Anda di halaman 1dari 21

NAMA : PUTU AYU TISNAYANTI

NIM : 041327368
DISKUSI 8 PENGANTAR BISNIS
A. Definisi BANK
Definisi Bank (menurut UU No.10 Tahun1998)
Badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit guna meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
B. Pengertian Sistem Perbankan
Pengertian sistem perbankan ada dua macam, antara lain:
1. Sebagai suatu jaringan yang terintegrasikan dengan lembaga-lembaga perbankan yang
terdiri dari BI, Bank Umum dan BPR.
2. Sebagai satu jaringan yang terintegrasi di bank-bank deposito (Bank Umum dan BPR)
yang terdiri dari sejumlah bank deposito.
C. Sistem Perbankan di Indonesia
Sistem Perbankan Indonesia merupakan sebuah tata cara, pola, dan aturan-aturan yang
dipergunakan oleh sektor perbankan (Bank-bank) dalam menjalankan usaha nya sesuai
dengan sistem atau ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah. Sistem perbankan di
Indonesia dibangun dengan berlandaskan dari sistem perekonomian yang telah ada. Dalam
menjalankan Sistem Perbankan yang benar, diperlukan adanya pilar-pilar yang menyangga,
supaya sistem bisa berjalan dengan semestinya. Di Indonesia, pilar-pilar sistem perbankan
yang dimaksud ialah Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia
adalah suatu kerangka dasar dalam Sistem Perbankan Indonesia. Sistem ini mempunyai sifat
menyeluruh, memberikan bentuk, arah, dan tantangan mengenai industri perbankan dalam
rentang waktu 5 hingga 10 tahun kedepan.
API merumuskan arah pengembangan kebijakan atas industri perbankan pada masa yang
akan datang dengan berlandaskan visi mencapai sistem perbankan yang kuat,sehat, dan
efisien guna dalam menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong
ekonomi sosial ke arah yang lebih baik lagi. Jika berbicara mengenai sistem perbankan di
Indonesia, maka kita harus mengacu pada Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan, yang berbunyi “perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya harus
berdasarkan demoksari ekonomi dengan prinsip kehati-hatian” sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Pembahasan sistem perbankan dalam UU ini mencakup
mengenai :
1. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan
Sebelum membahas tentang asas-asas perbankan, kita harus memahami lebih dahulu apa
yang dimaksud asas hukum. Dengan begitu kita akan mendapat pemahaman betapa
pentingnya asas-asas perbankan. Asas-asas hukum merupakan dasar lahirnya norma. Dimana
asas-asas hukum merupakan dasar-dasar filosofis tertentu. Semakin tinggi tingkatan
filosofisnya, asas hukum tersebut semakin abstrak dan umum sifatnya serta mempunyai
jangkauan kerja yang lebih luas untuk menaungi norma hukumnya. Sajipto Rahardjo
menyatakan bahwa asas hukum merupakan ”jantung” peraturan hukum. Karena ia merupakan
landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Dari pernyataan Sajipto
Rahardjo, dipahami bahwa asas-asas hukum ini merupakan sarana yang membuat hukum
hidup, tumbuh dan berkembang dan ia juga menunjukkan bahwa hukum bukan sekedar
peraturan belaka. Lebih lanjut Sajipto Rahardjo menyatakan bahwa asas hukum bukanlah
peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas
yang berada didalamnya. Oleh karena itu untuk memahami hukum dengan baik, maka kita
tidak hanya melihat dari peraturan-peraturan hukumnya saja. Tetapi harus juga menggali
sampai pada asas-asas hukumnya. Asas-asas hukum inilah yang memberi makna etis kepada
peraturan hukum dan tata hukum. Dari pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan
asas hukum. Maka kita mencoba memahami tentang asas perbankan di Indonesia. Adapun
asas perbankan memiliki makna penting sebagai dasar filosofis kegiatan perbankan. Selain itu
asas perbankan merupakan dasar terbentuknya berbagai peraturan hukum perbankan. Asas
perbankan ini digali dari nilai-nilai filosofis masyarakat Indonesia. Adapun muara tujuan dari
asas perbankan adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat. Jika berbicara mengenai
asas perbankan di Indonesia setidaknya ada 4 hal, Yaitu :
1. Asas Demokrasi Ekonomi (Economic Democracy Principle)
Asas demokrasi ekonomi begitu penting dalam kegiatan perbankan di Indonesia. Dimana
dalam Pasal 2 UU tentang perbankan di katakan bahwa ”Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian”. Dari bunyi pasal ini dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan diarahkan untuk
melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Adapun ciri-ciri demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 adalah :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya sebagai pokok-pokok
kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
4. Sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga
perwakilan rakyat, dan pengawasan terhadap kebijakannya ada pada lembaga
perwakilan rakyat pula.
5. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antardaerah dalam
satu kesatuan perekonomian nasional dengan mendayagunakan potensi dan peran
serta daerah secara optimal dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan
ketahanan nasional.
6. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
7. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
8. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya
dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
Adapun hal-hal yang harus dihindari menurut demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 adalah :
1) Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan
bangsa lain secara berlebihan.
2) Sistem etatisme, dalam arti negara beserta aparaturnya bersifat dominan, mendesak,
dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.
3) Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam
berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan
bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
Asas demokrasi ekonomi inilah yang dalam kegiatan perbankan harus dijiwai. Sehingga
tercipta faedah yang dapat dirasakan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam era perbankan
modern serta perkembangan globalisasi ekonomi, asas demokrasi ekonomi di Indonesia
mengalami tantangan. Dimana globalisasi ekonomi ”memaksa” suatu negara membuka
seluas-luasnya batas-batas sektor ekonominya (termasuk sistem perbankan). Dewasa ini
kepemilikan bank-bank besar di Indonesia mulai diakuisisi oleh investor asing. Sehingga
investor tersebut membawa nilai-nilai demokrasi ekonomi yang cenderung pro liberalisme
masuk ke sistem perbankan Indonesia. Pergulatan demokrasi ekonomi tersebut dapat kita
lihat dari berbagai kebijakan yang tertuang dalam UU Perbankan, UU BI, UU Investasi dan
UU Pasar Modal. Demi menciptakan iklim investasi yang baik, maka peraturan undang-
undang pun wajib memberi kepastian hukum. Namun patut dicermati apakah kepastian
hukum dalam sistem perbankan di Indonesia memberi rasa adil dan memberi manfaat
kemakmuran bagi rakyat Indonesia.
2. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle)
Asas kepercayaan merupakan asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh
hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana
dari masyarakat yang disimpan padanya dengan asas kepercayaan. Sehingga setiap bank
perlu terus menjaga tingkat kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan
kepercayaan masyarakat padanya. Parameter tingkat kepercayaan dari masyarakat dapat
diukur dari kesiapan lembaga bank memenuhi permintaan nasabahnya dalam menarik
dananya kapanpun nasabah menghendaki, atau sesuai perjanjian nasabah dengan lembaga
bank. Apabila kepercayaan nasabah tidak dapat dijaga oleh lembaga bank, maka akan tercipta
kondisi rush terhadap dana yang disimpan dalam bank. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan
bahwa hubungan bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam
uang antara debitur (Bank) dengan kreditur (Nasabah penyimpan dana) yang dilandasi asas
kepercayaan. Dengan kata lain bahwa menurut Undang-Undang Perbankan hubungan anatara
Bank dengan nasabah penyimpan dana bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara
debitur dan kreditur yang diliputi oleh asas-asas umum dari hukum perjanjian, tetapi juga
hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan.
Asas kepercayaan juga hadir dalam hubungan bank sebagai kreditur dengan nasabah
sebagai debitur. Dimana hubungan ini melahirkan kepercayaan yang membebankan
kewajiban-kewajiban kepercayaan (fiduciary obligations). Dalam hubungan ini, bank dapat
memberikan kredit jika bank percaya bahwa debitur mampu membayar segala kewajibannya
(Kewajiban Bunga maupun kewajiban pokok). Dari pemahaman ini dapat dikatakan
hubungan bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur tidak hanya berdasarkan
hubungan kontraktual (Perjanjian kredit), namun juga berdasarkan hubungan kepercayaan.
3. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle)
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang
menurut kelaziman dunia bank wajib dirahasiakan. Karahasiaan adalah untuk kepentingan
bank sendiri, karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya
dibank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa
bank apabila dapat menjamin bahwa tidak ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang
simpanannya. Jika mengacu pada Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 pasal 1
angka 28 yang dimaksud rahasia bank adalah ”segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya” Berdasarkan pasal ini dapat
ditarik unsur-unsur rahasia bank itu sendiri. Yaitu :
a. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya.
b. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam kategori
perkecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri
dan/atau pihak teafiliasi.
Dalam melihat berlakunya asas rahasia bank, terdapat dua teori yang berlaku, yaitu :
a. Teori Mutlak Dalam hal ini rahasia keuangan nasabah tidak dapat dibuka
kepada siapa pun dan dalam bentuk apa pun. Namun dewasa ini teori ini
hampir tidak ada lagi negara yang menganutnya.
b. Teori Relatif Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-
hal khusus, yakni dalam hal yang termasuk luar biasa, prinsip kerahasiaan
bank tersebut dapat diterobos, misalnya untuk kepentingan perpajakan atau
kepentingan perkara pidana.
Pengaturan rahasia bank dapat dilihat dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan pasal
40 ayat 1 dan 2. Namun UU No. 10 tahun 1998 juga memberi celah untuk menerobos rahasia
bank tersebut untuk kepentingan-kepentingan berikut :
1. Kepentingan perpajakan (Pasal 41).
2. Penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara (Pasal 41 A).
3. Kepentingan peradilan dalam pekara pidana (Pasal 42)
4. Kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
(Pasal 43)
5. Tukar menukar informasi antarbank. (pasal 44)
6. Permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat
secara tertulis. (pasal 44A ayat 1)
7. Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang telah meninggal
dunia (pasal 44A ayat 2)
4. Asas kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan
fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka
melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Asas kehatihatian ini dapat kita
lihat Dalam pasal 2 UU No. 10 tahun 1998 dikatakan bahwa”Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian”. Kemudian dalam pasal 29 ayat 2 UU No. 10 tahun 1998 dikatakan bahwa bank wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Tujuan diberlakukan prinsip
kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat, likuid dan solvent.
Dengan diberlakukannya prinsip kehatihatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu
menyimpan dananya di bank. Penegakkan sistem kehati-hatian tidak hanya untuk menjaga
hubungan bank dengan nasabahnya. Tetapi juga secara makro adalah untuk menciptakan
sistem perbankan yang sehat dan efisien. Yang pada muaranya membantu perkembangan
pembangunan ekonomi nasional suatu Negara. Dalam penjelasan UU Perbankan tahun 1998
diamanatkan bahwa prinsip kehati-hatian wajib dipegang teguh. Setelah kita memahami asas-
asas yang wajib ada dalam kegiatan perbankan. Hal lain yang patut kita pahami adalah fungsi
perbankan. Mengenai fungsi perbankan kita dapat mengacu pada pasal 3 UU Perbankan yaitu
Fungsi Bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dari ketentuan ini
tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus of funds)
dengan pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds) Sedangkan menurut
Rachmadi Usman pasal 3 UU Perbankan tersebut merupakan cermin fungsi bank sebagai
financial intermediary, yaitu kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus kepada unit defisit atau
pemindahan uang dari penabung kepada peminjam. Pemahaman fungsi perbankan sangat
berhubungan erat dengan tujuan dari lembaga perbankan itu sendiri. Dalam pasal 4 UU
Perbankan dikatakan bahwa “Perbankan Indonesia bertujuan melaksanakan pembangunan
nasional dala rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional kea rah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Berdasarkan pasal 4 UU
Perbankan, ada beberapa hal yang tersirat sebagai tujuan lembaga perbankan, yaitu :
a.Lembaga perbankan diarahkan menjadi agen pembangunan (agent of
development)
b. Lembaga perbankan dapat meningkatkan pemerataan
kesejahteraan rakyat seluruh Indonesia.
c.Lembaga perbankan dapat menjadi mitra pemerintah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional.
d. Lembaga perbankan dapat menjaga stabilitas nasional yang
sehat dan dinamis.
e.Lembaga perbankan menjadi media bagi rakyat Indonesia dalam
meningkatkan kesejahteraan hidup.
Agar dapat mencapai tujuan yang diamanatkan dalam pasal 4 UU Perbankan. Maka lembaga
perbankan dalam menjalankan usahanya harus menerapkan prudential banking dengan cara :
a.Efisien, sehat, wajar dalam persaingan yang sehat yang semakin
mengglobal dan mendunia.
b. Menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang
produktif, bukan konsumtif.
2. Jenis-jenis dan Usaha Bank
1. Jenis-jenis Bank
a. Bank Umum
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan atau berdasarkan prinsip
syasiah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan
sendirinya Bank Umum adalah bank pencipta uang giral. Selain itu, bank umum dapat
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan pembiayaan
jangka panjang, kegiatan untuk pengembangan koperasi, pengembangan pengusaha ekonomi
lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan pengembangan pembangunan
perumahan.
b. Bank Perkreditan Rakya (BPR)
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatan nya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan
sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah bukan bank pencipta uang giral.
2. Usaha Bank
A. Usaha yang dilakukan Bank Umum
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan
itu.
b. Memberikan kredit
c. Menerbitkan surat pengakuan utang
d. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya Memindahkan uang baik untuk
kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
B. Usaha yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b. Memberikan kredit
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI
d. Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, dan atau
tabungan pada bank lain.
3. Perizinan, kepemilikan, dan bentuk-bentuk hukum bank.
A. perizinan
Bank sebagai badan usaha yang mempenyai kegiatan usaha menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam berbagai bentuk, sudah
tentu membutuhkan persayaratan dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Hal ini sangat
penting dipenuhi, karena bertujuan melindungi masyarakat, terutama nasabah penyimpan dan
simpanannya. Berkaitan dengan persyaratan, dalam pasal 16 ayat 1 dan 2 UU Perbankan
telah diatur mengenai perizinan untuk menjalankan kegiatan usaha bank yaitu :
a. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum
atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang
tersendiri.
b. Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan
sekurangkurangnya tentang:
1. Susunan organisasi dan kepengurusan;
2. Permodalan;
3. Kepemilikan;
4. Keahlian di bidang Perbankan;
5. Kelayakan rencana kerja.
c. Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Selain memenuhi persyaratan dalam pasal 16 UU Perbankan. Perizinan usaha bank harus
memenuhi tata cara perizinan bak yang terdapat pada Peraturan Bank Indonesia No.
2/27/PBI/2000 untuk Bank Umum Konvensional, PBI No. 6/24/PBI/2004 untuk Bank Umum
berdasarkan prinsip syariah, serta PBI No. 6/22/PBI/2004 untuk Bank Perkreditan Rakyat.
B. kepemilikan
Selain pegaturan mengenai tata cara perizinan usaha/pendirian bank. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah tata cara kepemilikan bank. Hal ini penting, karena tata cara kepemilikan
merupakan filter awal apakah calon pemilik bank berkompeten di bidang perbankan?
Sehingga dana masyarakat yang nantinya akan disimpan di bank tersebut akan aman.
Kepemilikan berkaitan dengan pihak yang menjadi pemilik dari suatu bank termasuk
didalamnya pemilikan saham dari bank yang telah go public, juga persyaratan posisi
seseorang atau badan hukum sebagai pemilik bank atau komposisi dari pihak asing dari suatu
bank serta mekanisme dan prosedur peralihannya. Menurut UU Perbankan, kepemilikan
suatu bank ditentukan pula dari jenis banknya. Mengenai Kepemilikan bank umum diatur
dalam pasal 22 UU Perbankan yaitu :
1) Bank umum hanya dapat didirikan oleh :
a. Warga negara indonesia dan/atau badan hukum Indonesia
b. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihakpihak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Dari ketentuan diatas tersirat bahwa pendirian bank umum dapat langsung dilakukan dengan
melibatkan warga negara asing atau badan hukum asing. Namun untuk pihak badan hukum
asing dipersayaratkan terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi dari otoritas moneter
dari negara asal. Rekomendasi tersebut sekurangkurangnya harus memuat keterangan bahwa
badan hukum tersebut mempunyai reputasi baik dan tidak pernah melakukan perbuatan
tercela di bidang perbankan. Dalam hal kepemilikan bank umum, persyaratannya ditetapkan
oleh Bank Indonesia dalam Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/2000 tentang Bank
Umum yaitu :
a. Yang dapat menjadi pemilik Bank adalah pihak-pihak yang:
a. tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang
saham dan atau pengurus bank dan atau Bank Perkreditan Rakyat sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang
baik.
b. Pemilik Bank yang memiliki integritas yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b, antara lain adalah pihak-pihak yang:
a. memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank
yang sehat.
3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemegang Saham Pengendali
wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi
kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi Bank dalam menjalankan kegiatan
usahanya.
C. Bentuk-bentuk Hukum Bank
Bentuk hukum bank mengacu pada jenis bank itu sendiri. Maksudnya, bentuk hukum
jenis bank umum bentuknya bisa berbeda dengan bentuk hukum pada Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), tetapi juga mungkin bisa sama. Bentuk bank diatur pada bab IV, bagian
kedua, bentuk hukum, yaitu pada pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan. Bentuk bank syari’ah diatur pada Bab III, bagian kedua, yaitu pada pasal
7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, yang hanya mengenal
satu bentuk, yaitu badan hukum perseroan terbatas.
Bentuk hukum suatu bank umum sesuai ketentuan pasal 21 ayat (10) Undang-undang
Nomor 7 tahun 1992 semula dapat berbentuk sebagai perusahaan perseroan (persero),
perusahaan daerah, koperasi, dan perseroan terbatas. Namun, sekarang bentuk hukum
tersebut diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sehingga bank umum
hanya dapat berbentuk sebagai:
1. Perseroan terbatas
2. Koperasi; dan
3. Perusahaan daerah
Sedangkan mengenai bentuk hukum bank umum yang merupakan kantor perwakilan atau
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri bentuk hukumnya mengikuti
bentuk hukum kantor pusatnya. Bentuk hukum dari BPR diatur dalam Pasal 21 ayat(2)
Undang-undang Nomor 7 tahun 1992. Ketentuan tersebut tidak mengalami perubahan, yaitu
dapat berbentuk :
a. Perusahaan daerah
b. Koperasi;
c. Perseroan terbatas;
d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Adanya bentuk hukum lain yang akan diatur oleh peraturan pemerintah untuk pengaturan
BPR dimaksudkan dalam rangka memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga
perbankan yang lebih kecil dari BPR, seperti bank desa, lumbung desa, badan kredit desa,
dan lembaga-lemabaga lainya.
a. Bentuk hukum perseroan terbatas
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas,
pengaturan perseroan terbatas terdapat pada kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
dan kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Pdt). Di dalam KUHD ketentuan perseroan
terbatas khususnya terdapat pada pasal 36, 40, 42, dan 45. Mengingat peraturan tersebut
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha, maka pada tahun
1995 ketentuan dari KUHD tersebut diganti dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana
termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Setelah
dua tahun berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terabatas, pada
tahun 2007 diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
 Pengertian perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 adalah:
“badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan lainya”.
Pengertian tersebut kemudian diubah pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“perseroan terabatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memnuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta pertauran pelaksanaanya”.
Perseroan terbatas yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, seperti bank
menurut ketentuan pasal 92 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, wajib mempunyai paling sedikit dua anggota direksi, kelengkapan organ
yang merupakan satu kesatuan dan merupakan pengertian yang lengkap bagi perseroan
terbatas, yaitu:

1. Adanya rapat umum pemegang saham (RUPS)


Yaitu organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
2. Adanya direksi
Yaitu organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
3. Adanya komisaris
Yaitu organ yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta
memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.
Bentuk hukum dari suatu bank yang berbentuk perseroan terbatas dapat juga berbentuk
perseroan terbuka, yaitu perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi
kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal, seperti BNI, bank Danamon, Bank Niaga, dan
sebagainya.
Khusus Bank yang berbentuk persero milik negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
seperti BNI, Bank Mandiri, BTN, dan BRI. Maka komposisi modalnya terbagi dalam saham
yang seluruh atau paling sedikit 51 % sahamnya dimiliki oleh negara, dengan tujuan
utamanya mengejar keuntungan.
b. Bentuk Hukum Koperasi
Koperasi dapat menjalankan kegiatan usaha jasa perbankan. Dengan demikian, bank dapat
dijalankan dengan bentuk hukum koperasi. Adapun jenis banknya dapat berbentuk bank
umum ataupun Bank Perkreditan Rakyat. Koperasi merupakan bentuk badan usaha yang
memiliki status sebagai badan hukum setelah akta pendirianya disahkan oleh pemerintah,
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam ketentuan pasal 9 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dalam hal kegiatan perbankan yang berbentuk hukum
koperasi ini pun tujuan utamanya, yaitu tetap menyejahterakan anggotanya sekaligus
menyejahterakan masyarakat secara keseluruhan. Menurut ketentuan pasal 31 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, pengelolaan atas kegiatan usaha
koperasi, misalnya, di bidang usaha perbankan akan menjadi tanggung jawab pengurus, yang
dipertanggungjawabkannya pada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa. Pengurus, baik
bersama-sama maupun sendiri-sendiri menganggung kerugian yang diderita koperasi karena
tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaianya.
c. Bentuk Hukum Perusahaan Daerah
Perusahaan daerah dapat mendirikan bank, baik yang berbentuk umum maupaun Bank
Perkreditan Rakyat. Sewaktu berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan pokok perbankan, bank milik pemerintah daerah provinsi yang
berebentuk bank pembangunan daerah didirikan dengan dasar peraturan daerah. Hal tersebut
sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomro 13 Tahun 1962 tentang
ketentuan-ketentuan pokok bank pembangunan daerah bahwa:
“bank pembangunan daerah adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini
kependudukanya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya peraturan pendirianya”.
Setelah lahirnya peraturan perundang-undangan perbankan yang baru, yaitu Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, maka dasar pendirian dari bentuk hukum
pembangunan daerah tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan bentuk hukum yang
berlaku pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Selama transisi guna
penyesuaian bentu hukum, seperti yang dikehendaki olh undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, maka bentuk hukum yang sesuai dan tepat bagi bank-bank milik
pemerintah daerah, yaitu menjadi perusahaan daerah. Sehubungan dengan tugas penyesuaian
bentuk hukum tersebut maka dikeluarkan petunjuk pelaksanaanya, yaitu peraturan menteri
dalam negeri Nomor 8 Tahun 1992.
Ketentuan pasal 2 peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1992 menetapkan sebagai
berikut”
“bank yang didirikan dengan peraturan daerah atas kuasa Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1962 disesuaikan bentuk hukumnya menjadi perusahaan daerah berdasarkan peraturan
Menteri Dalam Negeri ini.”
“penyesuaian peraturan pendirian dan perubahan bentuk hukum bank menjadi perusahaan
daerah ditetapkan dengan peraturan daerah berdasarkan undang-undang Nomor 5 Tahun 1962
tentang Perusahaan Daerah dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.”
Mengingat ketentuan diatas, maka jelas sebagian besar mayoritas modal dari bank-bank yang
berbentuk hukum perusahaan daerah akan dimilki oleh pemerintah daerah. Hal demikian
sesuai dengan dasar pembentukanya, yaitu pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962
tentang Perusahaan Daerah bahwa:
“semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang ini yang modalnya untuk
seluruhnya atau sebgian merupakan kekayaan daerah yang dipishakan, kecuali jika
ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.”
Dengan adanya rekapitalisasi perbankan, maka ada beberapa bank yang dimiliki oleh
pemerintah daerha ikut dalam program tersebut sehingga kepemilikanya mengalami
perubahan. Semula seluruhnya memiliki prorgam rekapitalisasi, terjadi perubahan
kepemilikan sebagai akibat penyertaan modal dari negara (pemerintah pusat) melalui
program rekapitalisasi dalam rangka penyehatan perbankan nasional tersebut
4. Persyaratan dan prosedur pendirian Bank
a. Pendirian Bank Umum
Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usahanya dengan izin Bank Indonesia selaku
Bank Sentral.Pemberian izin untuk mendirikan Bank Umum dilakukan melalui 2
tahapan.Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank yang
bersangkutan.Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.Selama belum mendapat izin
usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan
kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.
Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalam SK Direksi BI No:
32/33/Kep/Dir, Tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999 :
Persyratan dan prosedur pendirian bank umum terdiri dari;
1. Syarat Umum
2. Persetujuan Prinsip
3. Data Kepemilikan Bank
4. Yang dapat menjadi Pemilik Bank
5. Perubahan Pemilik
6. Dewan Komisaris
7. Persetujuan Bank Indonesia
8. Pimpinan Cabang
b. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat
Pada pendirian BPR juga diperlukan izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana Bank
Umum. Pada proses izin usaha dari Bank Indonesia diperlukan 2 tahap yaitu tahap
persetujuan prinsip dan perolehan izin usaha. Selama salah satu atau kedua proses ini belum
terpenuhi maka BPR tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.
Syarat-syarat untuk mendirikan BPR diatur dalam SK Direksi BI No.32/35/Kep/Dir, tentang
Bank Perkreditan Rakyat tanggal 12 Mei 1999.
Persyratan dan prosedur pendirian bank umum terdiri dari;
1. Syarat Umum Pendirian BPR
2. Modal BPR
3. Persetujuan Prinsip
4. Ijin Pendirian BPR
5. Kepemilikan BPR
6. Perubahan modal
7. Perubahan Pemilik Modal
8. Anggota Komisaris dan Direksi
9. Syarat Menjadi Anggota Direksi
10. Peningkatan Status BPR
BPR dapat ditingkatkan statusnya menjadi Bank Umum. Persyaratannya adalah BPR tersebut
harus memiliki tingkat permodalan, yang selama 12 bulan terakhir atau sekurang-kurangnya
10 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat. BPR tersebut juga harus
memenuhi persyaratan modal disetor untuk menjadi Bank Umum dan memenuhi ketentuan
Direksi dan dewan Komisaris sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Bank Umum.
Keempat elemen di atas merupakan satu kesatuan dalam sistem perbankan. Dimana masing-
masing elemen berkaitan. Mulai dari latar belakang tujuan perbankan, bentuk-bentuk
lembaga perbankan, bagaimana cara mendirikan bank serta pengaturan kepemilikannya.
Untuk dapat memahami sistem perbankan, maka kita akan memahaminya satu persatu dari
elemen-elemen tersebut.
Bank-bank yang beroperasi di Indonesia saat ini pada dasarnya dikelompokkan ke dalam
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan Bank Indonesia berfungsi
sebagai bank sentral. Namun demikian, sejalan dengan terjadinya perubahan dalam sistem
keuangan terutama yang terkait dengan kelembagaan perbankan sebagai dampak
dikeluarkannya undang-undang di bidang keuangan dan perbankan.
1. Aspek Fungsi
a.Bank Sentral, adalah bank yang merupakan badan hukum milik Negara
yang tugas pokoknya membantu pemerintah, contoh : Bank Indonesia
b. Bank Umum, adalah bank yang sumber utama dananya berasal
dari simpanan pihak ketiga, serta pemberian kredit jangka pendek
dalam penyaluran dana, contoh : BNI, BRI, dll
c.Bank Pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya
berasal dari penerimaan simpanan deposito serta commercial paper,
contoh : Bank Jatim, Bank DKI, dll.
d. Bank Desa, adalah kantor bank di suatu desa yang tugas
utamanya adalah melaksanakan fungsi perkreditan dan penghimpunan
dana dalam rangka program pemerintah memajukan pembangunan
desa.
e.BPR, adalah kantor bank di kota kecamatan yang merupakan unsur
penghimpun dana masyarakat maupun menyalurkan dana nya di sektor
pertanian dan pedesaan.
2. Status Kepemilikan
a.Bank Milik Negara, adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari
kekayaan Negara yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah UU
tersendiri, contoh : BNI, BRI, BTN
b. Bank Milik Swasta Nasional, adalah bank milik swasta yang
didirikan dalam bentuk perseroan terbatas, di mana seluruh sahamnya
dimiliki oleh WNI dan/ atau badan-badan hukum di Indonesia, contoh :
BCA, Bank Mega, Bank Danamon.
c.Bank Swasta Asing, adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang
bank yang sudah ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara
bank asing dengan bank nasional yang sudah ada di Indonesia. Bank
asing ini hanya diperkenankan menjalankan operasinya di lima kota
besar di Indonesia, contoh : Citibank, HSBC.
d. Bank Pembangunan Daerah, adalah bank yang pendiriannya
berdasarkan peraturan daerah propinsi dan sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh pemerintah kota dan pemerintah kabupaten, di wilayah
yang bersangkutan, dan modalnya merupakan harta kekayaan
pemerintah daerah yang dipisahkan, contoh : Bank Jatim.
e.Bank Campuran, adalah bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh
pihak asing dan pihak swasta nasional, contoh : Bank UOB Buana,
ANZ Panin Bank.
3. Kegiatan Operasional
a.Bank Devisa, adalah bank yang mempunyai hak dan wewenang yang
diberikan oleh Bank Indonesia untuk melakukan transaksi valuta asing
dan lalu lintas devisa serta hubungan koresponden dengan bank asing
di luar negeri, contoh : BCA, Bank Mega, Bank Bukopin.
b. Bank Nondevisa, adalah bank yang operasionalnya hanya
melaksanakan transaksi di dalam negeri, tidak melakukan transaksi
valuta asing, dan tidak melakukan hubungan dengan bank asing di luar
negeri.
4. Penciptaan Uang Giral
a.Bank Primer, adalah bank yang dalam kegiatan operasionalnya tidak
sekedar menghimpun dan menyalurkan dana nya, tetapi juga
melaksanakan semua transaksi yang berhubungan langsung dengan
kas.
b. Bank Sekunder, adalah bank yang kegiatan operasionalnya
hanya sekedar melaksanakan transaksi kas secara langsung.
5. Sistem Organisasi
a.Unit Banking System, adalah bank yang kegiatan operasionalnya
hanya mempunyai satu kantor saja dan melayani masyarakat di sekitar
wilayah itu. Contoh : BPR baik konvensional maupun syariah.
b. Branch Banking Syistem, adalah bank yang kegiatan
operasionalnya di beberapa wilayah dan memiliki beberapa kantor
cabang, di mana sistem organisasi, keuangan, dan sumber daya
manusia terkait dengan kantor pusat. Contoh : Bank Danamon, Bank
Mega, Bank BCA.
D. Perkembangan Sistem Perbankan di Indonesia.
a. Situasi perbankan Indonesia praderegulasi
Pada periode tahun 1974-1982 perekonomian Indonesia berkembang cukup baik karena
ditopang oleh ekspor migas yang cukup tinggi. Tingginya harga minyak pada saat itu
memengaruhi penerimaan dalam negeri sehingga dana pembangunan cukup tersedia untuk
menunjang kegiatan investasi. Pada saat itu masyarakat yang belum menemukan sasaran
investasi yang tepat menyimpan dana nya di bank sehingga terjadi kelebihan likuiditas yang
cukup besar. Di samping itu juga Bank Indonesia (central bank) menyediakan kredit
likuiditas dengan syarat yang mudah dan lunak untuk membiayai pengembangan sektor yang
potensial.
b. Situasi perbankan Indonesia pascarederegulasi
Perkembangan perbankan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat beberapa
tahun terakhir ini. Hal itu disebabkan oleh adanya serangkaian langkah deregulasi di bidang
perbankan. Ada beberapa deregulasi di bidang perbankan dan moneter yang secara
kronologis dapat dikemukakan sesuai urutan waktu pengumuman kebijaksanaan deregulasi.
1. kebijaksanaan pemerintah tanggal 1 Juni 1983
Kebijaksanaan ini bertujuanuntuk menggairahkan pengerahan dana masyarakat.
Kebijaksanaan tersebut antara lain berisi penghapusan sistem pagu kredit dan mengurangi
kredit likuiditas, Bank Indonesia tidak menetapkan tingkat suku bunga deposito maupun suku
bunga pinjaman, dan kebijaksanaan moneter dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan
penyediaan fasilitas diskonto.
2. Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
Latar belakang kebijaksanaan ini dilandasi oleh kebijaksanaan 1 Juni 1983 yang ternyata
mendapat penghimpunan dana untuk investasi swasta. Selanjutnya pihak swasta
berpartisipasi lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan
iklim yang memungkinkan bank-bank beroperasi lebih efisien dan perluasan jaringan kantor
bank.
3. Kebijaksanaan Pemerintah 25 Maret 1989
Kebijaksanaan ini merupakan penyempurnaan Pakto 88 yang berisikan tentang
penyempurnaan pendirian BPR. Dalam kebijaksanaan baru ini usaha BPR tidak boleh
menerima simpanan dalam bentuk giro, tidak diperkenankan pindah wilayah dan membuka
kantor cabang dan tidak perlu penyesuaian modal bagi BPR baru tetapi disesuaikan dengan
kebutuhan modal. BPR yang akan meningkatkan usahanya untuk menjadi bank umum harus
mempunyai modal sebesar Rp. 10 miliar.
4. Kebijaksanaan Pemerintah 29 Januari 1990
Latar belakang kebijaksanaan ini untuk mendukung pembangunan yang makin efisien. Untuk
itu perlu disempurnakan aturan tentang Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang
jumlahnya masih relatif tinggi dan menyempurnakan sistem perkreditan.Kebijaksanaan yang
diambil meliputi mengurangi secara bertahap pemberian KLBI, KLBI diberikan secara
terbatas untuk swasembada pangan (KUT), pengembangan koperasi (kredit koperasi KUD
dan anggota koperasi primer), dan peningkatan investasi (pembiayaan pembangunan) PIR
trans, KPR yang diberikan dengan maksimum sebesar Rp. 50 juta dan jumlah kredit yang
disediakan minimum 20% disalurkan untuk usaha kecil dan kegiatan koperatif yang
produktif.
5. Paket Kebijakan Pemerintah Februari 1991
Inti kebijaksanaan ini meliputi beberapa aspek penting yang terdiri dari :
1. penyempurnaan persyaratan perizinan, kepemilikan dan kepengurusan bank,
yang meliputi beberapa aspek antara lain pemilik dan pengelola bank harus
memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan fungsinya untuk melindungi
kepentingan masyarakat sehingga kesehatan sebuah bank harus diupayakan
secara kontinuitas sejak berdiri, pembukaan kantor cabang atau perwakilan
dan penyertaan bank di luar negeri, pendirian kantor bank, dan persyaratan
pembukaan kantor BPR dan merger.
2. Ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian (prudential regulation)
yang meliputi permodalan bank, jaminan pemberian kredit, kredit untuk
pembelian saham dan pemilikan saham oleh bank, batas maksimum pemberian
kredit, kredit untuk pembelian saham dan pemilikan saham oleh bank, batas
maksimum pemberian kredit (BMPK) atau legal lending limit, dan garansi
bank.
c. Perkembangan jumlah bank dan kantor bank
Selama periode tahun 2004-2009 jumlah bank dan kantor bank termasuk bank perkreditan
rakyat mengalami peningkatan yang sangat pesat. Selama 6 tahun jumlah bank mengalami
pertumbuhan sebesar 92,48% atau menurun rata-rata -7,52% setiap tahun. Dalam tahun 2004
terdapat 133 bank, turun menjadi 123 pada tahun 2009. Selain itu selama 6 tahun terakhir
jumlah kantor bank mengalami pertumbuhan 157,456% atau meningkat rata-rata setiap tahun
57,45% yaitu dari 7.939 kantor bank pada tahun 2004 menjadi 12.500 kantor bank pada tahun
2009.
d. Perkembangan dana dan kredit bank
Dalam periode 2004-2009 tingkat pertumbuhan dana bank yang dihimpun dari masyarakat
jika dilihat menurut kelompok bank, dan jenis mata uang, maka tahun 2004 bank umum
swasta nasional devisa berhasil menghimpun dana lebih besar. Pada periode yang sama
jumlah kredit bank yang berhasil dikucurkan dari sector ekonomi paling besar didonimasi
oleh sektor industry, diikuti sektor jasa, dan yang terakhir adalah sektor pertanian.
E. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Perintisnya adalah Ahmad El Najjar. Sistem pertama yang dikembangkan
adalah mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian
laba / bagi hasil) pada tahun 1963. kemudian pada tahun ’70-an, telah berdiri setidaknya 9
bank yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada
usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan
membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Baru kemudian berdiri Islamic Development Bank pada tahun 1974 disponsori oleh negara-
negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, yang menyediakan jasa finansial
berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara anggotanya dan secara eksplisit
menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.
Kemudian setelah itu, secara berturut-turut berdirilah sejumlah bank berbasis Islam antara
lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic
Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979) Phillipine Amanah Bank (1973)
berdasarkan dekrit presiden, dan Muslim Pilgrims Savings Corporation (1983).
Di Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada tahun 1991 dengan berdirinya
Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa
pengusaha muslim. Bank Muamalat sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-
an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Kamudian, IDB memberikan
suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat
ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No.
10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih
spesifiknya pada Peraturn Pemerintah N0 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Rinsip
Bagi Hasil. Sampai saat ini, pada tahun 2007, terdapat setidaknya 3 institusi bank syariah di
Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.
Sementara bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia
(Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah
berkembang 104 BPR Syariah.
F. Kewenangan Pengaturan Dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
a. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu
kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan
pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi
pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin
pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan
bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-
kegiatan usaha tertentu.
b. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu
kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut
aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan
perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang
diinginkan masyarakat.
c. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu
kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan
langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung
(off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan
untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank
dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap
peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat
praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan
kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu
pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala
yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan
informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan
BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk
pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak,
pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat
menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan
tugas pemeriksaan.
d. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose
sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila
suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan
ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai
dengan asas perbankan yang sehat.
G. Sistem Pengawasan Bank Oleh Bank Indonesia
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem
pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan
kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based
supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti
mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk
menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI
akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
 Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan
kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan
pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan
untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut
prinsip-prinsip kehati-hatian.
 Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang
berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut
pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent
risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system).
Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif
dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank.
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai berikut :
A. Jenis-Jenis Risiko Bank :
a. Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty
memenuhi kewajibannya.
b. Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar
(adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat
merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
c. Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu
memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
d. Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya
ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan
manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank.
e. Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek
yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan
hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau
kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
f. Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif
yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
g. Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang
tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
h. Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang
berlaku.
H. Sistem Informasi Pelaporan Bank Kepada Bank Indonesia
1. Sistem informasi manajemen – Sektor Perbankan Bank Indonesia (SIM-SPBI)
SIMSPBI merupakan sistem informasi terpadu untuk mendukung tugas pengawasan,
pemeriksaan dan pengaturan perbankan BI.
Tujuan dari penerapan SIM-SPBI adalah :
 Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan pemeriksaan
bank;
 Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan tugas pengawasan
dan pemeriksaan bank.
 Mengoptimalkan Pengawas dan Pemeriksa Bank dalam menganalisa kondisi
bank sehingga dapat meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank;
 Memudahkan audit trail oleh pihak yang berkepentingan;
 Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi
SIM-SPBI terdiri dari 3 subsistem yakni :
a. Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS),
Merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi tugas-tugas
pengawasan, pemeriksaan dan penelitian bank umum. Melalui SIMWAS, pengawas
bank akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisa dan memperoleh informasi
mengenai kondisi keuangan bank (termasuk Tingkat Kesehatan Bank dan profil
risiko) secara cepat. Modul-modul yang tersedia antara lain modul Data Pokok Bank
dan modul Fit and Proper Test (FPT).
b. Sistem Informasi Bank dalam Investigasi (SIBADI),
Merupakan sistem informasi untuk meningkatkan tertib administrasi dan kemudahan
pemantauan tugas dalam rangka investigasi tindak pidana di bidang perbankan.
Melalui SIBADI, dapat dilakukan pemantauan terhadap perkembangan investigasi
atas dugaan tindak pidana yang diakukan oleh suatu bank sejak laporan
penyimpangan diterima, jadwal investigasi, langkah-langkah yang telah dilakukan
sampai dengan hasil akhir investigasi dimaksud.
c. Data Mart Data Pokok Bank,
Yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan kelembagaan, kepemilikan dan
kepengurusan, operasional dan strategi pengawasan yang diterapkan pada suatu bank
sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan informasi dalam rangka pengawasan dan
pembinaan bank.
2. Sistem Informasi Debitur (SID)
SID adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai debitur baik perorangan maupun
badan usaha, yang diolah berdasarkan laporan penyediaan dana yang diterima Bank
Indonesia dari Pelapor. SID dikembangkan dengan tujuan untuk membantu :
1. Bagi pemberi kredit, antara lain :
 Membantu dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan
pemberian kredit
 Mengurangi ketergantungan pemberi kredit kepada agunan
konvensional.Pemberi kredit dapat menilai reputasi kredit calon debitur
sebagai pengganti/pelengkap agunan.
2. Bagi penerima kredit, antara lain :
 Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan kredit
 Nasabah baru,khususnya yang tergolong sebagai UMKM,a kan mendapat
akses yang lebih luas kepada pemberi kredit dengan mengandalkan reputasi
keuangannya tanpa harus tergantung pada kemampuan untuk menyediakan
agunan.
3. Sistem Informasi Manajemn Pengawasan BPR (SIMWAS BPR)
SIMWAS-BPR merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
sistem pengawasan BPR. Melalui SIMWAS, pengawas BPR akan mampu mengoptimalkan
kegiatan analisis terhadap kondisi BPR, mempercepat diperolehnya informasi kondisi
keuangan BPR (termasuk Tingkat Kesehatan BPR), meningkatkan keamanan dan integritas
data serta informasi perbankan. Modul-modul yang tersedia dalam aplikasi SIMWAS BPR
antara lain modul perizinan pendirian BPR, data pokok BPR, Tingkat Kesehatan BPR, status
BPR, cabut izin usaha dan likuidasi BPR.
H. Tujuan Pengaturan Dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan
Indonesia sebagai:
a. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan
penyalur dana.
b. Pelaksana kebijakan moneter;
c. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta
pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara
menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat
dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
a. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
b. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
c. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten
ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip
kehati-hatian.

A. KESIMPULAN
Bank merupakan suatu lembaga perantara bagi pihak yang memiliki kelebihan dana dengan
pihak yang kekurangan dana. Bank menerima simpanan dana dari pihak-pihak yang memiliki
kelebihan dana (misalnya dalam bentuk tabungan dan deposito) dan menyalurkannya kepada
pihak yang memerlukan dana dalam bentuk pinjaman. Perbankan di Indonesia dalam
melakukan aktivitas bisnisnya yaitu dalam memenuhi fungsi dasarnya masih mengalami
berbagai permasalahan yang mendasar yang masih terjadi hingga saat ini. Berdasarkan fungsi
dasarnya sebagai penghimpun dan penyalur dana, maka bank akan selalu berkepentingan
dengan pihak-pihak yang kelebihan dana dan juga pihak-pihak yang kekurangan atau
membutuhkan dana, atau sering disebut dengan kreditur.
Kinerja perbankan dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat dalam menyimpan uang mereka
pada bank. Perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan mulai dari praderegulasi
sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan sesusai dengan jenis, kepemilikkan,
kegiatan usaha, pembentukkan uang giral serta sistem organisasi nya. Lembaga keuangan
dibagi menjadi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang masing-
masing memiliki tugas dan fungsi nya sendiri-sendiri. Dan untuk menciptakan perbankan
yang sehat, kuat dan efisien maka diperlukan Arsitektur Perbankan Indonesia.
SUMBER REFERENSI : https://banyak-infoku.blogspot.com/2016/05/makalah-sistem-
perbankan-di-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai