunanetra, harus mengetahui bagaimana
cara-cara membantunya,seperti cara menuntun orang tunanetra dan mengorientasikan
lingkungan, sehingga memberikan kenyamanan bagi orang tersebut.

Kegiatan Belajar 3
Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra di
Sekolah Umum dalam
Setting Pendidikan Inklusif

Penting untuk diingat bahwa tujuan pendidikan bagi anak tunanetra pada dasarnya
sama dengan tujuan bagi anak-anak lain. Tujuan itu antara lain mencakup mampu
berkomunikasi secara efektif, memiliki kompetensi sosial, mampu bekerja, dan memiliki
kemandirian pribadi. Akan tetapi, untuk dapat mencapai tujuan-tujuan ini siswa tunanetra
memerlukan intervensi khusus program pendidikannya perlu dimodifikasi. Untuk dapat
merumuskan program pendidikan yang tepat, yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan
khusus anak itu, perlu dilakukan asesmen yang tepat sehingga guru dapat melakukan
penyesuaian metode pengajaran secara tepat.
Agar lebih paham mengenai layanan pendidikan khusus bagi siswa tunanetra, berikut
ini dijelaskan kebutuhan pendidikan khusus, strategi, media, serta evaluasi dalam
pembelajaran siswa tunanetra.

A. KEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN SISWA TUNANETRA


Kebutuhan pendidikan khusus yang di ciptakan oleh ketunanetraan itu dapat di
rangkum :
1. Kehilangan penglihatan dapat mengakibatkan terlambatnya perkembnagan konsep
yang apabila tidak mendapat intervensi yang efektif, berdampak sangat buruk
terhadap perkembangan social, emosi akademik dan vokasionalnya.
2. Siswa tunanetra sering harus belajar melalui medi altenative, menggunakan indra
indra lain.
3. Siswa tunanetra sering memerlukan pengajaran individual karena pengajaran
klasikal untuk ketrampilan – ketrampilan khusus mungkin tidak akan begitu
bermakna baginya.
4. Siswa tunanetra sering membutuhkan ketrampilan – ketrampilan khusus serta buku
dan peralatan khusus untuk melaui media alternative.
5. Siswa tunanetra terbatas memperoleh informasi melaui belajar secara incidental
karena mereka sering tidak menyadariadanya kegiatan kecil yang terjadi di dalam
lingkungannya.

Ada beberapa dari kebutuhan khusus tersebut.


1. Pengembangan Konsep.
Konsep adalah simbul atau istilah yang menggambarkan suatu obyek, kejadian ,atau
keadaan tertentu.
2. Teknik Alternatif dan Alat Batu Belajar Khusus.
Adalah cara khusus ( baik dengan ataupun tanpa alat bantu khusus ) yang
memanfaatkan indra indra nonvisual atau sisa indra penglihatan untuk melakukan suatu
kegiatan yang normalnya di lakukan dengan indra penglihatan.
3. Ketrampilan Sosial / Emosial
Adalah kegiatan bermain, dan kajian yang di lakukan oleh McGaha dan Farram ( 2001)
terhadap sejumlah hasil penelitihan menunjukkan bahwa anak tunanetra menghadapi
banyak tantangan dalam interaksi social , anak perlu memeliki ketrampilan -
ketrampilan kemampuan untuk membaca dan menafsirkan sinyal social untuk bertindak
dengan tepat dalam merespon sinyal tersebut.
4. Ketrampilan Orientasi.
Adalah kemampuan mobilitas, yaitu ketrampilan untuk bergerak secara leluasa didalam
lingkunganya .ketrampilan mobilitas terkait dengan kemampuan orientasi yaitu
kemampuan untuk memahami hubungan lokasi anatara satu obyek denga obyek lainnya
di dalam di dalam lingkungan ( hill dan ponder 1976)
5. Ketrampilan Menggunakan Sisa Penglihatan
Tiga aspek berikut ,pencahayaan , penggunaan kacamata , dan magnifikasi
( pembesaran tampilan tulisan). Alat bantu low vision yang paling efektif adalah cahaya.

B. STRATEGI DAN MEDIA PEMBELAJARAN

1. Strategi pembelajaran
Adalah pendaya gunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat
dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, media , metode, siswa , guru ,
lingkungan belajar, dan evaluasi sehingga proses pembelajaran tersebut berjalan
dengan efeksien dan efektif.
2. Media Pembelajaran
Di jelaskan jenis – jenis alat peraga dan alat bantu pembelajarab yang dapat
digunakan dalam prosese pembelajaran tuna netra .
a. Alat peraga
b. Alat bantu pembelajaran

C. EVALUASI PEMBELAJARAN

Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada siswa tunanetra, pada dasarnya sama
dengan yang dilakukan terhadap siswa awas, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut
materi tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diberikan kepada
siswa tunanetra, tidak mengandung unsur-unsur yang memerlukan persepsi visual. Contoh:
Anda tidak dapat menanyakan tentang warna kepada siswa tunanetra karena warna hanya
dapat diperoleh melalui persepsi visual. Kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan melalui tes
lisan, tertulis, dan perbuatan.
MODUL 5

Pendidikan Anak Tunarungu dan Anak


dengan Gangguan Komunikasi

Kegiatan Belajar 1
Definisi dan Klasifikasi, Penyebab,
serta Cara Pencegahan Terjadinya
Tunarungu dan Gangguan Komunikasi

A. Definisi dan Klasifikasi Tunarungu


1. Definisi tunarungu
Tunarungu merupakan satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli dan
kurang dengar. Dapat diartikan bahwa orang yang tuli adalah seseorang yang mengalami
ketidakmampuan mendengar sedemikian besar, yang menghambat pemahaman bicara
melalui pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar.
2. Klasifikasi tunarungu
Ketunarunguan dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal yaitu :
a. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes dengan
menggunakan audiometer, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Tunarungu ringan
2) Tunarungu sedang
3) Tunarungu agak berat
4) Tunarungu berat
5) Tunarungu berat sekali
b. Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Ketunarunguan prabahasa
2) Ketunarunguan pasca bahasa
c. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Tunarungu tipe konduktif
2) Tunarungu sensorineural
3) Tunarungu tipe campuran
d. Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Tunarungu endogen
2) Tunarungu eksogen

B. Penyebab terjadinya tunarungu


Penyebab terjadinya tunarungu ini akan didasarkan pada dua tipe yaitu :
a. Penyebab tunarungu tipe konduktif
a. Kerusakan / gangguan yang terjadi pada telinga luar, disebabkan antar lain oleh :
1) Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar yang dibawa sejak lahir
2) Terjadinya peradangan pada telinga luar
b. Kerusakan / gangguan yang terjadi pada telinga tengah, disebabkan antara lain
oleh :
1) Ruda paksa
2) Terjadinya pandangan / infeksi pada telinga tengah
3) Otosclerosis
4) Tympanisclerosis
5) Anomaly congenital
6) Disfungsi tuba eustachii
b. Penyebab tunarungu tipe sensorineural
Penyebab terjadinya tunarungu ini akan didasarkan pada dua tipe yaitu :
a. Ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor genetic (keturunan)
b. Ketunarunguan yang disebabkan oleh factor non genetic

C. Cara Pencegahan terjadinya tunarungu


Ada bebrapa cara yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya
tunarungu diantaranay :
1. Upaya yang dapat dilakukan pada saat sebelum nikah (pranikah)
Contoh :menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat,
terutama pada keluarga yang mempunyai sejarah tunarungu
2. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hami
Contoh : mengkonsumsi gizi baik dan seimbang
3. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil
Contoh : pada saat melahirkan diupayakan tidak menggunakan alat penyedot
4. Upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir (post natal)
Contoh :melakukan imunasasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat penting,
terutama bagi wanita

D. Definisi gangguan komunikasi


Gangguan komunikasi adalah gangguan dalam berkomunikasi dengan orang lain,
baik dalam posisi sebagai komunikator maupon komunikan.

E. Kalasifikasi gangguan komunikasi


Secara umum gangguan komunikasi diklasifikasikan dalam dua kelompok besar,
yaitu :
1. Gangguan bicara (speech disorder) terdiri dari gangguan artikulasi, gangguan
kelancaran, gangguan suara, gangguan bicara yang dihubungkan dengan kelainan
orofacial, gangguan bicara yang dihubungkan dengan keruskan saraf.
2. Gangguan bahasa. Anak yang mengalami hambatan dalam satu arah atau lebih dari
komponen bahasa seperti fonologi, morfologi, semantic, sintaksis, maupun pragmatic,
dapat menyebabkan kesulitan belajar bahasa.

F. Penyebab gangguan komunikasi


Gangguan komunikasi dapat disebakan oleh factor diantaranya :
1. Kehilangan pendengaran
2. Kelainan organ bicara
3. Gangguan emosi
4. Keterlambatan perkembangan
5. Mental retardasi
6. Keruskan otak
7. Lingkungan
Kegiatan Belajar 2

Dampak Tuna Rungu dan Gangguan


Komunikasi Bagi Perkembangan Anak

A. Dampak tuna rungu bagi anak


1. Dampak tunarungu terhadap perkembangan bicara dan bahasa anak
Kesulitan berkomunikasi yang dialami anak tunarungu, mengakibatkan
memiliki kosakata yang terbatas, sulit mengartikan ungkapan – ungkapan bahasa yang
mengandung kiasan, sulit mengartikan kata – kata abstrak, serta kurang menguasai
irama dan gaya. Bahasa.
2. Dampak tunarungu terhadap kemampuan akademis
Anak tunarungu cenderung memiliki prestasi akademik yang rendah, tetapi
tidak untuk semua mata pelajaran. Anak tunarungu cenderung cenderung memiliki
prestasi yang rendah pada mata pelajaran yang bersifat verbal seperti IPA, IPS,
PPKN, Matematika, Bahasa Indonesia (dalam soal cerita), dan seni suara, tetapi pada
mata pelajaran yang bersifat non verbal seperti pelajaran olahraga dan keterampilan,
pada umumnya relative sama dengan temannya yang mendengar.
3. Dampak tunarungu terhadap aspek sosial – emosional
Ketunarunguan dapat menyebabkan perasaan terasing dari pergaulan sehari –
hari. Kekurangan pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan sering kali
menyebabkan anak tunarungu menafsirkan segala sesuatu itu negative atau salah.
Keadaan seperti itu menyebabkan anak tunarungu memiliki kecenderungan untuk
bersikap yang mengarah pada kesulitan penyesuaian diri.
4. Dampak tunarungu terhadap aspek fisik dan kesehatan
Dampak tunarungu terhadap aspek fisik diantaranya :
1. Sebagian ada yang berjalannya kaku dan agak membungkuk
2. Gerakan mata anak tunarungu lebih cepat
3. Gerakan tangannya sangat cepat / lincah
4. Pernafasannya pendek
Dampak tunarungu terhadap aspek kesehatan, secara umum nampaknya sama
dengan anak lain, karena pada umumnya anak tunarungu mampu merawat diri sendiri.
Artinya, kerentanan mereka terhadap penyakit, bukan semata – mata karena factor
gangguan pendengarannya. Namun bagi anak tunarungupenting untuk memeriksakan
telinganya secara periodic agar terhindar dari hal – hal yang dapat memperberat
ketunarunguannya.

B. Dampak gangguan komunikasi bagi anak


Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh adanya gangguan komunikasi, antar
lain”:
1. Hambatan dalam berinteraksi sosial
2. Hambatan dalam pengembangan kemampuan akademik

Kegiatan Belajar 3

Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan


Anak Tunarungu dan Anak dengan
Gangguan Komunikasi

A. Kebutuhan khusus anak tunarungu dan anak dengan gangguan komunikasi


1. Kebutuhan khusus anak tunarungu
Tunarungu membutuhkan layanan untuk mengembangkan kemampuan
berbahasanya, melalui layanan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI).
2. Kebutuhan khusus anak dengan gangguan komunikasi
Berikut adalah kebutuhan khusus anak dengan gangguan komunikasi diantaranya :
a. Kebutuhan khusus anak dengan gangguan artikulasi
b. Kebutuhan khusus anak yang gagap
c. Kebutuhan khusus anak yang mengalami keterlambatan dalam komunikasi verbal
d. Kebutuhan anak dengan gangguan komunikasi karena autis

B. Profil pendidikan khusus bagi anak tunarungu


Dalam memahami profil pendidikan khusus bagi anak tunarungu, terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
1. System pendidikan bagi anak tunarungu
Pendidikan khusus anak tunarungu dapat melalui bebrapa system diantaranya :
a. System pendidikan segregasi
b. System pendidikan integrasi
c. System pendidikan inklusif
2. Metode komunikasi
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak
tunarungu yaitu :
a. Metode oral – aural
b. Metode manual (isyarat)
c. Komunikasi total
3. Prinsip – prinsip pembelajaran siswa tunarungu
Dalam pembelajaran siswa tunarungu, guru harus menerapkan prinsip – prinsip umum
pembelajaran maupun prinsip – prinsip khusus pembelejaran siswa tunarungu.
4. Strategi pembelajaran
Beberapa strategui lain yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu,
yaitu strategi individualisasi, kooperatif, dan modifikasi perilaku.
5. Media pembelajaran
Media visual yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran tunarungu, antara lai
berupa gambar, grafis (grafik, bagan, diagram, dsb), realita atau objek nyata dari suatu
benda (mata uang, tumbuhan dsb), model atau tiruan dari objek benda, dan slides.
6. Fasilitas pendukung
Fasilitas pendukung untuk mendukung keefektifan penyelenggaraan pendidikan
khusus bagi siswa tunurungu disekolah regular antara lain adanya ruang sumber yang
dilengkapi dengan berbagai media untuk memfasilitasi pemberian layanan
kekhususan, seperti layanan untuk berkomunikasi oral
7. Penilaian (assesment)
Dalam melakukan penilaian terhadap siswa tunarungu ada beberapa prinsip yang
harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut :
a. Berkesinambungan
b. Menyeluruh
c. Obyektif dan adaptif
d. Pedagogis
C. Profil pendidikan anak dengan gangguan komunikasi
Pendidikan untuk anak dengan gangguan komunikasi tergantung jenis gangguan
komunikasi dan hambatan lain yang dialami anak tersebut, karena banyak gangguan
komunikasi yang merupakan hambatan penyerta bagi hambatan utama yang dialami anak.
Mereka memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan hambatan utamanya serta layanan
untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasinya

Anda mungkin juga menyukai