Anda di halaman 1dari 10

Manifestasi Klinis Infeksi Chlamydia Trachomatis

(Clinical Manifestations of Chlamydia Trachomatis infection)


Indah Sari Listiana Dewi, Jusuf Barakbah

Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Soetomo

Surabaya

ABSTRAK

Latar Belakang: Chlamydia trachomatis (CT) adalah parasit obligat intraselular,


mempunyai DNA, RNA, Ribosom dan dinding sel yang menyerupai bakteri gram negatif. CT
dapat menginfeksi permukaan mukosa, termasuk urethra, endocervix, faring dan rektum. CT
pada pria dan wanita akan memberikan gambaran klinis yang bermacam-macam hingga
menimbulkan komplikasi. Tujuan: Memberikan pengetahuan tentang manifestasi klinis yang
terjadi pada infeksi Chlamydia trachomatis. Telaah Kepustakaan: Sekitar 85-90% infeksi
CT adalah asimtomatis. Infeksi yang asimtomatis bisa menetap sampai beberapa bulan.
Manifestasi klinis yang sering didapatkan pada wanita adalah urethritis, servisitis, dan juga
bisa menyebabkan infeksi saluran kelamin atas (endometritis, salpingitis atau penyakit radang
panggul), perihepatitis. Infeksi CT pada kehamilam dapat ditularkan ke bayi baru lahir
melalui proses persalinan, yang akan menyebabkan konjungtivitis dan nasofaringitis. Pada
pria manifestasinya adalah urethritis, epididimitis, proctitis dan reactive arthritis.
Kesimpulan: Perjalanan infeksi CT hingga timbulnya manifestasi klinis sangat menentukan
diagnosa agar dapat menentukan penanganan. Pencegahan terhadap infeksi CT dapat
dilakukan agar dapat menurunkan prevalensi infeksi tersebut.

Kata kunci: Chlamydia trachomatis, manifestasi klinis, Perihepatitis, Reactive arthritis

ABSTRACT

Background: Chlamydia trachomatis (CT) is obligate intracellular parasite, has DNA, RNA,
cell wall appearance similiar to bacteri gram negative. CT can infect mucosal surfaces,
including the urethra, endocervix, pharynx, and rectum. CT in men and women varies in
clinical manifestation to cause complication. Purpose: To provide knowledge clinical
manifestation in CT infection. Review: As many as 85 to 90 percent of CT infections are
asymptomatic. Asymptomatic infections can persist for several months. Clinical
manifestation in women include urethritis, cervicitis and upper genital tract infection
(endometritis, salpingitis, or pelvic inflammatory disease), perihepatitis. CT infection during
pregnancy may be transmitted to new born baby during delivery, that cause conjunctivitis and
nasopharyngitis. While in men, clinical manifestations is urethritis, epididimitis, proctitis and
reactive arthritis. Conclusion: The course of infection to clinical manifestation is what
determine the diagnosis and hence the treatment. Prevention towards CT infection is needed
to reduce its prevalence.

Key words: Chlamydia trachomatis, clinic manifestation, Perihepatitis, Reactive arthritis

Alamat korespondensi: Indah Sari Listiana Dewi, Departemen /Staf Medik Fungsional Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soetomo, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 6-8 Surabaya 60131,
Indonesia. Telepon: (031) 5501609, e-mail: indahsharie@gmail.com

PENDAHULUAN

Chlamydia trachomatis adalah bakteri gram negatif intraselular. Bakteri ini


merupakan penyebab tersering dari penyakit menular seksual yang dilaporkan di dunia saat
ini.1 Diagnosis awal sangat penting dilakukan karena pada kebanyakan pasien, bakteri ini
tidak memberikan gejala.

Menurut World Health Organization, ada 90 juta kasus terdeteksi infeksi Chlamydia
setiap tahunnya.2 Di Amerika dilaporkan lebih dari 3 juta kasus baru setiap tahunnya, dimana
70-90% asimtomatis.3 Karena tingginya tingkat infeksi yang asimtomatis, prevalensi infeksi
sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.4

Chlamydia trachomatis dapat menginfeksi permukaan mukosa, termasuk urethra,


endocervix, faring dan rektum. Pada pria akan menyebabkan timbulnya urethritis,
epididimitis, sedangkan pada wanita akan timbul terjadinya urethritis, servisitis. Jika gejala
ini tidak diobati, akan berkembang menjadi komplikasi, naiknya penyebaran intraluminal
pada organisme ini akan menimbulkan terjadinya penyakit radang panggul, kehamilan
ektopik hingga terjadinya infertilitas.7

Infeksi Chlamydia trachomatis juga didapatkan pada bayi baru lahir. Infeksi
Chlamydia selama kehamilan dapat ditularkan ke bayi selama proses persalinan. Bayi yang
lahir dari ibu yang positif servisitis Chlamydia akan terkena konjungtivitis, dan bayi dengan
infeksi Chlamydia konjungtivitis juga akan terkena infeksi nasofaringitis.8

TELAAH KEPUSTAKAAN

Chlamydia trachomatis adalah parasit obligat intraselular, mempunyai DNA, RNA,


ribosom dan dinding sel yang menyerupai bakteri gram negatif.12 Dalam perkembangannya
Chlamydia trachomatis mengalami 2 fase, yaitu :

Fase 1 : Disebut fase noninfeksiosa, terjadi keadaan laten yang dapat ditemukan pada
genetalia maupun konjungtiva. Pada saat ini kuman sifatnya intraselular dan berada di
dalam vakuol yang letaknya melekat pada inti sel hospes, disebut badan inklusi.

Fase 2 : Fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk badan elementer yang
dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes yang baru.13

Spesies Chlamydia trachomatis berisi serologikal varian yang berbeda (sampai


dengan 18) yang dikenal sebagai serovars. Serovar A, B, Ba dan C menyebabkan okular
trakoma, menginfeksi epitel konjungtiva dan menyebabkan infeksi okular yang dapat
berkembang ke trakoma, ini adalah penyebab utama kebutaan di negara-negara berkembang.
Serovar L1, L2, L3 dikaitkan dengan lymphogranuloma venereum (LGV). Serovar D-K
menginfeksi epitel genital dan menyebabkan infeksi saluran urogenital, pada pria didapatkan
urethritis dan epididimitis. Pada wanita didapatkan cervisitis dan urethritis.9

Chlamydia dibedakan dari organisme yang lain berdasarkan siklus pertumbuhannya


yang unik. Siklus pertumbuhannya diawali dengan perlekatan dan penetrasi pada hospes yang
cocok. Perlekatan Chlamydia trachomatis pada hospes yang sesuai rupanya dimediasi oleh
molekul seperti heparin sulfate yang bekerja sebagai jembatan antara sisi pada sel hospes
yang sesuai dan sisi pada tubuh dari organisme. Perlekatan pada sisi spesifik sel hospes yang
cocok rupanya memicu proses endositosis. Badan Elementer (BE) relatif resisten pada
lingkungan ekstraseluler, tetapi tidak pada metabolit aktifnya. Partikel ini berubah menjadi
metabolit aktif dan terbagi menjadi bentuk yang disebut Badan Retikuler (BR) dalam waktu
6-8 jam setelah masuk ke dalam sel hospes. BE mempunyai diameter kurang lebih 350nm
dan mempunyai elektron dense center, BR mempunyai diameter 1 µm dan tidak mempunyai
elektron dense.3,15 Setelah mencapai stadium BR, Chlamydia mensintesis makromolekul
RNA, DNA, dan protein menggunakan prekusor dari sel hospes. Glikogen ditumpuk dan
tampak sebagai inklusi pada Chlamydia trachomatis, dan mencapai level untuk dapat
dideteksi dengan pewarnaan iodine setelah 30-48 jam pacsainfeksi. BR membelah diri
melalui fusi biner dalam waktu kurang lebih 8-18 atau 24 jam setelah masuk hospes. Ini
merupakan tahap terbesar dalam aktivitas metabolik. Saat ini organisme paling sensitif
terhadap penghambatan sintesis dinding sel dan hambatan terhadap aktivitas metabolik
bakteri. Setelah 18-24 jam setelah masuk, beberapa BR berubah menjadi BE kecil yang
infeksius. Dalam waktu 18 atau 24 jam, jumlah BE meningkat dan bentuk ini mendominasi,
meskipun kedua bentuk ini BR dan BE ditemukan sebagai inklusi.3,15

Gambar 2.1. Siklus hidup Chlamydia Trachomatis10

Siklus yang mengambil alih menjadi fagosom, dimana terjadi peningkatan ukuran. Di sini
disadari bahwa transpor molekul selama siklus metabolik melewati membran fagosom dan
ATP masuk ke dalam inklusi dan mengeksresikan ATP. Selama BE multiplikasi, disana ada
traffic aktif dari lipid aparatus golgi ke dalam inklusi. Pada suatu saat, setelah 48-72 jam sel
menjadi ruptur, dan mengeluarkan BE yang infeksius. Di luar sel hospes BE tidak stabil.
Sebagai bagian dari siklus pertumbuhannya yang unik, Chlamydia muncul untuk berkembang
menjadi 2 bentuk compact, dimana BE stabil saat berada dilingkungan intraseluler dan
bertanggung jawab terhadap proses transmisi sel ke sel dan hospes dengan hospes, sedangkan
BR merupakan bentuk yang sangat labil yang mewakili metabolit aktif dan bentuk vegetatif
yang tidak infeksius dan tidak dapat bertahan di luar sel hospes.3,15
Usia muda (kurang dari 20 tahun) adalah faktor yang paling kuat terkait dengan
infeksi Chlamydia. Prevalensi infeksi Chlamydia meningkat pada sosial ekonomi yang
rendah.9 Beberapa faktor resiko lain adalah pasangan seksual yang baru atau multiple.
Penggunaan kontrasepsi yang tidak konsisten, pekerja seks komersial dan status pendidikan
yang rendah.4

Sejauh ini 85-90% infeksi Chlamydia trachomatis pada pria dan wanita adalah
asimtomatis. Infeksi yang asimtomatis bisa menetap sampai beberapa bulan. Disamping
beberapa gejala yang ada, paling tidak satu dari tiga wanita mempunyai tanda lokal infeksi
pada pemeriksaan. Dua terbanyak yang dilaporkan adalah mucopurulent discharge dari
servik dan hypertrophic cervical ectopy. Tanda dan gejala pada pria termasuk urethral
discharge mucopurulent atau purulent, dysuria, atau urethral pruritus.8

Manifestasi klinis infeksi Chlamydia trachomatis pada wanita adalah sindroma


urethritis, bartholinitis, cervisitis, infeksi saluran kelamin atas (endometritis, salpingo-
oophoritis, atau penyakit radang panggul), perihepatitis (Fitz-Hugh-Curtis syndrome), dan
reactive arthritis. Gejala berdasarkan daerah infeksi yang terkena. Infeksi pada urethra dan
saluran kelamin bagian bawah akan menyebabkan dysuria, keputihan yang abnormal yang
dapat menyebar ke urethra dan kandung kemih mengakibatkan sindrom urethra akut, atau ke
endometrium dan tuba fallopi memproduksi enometritis atau salpingitis.19 infeksi pada
saluran kelamin bagian atas (endometritis, atau salpingitis) akan bermanifestasi seperti
perdarahan uterus yang tidak teratur dan rasa tidak nyaman pada perut atau pelvis.8 Pada
wanita, infeksi Chlamydia yang tidak diobati akan menyebabkan komplikasi reproduktif yang
berat, dapat berkembang menjadi penyakit radang panggul atau dapat menyebabkan jaringan
parut dan disfungsi dari sistem transportasi saluran telur, yang dapat mengakibatkan
infertilitas, kehamilan ektopik. Penyebaran infeksi intraperitonial dapat menyebabkan
perihepatitis (Fitz-Hugh-Curtis syndrome) atau peradangan pada kapsul hati, ditandai dengan
pleuritis bagian tepi pada kuadran kanan atas, demam, mual atau muntah dan gejala
salpingitis yang dapat muncul atau tidak pada pemeriksaan fisik dan dihubungkan dengan
gejala dan tanda dari penyakit radang panggul. Infeksi Chlamydia selama kehamilan
dikaitkan dengan sejumlah efek samping yang merugikan kehamilan yaitu persalinan
prematur, ketuban pecah dini, berat badan lahir rendah, kematian neonatus, dan postpartum
endometritis.8
Infeksi Chlamydia selama kehamilan dapat ditularkan ke bayi baru lahir selama
proses persalinan. Sekitar 30-50% bayi yang lahir dari ibu yang positif servisitis Chlamydia
akan terkena konjungtivitis yang terjadi dalam 3 minggu pertama kehidupan dan paling tidak
50% bayi dengan infeksi Chlamydia konjungtivitis juga akan terkena pneumonia yang terjadi
dalam 3 bulan pertama kehidupan.8

Pada Pria, manifestasi klinis yang paling sering dari infeksi Chlamydia trachomatis
adalah nongonococcal urethritis. Gejala nongonococcal urethritis dapat berkembang setelah
masa inkubasi 7-21 hari. Sindroma klinis lain pada pria adalah epididimitis akut, proctitis
akut, konjungtivitis, dan sindroma Reiter’s.8 Sindroma Reiter’s atau Reactive arthritis
didefinisikan sebagai peradangan sendi yang dipicu oleh infeksi bakteri ekstra-artikular.
Gejala trias klasik dari Reiters syndrome terdiri dari arthritis, urethritis, konjungtivitis dan lesi
mukokutaneus yang khas. Periode laten dari infeksi sampai timbulnya gejala bisa sampai
beberapa hari hingga 6 minggu. Pola khas dari Reactive arthritis adalah asimetris, mono atau
oligoarthritis, terutama pada ekstremitas bagian bawah seperti lutut, pergelangan kaki dan
kaki. Reactive arthritis dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Nyeri sendi, gejala konstitusional ringan seperti demam, penurunan berat badan dan malaise,
dan manifestasi ekstra artikular lainnya biasanya sembuh dalam waktu 2 sampai 3 bulan. Jika
gejala berlangsung selama lebih dari 6 bulan, maka kondisi ini diklasifikasikan sebagai
Reactive arthritis kronis.

Limfogranuloma venereum (LGV) tertular melalui kontak langsung dengan sekresi


infeksius, biasanya melalui hubungan seksual tak terlindungi, baik oral, vaginal ataupun anal.
LGV dapat terjadi pada pria, wanita dan homoseksual. Manifestasi klinis dari LGV dapat
dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

Tahap Primer : 3-30 hari setelah infeksi, muncul papula eritematus 5-8 mm tidak nyeri atau
ulkus herpetiformis kecil pada lokasi inokulasi. Pada pria, lesi biasanya pada sulkus
koronaria, preputium, atau glans penis; dan pada wanita pada dinding posterior vagina, vulva,
atau terkadang pada serviks. Lesi primer hanya sementara, sering sembuh dalam beberapa
hari dan dapat tak diketahui.

Tahap Sekunder : Sindroma Genital (SG) Akut atau sindroma inguinal bercirikan adanya
keterlibatan KGB inguinal dan /atau femoral dan sering muncul pada pria. Awalnya, kulit
diatas KGB yang terkena menjadi eritematus dan indurasi. Kemudian setelah 1-2 minggu,
KGB membesar dan menyatu membentuk massa padat dan lunak (bubo), yang dapat pecah
dan mengalir keluar kulit, membentuk sinus. Pembesaran nodul pada ligamen inguinal,
“tanda groove”, merupakan tanda patognomonis LGV. Pada wanita, limfadenitis inguinal
jarang terjadi karena aliran limfatik vagina dan serviks di dalam pelvis/KGB retroperitonial.
Bila KGB ini terlibat, nyeri abdomen atau punggung bawah muncul saat posisi terlentang dan
adhesi pelvis dapat terjadi. Sindroma Anorektal (SAr) akut bercirikan keterlibatan KGB
perirektal, proktitis hemoragik akut, dan adanya gejala sistemik. Ini sering terjadi pada wanita
dan pria homoseksual yang pelaku seks anal. Sumber utama penyebaran rektal pada wanita
adalah aliran limfe internal pada 2/3 bawah vagina. Pasien dapat merasa pruritus anal,
discharge darah pada rektal, tenesmus, diare, konstipasi, dan nyeri abdomen bawah.14

Tahap Tersier : tahap kronis atau komplikasi akhir dari LGV yang tidak diterapi. LGV genital
bisa menimbulkan ulkus luas yang kronis pada genitalia eksterna dan obstruksi limfatik
dengan elephantiasis genital.LGV kolorektal dapat menyebabkan striktur, fistula, dan abses
perirektal.14

PEMBAHASAN

Chlamydia trachomatis (CT) adalah parasit obligat intraselular, mempunyai DNA,


RNA, Ribosom dan dinding sel yang menyerupai bakteri gram negatif. CT dapat menginfeksi
permukaan mukosa, termasuk urethra, endocervix, faring dan rektum. CT pada pria dan
wanita akan memberikan gambaran klinis yang bermacam-macam hingga menimbulkan
komplikasi. CT dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain selama hubungan seks, juga
dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya selama persalinan. Bayi yang
tertular akan mengalami peradangan paru (pneumonia) atau mata (konjungtivitis).

Host Chlamydia adalah anak usia muda (remaja) yang bisa menyerang laki-laki
maupun perempuan yang kehidupan sosialnya selalu berganti-ganti pasangan yang dapat
menyebabkan tertularnya penyakit kelamin tersebut. Lingkungan sosial sangat berpengaruh,
perubahan demografik seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat tinggi, pergerakan
masyarakat yang meningkat akibat pekerjaan dan kemajuan sosial ekonomi. Akibat
perubahan demografik tersebut maka terjadi pergeseran nilai moral dan agama pada
masyarakat. Selain itu, budaya juga dapat berpengaruh, salah satu budaya bebas yang salah
dianut adalah seks bebas.

Chlamydia merupakan salah satu jenis penyakit yang ditimbulkan akibat perilaku seks
bebas sehingga penularannya sangat mudah untuk dilakukan lewat hubungan seksual seperti
vagina, oral dan anal. Chlamydia ini tidak memandang gender, bisa menyerang pria juga
wanita. CT bisa menyebabkan gangguan pada saluran air seni, leher rahim, dan mata.

Masa inkubasi adalah 7-12 hari. Masa klinis Chlamydia sampai muncul gejala adalah
1-3 minggu lebih lama daripada gonore. Sekitar 25% pria dan sebagian besar wanita bersifat
asimtomatis. Masa laten timbul 2-14 hari setelah terinfeksi. Jika sudah demikian penderita
bisa mengidap penyakit ini selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun tanpa
mengetahuinya.

Pada pria, uretritis ditandai sekret yang jumlahnya sedikit, berair (mukus) dari uretra.
Gejala lain adalah nyeri dan disuria. Pada wanita, ada disuria, polakisuria dan leukorea
ringan. Servisitis juga sering didapatkan, ditandai dengan sekret mukopurulen dan edema.
Pada wanita infeksi Chlamydia yang lama sering mengakibatkan endometritis dan salpingitis.
Pasien mengalami demam ringan atau nyeri perut bagian bawah. Endometritis juga dapat
menyebabkan perdarahan uterus. Nyeri radang panggul dan perihepatitis merupakan
komplikasi dari infeksi Chlamydia.

Perlu dilakukan pencegahan contohnya seperti dilakukan penyuluhan kesehatan dan


pendidikan seks dengan penekanan pada penggunaan kondom ketika melakukan hubungan
seksual dengan bukan pasangannya. Pemeriksaan pada remaja yang aktif secara seksual harus
dilakukan secara rutin. Pemeriksaan perlu dilakukan terhadap usia muda dibawah 25 tahun,
mereka yang mempunyai pasangan baru atau yang mempunyai beberapa pasangan seksual
dan yang tidak konsisten menggunakan alat kontrasepsi.

CT merupakan penyebab infeksi genital yang terbanyak saat ini, baik di negara maju
maupun di negara berkembang. Diperlukan identifikasi atau diagnosis dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat dalam usaha memutus mata rantai penularan dalam masyarakat dan
mencegah timbulnya komplikasi. Diagnosa awal sangat penting dilakukan karena pada
kebanyakan pasien tidak memberikan gejala. Pemahaman perjalanan infeksi CT hingga
timbulnya manifestasi klinis sangat menentukan diagnosa agar dapat menentukan
penanganan. Pencegahan terhadap infeksi CT dapat dilakukan agar dapat menurunkan
prevalensi infeksi tersebut.
KEPUSTAKAAN

1. Nicola S. Chlamydia trachomatis infection. In: Gupta S, Kumar B, editor. Sexually


transmitted infections 2nd ed. New-delhi: Elsevier; 2012. p. 494-505.

2. Gomes P, Borrego J, Atik B, Santo I, Azevedo J, de sa Brito, et al. Correlating Chlamydia


trachomatis infectious load with urogenital ecological succes and disease pathogenesis. J
mic inf. 2006; 8: 16-26.

3. Murtiastutik D. Infeksi Chlamydia pada wanita. Dalam: Barakbah J, Lumintang H,


Martodihardjo S, editor. Buku ajar infeksi menular seksual. Surabaya: Airlangga University
Press; 2008. p. 89-100.

4. Rosen T. Gonorrhea, Mycoplasma, and Vaginosis. In: Goldsmith A, Katz I, Gilchrest A,


Paller S, Leffell J, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 8 th ed. New
York: McGraw-Hill; 2012. p. 2514-2526.

5. Manavi K. A review on infection with Chlamydia trachomatis. J bpobgyn. 2006; 20(6):


941-951.

6. Bebear C, Barbeyrac de. Genital Chlamydia trachomatis infections. J clin microbiol infect.
2009; 15: 4-10.

7. Karnath M. Manifestations of Gonorrhea and Chlamydial infection. J hos phys. 2009; 5:


44-48.

8. Peipert F. Genital Chlamydial infections. N Engl J Med. 2003; 349: 2424-2430.

9. Darville T. Chlamydia trachomatis infections in neonates and young children. Semin


Pediatr Infect Dis. 2005; 16: 235-244.

10. Hammerschlag R. Chlamydia trachomatis and Chlamydia pneumoniae infections in


children and adolescents. J Am Acad Pediatr. 2004; 25: 43-52.

11. Beagley W, Timms P. Chlamydia trachomatis infection: Incidence, health costs and
prospects for vaccine development. J rep imm. 2000; 48: 47-68.

12. Malhotra M, Sood S, Mukherjee A, Muralidhar S, Bala M. Genital Chlamydia


trachomatis: An update. Indian J Med Res. 2013; 138: 303-316.
13. Daili F. Infeksi genital non spesifik. Dalam: Djuanda A, Hamzah A, Aisah S, editor.
Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2009. p. 366-368.

14. Ishak S, Ghosn H. Lymphogranuloma venereum. In: Goldsmith A, Katz I, Gilchrest A,


Paller S, Leffell J, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 8 th ed. New
York: McGraw-Hill; 2012. p. 2505-2509.

15. Schachter J, Stephens S. Biology of Chlamydia trachomatis. In: Holmes K, Sparling F,


Stamm E, Piot P, Wasserheit N, Corey L, Cohen S, Watts H, editor. Sexually transmitted
disease 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 555-574.

Anda mungkin juga menyukai