Anda di halaman 1dari 2

KISAH MERIAM KARBIT DI PONTIANAK

Meriam Karbit merupakan sebuah permainan tradisional rakyat di Kalimantan Barat,


tepatnya di Pontianak. Konon nama Pontianak yang terbelah oleh sungai dan garis khatulistiwa
itu berasal dari kata kuntilanak. Kuntilanak adalah hantu perempuan berambut panjang
berwajah seram, menggunakan baju putih panjang dan suka menggoda pria. Suara tawanya
sangat khas dengan cekikikan yang nyaring membuat banyak orang bergidik ngeri.
Menurut cerita orang tua, jika tawanya terdengar dekat maka kuntilanak masih jauh tapi
jika suaranya terdengar jauh maka kuntilanak tidak berada jauh dari kita. Dari cerita rakyat
yang berkembang, sultan pertama Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie baru saja hijrah
dari Kerajaan Mempawah. Ia bermaksud mencari daerah baru untuk dijadikan kerajaan. Di
tengah upayanya itu, ada gangguan kuntilanak. Untuk mengusirnya ditembakkanlah meriam
agar kuntilanak pergi. Kuntilanak berhasil diusir dari atas kapal di pinggir Sungai Kapuas.
Setelah jalan terbuka, sultan masuk ke dalam hutan rimba bersama prajuritnya. Dicarilah
di mana peluru meriam itu mendarat. Prinsipnya, di mana peluru itu jatuh, maka di sanalah
akan dibangun kerajaan baru. Itulah sejarah berdirinya Keraton Kadariyah Kesultanan
Pontianak dan Masjid Jami. Kerajaan yang tetap kokoh sejak 1778 itu juga penanda berdirinya
Pontianak dan perlambang berdirinya Kesultanan Pontianak. Untuk mengenang kejadian ini,
maka dilestarikanlah tradisi menembak Meriam Karbit. Dulu permainan ini bisa dilakukan
kapan saja. Namun sekarang hanya selama bulan puasa. Puncaknya tembakan menggelegar di
malam takbiran hingga satu minggu setelah Lebaran. Tak heran, jika saat Ramadan dan sebulan
setelah Lebaran, permainan tradisional ini sangat mudah dijumpai hampir di sepanjang Sungai
Kapuas. Cari saja di Jl Tanjung Raya 1, Jl Tanjung Raya 2 hingga Jl Parit Mayor, paling tidak
ada 22 titik permainan.
Masing-masing titik terdapat 5 meriam. Di bagian seberang sungai sepanjang Jl Tanjung
Pura, Jl Imam Bonjol hingga Jl Adi Sucipto terdapat 21 titik. Rata-rata tiap titiknya juga
berjumlah 5 meriam. Pada 2015 lalu ada 194 meriam yang ditembakkan secara beruntun
sepanjang hari. Terlihat sangar, tapi meriam karbit cuma dibuat dari bahan sederhana yaitu
kayu gelondongan. Biasanya dipilih sebatang pohon utuh kira-kira sepanjang 4-7 meter
berdiameter kurang lebih 1 meter. Sebelum dilubangi, pohon direndam selama 2-3 minggu di
dalam dasar Sungai Kapuas yang penuh lumpur. Selain membuat serat kayu rapat, merendam
kayu bertujuan membunuh serangga pemakan serat kayu.
Pohon lalu dinaikkan ke atas panggung dari kayu nibung. Inilah proses yang paling berat
dan memerlukan banyak tenaga. Pohon dibelah menjadi dua, bagian tengahnya dilubangi
selebar 60-70 cm meter. Barulah pohon disatukan kembali dengan cara diikat dengan rotan.
Terakhir batang dilubangi di bagian atas untuk hulu ledak. Sebelum disulut, meriam diisi air
dalam jumlah tertentu. Kemudian, dimasukkanlah karbit melalui lubang kecil yang juga
berfungsi sebagai hulu ledak. Karbit yang bereaksi dengan air akan menghasilkan gas, Jika
disulut api, hasilnya ledakan dengan gelegar hebat. Seru. Untuk satu kali permainan paling
tidak dibutuhkan sekitar 3-5 ons karbit. Suara ledakan yang dihasilkan cukup besar. Setidaknya
mampu menggoyangkan bangunan di sekitarnya. Bahkan tidak jarang memecahkan kaca
jendela. Suara meriam yang bagus adalah yang gelegar suaranya terdengar sampai 4-5
kilometer dari panggung serta menimbulkan gema yang berulang. Bagi pengunjung yang
gemar tantangan, mereka bisa merasakan sensasi luar biasa saat menyulut meriam karbit. Bagi
yang tidak terbiasa sebaiknya berhati-hati untuk mendekat.

Anda mungkin juga menyukai