Anda di halaman 1dari 4

TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DENGAN HERBISIDA PERSISTENSI RENDAH

PADA TANAMAN PADI

Noeriwan B. Soerjandono1

G ulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi


tanaman padi. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat
dibanding tanaman pokok (Gupta 1984). Pada tanaman padi,
Dengan demikian, herbisida yang terserap tanaman padi juga
rendah sehingga hasil padi aman dikonsumsi.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efek-
biaya pengendalian gulma mencapai 50% dari biaya total
tivitas pemakaian herbisida terhadap pertumbuhan gulma
produksi (IRRI 1992).
dan hasil padi. Herbisida yang diaplikasikan merupakan
Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kelompok herbisida persistensi rendah yang lama aktivitas
berkaitan dengan kultur teknis. Spesies gulma yang tumbuh biologinya dalam tanah pendek.
bergantung pada pengairan, pemupukan, pengolahan tanah,
dan cara pengendalian gulma (Noor dan Pane 2002).
BAHAN DAN METODE
Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan
untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang ter-
Percobaan dilaksanakan di lahan petani dengan jenis tanah
batas, seperti cahaya, hara, dan air. Tingkat persaingan ber-
Vertisols di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah,
gantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan
pada MK 2001. Bahan yang digunakan meliputi herbisida
gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur
dari golongan fenoksi yaitu 2,4 D dimetil amina dan kalium
tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko et al. 2002).
MCPA, herbisida dari golongan isoksazolidin yaitu clomazon,
Di tingkat petani, kehilangan hasil padi karena per- benih padi IR64, serta pupuk urea, SP-36, dan KCl. Alat yang
saingan dengan gulma mencapai 10-15%. Karena terbatasnya dipakai adalah meteran gulung, cangkul, pengukur kadar air,
tenaga kerja untuk menyiang, dalam mengendalikan gulma timbangan manual dan elektrik, serta alat semprot (knapsack
petani mulai beralih dari penyiangan secara manual ke sprayer) dengan kapasitas 17 l.
pemakaian herbisida (Pane et al. 1999). Selain itu, peng-
Percobaan diawali dengan membuat persemaian 21 hari
gunaan herbisida lebih ekonomis dan efektif mengendalikan
sebelum tanam. Pengolahan tanah dilakukan setelah petak
gulma dibanding cara lain, terutama pada hamparan yang
percobaan dibuat. Petak percobaan berukuran 5 m x 6 m.
luas. (Caseley 1994; Moody 1994; Heong dan Escalada 1995).
Tanah diolah dengan cara dibalik sekali dan diratakan. Jumlah
Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan atau
petakan setiap ulangan adalah lima petak. Penanaman dilaku-
mengurangi populasi gulma sehingga penurunan hasil secara
kan secara tanam pindah dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm
ekonomis menjadi tidak berarti (Mulyono et al. 2003).
setelah bibit padi berumur 21 hari setelah sebar (HSS).
Clomazon, kalium MCPA, dan 2,4 D dimetil amina me-
Perlakuan pengendalian gulma yang dicobakan adalah:
rupakan herbisida dengan persistensi rendah. Menurut
(W1) tanpa disiang; (W2) disiang manual dua kali pada 21
Jatmiko et al. (2002), persistensi adalah lamanya aktivitas
dan 42 hari setelah tanam (HST); (W3) clomazon 2 l/ha pada
biologi herbisida dalam tanah yang merupakan akibat dari
3 HST; (W4) kalium MCPA 1,5 l/ha pada 10 HST; dan (W5)
penyerapan, volatilisasi, pencucian, dan degradasi biologi
2,4 D dimetil amina 1 l/ha pada 14 HST. Penentuan dosis
ataupun nonbiologi. Pada umumnya persistensi herbisida di
herbisida dilakukan sebagai berikut:
dalam tanah lebih pendek daripada insektisida dan bervariasi
dari beberapa minggu hingga beberapa tahun, bergantung Contoh perlakuan W3: clomazon 2 l/ha.
pada struktur dan sifat tanah serta kandungan air di dalam Ukuran plot: 5 m x 6 m = 30 m2
tanah. Herbisida persistensi rendah menandakan lamanya Luas 1 ha = 10.000 m2
aktivitas biologi herbisida dalam tanah termasuk rendah. Produk 2 l = 2.000 ml
Dosis herbisida tiap petak:
(30/10.000) x 2.000 = 6 ml/petak
1
Teknisi Litkayasa Pelaksana pada Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan
Pertanian, Jakenan, Jalan Raya Jakenan-Jaken km 5, Pati, Telp. (0295) Apabila dosis rekomendasi herbisida clomazon adalah
385215 2 ml/l air, maka kebutuhan air untuk dosis 6 ml adalah 3 l,

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005 5


sedangkan kebutuhan air tiap hektar adalah 1.000 l. Cara Contoh gulma kemudian dibawa ke tempat yang teduh
penghitungan ini berlaku pula untuk perlakuan lainnya. dan tertutup agar pada saat identifikasi contoh gulma tidak
beterbangan. Contoh gulma dipisahkan menurut spesiesnya
Perlakuan W1 dan W2 merupakan perlakuan pem-
kemudian diidentifikasi jenisnya dengan menggunakan buku
banding. Penyemprotan dilakukan sesuai perlakuan pada
klasifikasi gulma. Setiap spesies gulma dibungkus dengan
saat cuaca cerah serta tidak melawan arah angin. Nozel yang
kertas dan diberi label menurut perlakuannya. Contoh gulma
digunakan berbentuk kipas dengan lebar 1,10 m.
kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama
Pada saat tanaman berumur 21 dan 42 HST, khusus untuk 24 jam. Selanjutnya contoh gulma ditimbang untuk me-
perlakuan W2 dilakukan penyiangan gulma di seluruh petak- ngetahui bobot keringnya. Cara yang sama pengambilan
an. Penyiangan dilakukan secara manual menggunakan contoh gulma pada umur 60 HST demikian pula pelaksanaan-
tenaga manusia, yaitu dengan mencabuti rumput atau gulma nya. Parameter tanaman yang diamati adalah persentase
yang tumbuh dalam petakan sampai bersih. gabah isi, bobot gabah 1.000 butir pada KA 14%, dan hasil
Pupuk yang digunakan adalah urea, KCl, dan SP-36 gabah kering bersih (t/ha).
masing-masing dengan takaran 112,5 kg N/ha, 45 kg P2O5/ha,
dan 90 kg K 2O/ha. Urea dan KCl diberikan dua kali, yaitu HASIL DAN PEMBAHASAN
1/2 takaran pada 7 HST dan 1/2 takaran setelah tanaman
berumur 46 HST. Pupuk SP-36 diberikan sekali yaitu pada saat Jenis Gulma
sebelum atau awal tanam.
Berdasarkan pengamatan, gulma yang tumbuh di lahan per-
Pengamatan untuk tinggi tanaman dan jumlah anakan
cobaan adalah Marselia crenata, Paspalum distichum,
dilakukan pada 30 dan 60 HST bersamaan dengan pengambil-
Fimbritylis milliacea, Echinochloa colona, Learsia
an contoh gulma. Setiap petak diamati 10 rumpun tanaman
hexandra, Cyperus diformis, Ludwigia abisinica, Cynodon
contoh. Untuk mengendalikan hama dan penyakit digunakan
dactilon, Ludwigia adcendens, Leptochloa chinensis,
insektisida berbahan aktif sipermetrin dan difekonazol.
Cyperus tenuispica, Cyperus sanguinolentus, Ludwigia
Pengambilan contoh gulma dilakukan dengan menem- perenis, Lindernia crustaceae, Echinochloa crusgali,
patkan kotak-kotak kecil pada sudut-sudut petakan sehingga Lindernia antipoda, Elatine triandra, Ludwigia octovalvis,
membentuk suatu diagonal. Kotak berukuran 0,5 m x 0,5 m, Ludwigia adcendens, Echinochloa glabrescens, Cyperus
terbuat dari bambu yang diikat dengan tali sehingga mem- iria, Cyanotis axilaris, dan Lindernia bacopa. Gulma yang
bentuk sebuah bujur sangkar. Jumlah kotak masing-masing dominan pada umur 30 HST adalah M. crenata, P. distichum,
petak adalah empat buah, yakni dua kotak untuk mengambil dan F. milliacea, sedangkan pada umur 60 HST adalah E.
contoh gulma pada 30 HST dan dua kotak lainnya pada 60 crusgali, E. glabrescens, dan M. crenata.
HST (Gambar 1).
Gulma F. milliacea, L. perenis, E. triandra, dan C.
X
axilaris tidak tampak pada 60 HST. Hal ini diduga karena
s
adanya penyerapan unsur hara dalam jumlah besar oleh
Y Y tanaman padi dan gulma yang dominan sehingga menekan
pertumbuhan gulma lainnya. Gulma yang tumbuh hampir pada
semua petak percobaan adalah M. crenata, terutama sebelum
tanaman padi berumur 30 HST.

5 m E. crusgalli merupakan gulma dominan pada umur 60


HST, namun pengaruhnya terhadap perlakuan W3, W4, dan
W5 sangat kecil. Ini tampak dari hasil gabah yang hampir
sama dengan perlakuan disiang dua kali (W2).
Y Y
Pertumbuhan Tanaman Padi
t
Tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi antara
6 m
s
s

perlakuan satu dengan lainnya tidak berbeda jauh, baik


Keterangan: X = luas petakan, Y = kotak contoh gulma
pada umur 30 HST maupun 60 HST (Tabel 1). Hal ini me-
Gambar 1. Posisi kotak contoh untuk pengambilan gulma nunjukkan bahwa penggunaan herbisida persistensi rendah

6 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005


tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama pada kritis terjadi pada umur 30-45 HST. Menurut Moody (1977),
fase vegetatif. waktu persaingan gulma yang paling kritis pada tanaman
terjadi pada periode 1/4 sampai 1/3 pertama dari siklus hidup
tanaman. Gulma yang tumbuh setelah periode ini tidak akan
Hasil Padi
menyebabkan kehilangan hasil yang nyata pada tanaman
Perlakuan W2 (disiang dua kali) menghasilkan gabah paling pokok.
tinggi (6,35 t/ha) dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 2). Lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah ber-
Perlakuan W1 (tanpa disiang) menghasilkan gabah paling langsung sekitar satu bulan. Dengan persistensi yang
rendah (4,50 t/ha). Hal ini membuktikan bahwa perlakuan W1 rendah, herbisida yang terserap oleh tanaman padi diharap-
(tanpa disiang) bukan merupakan pilihan yang tepat dalam kan akan rendah pula atau dapat diminimalkan, sehingga
budi daya padi. Perbedaan hasil yang tidak terlalu mencolok kandungan herbisida dalam gabah tidak membahayakan
antara perlakuan disiang dengan herbisida (W3, W4, dan W5) kesehatan manusia. Oleh karena itu, penggunaan herbisida
dengan disiang manual dua kali (W2) menunjukkan bahwa persistensi rendah merupakan alternatif yang baik dalam
pengendalian gulma menggunakan tiga jenis herbisida ini pengendalian gulma, tetapi perlu memperhatikan keamanan
mampu menggantikan pengendalian gulma dengan cara lingkungan.
disiang dua kali.
Herbisida kalium MCPA yang disemprotkan pada umur
KESIMPULAN
10 HST sangat efektif. Hal ini diduga karena aplikasi herbisida
dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada periode per-
Dari 23 jenis gulma yang tumbuh di pertanaman padi, terdapat
saingan pemanfaatan unsur hara, cahaya, dan air antara
tiga jenis gulma yang dominan pada umur 30 HST yaitu M.
tanaman padi dengan gulma. Periode persaingan ini disebut
crenata, P. distichum, dan F. milliacea. Pada 60 HST, jenis
dengan periode kritis tanaman. Pada tanaman padi, periode
gulma yang dominan adalah E. crusgali, E. glabrescens, dan
M. crenata.
Tabel 1. Tinggi tanaman dan jumlah anakan tiap rumpun padi varietas Pengendalian gulma dengan cara disiang dua kali meng-
IR64 pada umur 30 dan 60 HST pada berbagai perlakuan hasilkan gabah kering panen tertinggi (6,35 t/ha), sedangkan
pengendalian gulma, Kecamatan Gabus, Pati MK 2001
hasil terendah (4,5 t/ha) diperoleh dari perlakuan tanpa pe-
Tinggi tanaman Jumlah anakan
nyiangan. Pengendalian gulma dengan herbisida persistensi
Perlakuan (cm) tiap rumpun
rendah menghasilkan gabah kering bersih tidak berbeda jauh
30 HST 60 HST 30 HST 60 HST
dengan perlakuan disiang dua kali. Namun pengendalian
W1 (tanpa disiang) 87,08 60,54 15 14
gulma dengan herbisida persistensi rendah perlu memper-
W2 (disiang dua kali) 82,38 56,67 15 15
W3 (clomazon 2 l/ha 86,58 59,58 16 17
hatikan keamanan lingkungan.
pada 3 HST)
W4 (MCPA 1,5 l/ha 86,17 58,63 16 15
pada 10 HST) UCAPAN TERIMA KASIH
W5 (2,4 D 1 l/ha 81,79 57,25 16 15
pada 14 HST) Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Johari Sasa,
HST = hari setelah tanam MS, Ir. Sigit Yuli Jatmiko, dan Ir. Mulyadi atas bimbingannya
dalam penulisan makalah ini.
Tabel 2. Komponen hasil dan hasil padi varietas IR64 pada berbagai
perlakuan pengendalian gulma dengan herbisida, Kecamat-
an Gabus, Pati, MK 2001 DAFTAR PUSTAKA
Bobot gabah
Gabah Caseley, J.C. 1994. Herbicide. p. 83-123. In R. Labrada, J.C. Caseley,
Perlakuan 1.000 butir Hasil
isi and C. Parker (Eds.). Weed Management for Developing
KA 14% (t/ha)
(%) Countries. FAO Plant Production and Protection. Paper
(g)
No. 120. FAO, Rome.
W1 (tanpa disiang) 78,7 23,4 4,50
W2 (disiang dua kali) 72,7 23,3 6,35 Gupta, O.P. 1984. Scientific Management. Today and Tomorrows.
W3 (clomazon 2 l/ha pada 3 HST) 76,4 24,2 5,30 Printers and Pub. New Delhi, India. p. 102.
W4 (MCPA 1,5 l/ha pada 10 HST) 75,4 24,5 5,64
Heong, K.L. and M.M. Escalada. 1995. A comparative analysis of
W5 (2,4 D 1 l/ha pada 14 HST) 69,4 24,5 4,84
pest management practices of rice farmer in Asia. p. 227-245.

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005 7


In K.L. Heong and M.M. Escalada (Eds.). Pest Management Mulyono, S., H. Pane., S. Wahyuni, dan Noeriwan B.S. 2003.
of Rice Farmers in Asia. International Rice Research Institute, Aplikasi herbisida residu rendah dalam pengendalian gulma
Los Banos, Philippines. padi walik jerami pada penyiapan lahan yang berbeda. hlm.
317-327. Dalam S. Agus, S.Y. Jatmiko, dan I.J. Sasa (Ed.).
IRRI. 1992. Gogorancah: a Farmer’s Dry Seeded Rice Practice in
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan
Indonesia. Survey Report, Collaborated CRIFC-IRRI, Bogor
dan Produk Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
and Los Banos.
Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Jatmiko, S.Y., Harsanti S., Sarwoto, dan A.N. Ardiwinata. 2002.
Noor, E.S. dan H. Pane. 2002. Pengelolaan gulma pada sistem usaha
Apakah herbisida yang digunakan cukup aman? hlm. 337-348.
tani berbasis padi di lahan sawah tadah hujan. hlm. 321-335.
Dalam J. Soejitno, I.J. Sasa, dan Hermanto (Ed.). Prosiding
Dalam J. Soejitno, I.J. Sasa, dan Hermanto (Ed.). Prosiding
Seminar Nasional Membangun Sistem Produksi Tanaman
Seminar Nasional Membangun Sistem Produksi Tanaman
Pangan Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pangan Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Moody, K. 1977. Weed Control in Multiple Cropping. Multiple
Pane, H., P. Bangun, dan S.Y. Jatmiko. 1999. Pengelolaan gulma
Cropping Source Book. National Food and Agriculture Council,
pada pertanaman padi gogorancah dan walik jerami di lahan
Department of Agriculture, University of Phlippines, Los
sawah tadah hujan. hlm. 321-334. Dalam S. Partohardjono, J.
Banos, Philippines. p. 69-76.
Soejitno, dan Hermanto (Ed.). Risalah Seminar Hasil
Moody, K. 1994. Weed management in rice. p. 249-256. In R. Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan
Labrada, J.C. Caseley, and C. Parker (Eds.). Weed Management Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan
for Developing Countres. FAO Plant Production and Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Protection. Paper No. 120. FAO, Rome.

8 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005

Anda mungkin juga menyukai