Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. E DENGAN PENYAKIT ARTRITIS RHEUMATOID.

DI SUSUN OLEH:

NAMA : JEWI OTRIANI BRIA

NIM : 48902819

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MARANATHA KUPANG

2020

1
A. Pengertian
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun kronik yang
merusak sinovium (bagian dari sendi) yang berfungsi untuk memberikan
nutrisi pelumas sendi supaya sendi mudah bergerak. Umumnya menyerang
sendi-sendi kecil, jari-jari tangan, kaki pada kedua sisi dan simetris (Indrajati,
2013)
Autoimun artinya sel-sel tertentu dalam system kekebalan tubuh tidak
bekerja dengan baik sebagaimana mestinya dan justru menyerang jaringan
sehat seperti sendi, sehingga menyebabkan peradangan yang merusak sendi.
Penyakit autoimun menyebabkan nyeri dan kekakuan dalam jangka panjang
yakni berlangsung 1-2 jam, bahkan sepanjang hari, menimbulkan kecacatan,
bahkan kematian.  Penyakit ini banyak dampak yang ditimbulkan selain nyeri
dan kecacatan, yang berdampak pada kualitas hidup penderita. Selain itu
membutuhkan biaya yang sangat banyak untuk mengendalikan penyakitnya.
(Indrajati, 2013)

B. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,


yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.

2
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 3 bulan.
C. Etiologi

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,


namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen –
antibodi), faktor metabolik dan infeksi virus, Salah satu faktor imunologi
yang telah lama ditetapkan adalah adanya human leukocyte antigen (HLA)-
DRB1 yang ditemukan pada pasien dengan temuan faktor reumatoid atau
ACPA positif (McInnes B dan Schett G, 2013).
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya
dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan (Suarjana, 2009)
1. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini
memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.
2. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi
dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting dalam
sintesis estrogen plasenta, stimulasi esterogen dan progesteron pada
respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon imun selular (TH1).
Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesterone
berperan menimbulkan penyakit autoimun.
3. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA.

3
4. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai
respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam
amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana
antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host.
Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel
Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).

4
D. Anatomi dan Fisiologi
Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan dari dua
tulang bertemu, adanya pergerakan atau tidak bergantung pada
sambungannya. Persendian dapat diklasifikasi menurut struktur dan menurut
fungsi persendian.
2.1.1. Klasifikasi Struktural Persendian
a. Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan ikat fibrosa.
b. Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan kartilago.
c. Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh
dengan kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnnya.
2.1.2. Klasifikasi Fungsional Persendian
a. Sendi sinartrosis atau sendi mati.
1) Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat
fibrosa rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak.
Contoh sutura adalah sutura sagital dan sutura parietal.
2) Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya
dihubungkan dengan kartilago hialin. Salah satu contohnya
adalah lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis
pada tulang panjang seorang anak. Saat sinkondrosis sementara
berosifikasi, maka bagian tersebut dinamakan sinostosis.
b. Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap
torsi dan kompresi.
1) Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan
dengan diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Contoh simfisis
adalah simfisis pubis antara tulang-tulang pubis dan diskus
intervertebralis antar badan vertebra yang berdekatan.
2) Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan
dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh

5
c. Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga
sendi sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan
sinovial, suatu kapsul sendi (artikular) yang menyambung kedua
tulang, dan ujung tulang pada sendi sinovial dilapisi kartilago
artikular.

3) sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang terletak


bersisian dan dihubungkan dengan membran interoseus, seperti
pada tulang radius dan ulna, serts tibia dan fibula.

2.1.3. Klasifikasi Persendian Sinovial


a. Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk
bulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir
pada tulang lain. Memungkinkan rentang gerak yang lebih besar,
menuju ke tiga arah. Contoh sendi sferoidal adalah sendi panggul
serta sendi bahu.
b. Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja
dan dikenal sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian
pada lutut dan siku.
c. Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang
memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral, misalnya
persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid
aksis.

6
d. Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang
memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang.
Contohnya adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
e. Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang
termodifikasi sehingga memungkinkan gerakan yang sama.
Contohnya adalah persendian antara tulang karpal dan metakarpal
pada ibu jari.
f. Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi
dalam batas prosesus atau ligamen yang membungkus persendian.
Persendian semacam ini disebut sendi nonaksial; misalnya
persendian invertebrata dan persendian antar tulang-tulang karpal
dan tulang-tulang tarsal.

E .. Patofisiologi Artritis Reumatoid


Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis artritis reumatoid
terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut : Suatu antigen
penyebab artritis reumatoid yang berada pada membran sinovial, akan
diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis
sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya
mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang
telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan
determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut
membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan
bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan
mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan
proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus
selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-

7
interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-
4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta
beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk
meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan
aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini
dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang
dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas
ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi
sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a.
Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain
meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel
polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan
histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini
dijumpai pada artritis reumatoid adalah peningkatan permeabilitas
mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin
pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,
prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan
menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat
menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas
juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan
dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-
1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila
antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi
pada artritis reumatoid, antigen atau komponen antigen umumnya akan
menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan
berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada artritis
reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid.

8
Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG
yang dijumpai pada 70-90 % pasien artritis reumatoid. Faktor reumatoid akan
berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga
proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga
menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya
pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam
arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen
yang paling destruktif dalam patogenesis artritis reumatoid. Pannus
merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya
sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan
proteoglikan.

9
WOC

Antigen penyebab RA berada pada membran sinovial

Monosit & makrofag mengeluarkan IL-1

Aktivasi sel CD4+ Merangsang pembentukan


IL-3 dan IL 4
Sekresi IL-2

Terjadi mitosis & proliferasi sel >>

Aktivasi sel B

Terbentuk antibodi

Reaksi antibodi terhadap penyebab RA

Terbentuk kompleks imun di ruang sendi

Pengendapan kompleks imun

Reumatoid Artritis (RA)

Pelepasan mediator kimia bradikinin Inflamasi membran sinovial Kurangnya pemajanan/mengingat


Stimulus ujung saraf nyeri Kurang pengetahuan
Penebalan membran sinovial Fagositosis kompleks imun
oleh sel radang

10
Menyentuh serabut C
Terbentuk tannus
Nyeri Pembentukan radikal oksigen bebas
Menghambat nutrisi pada Terbentuk nodul Depolimerasi hialorunat
kartilago
Deformitas sendi Veskositas cairan sendi ↓
Kartilago nekrosis Gangguan body image
Kerusakan kartilago Pembentukan tulang terganggu
& tulang Erosi kartilago
Pemendekan tulang
Tendon & ligamen
Adhesi permukaan sendi
melemah Kontraktur
Ankylosis fibrosa
Kekuatan otot ↓ Risiko cedera
Kekakuan pada sendi

Gangguan Mobilitas fisik Keterbatasan gerak

Kurang perawatan diri

11
F. Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap :
1. Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan
kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak
terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.

2. Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Pasien
mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi.
3. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi
ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi,
perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya
kerusakan kartilago dan tulang.
4. Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas
dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula mungkin terjadi.

Pada lansia artritis reumatoid dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok,


yaitu :

0
1. Kelompok 1
Artritis reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian
besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula reumatoid yang
sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan
sendi yang progresif.
2. Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka mempunyai
radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan
tangan dan sendi-sendi jari.
3. Kelompok 3
Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan
panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada pagi hari.
Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak,
nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrome karpal tunnel.
Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri yang dapat
dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednison dosis rendah atau
agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.

G. Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid

a. pemeriksaan cairan synovial :


1. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang
menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi
yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3. Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan
berbanding terbalik dengan cairan sinovium.

b. Pemeriksaan darah tepi :

1
1. Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila terdapat
splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.
2. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c. Pemeriksaan kadar sero-imunologi :
1. Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan
nodul subkutan.
2. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid
dini.

H. Komplikasi Artritis Reumatoid

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis reumatoid.

I. Penatalaksanaan Artritis Reumatoid


Tujuan utama dari program penatalaksanaan perawatan adalah sebagai
berikut :
1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita.
3. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
4. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

A. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan
penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini,
semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang

2
kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan
metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
2. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada
masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus
membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang
diikuti oleh masa istirahat.
3. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.
Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit,
sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu
diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit
dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini
paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan
khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan
dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh
adanya penyakit.
B. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada
penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi
nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum
terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi
inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik.
OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase
sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah
hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi
jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
a. Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.

3
b. Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin,
serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
c. Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
d. Menghambat proliferasi seluler.
e. Menetralisasi radikal oksigen.
f. Menekan rasa nyeri
2. Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD
tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan
pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada masa dini
penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih
DMARD secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat
obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. digunakan
untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat
artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk
pengobatan AR adalah:
a. Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
SShidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis
harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis
makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk
enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari,
untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai
dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis
diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam
jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.
c. D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau
Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari
kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250

4
sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300
mg/hari.
3. Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan.
Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik,
misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki
deviasi ulnar, dan sebagainya.

5
Analisis data

Data Masalah

DS: Klien mengatakan kaki dan lututnya sakit serta Nyeri akut
kaku saat digerakan , klien juga sulit untuk melakukan
aktivitas sehari-hari

DO: klien tampak lelah, klien tampak memijat-mijat


kakinya karena sering nyeri skla nyeri 5

Diagnosis keperawatan (Wajib menggunakan buku Nanda)

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis

6
Kode Dx Dx. Keperawatan Kode NOC (wajib menggunakan buku Kode NIC (wajib menggunakan buku NIC)
NOC)

00132 Nyeri akut 2102 Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam 1400 Manajemen nyeri
berhubungan diharapkan nyeri pada pasien dapat
Aktivitas-aktivitas
dengan agens berkurang atau terkontrol .
cedera 1. Lakukan pengkajian nyeri komperenshift yang
Dengan kriteria hasil:
biologis meliputi lokasi, karakteristik,
 Tingkat nyeri onset/durasi,frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya
1. Nyeri yang dilaporkan nyeri, dan factor pencetus.
dipertahankan pada 3
2. Ajarkan prinsip manajemen nyeri (Massase
(sedang) ditingkatkan ke 5
lembut)
(tidak ada)
2. Tidak bisa beristirahat 3. Dorong pasien untuk memonitor dan menangani
diperahankan pada 3 nyeri dengan tepat
(sedang) ditingkatkan ke 5
4. Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan
(tidak ada)
nyeri
3. Ketegangan otot
diperahankan pada 3 5. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien
(sedang) ditingkatkan ke 5 dilakukan denan pemantauan yang ketat
(tidak ada)

7
Lampiran 12

8
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

Nama Mahasiswa : Jewi otriani bria

Tempat Praktek :

Tanggal Praktek : 14 April 2020.

Tanggal Pengkajian : 14 April 2020.

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN ARTRITIS REUMATHOID

Data Umum Pasien Penanggung Jawab

Nama : Ny. E

No RM : XXXXX

Umur : 63 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Naikoten

Pendidikan terakhir : SD

Pekerjaan terakhir : Wiraswata

Tanggal masuk : 01 Januari 2018

9
Alasan utama datang ke Panti Sosial:

Karena anak-anak saya sibuk bekerja sehingga tidak ada yang mau merawat saya
dirumah dan saya juga di antar oleh anak saya ke sini

Keluhan utama saat ini:

Klien mengeluh kaki dan lututnya sakit serta kaku saat digerakan , klien juga sulit untuk
melakukan aktivitas sehari-hari

Riwayat kesehatan keluarga:

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit artritis remathoid

Riwayat Alergi

klien tidak memilik riwayat alergi makanan, udara dan debu

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum
Nyeri : Skala nyeri 5

Status gizi : BB saat ini : 55 kg TB: 155 cm

2. Sistem persepsi sensori


Pendengaran : klien mengalami penurunan pendengaran ketika diajak
berbicara

Penglihatan : klien mengalami penurunan penglihatan

Pengecap/Penghidu : klien tidak mengalami gangguan pengecapan

10
3. Sistem pernafasan
Frekwensi : 20 kali /menit

Suara nafas : normal

4. Sistem kardiovaskular
Tekanan darah : 130/80mmHg Nadi: 100x/menit Capillary Refill: < 2
detik

5. Sistem saraf pusat


Kesadaran : kesadaran pasien composmentis, posisi klien lebih sering
duduk, kemudian keterbatasan melakukan aktivitas karena kaki dan lututnya
terasa kaku dan berat sehingga sulit untuk digerakan.

Orientasi waktu : klien dapat mengingat jam (pagi, siang sore, dan malam)

Orientasi orang : klien dapat mengenal perawat yang bertugas di ruangan

6. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan : Baik

Pola makan : baik dan teratur frekuensi makan 3 kali dalam sehari, dan
porsi makan di habiskan

Abdomen : Normal

BAB : 1-2 kali dalam sehari

7. Sistem musculoskeletal

11
Rentang gerak : klien mengatakan bahwa kaki dan lututnya terasa kaku
dan nyeri untuk bergerak sehingga klien harus dibantu untuk mandi oleh perawat
dan klien berjalan menggunakan tongkat

Kemampuan ADL : klien terkadang duduk lama di kursi dan berbaring


ditempat tidur, klien dapat berjalan sendiri dengan alat bantu tongkat dan
menyeret kakinya ketika berjalan dan klien juga di bantu oleh perawat ketika mau
mandi atau menganti pakaian

8. Sistem integument
Klien mengalami perubahan pada kulit dan perubahan pada rambut

9. Sistem reproduksi: Klien mengalami manapouse karena umur klien 63 tahun yang
menyebabkan hormone reproduksi menurun

10. Sistem perkemihan


Pola : 3-4 kali dalam sehari

Inkontinensia : klien terkadang mengompol di atas tempat tidur dikarenakan


kesulitan untuk berjalan sendiri ke kamar mandi

Data Penunjang

………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

12
Terapi yang diberikan

………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
…………………………………………

………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

PSIKOSOSIOBUDAYA DAN SPIRITUAL

Psikologis

Perasaan saat ini dalam menghadapi masalah : klien mengatakan ia menerima segala
kondisinya dan tetap menjlani keadaannya

Cara mengatasi perasaan tersebut : klien terus beusaha agar bisa sembuh dan klien
percaya bahwa dia bisa sembuh

Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan : klien ingin melakukan aktivitas sehari-
hari lagi bersama dengan teman-teman yang lain

Pengetahuan klien tentang masalah / penyakit yang ada : klien kurang memahami tentang
penyakitnya tersebut

Sosial

Aktivitas atau peran di masyarakat ………………………………………………………...

Kebiasaan di lingkungan yang tidak disukai ………………………………………………

13
Cara mengatasinya …………………………………………………………………………

Pandangan klien tentang aktifitas social dilingkungannya ………………………………...

Budaya

Budaya yang diikuti klien adalah budaya ………………………………………………….

Keberatan /tidak terhadap budaya yang diikuti…………………………………………….

Cara mengatasi (jika keberatan) ……………………………………………………………

Spiritual

Aktivitas ibadah yang sehari-hari dilakukan ………………………………………………

Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan ……………………………………………….

Kegiatan ibadah yang saat ini tidak bisa dilakukan ………………………………………

Perasaan klien akibat tidak dapat melaksanakan ibadah tersebut …………………………

Upaya klien mengatasi perasaan tersebut ………………………………………………….

Apa keyakinan klien tentang peristiwa / masalah kesehatan yang sekarang sedang
dialami………………………………………………………

14
TEMUAN PEMERIKSAAN FISIK PADA LANSIA

PEMERIKSAAAN FISIK TEMUAN NORMAL TEMUAN ABNORMAL

KEPALA DAN LEHER

Inspeksi rambut dan kulit kepala. Rambut tipis, kering dan Rambut terlalu berminyak (kurang perawatan
Perhatikan adanya lesi, kemerahan, kulit beruban diri, parkinsonism)
kepala yg sensitif; gambarkan lokasi dan
Laki-laki : kebotakan Botak tidak merata (infeksi jamur)
hasil pengukuran secara seksama
Nodul yang bulat dan lembut (kista sebasea)

Massa noduler, ulseratif, mengkilap, tanpa


nyeri(melanoma, basal cell carcinoma)

Inspeksi dan palpasi pulsa carotid Nadi yg kuat dan teratur Pulsa carotid lemah dan stroke volum yang
menurun (gagal jantung kiri)

Inspeksi vena jugularis Tidak ada distensi vena jugularis Distensi vena juglaris ( gagal jantung kongestif,
saat klien berbaring dengan pericarditis)
elevasi 45 derajat

Inspeksi wajah. Catat kesimetrisan, bekas Bentuk simetris, kulit wajah Asimetris, paralisis, baal (CVA, Bell’s Palsy)
luka, rashes dan lesi. berbintik, keriput dan bergaris,
Pigmentasi dengan papula dalam lesi (malignant
elastisitas menurun.

15
melanoma)

Inspeksi mata. Catat adanya drooping Elastisitas kulit sekitar mata Ptosis (kelemahan saraf okulomotor, edema)
eyelids, kelembapan mata, keluaran, menurun, kantung mata, sklera
Edema kelopak mata(alergi, infeksi, nephrosis,
gerakan yg tidak biasa, perubahan warna putih; orang berkulit hitam
gagal jantung)
sklera. mungkin kulitnya sedikit
berwarna kuning. Sklera berwarna kuning (penyakit liver)
Kaji kemampuan melihat dan adanya
perubahan. Tanda. Protruding eyes(hypertiroidsm)

Mata sangat kering (sjogren syndrome)

Mata nyeri, pupil dilatasi, seperti melihat


halo(cincin) sekitar cahaya (gloukoma akut)

Mata berair, sakit kepala, komplain pandangan


yang rabun ( gloukoma kronis)

Bintik hitam di lapang pandang ; scotoma


(degenerasi makula)

Kebutaan di sisi yang sama di kedua mata;


homonymous hemianopsia (CVA)

Inspeksi telinga. Tanyakan tentang nyeri, Peningkatan akumulasi serumen, Gatal (serumen, otitis eksternal kronis)
gatal, keluaran, perawatan telinga. Catat lobus melebar, rambut banyak
Lesi di daun telinga ( karsinoma sel basal atau
kemampuan pasien mendengar detik

16
jarum jam. tumbuh di telinga skuamosa)

Tinnitus( hipertensi, efek samping obat)

Defisit pendengaran( tuli sensori atau konduktif,


impaksi serumen, infeksi pada telinga atau
pernapasan atas, racun obat, diabetes)

Inspeksi hidung. Catat adanya massa. Atrofi membran timpani (terlihat Obtruksi pada saluran nafas(massa, polip)
Tanyakan tentang perdarahan, rasa putih atau keabuan)
Perdarahan hidung, hipetensi, kurang vitamin C,
tersumbat, nyeri dan gejala yang lain.
Kesulitan mendengar iritasi

Saluran nasal kering

Inspeksi wajah dan daerah sekitar mulut Keriput vertical sekitar mulut Kekeringan di daerah bibir dan mulut (dehidrasi)

Catat suara (tone dan kualitas), artikulasi, Mucosa mulut lebih kering, tipis Sudut bibir pecah(kurang vit B, infeksi,
dan pola bicara dan less vaskular berhubungan dengan hilangnya gigi atau
penggunaan gigi palsu yg kurang pas)
Sekresi salivary ptialin menurun
Ada kemerahan atau garis hitam di
Catat adanya bau mulut Menggunakan dan mengartikan
gusi( keracunan merkuri, atau arsenik)
bahasa dengan tepat
Lidah yang merah dan lembut (defisiensi besi, vit
B12 atau niasin)

17
Putih di lidah (monoliasis, leukoplakia)

Aphasia( penyakit saraf, penurunan kognitif)

Pembicaraan yang tidak jelas dan monototous


( parkinsonism)

Pembicaraan meracau (hipoglikemi, keracunan,


gangguan saraf)

Bau nafas Manis spt buah (ketoasidosis)

Bau nafas spt urin ( uremia asidosis)

Bau nafas spt cengkeh (gagal liver)

Bau nafas tidak sedap (halitosis, gigi berlubang,


abses paru)

SISTEM PERNAFASAN

Kaji pada klien tentang kesulitan Efisiensi respon batuk yang Orthopnea, dyspnea, shortness of breath
bernafas, gejala, batuk, produksi sputum. berkurang (penyakit atau infeksi saluran nafas)

Inspeksi dada. Perhatian adanya Sedikit perubahan pada diameter Ruddy, wajah merah muda, trunk, limbs (COPD)
perubahan warna, pengembangan paru yg dada anteroposterior
Keabuan pada wajah dan leher (bronchitis

18
tidak simetris, bekas luka, kelainan kronis)
struktur. Evaluasi pernafasan, irama,
Pengembangan paru asimetris ( acute pleurisy,
kedalaman, dan panjang pernafasan.
fibrosis pleural, efusi pleural, nyeri)
Perhatikan diameter dada lateral dan
anteroposterior. Peningkatan yang siginfikan dari diameter
anteroposterior yang melebihidiameter lateral
(COPD)

Auskultasi untuk mengkaji pitch, Suara nafas bronchial diatas  Krepitus


intensitas, kualitas dan durasi suara nafas. trachea (inspirasi pendek,  Crackles, rales (cairan ekstraintestinal
ekspirasi panjang); suara nafas berhubungan dengan CHF, edema pulmonal,
vesicular di seluruh permukaan bronchitis, pneumonia)
paru (inspirasi panjang, ekspirasi  Ronchi, rattling (peningkatan produksi mukus
pendek); suara nafas berhubungan dgn bronchitis, bronchiectasis)
bronchovesicular diatas sternum  Wheezes (produksi mucus yg meningkat atau
dan scapula (inspirasi dan penyempitan saluran nafas sehubungan dengan
ekspirasi sama panjang) asma, stenosis pulmonal)

SISTEM KARDIOVASKULER

Catat warna kulit pasien secara umum, Tidak ada distress, gejala atau perubahan Pucat, bingung, fatigue(lemah), dyspnea

19
tingkatan energi, pola nafas, status mental. warna (gangguan jantung)
Inpeksi vena; catat adanya varikositas.
Ekstremitas hangat, adanya rambut Bingung, blackouts, fatigue, pusing
Liat perubahan pada kuku, adanya rambut
(penurunan aliran darah carotis, stenosis
pada ekstremitas, warna dan suhu pada
aorta, penurunan cardiac output,
ekstremitas
keracunan digitalis)

Batuk, wheezes ( gagal jantung kiri)

Hemoptysis (emboli pulmonal, gagal


jantung)

Periksa TD, palpasi nadi radial TD beragam sesuai dengan kondisi fisik TD tinggi berulang >160/95 (hipertensi)
dan mental
Periksa TD pada posisi berbaring, duduk
dan berdiri. Rentang nadi 60-100 kali/menit.
Kemungkinan takikardi sehubungan dgn
Periksa denyut, irama dan kekuatan nadi
prosedur pemeriksaan, evaluasi ulang
dalam beberapa jam

SISTEM GASTROINTESTINAL

Kaji tentang selera makan, diet, masalah Perdarahan, iritasi esophagus (esophageal
menelan, indigestion, regurgitasi, nyeri, varicosities)
nausea, muntah, flatus dan konstipasi.

20
Salivasi yg berlebih, hiccups (cegukan),
disfagia, anemia, haus, nyeri ulu hati
muntah ,regurgitasi, nyeri.

Turun BB >5% dalam 30 hari terakhir;


>10% dalam 6 bulan terakhir

Inpeksi abdomen, catat adanya perubahan Sisi yg simetris, mengelilingi, jaringan Striae berwarna biru atau merah muda
warna, asimetris, dilatasi pembuluh adipose ( stretchingperegangan karena adanya
darah,bulges, distensi, kemerahan, bekas tumor, asites, obesitas)
Striae berwaran putih keperakan karena
luka dan kotraksi yg kuat. Minta klien
kehamilan, perubahan BB Jaundice( sirosis, batu empedu,
untuk mengangkat kepala, dan liat adanya
pancreatitis)
herniasi yg bisa menjadi bukti
Rashes( iritasi, reaksi obat)

Nodul kecil dan nyeri ( kanker kulit)

Auskultasi abdomen sebelum melakukan Bising usus setiap 5-15 detik Berkurang atau tidak terdengarnya bising
perkusi atau palpasi untuk menghindari usus (obstruksi usus, peritonitis,
Bising usus dapat terdengar jika telah
perangsangan aktivitas usus. Dengarkan ketidakseimbangan elektrolit, setelah
dimasukkan makanan beberapa jam
bising usus menggunakan diafragma dari pembedahan)
terakhir
stetoskop. Bila suara tidak terdengar,
Bising usus meningkat ( obtruksi bowel,
simak selama 5 menit kemudian cubit
gastroentritis, diare)
perut untuk merangsang motilitas usus

21
Auskultasi vascular sound dengan Suara jantung dapat terdengar Murmur diatas aorta abdominalis
menempatkan stetoskop diatas arteri besar (aneurysm)

Kaji tentang pola eliminasi usus BAB yg berbentuk, moist without Inferquent passage of stool, abdominal
straining fullness dan tidak nyaman, letargi dan
tidak nafsu makan (konstipasi)

Diare atau seepage stool, terasa massa di


rectum ( impaski fekal)

BAB seperti tar atau berwarna gelap


(hemoroid, kanker saluran GI bawah,
diverticulitis)

BAB berwarna abu, tan atau tidak


berwarna(obstruksi empedu)

BAB pucat dan berlemak (malabsorpsi)

BAB berlendir (inflamasi)

Cacing kecil di BAB atau daerah rektum


(cacing kremi)

22
SISTEM GENITORINARIA Vaginal discharge, bau, iritasi, soreness,
gatal(vaginitis, miniliasis, trichomoniasis)
Kaji genitalia, catat adanya peradangan, Tidak adanya rambut pubis, flattening
iritasi, keluaran, lesi, prolapse. labia, dry vaginal canal; ukuran uterus Protrusion dari dinding vagina siluar
mengecil (mungkin tak dapat teraba) vulva, pelvic pressure atau heaviness,
urinary tract symptoms (uterus prolapsis,
cystocele, rectocele)

Palpasi daerah genital untuk mengetahui Massa yg teraba (kanker)


adanya masa dan tenderness.
Retraksi atau puting tenggelam;
nontender, massa yg solid dan tak dapat
digerakkan di payudara (Kanker)
Inpeksi dan palpasi adanya discharge
(keluaran), massa, abnormalitas.

Untuk laki-laki tanyakan tentang fungsi Penurunan frekuensi dan aktivitas seksual Impotency (stress, depresi, efek samping
seksual, gejala, tanggal terakhir obat, fatigue, overeating ,neuropathy,
Potency
pemeriksaan prostate. Inpeksi genitalia tidak aktif seksual dalam waktu lama)
untuk adanya lesi,edema, discharge, masa,
Penile discharge (urethritis, prostatitis,
atau deformitas.
venereal disease)

Crooked, nyeri saat ereksi (Peyronies


disease)

Palpasi scrotum untuk melihat adanya Mengecilnya dan firmness dari testis Massa (kanker)

23
testikel tidak simetris, tenderness dan Sedikit pelebaran prostat pada sebagian Nyeri skrotum, swelling (epididymitis,
massa. besar lansia laki-laki orchitis, carcinoma)

Pembesaran prostate (hipertropi prostate


jinak, kanker)

Tanyakan tentang pola, frekuensi, dan Frekuensi urinasi, noturia Inkontinensia


karakteristik dari eliminasi bladder;
Continence Peninggkatan frekuensi urinasi
riwayat inkontinence
Urin yang berbau khas, alkalis dan keruh;
Periksa sediaan urin untuk evaluasi
suhu tubuh meningkat; frekuensi (infeksi
saluran kemih)

Hematuria, nyeri, tanda-tanda infeksi


saluran kemih (batu ginjal)

Hematuria tanpa nyeri, tanda-tanda infeksi


saluran kemih( blader cancer)

Urin yg berwarna kuning kecoklatan atau


hijau kecoklatan ( jaundice, obstruksi
saluran empedu)

24
Urin yg berwarna merah ,meramuda, atau
seperti karat ( adanya empedu, ingestion
of phenazopyridine)

SISTEM MUSKULOSKELETAL

Kaji tentang nyeri sendi, gerakan yg Penurunan pada masa dan kekuatan otot Nyeri punggung ( artritis generatif,
terbatas, tremor, spasme(kaku), tanyakan kekakuan otot, osteoporosis)
ROM adekuat untuk pemenuhan aktivitas
bagaimana pasien menghadapi masalah
sehari-hari Nyeri sendi, kaku sendi, krepitasi, nodul
tsb. Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif
tulang (osteoarthritis)
pada semua sendi
Nyeri sendi, kaku, kemerahan, hangat,
nodul subkutan diatas bony prominences,
atropi atot sekitar, kontraktur
fleksi( rheumatoid arthirtis)

25
DAFTAR PUSTAKA

Buffer. 2010. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. EGC : Jakarta.

Indrajati (2013). Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit


edisi 6 volume II. ECG. Jakarta : 2006

Mansjoer, A. ( 2011). Kapita Selecta Kedokteran. Jilid 1 Edisi 3 Jakarta : EGC

Muhtadi I. 2015. Penyakit Rheumatoid Arthritis. Tersedia : http://www.


indramuhtadi.com/blog-articles-2010/topik-ke-14-rheumatoid-arthritis.
diakses pada tanggal 3 Januari 2018

McInnes B dan Schett G. The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. N Engl J


Med. 2011 Dec;365: 2205-2219

Suarjana IN. 2009. Reumatoid artritis. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
dkk Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

26
27

Anda mungkin juga menyukai