Anda di halaman 1dari 3

Dalam kesempatan kali ini, sebagai seorang professional saya tidak akan

membahas terkait isu yang lagi trend di media masa nasional dan social media
saat ini tentang “puisi”. Apalagi membuat “puisi” tandingan pun tidak kepikiran
sama sekali. Akan lebih bijak mungkin kita membahas isu nasional yang lebih
produktif beberapa waktu lalu yaitu terkait agenda Industry 4.0 yang telah
dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian
sebagai lembaga yang mewadahi rencana strategis nasional tersebut.

Namun sebelum terlalu jauh kesana, mari coba kita telaah dahulu apa dan
bagaimana sebenarnya konsep Industri 4.0 dapat muncul saat ini. Industri 4.0
adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik.
Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, Internet untuk segala, komputasi awan,
dan komputasi kognitif. Istilah "Industri 4.0" berasal dari sebuah proyek dalam
strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan
komputerisasi pabrik. Ada empat prinsip rancangan dalam Industri 4.0. Prinsip-
prinsip ini membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengimplementasikan
skenario-skenario Industri 4.0, antara lain Interoperabilitas (kesesuaian),
Transparansi informasi, Bantuan teknis, dan Keputusan mandiri.

Demam Industry 4.0 di Indonesia

Presiden Joko
Widodo beberapa
waktu lalu telah
meresmikan roadmap
strategi Indonesia
menghadapi era
revolusi Industru 4.0
tersebut. Beberapa
negara-negara maju
masih awal
mengembangkan
industri 4.0 ini seperti
Jerman baru 3 tahun,
Amerika baru mulai.
ASEAN baru Thailand,
Singapura, dan
Malaysia yang
menyiapkan,
sehingga dengan Indonesia punya roadmap diharapkan dapat mengejar
ketertinggalan tersebut.Mengutip laporan lembaga riset McKinsey pada
2015, dampak

Gambar tentang sketsa gambaran industry 4.0


revolusi industri 4.0 akan tiga ribu kali lebih dahsyat dari revolusi industri
pertama di abad ke-19. Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan
roadmap Making Indonesia 4.0 disusun dengan melibatkan berbagai pemangku
kepentingan, mulai dari institusi pemerintah, asosiasi industri, pelaku usaha,
penyedia teknologi, maupun lembaga riset dan pendidikan. Keterlibatan banyak
pihak ini diharapkan dapat memuluskan jalannya implementasi industri 4.0 di
Indonesia yang sudah dirancang sejak dua tahun lalu.

Dalam Making Indonesia 4.0, terdapat 10 inisiatif nasional yang bersifat


lintas sektoral untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur.
Airlangga mengatakan di dalamnya terdapat perbaikan alur distribusi barang
dan material, membangun peta jalan zona industri komprehensif dan lintas
industri, mengakomodasi standar berkelanjutan, serta memberdayakan industri
kecil dan menengah.

Pemerintah juga merancang strategi pembangunan infrastruktur digital


nasional, menarik minat investasi asing, peningkatan sumber daya manusia, dan
pembangunan ekosistem inovasi. Selain itu ada rancangan insentif untuk
investasi teknologi dan harmonisasi aturan. Industri 4.0 di Indonesia akan
dimulai dengan pengembangan lima sektor manufaktur yaitu industri makanan
dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan
industri elektronik. Airlangga menuturkan sektor tersebut dipilih setelah melalui
evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup
ukuran PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran
investasi, dan kecepatan penetrasi pasar.

Tentunya sebagai warga negara yang baik, kita harus optimis dan
berkhusnudzon dengan konsep roadmap Industri 4.0 yang akan dijalankan
pemerintah tersebut. Betapa nantinya Indonesia bisa lebih baik dan bersaing
dengan negara – negara maju lainnya. Namun, tentunya disisi lain kita perlu
memikirkan pula effects yang secara tak langsung akan muncul ditengah tengah
masyarakat kita ketika implementasi dari roadmap ini benar – benar dijalankan
sehari hari diruang kehidupan social mereka yang mostly masih bersifat
“konvensional”.

Ya, kenapa saya katakan demikian? Karena perlu ditinjau dari beberapa
aspek khususnya demografis dan psikologis. Jika berbicara aspek demografis,
maka perlu diingat bahwa Indonesia itu tidak hanya wilayah Jawa saja (yang
notabene jumlah penduduk, dan sarana prasarana lebih baik dari wilayah timur
Indonesia). Pun dari aspek psikologis, seperti yang dikatakan dalam hasil riset
McKinsey bahwa dampak perubahan ini akan lebih besar ribuan kali dari revolusi
industry sebelumnya.

Apakah masyarakat Indonesia sudah siap dengan segala sesuatu yang


serba automatic? Bagaimana pola pikir dan sikap masyarakat jika dihadapkan
dengan masalah “maintenance” dari canggihnya teknologi yang dinikmati nanti?

Sebagai contoh saja, yang saat ini lagi ramai pula diributkan dan masih
belum menemukan titik temu antar stakeholdersnya adalah masalah aplikasi
transportasi online (sejenis Go-Jek dan lainnya). Bagaimana “heboh”nya mereka
penyedia jasa transportasi local yang masih menggunakan system konvensional
ketika dihadapkan dengan persaingan bisnis transportasi yang sudah serba
online.

Bayangkan jika suatu saat ini, beberapa sector bisnis yang masih bertahan
dengan system konvensional/ tradisionalnya harus bersaing dengan bisnis
tetangga sebelah yang sudah serba online. Untuk itu tugas berat pemerintah
dengan pemangku kepentingan terkait untuk mendesain dengan komprehensif
dan detail dampak kedepan ketika era Industri 4.0 ini telah berjalan ditengah –
tengah masyarakat Indonesia. Pentingnya Grand Design lintas sectoral untuk
dapat mengurangi dampak negative dari ego sectoral tersebut nantinya.

Dengan tidak meninggalkan semangat Industri 4.0, yaitu proses integrasi


seluruh resource data dengan bantuan akses internet. Konsep Transportasi 5.0
akan sedikit lebih berbeda karena focus di bidang transportasi dan lebih maju
secara aplikasi operasional sistemnya.

Konsep Transportasi 5.0 ini pertama kali diperkenalkan oleh IEEE


Intelligent Transportation System Society. Jika ditelaah secara teknis, dengan
pertimbangan eksplisit dan mendasar untuk aspek sosial dan manusia yang
terhubung dan real-time ke dalam sistem transportasi cerdas, IEEE-ITS Society
tersebut percaya dapat melompat dari transportasi komputasi ke Transportasi
5.0, yang didasarkan pada Cyber-Physical-Social Systems (CPSS), satu langkah di
luar Cyber -Physical Systems (CPS). Lebih khusus lagi, Transportasi 5.0 termasuk
sistem transportasi yang ditetapkan perangkat lunak, O2O (online untuk offline
dan sebaliknya) eksperimen transportasi komputasi, dan transportasi paralel
dengan otomatisasi pengetahuan untuk kontrol loop tertutup dan manajemen
dengan umpan balik masyarakat luas.

Mungkin sedikit berat jika kita memaksakan untuk membahasnya lebih


jauh, apalagi terkait implementasinya secara teknis dan real di wilayah Indonesia
nantinya. Namun, paling tidak kita bisa memahami dan memperkirakan kedepan
sudah siapkah Indonesia?

Anda mungkin juga menyukai