Anda di halaman 1dari 2

1.

Ketidaksehatan perusahaan yang disebabkan oleh variabel lingkungan bisnis memiliki


beberapa keunikan. Biasanya perusahaan tersebut lebih sulit disehatkan dibanding
ketidaksehatan perusahaan karena variabel internal (Davis, 1999: 5-19). Manajemen hampir
sama sekali tidak memiliki kendali terhadap perubahan lingkungan bisnis. Apalagi jika
penyebabnya merupakan variabel lingkungan bisnis yang cenderung terus menerus berubah,
misalnya teknologi dan persaingan. Proses penyembuhannya tidak cukup hanya dilakukan
dengan melakukan penghematan operasional, tetapi justru lebih banyak bergantung pada ide
kreatif dan terobosan yang dibuat oleh eksekutif perusahaan.

Di samping itu, terbuka kemungkinan ketidaksehatan perusahaan yang disebabkan oleh


lingkungan bisnis terjadi secara serempak, mendadak, masif, dan dengan tingkat intensitas
ketidaksehatan yang demikian dalam. Ketidaksehatan yang terjadi tidak saja melibatkan
perusahaan berskala besar tetapi juga perusahaan berskala menengah dan kecil. Perusahaan
yang sakit tidak terbatas pada perusahaan yang beroperasi pada sektor nil, tetapi juga pada
sektor jasa, termasuk keuangan dan perbankan. Jenis ketidaksehatan perusahaan tipe
demikian sering disebut sebagai ketidaksehatan sistemik (Stone, 2002: 2). Biasanya
disebabkan oleh krisis ekonomi, yang ditandai oleh berkurangnya daya beli masyarakat
secara signifikan dan berkepanjangan. Indonesia pernah mengalaminya ketika terjadi }crisis
ekonomi yang dimulai pada pertengahan kedua 1997.

Dalam keadaan demikian, secara sendiri-sendiri pemilik dan manajemen perusahaan tidak
lagi memiliki sumber daya dan dana yang cukup yang diperlukan untuk menyehatkan
kembali perusahaan yang dimiliki dan dipimpinnya. Lingkungan bisnis yang dihadapi telah
demikian terpuruk, sepertinya sama sekali tidak menyisakan peluang bisnis. Kesehatan
perusahaan juga merosot secara drastis, terjadi dalam waktu yang relatif pendek. Ketika itu,
tampaknya tidak ada pilihan lain kecuali negara harus ikut terlibat langsung maupun tidak
langsung, membantu proses pemulihan kesehatan perusahaan (Muhammad, 2006a: 219-22;
2006b: 129-32; Pomerlenao dan Shaw, ed., 2005), sekalipun terjadi perbedaan apa persisnya
strategi yang harus dilakukan oleh negara (Stiglitz, 2002: 89-165; 2006: 187-268).

Pada umumnya keterlibatan negara dilakukan dalam tiga tahapan pokok. Pertama, negara
merumuskan dan mengimplementasikan kebijaksanaan ekonomi makro dan hukum yang
diperlukan sebagai landasan penyehatan. Tahapan ini didesain untuk memperbaiki
lingkungan bisnis, agar kembali tercipta lingkungan bisnis yang menyediakan peluang bisnis
dan sekaligus melakukan koreksi terhadap kesalahan kebijaksanaan lingkungan bisnis yang
selama ini telah dibuat (Borsuk, 1999: 138). Kedua, negara terlebih dahulu menyehatkan
sektor keuangan, khususnya perbankan agar sektor ini memiliki kekuatan, keberanian, dan
insentif yang cukup untuk kemudian membantu menyehatkan perusahaan pada sektor riil.
Terakhir, barulah negara melakukan intervensi penyehatan terhadap sektor riil, setelah
terlebih dahulu melakukan pemilahan perusahaan mana yang masih bisa dan memiliki
harapan untuk sehat kembali dan perusahaan yang tidak mungkin lagi disehatkan. Tahapan
pertama lebih mudah dikerjakan, tahapan terakhir paling sulit diimplementasikan, dan
tahapan kedua terletak di antara keduanya.
2. Tidak berbeda dengan penerapan strategi pertumbuhan, manajemen juga dapat mengalami
kegagalan dalam implementasi strategi penyehatan perusahaan. Manajemen tidak mampu
memperbaiki kinerja perusahaan dan gagal memutar arah kecenderungan perusahaan menuju
perusahaan yang kembali siap berkembang. Dalam keadaan demikian, manajemen dan
pemilik tidak mempunyai pilihan lain, terkecuali melakukan divestasi: keluar dari pasar.
Akan tetapi kadang kala, keputusan keluar dari pasar juga dapat terjadi tanpa harus
menunggu proses penyehatan. Ketika perusahaan gagal berkembang dan tidak terlihat
prospek yang cerah, pemilik bersama manajemen dapat saja langsung memutuskan
meninggalkan pasar.

Biasanya disebabkan oleh kegagalan diversifikasi usaha, khususnya diversifikasi


konglomerasi. Oleh karena itu, dilihat dari dimensi waktu, strategi divestasi mulai banyak
dipelajari setelah dasawarsa tujuh puluhan ketika kegagalan diversifikasi konglomerasi,
khususnya yang ditempuh melalui akuisisi, semakin sering ditemukan. Sehingga ada yang
menyebut bahwa divestasi adalah antidote to merger mania.

Sumber :

Suwarsono. "Materi pokok manajemen strategik". 1 - 9: EKMA4414/ 3sks. - Cet. 11: Ed 2 --.
Tangerang Selatan : Universitas Terbuka 2016.

Anda mungkin juga menyukai