i
DAFTAR ISI
RINGKASAN..…………………………………………...…………….............................. i
DAFTAR ISI…………………………………………...………………............................. ii
DAFTAR TABEL……………………………………………...…...…...…...................... iii
DAFTAR GAMBAR…………………...………………………........................................ iv
DAFTAR GRAFIK...…………………...………………………........................................ v
BAB I PENDAHULUAN …………….....................……………...............................I-1
I.1 Latar Belakang .……………………………………...…………………...I-1
I.2.Permasalahan………………………...………………………………….…I.1
I.3.Tujuan……………..……………..………………………………………...I.2
BAB II TEORI PENUNJANG……………......................…………......................….II-1
BAB III METODOLOGI
III.1 Tahapan Pengerjaan…………………...…….……...............................III-1
III.2 Skema Alat…………..………………...…………................................III-1
III.3 Bagan Alir………………………...…………….....……………..........III-2
BAB IV HASIL DAN DISKUSI
IV.1 Hasil…………….….....................……………….................................IV-1
IV.2 Diskusi…….........….....................……………......................................IV-3
BAB V KESIMPULAN…….........…..................…………….....................................V-I
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR GRAFIK
v
BAB I PENDAHULUAN
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.3. Permasalahan
Suatu produk berupa larutan encer dingin harus di panaskan. Produk mula-mula
bersuhu ruangan dan suhu produk tersebut di naikan setinggi mungkin, namun lebih optimal
pada 75ºC. Uap panas yang berasal dari electric boiler akan digunakan sebagai pemanas.
Diperlukan untuk memanaskan 10 liter / menit dari produk. Peralatan berupa Double pipe
heat exchanger yang berbentuk vertikal dan horisontal telah tersedia di dalam laboratorium
dengan spesifikasi seperti berikut :
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan Condensing Vapor ini adalah :
1. Menentukan koefisien perpindahan panas dari uap yang mengembun pada permukaan
luar pipa pendingin.
3. Mengetahui hubungan ho dari persamaan Nusselt, Q/A terhadap rate air pendingin (m)
pada pipa horisontal dan vertikal.
BAB II
TEORI PENUNJANG
II.1 Teori
Fluida dapat terdiri dari uap, gas, atau liquid. Perubahan fase dari fase uap menjadi fase
liquid disebut kondensasi, sedangkan perubahan fase liquid menjadi fase gas disebut
penguapan. Jumlah panas yang terlibat pada penguapan atau kondensasi adalah sama. Ketika
uap air murni masuk dan kontak dengan permukaan yang dingin misalnya permukaan pipa,
uap air tersebut akan mengkondensasi.
Kondensasi terjadi ketika suhu uap berkurang di bawah suhu saturasinya T sat. Hal ini,
biasanya dilakukan dengan membawa uap ke dalam kontak dengan permukaan padat yang
suhunya Ts yang berada di bawah suhu saturasi T sat uap. Tetapi kondensasi juga dapat terjadi
pada permukaan bebas cairan atau bahkan dalam gas ketika suhu cairan atau gas yang terkena
uap berada di bawah suhu Tsat. Dalam kasus terakhir, tetesan cairan yang tersuspensi dalam
gas membentuk kabut. Dalam bab ini, kami akan mempertimbangkan kondensasi pada
permukaan padat saja. Dua bentuk kondensasi yang berbeda diamati: film condensation dan
dropwise condensation. Dalam film condensation, kondensat membasahi permukaan dan
membentuk film cair pada permukaan yang meluncur di bawah pengaruh gravitasi. Ketebalan
film cair meningkat dalam arah aliran karena lebih banyak uap mengembun pada film. Inilah
bagaimana kondensasi biasanya terjadi dalxam praktik. Dalam dropwise condensation, uap
yang terkondensasi membentuk tetesan pada permukaan alih-alih lapisan film yang kontinyu,
dan permukaan ditutupi oleh tetesan yang tak terhitung dari berbagai diameter (Gambar 10-
20). Dalam film condensation, permukaan diselimuti oleh film cair dengan ketebalan yang
meningkat, dan “dinding cair” antara permukaan padat dan uap berfungsi sebagai resistensi
terhadap perpindahan panas. Panas penguapan hfg dilepaskan karena uap mengembun harus
melewati hambatan ini sebelum dapat mencapai permukaan padat dan dipindahkan ke
medium di sisi lain. Namun, dalam dropwise condensation, tetesan-tetesan itu meluncur ke
bawah ketika mereka mencapai ukuran tertentu, membersihkan permukaan dan membuatnya
menjadi uap. Tidak ada film cair dalam hal ini untuk menahan perpindahan panas. Sebagai
hasilnya, laju perpindahan panas yang lebih dari 10 kali lebih besar daripada yang terkait
dengan film condensation dapat dicapai dengan kondensasi dropwise. Oleh karena itu,
dropwise condensation adalah mode kondensasi yang disukai dalam aplikasi perpindahan
panas, dan orang-orang telah lama mencoba untuk mencapai dropwise condensation yang
berkelanjutan dengan menggunakan berbagai aditif uap dan pelapis permukaan. Namun,
upaya ini tidak terlalu berhasil, karena kondensasi dropwise yang dicapai tidak bertahan lama
dan dikonversi menjadi film condensation setelah beberapa waktu. Oleh karena itu,
merupakan praktik umum untuk bersikap konservatif dan menganggap film condensation
dalam desain peralatan transfer panas.
Proses kondensasi umumnya terjadi pada tekanan konstan karena perubahan tekanan
dalam kondensor tidak terlalu besar. Oleh karena itu proses penguapan atau kondensasi satu
komponen biasanya terjadi dalam keadaan isotermal (suhu tetap). Uap kondensasi dapat
terdiri hanya dari satu zat saja, atau campuran beberapa zat yang mampu mengkondensasi dan
beberapa zat yang tak mudah berkondensasi (noncondensible). Kondensasi dapat terbagi
menjadi 4 macam yaitu Berdasarkan mekanisme fisis :
Kedua jenis kondensasi ini, masing-masing mempunyai koefisien perpindahan panas yang
tergantung pada tekstur atau kekasaran dari permukaan pipa dimana kondensasi terjadi.dan
posisi atau letak permukaan kondensasi, yaitu vertikal atau horisontal.
Film Wise Condensation.
Dalam kondensasi film, kondensat dapat membentuk film suatu lapisan tipis merata yang
mengalir di atas permukaan pipa karena pengaruh gaya gravitasi. Lapisan ini berada di antara
uap dan dinding pipa sehingga tahanan panasnya berpengaruh pada koefisien perpidahan
panas. Kondensasi film berlangsung pada tabung dimana uap maupun tabung tersebut
semuanya bersih, baik dalam keadaan dimana ada udara maupun tidak. Hal ini pertama kali
diselidiki oleh Nusselt, dimana diasumsikan :
1. Timbulnya film kondensat pada permukaan pipa pendingin hanya terjadi pada aliran
laminer dan perpindahan panas melalui film terjadi secara konduksi.
2. Ketebalan film kondensat pada setiap titik adalah fungsi dari kecepatan aliran dan jumlah
kondensat yang melalui titik tersebut.
3. Kecepatan dari lapisan film adalah fungsi dari hubungan friksi shearing force dan berat
film.
2. Lapisan film tipis sekali sehingga gradien temperatur merupakan fungsi linier.
Pada jarak x dari atas permukaan kondensasi, kecepatan rata-rata aliran kondensat adalah :
y'
1 g 2
u
y'
u.dy
0
3
y'
Dari persamaan (2), dikalikan dengan g dan dengan diferensial dar x sampai x+dx,
2 g 2 2 gy '2
d ( u y ' ) d y ' dy '
3
d ( u y ' ) W '1dx
Untuk fluida berupa air, suatu hasil yang lebih akurat dapat diperoleh dari persamaan khusus
untuk air, yaitu persamaan Eagle-Fergusson:
hi = 4200 (1,35 + 0,02 Tav) Ut0,8/ ID0,2
Drop Wise Condensation
Pada kondensasi tetes, mula-mula kondensat membentuk inti nukleasi mikroskopik, dimana
tempat pembentukan nukleasi ini bisanya lubang-lubang kecil, goresan atau tempelan debu
pada permukaan. Kemudian tetes-tetes akan bergabung dengan tetes-tetes yang berdekatan
membentuk tetes-tetes yang lebih besar sebagaimana diamati pada dinding gelas yang berisi
air dingin dalam ruangan yang lembab lalu mengalir ke bawah karena gaya gravitasi.
Selama berlangsungnya kondensasi tetes, permukaan tabung yang agak luas ditutupi oleh
suatu film zat cair yang sangat tipis sehingga tahanan termalnya dapat diabaikan, Pada
kondensasi tetes koefisien perpindahan panas 4-8 kali lebih besar daripada kondensasi film.
Pada tabung yang panjang, kondensasi pada sebagian permukaan berupa kondensasi film,
(Kern, 1965)
Horizontal condenser
Vertical condenser
Untuk tabung vertikal pada film condensation, ketebalan film bertambah sesuai dengan
kenaikan laju kondensat. Teori Nusselt menunjukkan bahwa kondensat mulai terbentuk di
puncak tabung dan ketebalan film bertambah dari atas ke bawah. Karena alasan ini koefisien
kondensasi pada permukaan vertikal menurun dari atas ke bawah. Perpindahan panas ke
permukaan terjadi secara konduksi melalui film dimana diasumsikan alirannya laminar
dengan rumus
hx = kf /
Untuk semua liquid viskositasnya akan menurun jika temperatur naik sedangkan koefisien
kondensasi dan temperatur kondensat akan naik . Koefisien rata-rata h untuk seluruh tabung
adalah:
qT
Ao To mT
h= = b
Do L To L To
1 3
4k f f g
2
h=
3 3b f g
1 3
4
h = 1.47 b
f
sehingga:
1/ 4
k 3f x 2 f xxg
h 0,943
f xdLxTf
Dimana :
Tf = (Ts+Tw)/2
g = gaya gravitasi
= panas laten
L = Panjang kondensor
Harga koefisien kondensasi film dipengaruhi oleh posisi/letak kondensor. Pada pipa vertikal
sekitar 60 % kondensasi terjadi di setengan pipa atas. Perawatan pada pipa vertikal cenderung
lebih mahal dan lebih sulit. Tetapi pada pipa vertikal selain dapat mengkondensasikan uap
tetapi juga dapat mendinginkan kondensat di bawah suhu jenuh.
Horizontal condenser
Untuk pipa ¾ inchi, koefisien pada horizontal kondensor lebih besar 3,07 kali dari vertikal
kondensor (Chapter 12, hal 268, Kern). Untuk proses kondensasi dengan kapasitas besar, dan
koefisien perpindakan panas sekitar 800 btu/hr.ft2.oF digunakan kondensor horizontal untuk
mempermudah distribusi uap dan meremoval kondensat. Untuk kondensasi pada tabung
horisontal, analog dengan persamaan 4 akan didapatkan persamaan
1 3
f2
h= 3
k f f g
3
1 3
4
= 1.51. b
f
1/ 4
k 3f x 2 f xxg
h 0,725 2
f xDoxT
Dimana :
Tf = (Ts+Tw)/2
g = gaya gravitasi
= panas laten
Jika tabung yang digunakan lebih dari satu, maka persamaan di atas menjadi:
0.25
k 3f 2f g .
h = 0.725. 2 3 Kern hla 260 pers 12.18
N f Do Tf
(Kern, 1965)
Pada kondensasi ini tidak semua uap terkondensasi, sebagian tidak terkondensasi karena
bersifat noncondensible. Gas noncondensible adalah gas superheated yang tidak dapat
didinginkan sampai suhu uap jenuh ketika uap itu sendiri dikondensasi.
Kondensasi total
Kondensasi uap superheated berbeda dengan uap saturated dalam hal panas sensibel yang
dipindahkan. Untuk kondensasi uap superheated, panas kondensasi dipindahkan karena
adanya perbedaan temperatur uap saturated dan temperatur dinding pipa, dengan rumus
Q = h A (Ts – tw)
Subcooling vapor condensation
Digunakan untuk mendinginkan uap pada suhu lebih rendah dari suhu uap jenuh (subcooling).
Biasanya digunakan pada destilasi produk yang mudah menguap dan menyimpannya ke
tempat penyimpanan pada temperatur yang lebih rendah untuk menghindari penguapan. Jika
uap saturated melewati shell dari kondensor subcooling vertikal, akan membentuk dua daerah
yang berbeda yaitu bagian atas untuk kondensasi dan bagian bawah untuk subcooling.
(Kern, 1965)
Dalam operasi distilasi komponen yang lebih volatil (mudah menguap) selalu terpisah
sebagian saja dari komponen yang kurang volatil dan produknya atasnya tidak pernah murni
100%. Hal ini mungkin disebabkan kandungan dari trace ke kosentrasi substansial dari
komponen yang lebih berat dan kandungan tersebut tidak terkondensasi secara isotermal,
kecuali ketika produk atas campuran dengan titik didih tetap atau campuran membentuk
cairan yang immiscible ketika range suhu kecil pada kondensasi terhadap campuran, mungkin
tidak sampai (10 - 20) oF campuran dapat diperlakukan sebagai senyawa murni dengan selisih
suhu nyata menjadi LMTD untuk 1-1 kondensor atau F T x LMTD untuk 1-2 kondenser.
Penggunaan LMTD konvensional untuk kasus yang sama dianggap panas berlebih
dipindahkan dari uap per penurunan suhu sama. Pendekatan untuk suhu medium pendingin
dilibatkan dapat menyebabkan kesalahan serius. Untuk mayoritas servis asumsi tidak
menyebabkan kesalahan serius.
Sehingga untuk menghitung koefisien perpindahan panas yang terdapat dibagian luar pipa
dalam (ho) menggunkan rumus :
U C x hio
ho
(hio U C )
Q
UD A
LMTD
Q/A adalah fluks panas = m x cp x t , (panas yang diterima oleh fluida dingin), dan A yaitu
luas kontak permukaan perpindahan panas yang besarnya = a” x
L = Panjang kondensor.
h1 = m Cp (t1 – Tref)
h2 = m Cp (t2 – Tref)
h1 + H1 = h2 + H2
mCp(t1 – Tref) + MCp(Td – Tref) + M + MCp(T1 – Td) = mCp(t2 – Tref) + MCp(T2 –Tref)
(Kern, 1965)
(Geankoplis, 2003)
BAB III
METODOLOGI
III.2 Alat
Keterangan :
1. Penampung Air 5A. dan 5B. Kondensor Horizontal
2. Penampung Uap 6. Barometer
3. Bejana Penguap 7. Termometer
4A. dan 4B. Kondensor Vertikal 8. Elemen Pemanas
BAB IV
HASIL DAN DISKUSI
Trata-
Flowrate LMTD Hi Ud hio ho
rata
(m3/jam) (oC) (Kj/jam.m2.oC) (Kj/jam.m2.oC) (Kj/jam.m2.oC) (Kj/jam.m2.oC)
(oC)
0,2745 36,3 62,0892926 6574035,375 1784,315708 4876514,503 1784,968828
0,2925 36,6 62,2759598 6936689,1 1973,523195 5145525,248 1974,280413
0,324 36,85 63,437293 7546216,584 2216,6301 5597663,006 2217,508216
Tabel IV.4.1 Perhitungan Tabel Perhitungan H0 dengan Nusselt pada Horizontal pada
pipa Horizontal
lamda f kf
Flowrate Tf delta rho f miu f hNu(kJ/jam.m2.o
(kJ/jam.m.o (kJ/jam.m.o
(m3/jam) o
( C) Tf (kg/m3) (kg/jam) C)
C) C)
70,9 27,3 977,22621 939,049
0,2745 2326 2,1797842 3781,421
5 5 29 2
71,5 27,3 976,86259 932,189
0,2925 2326 2,1814876 3789,872
5 5 29 89
72,8 28,1 976,48135 893,739
0,324 2326 2,1837588 3804,713
5 5 26 11
Tabel IV.4.2 Perhitungan Tabel Perhitungan H0 dengan Nusselt pada Horizontal pada
pipa Vertikal
lamda f kf
Flowrate Tf delta rho f miu f hNu(kJ/jam.m2.o
(kJ/jam.m.o (kJ/jam.m.o
(m3/jam) (oC) Tf (kg/m3) (kg/jam) C)
C) C)
0,27427 71,4 29,1 976,92346 1437,7151
2326 2,1809198 7134,428281
5 5 5 32 75
72,0 28,7 976,55984 1427,1492
0,29205 2326 2,1820554 7173,794661
5 5 33 11
0,32377 72,8 28,5 976,48135 1376,7004
2326 2,1837588 7255,228167
5 5 5 26 53
IV.2 Diskusi
Pipa horisontal besar memiliki jenis kondensasi yang terjadi adalah drop wise
condensation (kondensasi tetes). Terjadinya kondensasi tetes ini karena pada saat kondensat
yang melapisi dinding tabung jatuh akibat gaya berat maka mula-mula terbentuk hambatan
aliran kondensat dan inilah yang menjadi awal terbentuknya nukleasi mikroskopik yang
menyebabkan terjadinya tempelan embun pada permukaan pipa sehingga akan terbentuk
tetsan air yang semakin lama makin membesar.
Pada industri, kondensasi dropwise adalah tipe kondensasi yang paling diharapkan karena
lapisan embun yang terbentuk hanya berada di sebagian dari kondensor sehingga perpindahan
panas dapat berjalan secara maksimal. Akan tetapi, baik kondensor vertikal dan horizontal
sering digunakan sesuai dengan kebutuhannya pada industri. Seperti pada kondensor vertikal
yang sering memiliki tipe kondensasi filmwise sebagian sering digunakan dalam kolom
distilasi, terutama di menara rektifikasi kontinue.
1. Hubungan antara Q/A, ho, dan hNusselt dengan flowrate massa air pendingin
(ID/OD). Kenaikan hio ini selanjutnya akan mempengaruhi kenaikan ho. Penurunan suhu
dinding dan suhu kondensat yang sebanding dengan kenaikan flowrate massa air
pendingin menyebabkan penurunan LMTD, dari hubungan Q= UD A (LMTD). Terlihat
bahwa penurunan LMTD akan menyebabkan kenaikan harga U D. Kenaikan harga UD dan
hio akan menyebabkan naiknya harga ho. Data yang diperoleh, untuk pipa vertikal dan
horizontal telah sesuai dengan teori dimana nilai ho naik seiring dengan naiknya flowrate
air masuk.
Untuk grafik Grafik IV.3. flowrate air pendingin dan suhu kalorik air menentukan
suhu dinding (Tw). Suhu film (Tf) dapat dihitung dengan suhu rata-rata dinding dan fluida
panas yang masuk sehingga didapatkan perbedaan suhu dinding dan suhu film sebagai
ΔTf. Sehingga dengan Persamaam Nusselt dapat dilihat jika perbedaan temperatur
makin besar, maka hNusselt akan semakin kecil. Pada tabel dapat dilihat pada pipa
horizontal terjadi kecenderungan hNusselt akan makin kecil jika flowrate massa air
pendingin naik. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh jika percobaan
pada pipa vertical dan pipa horizontal sudah sesuai dengan teori.
Hubungan antara laju alir air pendingin (M) terhadap nilai koefisien perpindahan
panas, baik dari persamaan Nusselt (hNu) maupun persamaan Eagle Fergusson (ho), dapat
dilihat bahwa untuk nilai koefisien perpindahan panas (ho) pada pipa vertikal lebih besar
dibandingkan dengan pipa horisontal. Hal ini karena waktu tinggal aliran air pendingin
yang relatif lebih lama di dalam pipa vertikal dibandingkan dengan di dalam pipa
horisontal karena flowrate air pendingin yang tidak terlalu besar dan pada pipa vertikal
air pendingin bergerak melawan gravitasi. Selain itu, karena kondensat dari pipa
horisontal yang terjebak didalam sepanjang dinding pipa kaca yang menyebabakan
proses transfer panas tidak berjalan dengan optimal. Sedangkan untuk nilai koefisien
perpindahan panas hNu pada pipa horisontal lebih besar dibanding pipa vertikal. Hal
tersebut terjadi karena pada persamaan Nusselt (hNu) memberikan asumsi bahwa transfer
panas terjadi secara sempurna tanpa adanya error yang di perhatikan (secara teoritis).
Hasil yang didapat telah sesuai dengan teori dimana hNu pada pipa horisontal lebih besar
dibanding pipa vertikal.
Dari tabel hasil perhitungan, tampak bahwa nilai koefisien perpindahan panas
dari persamaan Eagel Fergusson (ho) selalu lebih kecil dibandingkan nilai koefisien
perpindahan panas dari persamaan Nusselt (h Nusselt). Hal ini karena nilai koefisien
perpindahan panas dari persamaan Eagel Fergusson (ho) hanya merupakan perpindahan
panas yang terjadi pada air, sedangkan nilai koefisien perpindahan panas dari persamaan
Nusselt (h Nusselt), merupakan perpindahan panas yang terjadi pada air dan pada steam.
Dari percobaan didapatkan bahwa alat tidak dapat memenuhi problem statement
yaitu tidak mampu menghasilkan suhu keluaran air pendingin sebesar 75°C. Maka dari
alat diperlukan scale up dengan cara memperbesar luasan perpindahan panas antara
steamdengan fluida pendingin. Bila ditinjau dari persamaan konveksi, Jika luas
penampang di perbesar, maka nilai perpindahan panasnya semakin besar, sehingga kalor
yang terserap oleh air pendingin dari steam akan meningkat. Maka dari hasil perhitungan
panjang mula-mula pipa 0.44 m membutuhkan scale-up alat hingga 2 meter atau 4.7159
kali lebih panjang daru panjang sebelumnya untuk mendapatkan air pendingin yang
keluar 75oC
BAB V
KESIMPULAN
2. Kondensasi yang terjadi pada pipa Vertikal adalah Filmwise Condensation dan
pada pipa horizontal adalah Dropwise Condensation
3. Hubungan antara laju alir air pendingin (M) terhadap nilai koefisien perpindahan
panas, baik dari persamaan Nusselt (hNu) maupun persamaan Eagle Fergusson
(ho), dapat dilihat bahwa untuk nilai koefisien perpindahan panas (ho) pada pipa
vertikal lebih besar dibandingkan dengan pipa horisontal.
4. Nilai koefisien perpindahan panas dari persamaan Eagel Fergusson (ho) akan
selalu lebih kecil dibandingkan nilai koefisien perpindahan panas dari persamaan
Nusselt (h Nusselt).
Cengel, Y. A. Heat Transfer A Practical Approach 2nd Edition. New York: McGraw-Hill. 2002.
Geankoplis, Christie J. Transport Processes and Separation Process Principles (Includes Unit
Operations). 4th edition. New Jersey: Prentice Hall. 2003.
Hifdillah & Nofitasari. “LAPORAN RESMI PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II
CONDENSING VAPOR”. Surabaya : UPN “Veteran” Jatim. 2018.
Kern, Donald. Q. Proses Heat Transfer, International Edition. Singapore : Mc Graw Hill Book
Company. 1965.
APPENDIKS
= 0.324 m3/jam
= 0,000196 m2
= 1653.3362 m/jam
c. Laju Alir Massa Air Pendingin (M)
Massa jenis air pada t1 (29oC). = 995.96 kg /m3
Laju alir massa air pendingin = laju alir volumetrik x
= 0.324 m3/jam x 995.96 kg/m3
= 322.69104 kg/jam
2. Neraca Panas
a. Neraca Panas Air Pendingin
Cp air pada saat t rata-rata air pendingin 36.3 oC =4.19 kJ/ Kg K
Neraca Panas Steam
Karena panas sensible <<< panas laten. maka perhitungan panas yang diserap oleh air
pendingin berasal dari steam pada saat perubahan fase steam menjadi air (panas laten).
Air pendingin
= 0,0958 m2
= 29805Kj/ m2 Jam
Cold
Hot Fluid Diff
Fluid
101 Higher Temp 44.7 56.3
100 Lower Temp 29 71
1 Differences 15.7 14.7
o
C
= kJ/jam.m2.C x (0.0158/0.0213)
= 5597663.006 kJ/jam.m2.C
c. Penentuan nilai UD
UD = (Q/A)/LMTD
= 140617.0132/63.4373 oC
= 2216.6301 kJ/jam.m2.C
5. Penentuan nilai h dengan persamaan Nusselt
Pipa Vertikal
1/ 4
k f 3 x2 xxg
h 0,943 f
f xdLxTf
Pipa Horizontal
1/ 4
k 3 x2f xxg
h 0,725 f
2
f xDoxT
6. Scale Up ukuran HE
Contoh menggunakan pipa Vertikal dengan flowrate 10L/Min
UD rata-rata = 2216.6301
Asumsi bahwa t2 = 75ºC , sehingga ΔLMTD menjadi :
44.84503789 ºC
Q= 62047.03317 Kj/jam
Dihasilkan A= 0.624185102 m2
Asumsi bahwa diameter pipa Kaca tetap
Asumsi menggunakan pipa 0,5 inch sch 40 yang memiliki OD sebesar 0,84 inch
sehingga didapatkan Panjang pipa sebesar 2.075000671 m
Sehingga Panjang pipa hasil scale up = 4.71591062 x Panjang pipa yang lama