Tanggal Percobaan:
Awal: 24 Februari 2020
Akhir: 24 Februari 2020
Disusun Oleh:
Qurratu Aini Alya Adzkia (1801188)
Rekan Kerja:
Rai Octy Mega (1800720)
B. Judul
PENENTUAN BEBERAPA KOMPONEN DALAM SAMPEL PERTAMAX, PERTAMAX
PLUS, DAN PERTALITE MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS
C. Tujuan
1. Dapat mengenal cara pengoperasian instrumen GC.
2. Dapat memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif.
3. Dapat menentukan beberapa komponen dalam sampel pertamax, pertamax plus, dan pertalite.
D. Tinjauan Pustaka
Kromatografi merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan
kesetimbangan komponen campuran diantara fasa gerak (mobile phase) dan fasa diam (stationer
phase). Apabila fasa gerak yang digunakan berupa gas maka disebut kromatografi gas. Pada
kromatografi gas, fasa diam dapat berupa padat atau cair. Zat terlarut nantinya akan terpisah
sebagai uap. Pemisahan akan tercapai dengan partisi bila fasa diam yang digunakan berupa
cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat
penunjangnya.
(Hendayana, 1994)
Gas Chromatography (GC), adalah metoda yang digunakan dalam kimia analitik untuk
memisahkan dan menganalisis senyawa yang dapat menguap. Kelebihan dari GC adalah GC
dapat melakukan pengujian kemurnian suatu zat tertentu, atau memisahkan berbagai komponen
campuran (jumlah relatif dari komponen tersebut juga dapat ditentukan). Dalam beberapa situasi,
GC dapat membantu dalam mengidentifikasi senyawa. Namun, kelemahan teknik kromatografi
gas terbatas untuk zat yang mudah menguap, kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk
memisahkan campuran dalam jumlah besar, fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak
bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat terlarut.
(Soebagio, 2005)
Ada beberapa kelebihan dari kromatografi gas, diantaranya dapat menggunakan kolom yang
lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi, gas dan uap memiliki
viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung
cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fasa gas dibandingkan sebagian
besar fasa cair tidak bersifat reaktif terhadap fasa diam dan zat terlarut. Kelemahannya adalah
teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap. Kromatografi gas merupakan metode yang
tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan untuk
pemisahan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana hingga berjamjam
untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat
diidentifikasikan dengan menggunakan waktu retensi yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu
tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom.
Waktu tambat diukur dari jejak pencatat pada kromatogram dan serupa dengan volume tambat
pada KCKT dan Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang sesuai banyaknya kuantitas komponen
campuran dapat pula diukur secara teliti. Kekurangan utama kromatografi gas adalah bahwa ia
tidak mudah dipakai untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar. Pemisahan pada tingkat
mg mudah dilakukan, akan tetapi untuk jumlah tingkat pon atau ton sukar dilakukan, kecuali jika
ada metode lain.
(Adnan, 1997)
Fasa diam pada kromatografi gas adalah penyalut partikel atau dinding kolom. Gas
pembawa adalah fasa gerak.
(Munson, 1991)
Campuran gas dapat dipisahkan dengan kromatografi gas. Fasa stationer dapat berupa
padatan (kromatografi gas padat) atau cairan (kromatografi gas cair). Umumnya untuk
kromatografi gas padat sejumlah kecil padatan inert misalnya karbon teraktivasi, silika gel, atau
saringan molekular diisikan ke dalam tabung logam gulung yang panjang (2-10m) dan tipis.
Senyawa yang kurang larut pada fasa diam akan keluar terlebih dahulu.
(James, 2003)
Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut. Gas dalam silinder baja
bertekanan tinnggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa campuran
yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan kedalam aliran gas tersebut.
Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa kedalam kolom dan didalam kolom terjadi proses
pemisahan. Komponen-komponen campuran yang terlah terpisahkan satu persatu meninggalkan
kolom. Suatu detektor diletakkan diujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap
komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram
yang terdiri dari beberapa puncak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen
(senyawa) yang terdapat dalam campuran. Karena peak-peak dalam kromatogram berupa
segitiga maka luasnya dapat dihitung berdasarkan tinggi dan lebar peak tersebut.
(Budhiraja, 2004)
Data-data yang dihasilkan dari kromatogram selanjutnya dianalisis untuk keperluan
analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis Kualitatif
Tujuab utama kromatografi adalah memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
sampel. Dengan demikian, jumlah puncak yang terdapat dalam kromatogram menunjukkan
jumlah komponen yang terdapat dalam suatu sampel. Untuk mengidentifikasi tiap puncak adalah
kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar
Waktu retensi suatu komponen pada suatu kolom dan kondisi kromatografi tertentu
bersifat
karakteristik bagi komponen tersebut. Jika waktu retensi suatu zat standar sama dengan waktu
retensi suatu komponen tertentu maka dapat diduga bahwa kedua senyawa tersebut adalah sama.
Oleh karena itu, identifikasi suatu komponen dalam sampel dapat dilakukan dengan cara
membanidngkan waktu retensi komponen yang dianalisis dengan waktu retensi zat standaar yang
diinjeksikan kedalam kolom dibawah kondisi kromatografi yang sama.
b. Melakukan ko-kromatografi
Pada kromatografi gas, waktu retensi untuk satu komponen didalam satu sampel saja sulit
untuk mendapatkan waktu retensi yang sama persis pada pengulangan berikutnya. Sehingga cara
ini lebih teliti. Standar ditambahkan pada sampel, kemudian dilakuka pengukuran dengan
kromatografi gas. Bila ada luas atau tinggi salah satu puncak bertambah maka analit yang
mengalami pertambahan luasnya identik dengan standar.
c. Menghubungkan kromatografi gas dengan detektor spektometer massa atau IR
Metode ini daat digunakan untuk analit yang belum ada standarnya, digunakan untuk
mengidentifikasi puncak kromatografi gas. Ketika analit memasuki spektrometer massa maka
molekul senyawa tersebut ditembaki dengan elektron berenergi tinggi. Molekul tersebut pecah
menjadi molekul-molekul yang lebih kecil dan terdeteksi berdasaarkan massanya yang
digambarkan sebagai spektra massa. Spektra analit yang tidak diketahui dapat dibandingkan
dengan spektra yang ada di data base komputer atau diinterpretasi sendiri.
d. Menghubungkan kromatografi gas ddengan detektor NMR
Setiap komponen yang telah keluar dari kolom kemudian dikondensasikan dan
selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan spektrometri NMR. Cara ini
dapat dilakukan apabila detektor tidak bersifat dekstruktif, misalnya TCD.
Analisis Kuantitatif
Didasarkan pada salah satu pendekatan, tinggi pundak atau luas puncak analit dan
standar. Tinggi dan luas puncak analit dan standar. Tinggi dan luas puncak berbanding lurus
dengan konsentrasi analit yang diinjeksikan. Penggunaan tinggi puncak lebih mudah diukur dan
lebih teliti dibandingkan luas puncak. Metode analisis kuantitatif pada kromatografi gas:
a. Metode standar kalibrasi
Mempersiapkan sederet larutan standar yang komposisinya sama dengan analit kemudian
tiap larutan standar diukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram untuk tiap
larutan standar. Selanjutnya diplot luas atau tinggi puncak sebagai fungsi konsentrasi larutan
standar. Plot data harus diperoleh garis lurus yang memotong titik nol. Selanjutnya tinggi atau
luas puncak yang didapatkan dari pungukuran sampel diplotkan dalam kurva kalibrasi sehingga
ditentukan konsentrasi analit dalam sampel.
b. Metode standar internal
Digunakan apabila tinggi dan luas puncak kromatogram tidak hanya dipengaruhi oleh
banyaknya sampel, tetapi juga oleh fluktuasi laju aliran gas pembawa, suhu kolom, detektor, dan
sebagainya, yang mempengaruhi kepekaan dan respon detektor.
c. Metode normalisasi area
Cara kuantitatif tanpa menggunakan larutan standar untuk menghitung konsentrasi
komponen-komponen dalam sampel dalam % dengan cara mengukur luas puncak setiap
komponen dan membaginya dengan luas puncak total seluruh komponen. Metode normalisasi
area dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi sampel.
(Adnan, 1997)
Komponen-komponen utama dalam instrumentasi kromatografi gas terdiri dari gas
pembawa, injector, kolom, detektor, dan rekorder sebagai berikut:
1. Gas pembawa
Gas yang digunakan sebagai fasa gerak dalam kromatografi dalam gas harus bersifat inert
(tidak bereaksi) dengan cuplikan maupun fasa diam. Gas-gas biasa digunakan adalah gas helium,
argon, nitrogen, dan hidrogen. Karena gas disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi, maka
gas tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara cepat sambil membawa komponen-
komponen campuran yang akan atau yang sudah dipisahkan. Dengan demikiran gas tersebut
disebut juga gas pembawa (carrier gas). Oleh karena gas pembawa mengalir dengan cepat, maka
pemisahan dengan teknik kromatografi gas hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Gas
pembawa memberikan HETP yang sama tapi pada kecepatan alir yang berbeda.
Solut berdifusi lebih cepat melalui H2 dan He daripada melalui N2, maka H2 dan He
memberikan resolusi yang lebih baik pada kecepatan alir tinggi, sesuai dengan mekanisme
perjalanan solut melalui kolom. Semakin cepat solut kesetimbangan diantara fasa gerak dan fasa
diam maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepat dalam H 2 dan He
membantu mempercepat kesetimbangan diantara fasa gerak dan fasa diam sehingga
meningkatkan efisiensi atau menurunkan harga HETP. H 2 merupakan gas pembawa paling
efisien. Jika percobaan dilakukan pada tekanan tetap, kecepatan alir akan berkurang ketika suhu
dinaikan. Gas pembawa H2 memberikan efisiensi relatif stabil dengan perubahan kecepatan alir.
Bahaya H2 yaitu mudah meledak bila berkontraksi dengan udara. Oleh karena itu, He banyak
digunakan sebagai pengganti H2. Kotoran yang terdapat dalam gas pembawa dapat merusak
kolom secara perlahan karena fasa diam bereaksi dengan kotoran tersebut. Oleh karena itu, gas
berkualitas tinggi harus digunakan untuk merawat kolom dari kerusakan. Untuk menghilangkan
kotoran dalam gas pembawa, biasanya gas dialirkan melalui saringan yang disebut molecular
seive untuk menghilangkan air dan hidrokarbon.
(Hendayana, 2006)
Gas pembawa pada kromatografi gas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Bersifat inert, tidak bereaksi dengan sampel, solvent, dan material dalam kolom
2) Kemurnian tinggi, mudah diperoleh, dan murah
3) Cocok atau sesuai dengan detektor
4) Dapat mengurangi difusi gas
(Adnan, 1997)
Gas pembawa yang digunakan biasanya gas Helium, Nitrogen, Hidrogen, dan Argon.
Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang
digunakan. Hidrogen dan Helium resolusinya lebih baik pada kecepatan alir tinggi dibandingkan
dengan Nitrogen dan Argon. Tetapi, Hidrogen cenderung mudah meledak. Sehingga Helium
adalah gas pembawa yang umum digunakan.
(Hendayana, 2010)
2. Injektor/Pemasukan Cuplikan
Berbeda dengan kromatografi kertas, lempeng tipis, dan kolom, cuplikan yang dapat
dianalisis dengan teknik kromatogafi gas dapat berupa zat cair atau gas. Dengan syarat cuplikan
tersebut mudah menguap dan stabil (tidak rusak pada kondisi operasional). Ditempat pemasukan
cuplikan terdapat pemanas yang suhunya dapat diatur untuk menguapkan cuplikan. Suhu tempat
penyuntikan cuplikan biasanya sekitar 50˚C diatas titik didih cuplikan. Bila cuplikan rusak pada
suhu tersebut maka cuplikan tersebut tidak dapat dianalisis dengan teknik kromatografi gas.
Jumlah cuplikan yang disuntikan ke dalam aliran fasa gerak sekitar 5 ml. tempat pemasukan
cuplikan cair kedalam peak kolom biasanya terbuat dari tabung gelas di dalam blok logam panas.
Cuplikan disuntikkan dengan bantuan alat suntik melalui karet septum kemudian diuapkan
didalam tabung gelas. Gas pembawa meniup uap cuplikan melalui kolom kromatografi. Untuk
kolom analitik memerlukan antara 0,1-10 ml cuplikan cair sedangkan kolom preparatif
memerlukan antara 20-1000 ml. Cuplikan berbentuk gas dapat dimasukkan dengan bantuan alat
suntik gas (gas-tight-syringe). Kolom analitik biasanya memerlukan 0,5-10 ml sedangkan kolom
preparatif dapat menampung sampai 1 L gas. Untuk jenis kolom terbuka diperlkan alat
pemasukan yang lebih rumit. Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka mengandung pipa
gelas dan gelas wool yang secara perlahan dapat terkontaminasi oleh cuplikan yang tidak dapat
menguap dan dapat terurai, harus diganti berkala.
(Hendayana, 2006)
Metode injeksi pada kromatografi gas terdiri dari tiga cara pada proses penginjeksiannya,
antara lain:
1) Split Injection
Suatu metode injeksi pada kromatografi gas yang paling tua, sederhana, dan mudah
menggunakan teknik injeksi. Sampel yang diinjeksikan lebih cepat menguap dan hanya sebagian
kecil dan biasanya 1-2% dari uap sampel yang masuk ke kolom. Suhu dalam injeksi port
mencapai 350˚C. Sisa dari sampel akan menguap dan besar aliran gas pembawa akan
membagikan melalui split atau katup pembersihan. Metode split untuk menganalisis suatu
sampel dengan konsentrasi tinggi (> 0,1%). Berbeda dengan metode splitless yang cocok pada
konsentrasi rendah, yaitu 0,01%.
2) Splitless Injection
Sampel diinjeksikan ke dalam bejana kecil yang dipanaskan menggunaka syringe melalui
septum panas memfasilitasi penguapan dalam injektor. Gas pembawa kemudian mengangkut
keseluruhan sampel ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup dan akan terbuka setelah
waktu yang ditentukan untuk membersihkan unsur-unsur yang lebih berat yang berpotensi
mengkontaminasi sistem. Suhu pada injektor dalam metode ini mencapai 220˚C. Sampel akan
menguap perlahan terbawa ke arah kolom dengan aliran laju skeitar 1 ml/menit.
3) On-Column Injection
Metode ini, ujung split dimasukkan kedalam kolom. Teknik ini digunakan untuk
senyawa-senyawa yang mudah menguap, jika menyuntikan melalui lubang suntik secara
langsung dikhawatirkan akan terjadi perurairan senyawa karena suhu tinggi.
(Hendayana, 2010)
4) PTC Injector
Sampel suhu terprogram pertama kali diperkenalkan oleh Vogt pada 1979 dengan
mengembangkan teknik ini sebagai metode untuk mengintroduksi sampel dalam volume besar
dalam kapiler KG. Vogt mengintroduksi sampel ke dalam jalur dengan laju injeksi terkendali.
Suhu pada jalur diatur sedikit dibawah titik didih pelarut. Pelarut bertitik didih menguap secara
kontinyu dan dikeluarkan melalui jalur terpisah.
Semakin panjang kolom, maka semakin efisien. Semakin panjang kolom, maka perbedaan
waktu retensi senyawa satu terhadap lainnya akan bertambah yang akan memberi dampak pada
peningkatan selektivitas. Tiga faktor yang mempengaruhi resolusi diantaranya adalah efisiensi,
selektivitas, dan retensi. Dengan kolom terbuka, factor-faktor tersebut akan bertambah. Jadi,
pada penggunaan kolom terbuka waktu analisis lebih pendek daripada penggunaan kolom pak
karena fasa gerak tidak mengalami hambatan ketika melewati kolom. Kolom terbuka terdiri dari
tiga jenis, yaitu wall coated open tubular column, fasa diam cairan kental dilapiskan secara
merata pada dinding pada kolom dengan rancangan support-coated open tubular column (scot).
Partikel zat padat pendukung seperti silika atau aluminum ditempelkan pada dinding dalam
kolom. Partikel pendukung ini telebih dauhulu dilapisi zat cair kental sebagai fasa diam untuk
meningkatkan luas permukaan. Pada rancangan ketiga, porous-layer open tubular column (plot),
partikel zat padat yang ditempelkan pada dinding dalam kolom bertindak sebagai fasa diam.
Zat padat pendukung
Kolom pak mengandung zat cair kental yang sukar menguap yang dilapiskan pada partikel
yang tidak bereaksi (inert) yang disebut zat padat pendukung. Zat pendukung harus berupa
partikel halus, kuat dan berbentuk sama serta memiliki luas permukaan besar. Kebanyakan zat
padat pendukung terbuat dari tanah diatomeus, silika yang berasal dari rangka alga.
4. Detector
Berbagai jenis detector dapat digunakan untuk mendeteksi komponen-komponen yang telah
terpisahkan di dalam kolom, kromatografi gas. Jenis detector meliputi detector daya hantar
panas, detector ionisasi nyala, detector penangkap electron, detector fotometri nyala, dan
detector nyala alkali. Setiap detector mempunyai karaktaristik tersendiri.
Detektor Perkiraan Batas Deteksi Rentang
Daya Hantar Panas 400 pg/ml (propan) > 105
Ionisasi Nyala 2 pg/s > 107
Penangkap Elektron 5 pg/s 104
Fotometrik Nyala < 1 pg/s (fosfor) > 104
Nyala Alkali < 10 pg/s (belerang) > 103
Detector Daya Hantar Panas (Thermal Conductivity Detector)
Mengukur kemampuan zat dalam memindahkan panas dan daerah panas ke daerah dingin.
Semakin besar daya hantar panas maka semakin cepat pula panas yang di pindahkan. Detector
ini terdiri dari filamen panas yang ditempatkan pada aliran gas yang datang dari arah kolom
kromatografi.
Detector Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector)
Solute yang keluar dari kolom dicampur H 2 dan udara kemudian dibakar pada nyala di
bagian dalam detector. Atom karbon senyawa organic dapat menghasilkan radikal CH yang
selanjutnya menghasilkan ion CHO+ dalam nyala hydrogen udara.
Spesifikasi Bahan
H. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diketahui bahwa sampel pertalite mengandung
heksana, toluena, dan xylene dengan selisih waktu retensi sebesaar 0.047, 0.012, dan 0.089. Dari
campuran sampel pertalite dan standar juga mengandung komponen heksana, toluena, dan
xylene.
I. Daftar Pustaka
Adnan, Mochamad. (1997). Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta:
Andi Offset
Budhiraja, R.P. (2004). Separation Chemistry. New Delhi: New Age International.
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Hendayana, Sumar. (2006). Kimia Pemisahan: Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern.
Bandung: PT. Remaja Rasdakarya Offset.
Hendayana, Sumar. (2010). Kimia Pemisahan: Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern.
Bandung: ITB.
James, D. (2003). Chemistry: A World of Choices. New York: Avenue of the Americas.
Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Poole, S.K. (2012). Chromatography Today. Detroit: Wayne State University.
Soebagio, dkk. (2005). Kimia Instrumen. Malang: UM Press.
J. Lampiran
G2. Instrumen GC
G3. Proses injeksi senyawa